Minggu : I (Satu)
(kadang-kadang
secara
berlebihan
disebut
sindrom
menghembuskan
1
hiperventilasi)
kabon
menyebabkan
dioksida,menimbulakn
hipokapnia, yang menginduksi vasokonstriksi perifer dan sensasi jarum dan pin
(parestesi). Keadaan tersebut dapat diatasi dengan bernapas di luar dan di dalam
kantong kertas bergantian.
Oleh karena itu, mudah untuk memahami bagaimana seorang pasien, yang
tidak menyadari fisiologi normal anxietas, dapat masuk ke dalam lingkaran setan
anxietas dan mengkhawatirkan gejala-gejala somatik. Pasien mungkin lupa akan stres
sebenarnya yang mencetuskan episode dan mengalami preokupasi seakan sedang
sekarat akibat serangan jantung (kadang-kadang disebut sebagai neurosis jantung
[cardiac neurosis] atau sindrom usaha [effort syndrome]). Ketakutan semacam ini
akan meningkat jika nyeri dada juga dialami karena peningkatan tegangan otot yang
diinduksi anxietas. Tegangan otot disebabkan oleh peningkatan aliran darah ke otot
serta peningkatan tonus, dan berperan pada keluhan kelelahan. Istilah neurastenia
(sindrom kelelahan) telah digunakan di masa lalu untuk menunjukkan suatu neurosis
dengan kelelahan sebagai gejala yang dominan.
Anamnesis harus menggali penggunaan alkohol, kafein dan obat-obatan
terlarang sebagai kemungkinan penyebab anxietas, serta setiap kaitan antara gejala
dengan kejadian pencetus. Individu mungkin mengalami ekspresi wajah dan sikap
tubuh yang tegang dan cemas, serta dapat gemetar, pucat dan/atau berkeringat.
Mungkin juga terdapat napas berlebihan dan tanda-tanda agitasi (aktivitas tanpa
tujuan akibat anxietas) seperti berjalan mondar-mandir dan mengetuk-ngetukan kaki.
Pemeriksaan
fisik
harus
menyngkirkan
penyebab-penyebab
organik
seperti
Karakteristik
Perasaan terancam dan firasat
Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong
Mudah teralihkan
Merasa sangat gembira/bersemangat, gelisah, tegang
atau tidak mampu berelaksasi
Insomnia dini dan mimpi buruk
Iritabilitas
Intoleransi terhadap kebisingan (misalnya, anak-anak
Serangan panik
atau musik)
Gejala-gejala
anxietas
somatik
dan
psikis
atau
Gambar 1.
D. Etiologi
a. Teori biologik
Terdapat beberapa area otak yang diduga mempengaruhi timbulnya gangguan
cemas menyeluruh, antara lain lobus oksipital, ganglia basal, sistem limbik, serta
korteks
prefrontal.
Selain
itu,
beberapa
neurotransmiter
diperkirakan
d. Teori kognitif-perilaku
Gangguan cemas diperkirakan timbul akibat adanya perhatian selektif pada hal
negatif di lingkungannya, distorsi dalam memproses informasi, serta pandangan
negatif bahwa penderita tidak mampu menghadapi ancaman.
E. Diagnosis
a. Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak
terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya
free floating atau mengambang)
b. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk,
dan
Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb.).
c. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
(reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.
d. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan anxietas
menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panik, atau gangguan obsesifkompulsif
F. Tata Laksana
a. Terapi non-medikamentosa
Terapi kognitjif-perilaku;
Terapi suportif;
Psikoterapi berorientasi tilikan.
b. Terapi medikamentosa
Benzodiazepin: dimulai dari dosis terendah dan terus ditingkatkan sampai
mencapai respon terapi dengan lama pengobatan 2-6 minggu dilanjutkan
G. Indikasi Rawat
a. Pasien mengancam keselamatan orang lain;
b. Adanya ide/percobaan bunuh diri;
c. Gangguan dalam menjalani aktivitas sehari-hari
H. Prognosis
Gangguan cemas menyeluruh merupakan gangguan yang bersifat kronis. Sekitar 25%
pasien akan mengalami gangguan panik.
DAFTAR PUSTAKA
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan PPDGJ-III dan
DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
Puri, B. K., dkk. 2011. Buku Ajar Psikiatri, Edisi 2. (Terjemahan). Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Tanto, Chris., dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius