viceral. Nyeri somatik dibagi dua kualitas yaitu nyeri permukaan dan nyeri dalam. Bila
nyeri berasal dari kulit rangsang yang bertempat dalam kulit maka rasa yang terjadi
disebut nyeri permukaan, sebaliknya nyeri yang berasal dari otot, persendian, tulang, atau
dari jaringan ikat disebut nyeri dalam. Nyeri permukaan yang terbentuk kira-kira setelah
tertusuk dengan jarum pada kulit, mempunyai karakter yang ringan, dapat dilokalisasi
dengan baik dengan hilang cepat setelah berakhirnya rangsang. Nyeri ini dapat dikatakan
nyeri pertama. Nyeri pertama sering diikuti nyeri kedua khususnya pada intensitas
rangsang yang tinggi. Sifatnya menekan dan membakar yang sukar untuk dilokalisasi dan
lambat hilang. Nyeri ini disebut nyeri lama (11). Mediator-mediator nyeri yang terpenting
adalah histamin, serotonin, plasmakinin (antara lain bradikinin) dan prostaglandin, juga
ionion kalium. Zat-zat tersebut dapat mengakibatkan reaksi-reaksi radang dan kejangkejang dari jaringan otot yang selanjutnya mengaktifkan reseptor nyeri. Plasmakinin
merupakan peptida (rangkaian asam-asam amino) yang terbentuk dari protein-protein
plasma, sedangkan prostaglandin merupakan zat yang mirip asam lemak dan terbentuk
dari asam-asam lemak esensial. Kedua zat tersebut berkhasiat sebagai vasodilatator kuat
dan memperbesar permeabilitas (daya hablur) kapiler dengan akibat terjadinya radang
dan udema selain sistem penghantar nyeri, masih terdapat sistem penghambat nyeri tubuh
sendiri pada tingkat yang berbeda, terutama dalam batang otak dan dalam sumsum tulang
belakang, mempersulit penerusan impuls nyeri sehingga menurunkan rasa nyeri.
Endorfin sebagai agonis system penghambat nyeri tubuh sendiri telah diidentifikasikan
sebagai polipeptida dan oligopeptida. Endorfin bekerja pada reseptor yang sama, disebut
reseptor opiat, sehingga menunjukkan kerja farmakodinamika yang sama seperti opiat,
dan karena sifat peptidanya maka farmakokinetiknya berbeda. Endorfin melalui kerja
pada prasinaptik menurunkan pembebasan neurotransmitter lain khususnya senyawa P
sebagai pembawa impuls nyeri somatic sehingga jumlah potensial aksi yang diteruskan
menurun.
Cara pemberantasan nyeri:
1. Menghalangi pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri perifer oleh analgetika
perifer atau oleh anastetik lokal.
2. Menghalangi penyaluran rangsang nyeri dalam syaraf sensoris, misalnya dengan
anastetik lokal.
3. Menghalangi pusat nyeri dalam sistem syaraf pusat dengan analgetika sentral
(narkotik) atau dengan anastetik umum.
a. Pengertian analgetika
Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapetik meringankan atau menekan rasa
nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum. Kesadaran akan perasaan sakit terdiri atas dua
tahap yaitu tahap penerimaan perangsang sakit dibagian otak besar dan tahap reaksi
emosional dari individu terhadap perangsang ini. Obat penghilang nyeri (analgetika)
mempengaruhi proses pertama dengan mempertinggi ambang kesadaraan akan rasa sakit,
sedangkan narkotika menekan reaksi-reaksi psikis yang diakibatkan oleh perangsang
sakit itu Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi 2 kelompok besar, yaitu
analgetika narkotik dan analgetika non narkotik.
b. Penggolongan Analgetika
1. Analgetika Narkotik
Zat ini mempunyai daya penghalau nyeri yang kuat sekali dengan titik kerja yang terletak
di sistem saraf sentral, mereka umumnya menurunkan kesadaran (sifat meredakan dan
menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia), serta mengakibatkan
ketergantungan fisik dan psikis (ketagihan, adiksi) dengan gejala-gejala abstinensia bila
pengobatan dihentikan. Analgetika narkotik atau analgesic opioid merupakan kelompok
obat yang mempunyai sifat-sifat seperti opium atau morfin. Termasuk golongan obat ini
yaitu:
1) Obat yang berasal dari opium-morfin,
2) Senyawa semi sintetik morfin,
3) Semi sintetik yang berefek seperti morfin.
Mekanisme aksi dari obat-obat golongan ini adalah menghambat adenilat siklase dari
neuron, sehingga terjadi penghambatan sintesis c-AMP (siklik Adenosin Mono Phosphat),
selanjutnya menyebabkan perubahan keseimbangan antara neuron noradrenergik,
serotonik dan kolinergik. Mekanisme kerja yang sesungguhnya belum benar-benar jelas.
2. Analgetika Non Narkotik
Analgetika non-narkotik bersifat tidak adiktif dan kurang kuat dibandingkan dengan
analgetika narkotik. Obat-obat ini juga dinamakan analgetika perifer, tidak menurunkan
kesadaran dan tidak mengakibatkan ketagihan secara kimiawi. Obat-obatan ini digunakan
untuk mengobati nyeri yang ringan sampai sedang dan dapat dibeli bebas. Obat-obatan
ini efektif untuk nyeri perifer pada sakit kepala, dismenore (nyeri menstruasi), nyeri pada
inflamasi, nyeri otot, dan arthritis ringan sampai sedang. Kebanyakan dari analgetika
menurunkan
suhu
tubuh
yang
tinggi,
sehingga mempunyai efek antipiretik. Beberapa analgetika seperti aspirin, mempunyai
efek antiinflamasi dan juga efek antikoagulan. Efek samping dari analgetika yang paling
umum adalah gangguan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati, dan juga reaksi alergi
di
Analgetika secara kimiawi dibagi atas 4 golongan yaitu :
kulit.
1) Golongan salisilat
a. Asetosal
b. Salisilamid
c. Natrium salisilat
2) Golongan pirazolon
a. Antipirin
b. Aminopirin
c. Fenilbutazon
3) Golongan antranilat
a. Glafenin
b. Asam mefenamat
c. Ibuprofen
4) Golongan p-aminofenol
a. Fenasetin
b. Paracetamol
OBAT-OBATAN ANALGETIK
a. Obat-obatan golongan non narkotik
1. Asam mefenamat (golongan antranilat)
Asam mefenamat merupakan kelompok antiinflamasi non steroid bekerja
dengan cara menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan
menghambat enzim siklooksiginase sehingga mempunyai efek analgesik,
antiinflamasi dan antipiretik.
Uraian Kimia
Nama resmi : Acidum Mefenamicum
Sinonim : Benzoic acid, 2-[(2,3-etilfenil) amino], N-(2,3 Xyly) anthranilic
acid, ponstan.
Rumus molekul : C15H15N3NO2
Farmakodinamika
2. Parasetamol
Penemuan parasetamol sebagai senyawa analgetika dan antipiretik dari
adanya kerancuan asetanilida yang semula digunakan sebagai antipiretik
kemudian dikembangkan senyawa-senyawa yang kurang toksik sebagi
antipiretik. Pada mulanya dicobakan senyawa para-aminofenol yang
merupakan komponen hasil oksidasi asetanilida di dalam tubuh, walaupun
demikian toksisitasnya tidak berkurang.
Nama lain parasetamol adalah asetaminofen, sedangkan nama dagang dari
parasetamol adalah Panadol, Tylenol, Tempra, Nipe, derivat
asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak digunakan
sebagai analgetika, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran karena
efek sampingnya, yaitu nefrotoksisitas dan karsinogen. Khasiatnya sebagai
analgetika dan antipiretik tetapi tidak anti radang. Dewasa ini pada umumnya
dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi
(pengobatanSendiri) Obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa
nyeri, tanpa mempengaruhi sistem saraf pusat atau menghilangkan kesadaran.
Juga tidak menimbulkan ketagihan (adiktif). Obat anti nyeri parasetamol juga
digunakan pada gangguan demam, infeksi virus atau kuman, salesma, pilek
dan rematik atau encok walaupun jarang (Tjay dan Rahardja, 2002).
Mekanisme kerja
Paracetamol bekerja mengurangi produksi prostaglandin yang terlibat dalam
proses nyeri dan edema dengan menghambat enzim cyclooxygenase (COX).
Efek samping
Efek samping sering terjadi antara lain hipersensitivitas dan kelainan darah.
Penggunaan kronis dari 3-4 gram sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada
dosis diatas 6 gram mengakibatkan nekrosis hati yang tidak reversibel.
Overdose bisa menimbulkan antara lain mual, muntah dan anorexia. Hanya
parasetamol yang dianggap aman bagi wanita hamil dan menyusui meskipun
dapat mencapai air susu. Efek iritasi, erosi dan pendarahan lambung tidak
terlihat, demikian juga gangguan pernafasan.
Farmakokinetik
Parasetamol adalah ekstensif dimetabolisme di hati dan dikeluarkan melalui
urin terutama sebagai tidak aktif dan konjugat glukuronat sulfat, Metabolit
parasetamol termasuk dihidroksilasi kecil menengah yang memiliki aktivitas
hepatotoksim, metabolit intermediate didetoksifikasi melalui konjugasi
dengan glutation, namun dapat mengakumulasi berikut overdosis parasetamol
(lebih dari 150mg/kg atau total parasetamol 10g tertelan) dan jika tidak
ditangani
dapat
menyebabkan
kerusakan
hati
ireversibel.
Farmakodinamika
Parasetamol adalah-aminofenol derivatif p yang menunjukkan aktivitas
analgesik dan antipiretik, tapi tidak memiliki aktivitas anti-inflamasi,
Parasetamol adalah pemikiran untuk menghasilkan analgesia yang melalui
penghambatan
pusat
sintesis
prostaglandin.
Interaksi
- resin penukar ion, kolesteramin, menurnkan absorbs paracetamol
- antikoagulan :pengunaan paracetamol secara rutin dapat menyebabkan
peningkatan
kadar
warfarin.
- metoklorpropamid dan domperidon : metoklorpropamid mempercepat
absorbs paracetamol (meningkatkan efek )
Dosis
:
oral : 0.5-1 gram tiap 4-6 jam hingga maksimum 4 jam perhari.
Anak 2 bulan : 60 mg pada demam pasca operasi
Dibawah usia 3 bulan hanya dengan nasehat dokter.
3 bulan-1 tahun : 60-120 mg perhari dosis-dosis ini boleh diulang tiap 4-6jam
bila diperlukan (maksimum sebanyak 4 dosis dalam waktu 24 jam ) Contoh
produk yang ada dipasaran :
a. parasetamol (generik)
b. afebrin (konimex) tablet 500mg
c. afidol (afiat) tablet 500mg
d. biogesik (medifarma) sirup 150mg/5 ml dan tablet 500 mg
e. bodrex (tempo) tablet 500 mg
f. dumin (dumex) sirup 120mg/5 ml dan tablet 500 mg
g. fasidol (ifars) sirup 150mg/5 ml dan tablet 500 mg
h. itramol (itrasal) sirup 120mg/5 ml
i. Sumagesik Dumin Biogesik
3. Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang
sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor),
antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki
efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk
mencegah serangan jantung. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada
tahun 1918 ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia Awal mula penggunaan
aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang menggunakan ekstrak tumbuhan
willow untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian senyawa ini dikembangkan
oleh perusahaan Bayer menjadi senyawa asam asetilsalisilat yang dikenal saat ini. Aspirin
adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat
diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer). Dalam menyambut Piala Dunia FIFA 2006
di Jerman, replika tablet aspirin raksasa dipajang di Berlin sebagai bagian dari pameran
terbuka Deutschland, Land der Ideen ("Jerman, negeri berbagai ide").
Mekanisme kerja
Penghambatan sintesis prostaglandin di pusat pengatur panas dalam hipotalamus dan
periferdi daerah target. Lebih lanjut, dengan menurunkan sintesis prostaglandin, salisilat
juga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanik dan kimiawi.
Aspirin juga menekan rangsang nyeri pada daerah subkortikal (yaitu, talamus dan
hipotalamus).
Farmakodinamika
Asetosal merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai analgesic, antipiretik
dan antiinflamasi. Aspirin dosis tinggi terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik.
Dosis toksis ini justru memperlihatkan efek piretik sehingga pada keracunan berat terjadi
demam
dan
hiperhidrosis.
Untuk memperoleh efek inflamasi yang baik kadar plasma perlu dipertahankan antara
250-350 g/ml. kadar ini tercapai dengan dosis aspirin oral 4gram perhari untuk orang
dewasa. Pada penyakit demam reumatik, aspirin masih belum dapat digantikan oleh ains
yang lain dan masih dianggap sebagai standar dalam studi banding penyakit arthiritis
rheumatoid.
Farmakokinetika
Pada pemberian oral sebagian salisilat diabsorbsi dengan cepat dalam bentuk utuh
dilambung. Ttapi sebagian besar diusus halus bagian atas. Kadar tertingi dicapai kira-kira
2 jam setelah pemberian. Kecepatan absorbsinya tergantung dri kecepatan disintegrasi
dan disolusi obat, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung. Setelah
diabsorbsi salisilat segera menyebar keseluruh jaringan tubuh dan cairan transellular
sehingga ditemukan dalam cairan senovial, cairan spinal, liur dan air susu. Obat ini dapat
menembus sawar darah otak dan sawar urin. Kira-kira 80% sampai dengan 90% salisilat
plasma terikat di albumin. Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam
salisilat terutama dalam hati sehingga hanya kira-kira 30 menit terdapat dalam plasma.
Efek samping
Reye's syndrome : Iritasi lambung karena bersifat asam.
Efek terhadap Sistem syaraf : Nyeri pada ujung syaraf, sakit kepala, epilepsi, agitasi,
perubahan mental, koma, paralisis, pusing, limbung, depresi, bingung,amnesia, sulit tidur.
Efek lain : Demam, myopathy, epistaxis, kerusakan ginjal, penurunan fungsi ginjal,
meningkatkan kreatinin, hematouria, oligouria, UTI, asidosis, asidosis metabolit,
hiperfosfatemia, hipomag-nesemia, hiponatremia, hipernatremia, hipokalemia, hiperkalemia hiperkalsemia, abnormalitis elektrolit. Tumor lisi sindrom sepsis, infeksi lain,
Kerusakan
jantung,
gangguan
pernafasan.
Interaksi obat
Dengan Obat Lain : Meningkatkan konsentrasi serum alopurinol sehingga dapat
meningkatkan toksisitas allopurinol.
Chlorpropamide : Meningkatkan reaksi hepatorenal, monitor hipoglikemi.
Obat lain : Cotrimoxazole : Trombositopenia Cyclosporin : Meningkatkan konsentrasi
cyclosporin dalam darah (penyesuaian dosis)
Dengan Makanan : Makanan & susu : Menurunkan efek merugikan terhadap saluran
cerna.
Dosis
Dosis : untuk nyeri dan demam
Oral : 4 dd 0,5 1 g p.c., maksimum 4 g sehari ,anak-anak sampai 1 tahun 10 mg/kg 3-4
kali sehari,
1 12 tahun 4-6 dd, di atas 12 tahun 4 dd 320-500 mg, maksimum 2 g/hari.
Rektal : dewasa 4 dd 0,5 1 g, anak-anak sampai 2 tahun 2 dd 20 mg/kg, di atas 2 tahun
3 dd 20 mg/kg p.c.
Contoh produk yang ada dipasaran
- Aptor - Aspilets - Aspimec - Aspirin Bayer
- Astika - Bodrexin - Cardio Aspirin Farmasal
- Procardin - Restor - Thrombo Aspilets Ascardia
Aspirin
4. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini
bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya
sama dengan aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan
menyusui.
Indikasi
Nyeri & radang pada penyakit artritis (rheumatoid arthritis, juvenile arthritis,
osteoarthritis) & gangguan non sendi (otot kerangka), nyeri ringan sampai berat termasuk
dismenorea, paska bedah, nyeri & demam pada anak-anak
Mekanisme kerja
Menghambat sintesis prostaglandin dgn menghambat COX-1 & COX-2
Efek samping
Gangguan saluran cerna : dispepsia, heartburn, mual, muntah, diare, konstipasi, anoreksia
dll.
Gangguan sistem saraf : sakit kepala, pusing,Gangguan pendengaran & penglihatan :
tinitus, penurunan pendengaran, gangguan penglihatan sakit kuning, kenaikan SGOT &
SGPT.
Lain-lain : retensi cairan, gagal jantung kongestif, tekanan darah meningkat, hipotensi,
aritmia, reaksi hipersenstivitas, mulut kering
Interaksi obat
lambung
Efek samping
aktif
Pencernaan :gangguan pada saluran cerna bagian atas (20% pasien) tukak lambung,
perdarahan saluran cerna.
Saraf : sakit kepala (3-9% pasien), depresi, insomnia, cemas.
Ginjal :(kurang dari 1% pasien) terganggu fungsi ginjal (azotemia,proteinuria,nefrotik
sindrom
dll),
Kardiovaskular: retensi cairan, hipertensi, (3-9% pasien),
Pernapasan : asma (kurang dari 1% pasien)
Darah : lekopenia, trombositopenia, hemolitik anemia (kurang dari 1% pasien)
Hati : hepatitis, sakit kuning (jarang), peningkatan SGOT
Lain-lain : ruam, pruritus, tinnitus, reaksi sensitivitas (1-3% pasien).
Interaksi
Dengan Obat Lain :
Antikoagulan : Dapat memperparah perdarahan saluran cerna.
Metotreksat : Meningkatkan konsentrasi metotreksat.
Glikosida jantung : Meningkatkan toksisitas glikosida jantung.
Diuretik : Secara bersamaan dengan HCT, meningkatkan kadar kalium dalam serum,
dengan
triamterene meningkatkan resiko kerusakan ginjal.
NSAID : Penggunaan bersama aspirin dapat meningkatkan eksresi diklofenak melalui
empedu.
Siklosporin : Meningkatkan efek nefrotoksik siklosporin.
Litium :Meningkatkan konsentrasi plasma litium dan menurunkan klirens litium.
Antidiabet :Kasus hipoglikemik & hiperglikemi (jarang terjadi)
Kuinolon : Dapat meningkatkan resiko stimulasi sistem saraf pusat
Antasid : Dapat menunda absorpsi diklofenak.
Kortikosteroid : Meningkatkan resiko ulser saluran cerna
Dosis
Nyeri & dismenore :
Dosis awal : 50 mg, dilanjutkan 50 mg setiap 8 jam jika perlu
Pada pasien dengan gangguan ginjal dan hati tidak perlu penyesuaian dosis, tetapi perlu
pemantauan
yang ketat
Contoh obat yang ada dipasaran
- Alflam - Atranac - Berifen SR Cataflam
- Cataflam D - Catanac - Deflamat Dicloflam
- Diclomec - Diclomec Gel - Exaflam Fenaren
- Fenavel - Flamenac - Kadiflam Kaditic
- K Diklofenak - Klotaren - Laflanac Matsunaflam
- Megatic - Merflam - Nadifen Neuorofenac
- Nichoflam - Nilaren - Potazen Prostanac
- Provoltar - Reclofen - Renadinac Renvol
- Scanaflam - Scanteran - Tirmaclo Valto
- Volmatik - Voltadex - Voltadex SR Voltaren
- Voren - X-flam - Xepathritis Zegren
- Adiflam
b. Obat-obatan golongan narkotik
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium.
Berdasarkan kerjanya pada reseptor, obat golongan opioid :
1. Morfin dan Alkaloid opium
Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh tetapi dapat diansorbsi melalui kulit luka
morfin juga dapat menembus mokosa. Dengan kedua cara pemberian in absorbs
morfin kecil sekali. Morfin dapat diabsorbsi usus, tetapi efek analgetik yang
timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Mula kerja semua
alkaloid opioid setelah suntikan IV sangat cepat, sedangkan setelah suntikan
subkutan absorbs berbagai alkaloid berbeda-beda. Setelaah pemberian dosis
di
otak.
Ekskresi morfin sebagian besar melalui ginjal sebagian kecil di keluarkan melalui
tinja
dan
keringat
Indikasi
Diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat
diobati dengan obat analgesic non opioid. Morfin sering digunakan nyeri yang
menyertai 1) infark miokard; 2) neoplasma; 3)kolik renal atau kolik empedu; 4)
oklusio akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner; 5) perikarditis akut,
pleuritis dan pneumotoraks spontan dan 6) nyeri akibat trauma.
Efek samping
Idiosinkrasi dan Alergi. Morfin dapat menyebabkan mual dan muntaah terutama
pada wanita berdasarkan idiosinkrasi. Bentuk idiosinkrasi lain ialah timbulnya
eksitasi dengan tremor, dan jarang-jarang dillirium lebihjarang lagi konfulsi dan
insomnia. Bayi dan anak kecil tidak lebih peka terhadap alkaloid opium, asal saja
dosis diperhitungkan berdasarkan berat badan, tetapi oranng lanjut usia dan
pasien Penyakit berat agaknya lebih peka terhadap efek morfin.
Toleransi
Toleransi timbul terhadap efek depresi, tetapi tidak timbul terhadap efek eksitasi,
miosis dan efek pada usus. Toleransi silang dapat timbul antara morfin,
Indikasi
Hanya digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai nyeri sedang, yang tidak
cukup baik diredakan oleh asetosal. Kombinasi propoksifen dengan asetosal sama
kuat seperti kombinasi kodein dengan asetosal.
Efek samping
Propoksifen memberikan efek mual, anoreksia, sembelit, nyeri perut dan kantuk,
kurang lebih sama dengan kodein
Sediaan dan dosis
Propoksifen : 65 mg 4x sehari ( dalam bentuk tablet dan vial)
5. Antagonis Opioid
Obat-obat yang tergolong antagonis opioid umumnya tidak menimbulkan banyak
efek kecuali bila sebelumnya telah ada efek agonis opioid aatau bila opioid
endogen edang aktif misalnya pada keadaan stress atau syok. Nalokson
merupakan prototif antagonis opioid yang relative murni, demikian pula
naltrekson yang dapat diberikan secara oral dan memperlihatkan masa kerjalebih
yang lama dari pada nalokson.
Nalorfin, levalorfan, siklazosin dan sejenisnya disamping memperlihatkan efek
antagonis, menimbulkan efek otonomik, endokrin, analgetik dan depresi nafas
mirip efek yang ditimbulkan oleh morfin. Obat-obat ini merupakan antagonis
kompetitif reseptor , tetapi juga memperlihatkan efek agonis pada reseptorreseptor lain.
Farmakodinamik
Efek tanpa pengaruh opioid pada berbagai eksperimen bahwa nalokson
memperlihatkan
:
a. Menurunkan ambang nyeri pada mereka yang biasanya ambang nyerinya tinggi
b. Mengantagonis efek analgetik placebo
c. Mengantagonis analgesia yang terjadi akibat perangsangan leawat jarum
akupuntur, semua efek ini diduga berdasarkan antagonisme nalokson terhadap
opioid endogen yang dalam keadaan lebih aktif
Nalorfin dan levalorfan juga menimbulkan depresi nafas yang diduga karena
kerjanya pada reseptor K. berbeda dengan morfin, depresi nafas ini tidak
bertambah dengan bertambahnya dosis, kedua obat ini bekerja memperberat
depresi nafas oleh morfin dosis kecil, tetapi mengantagonis depresi nafas akibat
morfin dosis besar.
Efek dengan pengaruh opioid frekuensi nafas meningkat dalam 1-2 menit setelah
pemberian IV, IM nalokson pada pasien dengan depresi nafas akibat agonis
opioid, efek sedatef dan efek terhadap tekanan darah juga segera dihilangkan.
Antagonis nalokson terhadap efek agonis opioid sering disertai dengan terjadinya
fenomena overshoot misalnya berupa penigkatan frekuensi nafas melebihi
frekuensi sebelum dihambat oleh opioid. Fenomena ini diduga berhubungan
KESIMPULAN
Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapetik meringankan atau
menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum. Kesadaran akan
perasaan sakit terdiri atas dua tahap yaitu tahap penerimaan perangsang sakit
dibagian otak besar dan tahap reaksi emosional dari individu terhadap
perangsang ini.
No Nama obat Dosis Indikasi Efek samping
1 Gol.non-Narkotik
-Asam mefenamat
dosis aawal 500 mg, dilanjutkan dengan dosis 250 mg, setiap 6 jam jika
digunaUntuk dismenore penggunaan saat terjadi haid, pnggunaan tidak lebih
dari 2 -3 hari. Nyeri ringan sampai sedang Dyspepsia, diare, perdarahan
gastrointestinal. Sakit kepala, pusing, mengantuk.
-Parasetamol oral : 0.5-1 gram sehari
Anak 2 bulan : 60 mg pada demam pasca operasi. Usia < 3 bulan hanya
dengan nasehat dokter.3 bulan-1 tahun : 60-120 mg perhari Nyeri ringan
Hipersensitivitas dan kelainan darah. Penggunaan kronis dari 3-4 gram/hari,
kerusakan hati, pada dosis > 6gram nekrosis hati. Overdose bias mual,
muntah dan anorexia.
-Aspirin Oral : 4 dd 0,5 1 g p.c., maksimum 4 g sehari anak-anak 1 tahun 10
mg/kg 3-4 kal/hari 1 12 tahun 4-6 dd, > 12 tahun 4 dd 320-500 mg,
maksimum 2 g/hari.
Rektal : dewasa 4 dd 0,5 1 g, anak-anak sampai 2 tahun 2 dd 20 mg/kg, di
atas 2 tahun 3 dd 20 mg/kg p.c. Nyeri ringan sampai sedang, pada dosis
rendah sebagai anti koagulan. Reye's syndrome : Iritasi lambung karena
bersifat asam.
Efek terhadap Sistem syaraf : Nyeri pada ujung syaraf, sakit kepala, epilepsi,
agitasi, perubahan mental, koma, paralisis, pusing, limbung, depresi,
bingung,amnesia, sulit tidur.
-Ibuprofen
Artritis : 400-800 mg 3-4 kali sehari (maksimun 3.2 g/hari)
Juvenile artritis : 30-40 mg/kg BB/hari dalam 3-4 dosis terbagi (maksimum
50 mg/kg berat badan). Nyeri ringan s/d sedang : 200-400 mg tiap 4-6 jam,
bila perlu (max 1,2 g/hari) Nyeri ringan sampai sedang Dispepsia, heartburn,
mual, muntah, diare, konstipasi, anoreksia dll. sakit kepala, pusing, tinitus,
penurunan pendengaran, gangguan penglihatan sakit kuning, kenaikan SGOT
& SGPT
-Na.diklofenak
Dosis awal : 50 mg, dilanjutkan 50 mg setiap 8 jam jika perlu Nyeri ringan
sampai sedang gangguan pada saluran cerna ,tukaklambung,perdarahan
saluran cerna, sakit kepala (3-9% pasien), depresi, insomnia, cemas. (kurang
dari 1% pasien) terganggu fungsi ginjal (azotemia,proteinuria,nefrotik
sindrom dll), retensi cairan, hipertensi,(3-9%pasien),asma (kurang dari 1%
pasien) lekopenia, trombositopenia, hemolitik anemia (kurang dari 1%
pasien),hepatitis, sakit kuning (jarang), peningkatan SGOT
Golongan narkotik
- Morfin dan alkaloid opium
Mefiridin : 50-100 mg
Diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak
dapat diobati dengan obat analgesic non opioid Pusing, berkeringat, euporia,
mulut kering, mual, muntah, perasaan lemahl, gangguan penglihatan,
palpitasi,
disforia,
sinkop
dan
sedasi
2. - Metadon 2,5 15 mg (dalam bentuk tablet, vial dan ampul) Jenis nyeri
yang sama dengan nyeri pada morfin Menyebabkan perasaan ringan, pusing,
kantuk, fungsi mental terganggu, berkerigat, pruritus, mual dan muntah. Efek
samping yang jarang timbul adalah delirium, halusinasi selintas dan urtikaria
hemoragik.
2. Propoksifen
DAFTAR PUSTAKA
ANALGETIK
Penyaji