Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Paparan sinar matahari yang kuat dapat menyebabkan eritema dan

sunburn (kulit terbakar), sedangkan paparan sinar matahari yang berlebihan


dan berlangsung lama menyebabkan degenerasi pada kulit seperti penuaan dini
dan beberapa kanker kulit (Hadinoto, 2000).
Penyakit kanker kulit dewasa ini cenderung mengalami peningkatan
jumlahnya terutama di kawasan Amerika, Australia dan Inggris. WHO
memperkirakan pada tahun 2008 di seluruh dunia ada sekitar 2 juta kasus baru
setiap tahun untuk kanker kulit non melanoma, sedangkan kanker kulit jenis
melanoma sekitar 132.000 kasus baru setiap tahunnya. Center of Diseases
Control (CDC) memperkirakan pada tahun 2010 di Amerika Serikat ada sekitar
lebih kurang 61.061 orang didiagnosa terkena kanker kulit melanoma dan
sekitar 9.154 orang meninggal dunia (WHO, 2008)(CDC, 2010) (Suharyanto,
2004).
Di Indonesia penderita kanker kulit terbilang lebih sedikit dibandingkan
Amerika, Australia dan Inggris, namun demikian kanker kulit perlu lebih dihindari
karena selain menyebabkan kecacatan (merusak penampilan) juga pada stadium
lanjut dapat berakibat fatal bagi penderita. Indonesia adalah negara yang terletak
di sepanjang khatulistiwa, yang berarti paparan sinar matahari cukup tinggi
sepanjang tahun. Efek-efek tersebut tergantung pada intensitas matahari, frekuensi
penyinaran, lamanya penyinaran, dan luas permukaan kulit yang terpapar sinar
matahari (Hadinoto, 2000). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
mengurangi dampak negatif dari sinar matahari, yaitu dengan menggunakan tabir
surya (American Cancer Society, 2014).
Angka insidensi KSB meningkat dari tahun ke tahun, antara lain
disebabkan oleh perubahan kebiasaan sehari-hari yang berhubungan dengan pola
paparan radiasi UV dan penggunaan bahan perusak ozone. Selain hal tersebut
didapatkan peningkatan kesadaran masyarakat tentang bahaya keganasan kulit.

Predileksi utama KSB adalah area yang terpapar sinar matahari, sekitar
80% mengenai kepala dan leher dan sebesar 30% terjadi pada hidung. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan radiasi ultra violet (UV) sebagai faktor
risiko utama KSB. Hubungan antara radiasi UV dengan KSB merupakan sesuatu
yang kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tipe kulit serta
pola dan jumlah dosis paparan tersebut.(Ramsey, 2006).
1.2

Rumusan Masalah
1. Bagaimana akibat paparan berlebihan sinar matahari pada kulit
manusia yang dihubungkan dengan proses terjadinya kanker dan
kerusakan DNA ?

1.3

Tujuan
Mengetahui akibat terkena paparan berlebihan sinar matahari pada kulit
manusia serta proses terjadinya kanker dan kerusakan DNA.

1.4

Manfaat
1. Bagi Mahasiswa menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
paparan berlebihan sinar matahari pada kulit serta proses terjadinya
kanker dan kerusakan DNA.
2. Bagi Pembaca menambah referensi dan sumber bacaan mengenai
paparan berlebih sinar matahari.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kulit
Kulit merupakan organ terbesar tubuh manusia. Kulit mempunyai

bermacam-macam fungsi dan kegunaan yaitu sebagai barrier terhadap serangan


fisika dan kimia. Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai thermostat dalam
mempertahankan suhu tubuh, melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme,
sinar ultraviolet, dan berperan pula dalam mengatur tekanan darah (Lachman,
1994).
Secara umum, kulit tersusun dari beberapa jaringan tubuh seperti
pembuluh darah, jaringan ikat, jaringan lemak, organ peraba dan syaraf, serta
beberapa kelenjar tubuh lainnya. Permukaan terluar kulit terdiri dari tiga
lapisan,yaitu epidermis, lapisan dermis, dan subkutan. Sebagai lapisan terluar
kulit, epidermis berperan penting dalam melindungi kulit dari pengaruh
lingkungan eksternal, seperti dehidrasi, radiasi sinar UV, dan pengaruh fisik
lainnya. Lapisan dermis yang terletak di bawah lapisan epidermis tersusun dari
sejumlah pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf, dan beberapa bagian
kulit lainnya seperti kantung rambut, kelenjar sebaceous, dan kelenjar keringat
(Mitsui, 1997).
Lapisan penyusun kulit paling dasar adalah lapisan subkutan. Lapisan
tersebut merupakan jaringan lemak paling dalam yang terletak di bawah lapisan
dermis. Fungsi utamanya adalah mengatur suhu pada kulit dan sebagai bantalan
lapisan lapisan di atasnya, sehingga dapat bergerak secara fleksibel (Schottelius,
1973)
Kulit manusia secara alami memiliki sistem pertahanan terhadap paparan
sinar matahari. Mekanisme pertahanan tersebut adalah dengan penebalan stratum
korneum dan pigmentasi kulit. Semakin gelap warna kulit (tipe kulit yang dimiliki
ras Asia dan Afrika), maka akan semakin banyak pigmen melanin yang dimiliki,
sehingga semakin besar pula perlindungan alami dalam kulit. Mekanisme
perlindungan alami ini dapat ditembus oleh tingkat radiasi sinar UV yang tinggi,
sehingga kulit tetap membutuhkan perlindungan tambahan (Lestari, 2011)

2.2.1 Struktur Kulit


Kulit manusia tersusun atas dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis.
Epidermis dan dermis dapat terikat satu sama lain akibat adanya papilare dermis
dan rabung epidermis.

Gambar 1. Struktur Kulit Manusia


Sumber : https://abisjatuhbangunlagi.wordpress.com/tag/struktur-kulit-pada-

dermis/

Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki


tebal yang berbeda-beda: 400-600 m untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan
dan kaki) dan 75-150 m untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki,
memiliki rambut). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan :
a. Melanosit,

yaitu

sel

yang

menghasilkan

melanin

melalui

proses

melanogenesis.
b. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang,
yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan merepresentasikan

antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel Langerhans berperan


penting dalam imunologi kulit.
c. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan
berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.
d. Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling
dalam. Pada bagian kertinosit sendiri mempunyai lapisan yang sangat beragam
yaitu diantaranya:
1) Stratum Korneum, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan
sitoplasma yang dipenuhi keratin.
2) Stratum Lucidum, terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik
yang sangat gepeng, dan sitoplasma terdri atas keratin padat. Antar sel
terdapat desmosom.
3) Stratum Granulosum, terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang
sitoplasmanya berisikan granul keratohialin. Pada membran sel terdapat
granula lamela yang mengeluarkan materi perekat antar sel, yang bekerja
sebagai penyaring selektif terhadap masuknya materi asing, serta
menyediakan efek pelindung pada kulit.
4) Stratum Spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum saling
terikat

dengan

filamen;

filamen

ini

memiliki

fungsi

untuk

mempertahankan kohesivitas (kerekatan) antar sel dan melawan efek


abrasi. Dengan demikian, sel-sel spinosum ini banyak terdapat di daerah
yang berpotensi mengalami gesekan seperti telapak kaki.
5) Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada
epidermis, terdiri atas selapis sel kuboid. Pada stratum basal terjadi
aktivitas mitosis, sehingga stratum ini bertanggung jawab dalam proses
pembaharuan sel-sel epidermis secara berkesinambungan.
6) Dermis, lapisan kulit di bawah epidermis, memiliki ketebalan yang
bervariasi bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm
di daerah punggung. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang
tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.

2.2.2 Fungsi Kulit


Berdasarkan struktur kulit diatas kulit kulit mempunyai fungsi yang
sangat penting bagi manusia, yaitu:
1. Fungsi proteksi, melindungi bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik
maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan
kimiawi, seperti zat-zat kimia iritan (lisol, karbol, asam atau basa kuat
lainnya), gangguan panas atau dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar
ultraviolet, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus.
2. Fungsi absorpsi, kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal,
tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban udara, metabolisme dan jenis
vehikulum zat yang menempel di kulit. Penyerapan dapat melalui celah
antar sel, saluran kelenjar atau saluran keluar rambut.
3. Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang
tidak berguna atau sisa metabolisme dalam tubuh. Produk kelenjar lemak
dan keringat di permukaan kulit membentuk keasaman kulit pada pH 5
6,5.
4. Fungsi pengindra (sensori), kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik
di dermis dan subkutis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak
jumlahnya di daerah erotik.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh, kulit melakukan peran ini dengan
mengeluarkan keringat dan otot dinding pembuluh darah kulit.
6. Fungsi pembentukan Pigmen, sel pembentuk pigmen kulit (melanosit)
terletak di lapisan basal epidermis. Jumlah melanosit serta jumlah dan
besarnya melanin yang terbentuk menetukan warna kulit.
7. Fungsi Keratinasi, proses keratinasi sel dari sel basal sampai sel tanduk
berlangsung selama 14 21 hari. Proses ini dilakukan agar kulit dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik. Pada beberapa macam penyakit
kulit proses ini terganggu, sehingga kulit akan terlihat bersisik, tebal,
kasar dan kering.
8. Fungsi produksi vitamin D, kulit juga dapat membuat vitamin D dari
bahan baku 7-dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar matahari.

9. Fungsi ekspresi emosi, hasil gabungan fungsi yang telah disebut di atas
menyebabkan kulit mampu berfungsi sebagai alat untuk menyatakan
emosi yang terdapat dalam jiwa manusia.
Bagian-bagian kulit akan berfungsi dengan baik jika tidak mengalami
gangguan yang berarti. Dalam sehari-hari manusia melakukan aktifitas diluar
rumah, yang akan selalu terpapar oleh sinar matahari. Dengan paparan sinar
matahari setiap hari dapat menyebabkan kerusakan pada kulit, jika dibiarkan
terlalu lama fungsi kulit akan tergangggu dan akhirnya akan menyebabkan
kanker kulit.
2.2

Radiasi Sinar Matahari


Paparan sinar matahari dapat memberikan efek menguntungkan maupun

merugikan bagi manusia yang tergantung pada panjang gelombang sinar matahari,
frekuensi paparan sinar matahari, intensitas sinar matahari yang dipaparkan, dan
sensitivitas masing-masing individu. Radiasi sinar matahari terdiri dari berbagai
macam panjang gelombang mulai dari sinar inframerah, sinar tampak, dan sinar
ultraviolet. Sinar ultraviolet terbagi dalam tiga jenis, yaitu UV A (320-400 nm),
UV B (290-320 nm), dan UV C (200-290 nm) (Wilkinson, 1982).
2.3

Efek Paparan Sinar Matahari


Sinar ultraviolet (UV) merupakan komponen utama yang dipancarkan oleh

sinar matahari. Paparan sinar UV yang berlebihan dapat memberikan efek negatif
pada kulit. Sinar UV bersifat oksidatif karena dapat menghasilkan suatu senyawa
radikal bebas yang disebut dengan reactive oxygen species (ROS). Keberadaan
ROS yang terakumulasi di dalam kulit tersebut diyakini sebagai penginduksi
terjadinya kerusakan sel, penuaan dini, dan kanker kulit (Hassan et al, 2013;
Balakhrisnan dan Narayanaswamy, 2011).
Selain mempunyai manfaat dalam membantu sintesa vitamin D, sinar UV
lebih banyak membawa dampak buruk bagi kulit manusia, diantaranya
menyebabkan kulit terbakar (sunburn), atau penggelapan kulit (darkening),
merusak kulit dan menyebabkan noda noda gelap pada kulit (dark spots).

Dampak pemaparan sinar UV lainnya adalah menyebabkan penuaan pada kulit


dan membuat kulit menjadi keriput.

Gambar 2. Sunburn
Sumber : https://jaller.wordpress.com/tag/perawatan-terhadap-terbakar-sinar-matahari/

Dampak paling buruk dari sinar UV terutama UV B adalah dapat merusak


DNA dari sel kulit sehingga pertumbuhan sel menjadi terganggu dan terjadi
perubahan DNA sampai akhirnya dapat menjadi kanker kulit.
Efek merugikan yang ditimbulkan sinar UV antara lain :
a. Tanning
Pigmentasi terjadi karena adanya paparan sinar ultraviolet pada panjang
gelombang tertentu. Radiasi terebut akan mengaktifkan sel melanosit dan
meningkatkan kandungan melanin pada sel-sel di membran basal, sehingga
menyebabkan pigmentasi (Saul & Robert, 1972). Mekanismenya dibedakan
menjadi tiga, yaitu :
1) Immediate tanning
Mekanisme immediate tanning diawali oleh radiasi sinar UV dengan
energi yang tidak dapat menyebabkan eritema dan melanosis, yaitu pada 300-660
nm (UV A). Dalam waktu yang singkat, radiasi tersebut menyebabkan kulit

menjadi gelap dan pucat. Pigmentasi maksimum muncul 1 jam setelah terpapar
sinar dan akan kembali normal 2-3 jam kemudian (Saul & Robert, 1972).
2) Delayed tanning
Proses pigmentasi tipe delayed tanning disebabkan oleh radiasi sinar
ultraviolet pada rentang panjang gelombang 290-320 nm (UV B) atau dikenal
dengan erythemogenic radiation. Radiasi tersebut menyebabkan granul melanin
yang terletak di lapisan basal pada jaringan epidermis teroksidasi dan mulai
bermigrasi menuju permukaan kulit. Akibatnya, warna kulit menjadi lebih gelap 1
jam kemudian dan mencapai pigmentasi maksimum 10 jam setelah terpapar sinar
UV. Keadaan kulit akan kembali normal 4-8 hari kemudian (Wilkinson dan
Moore, 1982; Saul dan Robert, 1972). 3) True tanning (melanogenesis)
Melanogenesis disebabkan oleh sinar UV B. Sinar UV B akan mengaktifkan
enzim tirosinase dan menginisiasi pembentukan melanin. Pigmentasi muncul dua
hari setelah terpapar sinar ultraviolet dan mencapai pigmentasi maksimum tiga
hari kemudian (Fitrie, 2004).
b. Eritema
Paparan sinar ultraviolet pada panjang gelombang 290-320 nm memicu
reaksi inflamasi dan menyebabkan warna kulit menjadi merah atau eritema.
Eritema muncul 2-3 jam setelah terpapar sinar matahari dan mencapai intensitas
maksimum 10-12 jam kemudian dan tetap merah 24 jam kemudian. Tahapan
eritema dibagi dalam tiga fase, yaitu memerahnya kulit, pengerutan kulit, dan
pelepasan sel epidermis (Zubaidah, 1998).
c. Kanker kulit
Radiasi sinar UV-B pada tingkat seluler (membran, protein, DNA) secara
terus-menerus dapat merusak DNA dan berkembang menjadi kanker kulit. Jenis
kanker kulit dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu Basal Cell Carcinoma (BCC),
Squamos Cell Carcinoma (SCC), dan Cutaneous Malignant Melanoma (CMM).
Gejala BCC ditandai dengan timbulnya benjolan transparan yang terletak di tepi
seperti mutiara. Bagian tengah benjolan tersebut mencekung dan halus. Kanker

BCC paling sering ditemukan di daerah wajah. Kanker SCC terjadi pada sel-sel
skuamosa bagian epidermis kulit dan dapat bertumbuh dan berkembang lebih
cepat dibandingkan sel basal dan bermetastase sekitar 2%. Baik BCC maupun
SCC dapat disembuhkan hingga 98%, sedangkan CMM merupakan jenis tumor
ganas yang berkembang dalam sel melanosit di lapisan epidermis (Bunawas,
1999).
2.4

Proses Terjadinya Kerusakan DNA


Interaksi radiasi dengan DNA dapat menyebabkan terjadinya perubahan

struktur molekul gula atau basa, putusnya ikatan hidrogen antar basa, hilangnya
basa, dan lainnya. Kerusakan yang lebih parah adalah putusnya salah satu untai
DNA, disebut single strand break, atau putusnya kedua untai DNA, disebut double
strand breaks. Secara alamiah sel mempunyai kemampuan untuk melakukan
proses perbaikan terhadap kerusakan yang timbul dengan menggunakan beberapa
jenis enzim yang spesifik (Ayub, 2013).
Proses perbaikan dapat berlangsung terhadap kerusakan yang terjadi tanpa
kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula dan tidak menimbulkan
perubahan fungsi pada sel. Tetapi dalam kondisi tertentu, proses perbaikan tidak
berjalan sebagaimana mestinya sehingga walaupun kerusakan dapat diperbaiki
tetapi tidak secara tepat atau sempurna sehingga menghasilkan DNA yang
berbeda, atau yang dikenal dengan mutasi (Ayub, 2013).

2.5

Proses Terjadinya Kanker


Secara umum pengertian kanker adalah pertumbuhan sel-sel jaringan

tubuh yang tidak normal, berkembang dengan cepat, tidak terkendali, dan akan
terus membelah diri, selanjutnya menyusup ke jaringan sekitar (invasive) dan
terus menyebar melalui jaringan ikat, darah, dan menyerang organ,selain itu
kanker merupakan suatu penonjolan atau pertumbuhan tidak wajar yang dapat
terjadi pada setiap bagian tubuh. Setiap benjolan yang keras, tidak sakit dan

10

tumbuh perlahan-lahan pada salah satu bagian tubuh. Namun jika lebih spesifik
kanker kulit adalah Benjolan pada kulit yang menyerupai kutil (mengeras seperti
tanduk), infeksi yang tidak sembuh sembuh, bintik-bintik berubah warna dan
ukuran, rasa sakit pada daerah tertentu, perubahan warna kulit berupa bercakbercak.
Proses terjadinya kanker kulit salah satunya disebabkan oleh paparan sinar
matahari yang biasa disebut dengan sinar ultraviolet. Meskipun sinar ultraviolet
tidak dapat dilihat oleh mata manusia, namun sinar ultrsviolet merupakan bagian
dari sinar matahari yang sangat berpengaruh pada kulit. Menurut (Andy, 2009)
menyatakan bahwa Sinar UV dikelompokkan ke dalam 3 jenis, ultraviolet A
(UVA), Ultraviolet B (UVB), dan ultraviolet C (UVC), yang tergantung pada
panjang gelombang. Sinar UV dalam jumlah kecil bermanfaat karena membantu
tubuh menghasilkan Vitamin D. Namun jika sinar UV dalam jumlah besar
merusak asam deoxyribonucleid (DNA-bahan genetika tubuh). Penyebab kanker
kulit yang paling utama adalah sinar ultraviolet (UV) dari matahari. Sinar UV
yang berhasil masuk ke kulit bagian dermis merusak DNA sel kulit.
Sinar

UV

menyebabkan

dinding

sel

pembuluh

darah

menipis

menyebabkan lebih mudah memar hanya disebabkan oleh trauma kecil dikulit
yang terkena matahari, contohnya bagian besar dari memar yang terjadi dikulit
yang terbakar matahari terjadi dibelakang tangan atas dan lengan bagian luar.
Matahari juga dapat menyebabkan munculnya telengiectasias, pembuluh darah
kecil dikulit khususnya diwajah berbentuk seperti jaring laba-laba.

11

Gambar Telengiectasias (jarang laba laba)


Sumber : http://www.arkansaslasersolutions.com/facial_spider_veins.html

Pada keadaan normal, sel yang rusak tersebut dibuang oleh tubuh dan
diganti dengan sel baru yang sehat. Namun, karena UV yang masuk sangat
banyak sehingga tubuh tidak mampu memperbaiki diri lagi, sel yang rusak tidak
mati tapi malah tumbuh merajalela mendesak dan merusak sel yang normal. Sel
yang merusak itulah yang disebut kanker. Orang yang warna kulitnya lebih terang
(putih) juga lebih mudah terkena kanker kulit karena jumlah pigmen warna
kulitnya (melanin) sedikit. Pigmen warna kulit berguna untuk melindungi kulit
terhadap sinar UV, memantulkan dan menyerap sinar UV sehingga tidak sampai
masuk dan merusak sel-sel kulit dermis. Orang Indonesia, yang hidup di
khatulistiwa dengan sinar matahari memancar hampir sepanjang tahun, diberikan
dengan warna kulit sawo matang dengan jumlah pigmen yang sudah
diperhitungkan untuk perlindungan.
Actinic keratoses / pertumbuhan prakanker / (solar keratoses) adalah
pertumbuhan sebelum kanker yang disebabkan terkena sinar matahari langsung
dalam waktu lama. Pertumbuhan ini biasanya berwarna kemerahan atau merah
dan tampak kering, daerah bersisik. Bisa berwarna abu-abu terang atau kecoklatan
dan terasa tebal, kasar atau berpasir. Kulit di sekitarnya seringkali tampak tipis.
Meskipun orang dengan kulit kuning langsat lebih aman, kulit siapapun akan
berubah dengan paparan yang cukup. Actinic keratoses biasanya bisa diangkat
dengan membekukan dengan cairan nitrogen (cryotherapy) ; meskipun begitu, jika
seseorang memiliki terlalu banyak pertumbuhan, krim cair mengandung
fluoroucacil bisa dioleskan. Seringkali, selama pengobatan, kulit sementara waktu
terlihat buruk karena fluoroucacil menyebabkan kemerahan, scaling, dan
pembakaran keratoses dan pada sekitar kulit rusak karena matahri. Obat yang
relatif baru, imiquimod, sangat berguna dalam pengobatan actinic keratoses
karena hal itu membantu sistem kekebalan untuk mengenali dan menghancurkan
pertumbuhan kanker kulit (Peiwen, 2010).

12

Kanker kulit umumnya berasal dari tahi lalat atau bercak kehitaman yang
agak menonjol. Menurut (Peiwen, 2010) menyatakan bahwa Kanker kulit ganas
ada 3 jenis, yaitu:
1) Karsinoma Sel Basal (KSB) /Basal Cell Carcinoma (BCC) atau
basalioma. Jenis kanker kulit ini adalah yang terbanyak diderita
manusia. Di Indonesia pun jenis kanker kulit ini yang paling banyak
terjadi. KSB tumbuh sangat lambat, alhamdulillah tidak menyebar dan
tidak menyebabkan kematian. Namun, tentu saja merusak, lalu
menggerogoti organ tubuh di bawahnya, bahkan bisa sampai melubangi
tulang. KSB awal berupa benjolan cokelat kemerahan, kadang mirip
jerawat yang tidak sembuh-sembuh, pinggirannya menonjol berwarna
keperakan seperti mutiara. Lama kelamaan berkembang menjadi koreng
yang tidak bisa sembuh. Sering disangka koreng biasa dan diberi salep
antibiotik oleh petugas kesehatan. Ya, memang tidak sembuh.
Pengobatannya adalah dengan tindakan bedahterbaik dilakukan pada
fase awaldan bisa sembuh total. Dapat juga diobati dengan laser, bedah
beku, radiasi, dan kemoterapi.
2) Karsinoma Sel Skuamosa (KSS)/Squamous Cell Carsinoma (SCC).
Jenis ini lebih berbahaya dari KSB karena 1 persen kasus bisa menyebar
ke organ lain dan menyebabkan kematian. Agak jarang dijumpai di
Indonesia. Area KSS terutama pada bagian kulit yang banyak terpapar
sinar matahari. Dapat juga terjadi di daerah kulit yang sering terkena
bahan kimia, panas api, radiasi dan racun arsenik yang terkandung dalam
pestisida.

Awalnya

KSS

terlihat

sebagai

benjolan

keras

kemerahan/kecokelatan, bersisik, sebagian muncul di atas bercak


ketuaan. Makin lama ukurannya makin besar, terasa gatal dan mudah
berdarah serta menjadi koreng yang tidak sembuh-sembuh. Pengobatan
terbaik dengan bedah dan bila dilakukan pada awal penyakit dapat
sembuh sempurna.
3) Melanoma. Kanker kulit jenis ini yang paling ganas, menyebar dengan
cepat ke bagian tubuh lain dan menyebabkan kematian. Alhamdulillah,
jenis ini jarang diderita orang Indonesia. Di Amerika tiap hari satu orang

13

meninggal karena kanker kulit jenis ini. Asalnya dari tahi lalat yang
berubah warnanya menjadi tidak rata, membesar, gatal, mudah berdarah
dan menjadi koreng yang tak kunjung sembuh.

2.6

Perlindungan dan Pencegahan


Secara alami kulit sudah berusaha melindungi dirinya beserta organ

organ dibawahnya dari bahaya sinar UV matahari, antara lain dengan membetuk
butir butir pigmen kulit ( melamin ) yang sedikit banyak memantulkan kembali
sinar matahari. Jika kulit terpapar matahari, misalnya saat berjemur, maka timbul
2 tipe reaksi melamin (Nofianty, 2008):
1. Tambahan melamin dengan cepat ke permukaan kulit
2. Pembentukan tambahan melanin baru
Jika pembentukan tambahan melanin itu berlebihan dan terus - menerus
akan menimbulkan noda hitam pada kulit. Ada dua cara perlindungan kulit
(Nofianty, 2008)yaitu:
1. Perlindungan secara fisik
Misalnya memakai payung, topi, baju lengan panjang, celana panjang serta
pemakaian bahan bahan kimia yang dapat melindungi kulit dengan cara
memantulkan sinar yang mengenai kulit, misalnya Titan dioksida, Zinc
oksida, kaolin, kalsium karbonat, magnesium karbonat talcium, sillicium
dioksida dan bahan bahan lainnya sejenis yang sering dimasukkan dalam
bedak. Titanium oksida dan seng paling sering digunakan didalamnya.
Titanium oksida dapat memantulkan dan menghamburkan semua radiasi sinar
UV dan sinar tampak ( 290-777 nm ) dengan cara mencegah atau
meminimalkan efek terbakar matahari dan pencoklatan kulit.
2. Perlindungan secara kimiawi dengan bahan kimia:
a. Bahan yang menimbulkan dan mempercepat proses penggelapan kulit
( tanning) misalnya dioxy acetone dan 8-methoxy psoralen yang
dikonsumsi 2 jam sebelum berjemur. Bahan ini dapat mempercepat
pembentukan pigmen melanin di permukaan kulit. Bahan bahan

14

tersebut dapat mengarbsorbsi radiasi sinar UV-B sekurang kurangnya


85% pada panjang gelombang 290 320 nm.
b. Bahan yang dapat menyerap UV-B tetapi meneruskan UV-A ke dalam
kulit misalnya para Amino Benzoic Acid ( PABA ) dan derivatnya. Perlu
diingat juga bahwa PABA dan sejumlah bahan tersebut bersifat
photosensitizer, yaitu jika terkena sinar matahari terik seperti halnya di
negara tropis Indonesia dapat menimbulkan berbagai reaksi negative
pada kulit.
c. Bahan pencegahan efek terbakar sinar matahari (sunburn) didefinisikan
sebagai sunscreen yang absorbsi radiasi sinar UV-B 95% atau lebih pada
panjang gelombang 290- 329 nm.
Secara alami kulit manusia mempunyai sistem perlindungan terhadap
paparan sinar matahari. Mekanisme pertahanan tersebut adalah dengan penebalan
stratum korneum dan pigmentasi kulit. Perlindungan kulit terhadap sinar UV
disebabkan oleh peningkatan jumlah melanin dalam epidermis. Butir melanin
yang terbentuk dalam sel basal kulit setelah penyinaran UVB akan berpindah ke
stratum korneum di permukaan kulit, kemudian teroksidasi oleh sinar UVA. Jika
kulit mengelupas, butir melanin akan lepas, sehingga kulit kehilangan pelindung
terhadap sinar matahari (Ditjen POM, 1985). Semakin gelap warna kulit (tipe
kulit seperti yang dimiliki ras Asia dan Afrika), maka semakin banyak pigmen
melanin yang dimiliki, sehingga semakin besar perlindungan alami dalam kulit.
Namun, mekanisme perlindungan alami ini dapat ditembus oleh tingkat radiasi
sinar UV yang tinggi, sehingga kulit tetap membutuhkan perlindungan tambahan
(Lestari, 2002).
Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
membaurkan atau menyerap cahaya matahari secara efektif, terutama daerah emisi
gelombang ultraviolet dan inframerah, sehingga dapat mencegah terjadinya
gangguan kulit karena cahaya matahari. Tabir surya dapat dibuat dalam berbagai
bentuk sediaan, asalkan dapat dioleskan pada kulit, misalnya bentuk larutan dalam
air atau alkohol, emulsi, krim, dan semi padat yang merupakan sediaan lipid nonair, gel, dan aerosol (Ditjen POM, 1985).

15

Ada 2 macam tabir surya, yaitu:


1. Tabir surya kimia
Merupakan

bahan-bahan

yang

dapat

melindungi

kulit

dengan

mengabsorbsi radiasi UV dan mengubahnya menjadi energi panas. Derivat


sintesis senyawa ini dapat dibagi dalam 2 kategori besar, yaitu pengabsorbsi kimia
UVB (290-320 nm) dan UVA (320-400 nm). Tabir surya kimia yang biasa
digunakan adalah oktilmetoksisinamat sebagai UVB filter yang paling banyak
digunakan. UVA filter termasuk benzofenon. Oksibenson adalah benzofenon yang
paling luas digunakan, mengabsorbsi UVA dan UVB. Kedua bahan ini memiliki
kekurangan yaitu bersifat fotolabil serta terdegradasi dan teroksidasi (Nguyen &
Rigel, 2005).
Kandungan tabir surya kimia memungkinkannya terserap ke dalam tubuh
dan bekerja dengan menyerap radiasi sinar UV. Umumnya, tabir surya kimia
hanya menyerap sinar UVB saja, dan agar dapat bekerja sempurna jenis tabir
surya ini harus digunakan minimal 20 menit sebelum terpapar sinar matahari
(Iskandar, 2008).

2. Tabir surya fisik


Tabir surya fisik bekerja dengan memantulkan dan menghamburkan
radiasi UV. Tabir surya fisik secara umum adalah oksida logam. Bahan ini
menunjukkan perlindungan yang lebih tinggi dibandingkan bahan kimia karena
memberikan perlindungan terhadap UVA dan UVB, dan juga merupakan bahan
yang tidak larut dalam air. Sebagai pembanding, bahan ini kurang diterima oleh
kebanyakan orang karena bahan ini biasanya membentuk lapisan film penghalang
pada kulit yang menimbulkan rasa kurang nyaman. Zink oksida merupakan tabir
surya fisik yang lebih efektif dibandingkan titanium dioksida. Sediaan dengan
bahan yang mampu memantulkan cahaya dapat lebih efektif bagi mereka yang
terpapar radiasi UV yang berlebihan, misalnya para pendaki gunung. Popularitas

16

bahanbahan ini meningkat belakangan ini karena toksisitasnya yang rendah. Zat zat yang bekerja secara fisik sebenarnya lebih aman, karena tidak mengalami
reaksi kimia yang tidak kita ketahui akibatnya. Bahan ini juga stabil terhadap
cahaya dan tidak menunjukkan reaksi fototoksik atau fotoalergik (Nguyen &
Rigel, 2005). Untuk mengoptimalkan kemampuan dari tabir surya sering
dilakukan kombinasi antara tabir surya kimia dan tabir surya fisik, bahkan ada
yang menggunakan beberapa macam tabir surya dalam suatu sediaan kosmetika
(Wasitaatmadja, 1997).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Akibat Paparan Berlebihan Sinar Matahari pada Kulit Manusia yang
Dihubungkan dengan Proses Terjadinya Kanker dan Kerusakan DNA
Akibat paparan berlebihan sinar matahari pada kulit manusia dapat
menyebabkan penyakit kanker, salah satunya penyakit karsinoma sel basal
(KSB). Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit berasal dari sel yang
tidak mengalami kretinisasi dan terdapat pada lapisan basal di epidermis. Angka
insidensi KSB meningkat dari tahun ke tahun, antara lain disebabkan oleh

17

perubahan kebiasaan sehari hari yang berhubungan dengan pola paparan


radiasi UV dan penggunaan bahan perusak ozon.
Radiasi UV, terutama UVB dengan spektrum 290320 nm diduga sebagai
faktor risiko utama KSB. Pada panjang gelombang tersebut dapat dipicu mutasi
pada tumor-suppressor gene yang merupakan tempat tersering terjadinya imbas
akibat kerusakan DNA. Fungsi normal tumor-suppressor adalah sebagai barier
fisiologis terhadap ekspansi klonal dan mutasi gen, selain itu dapat menghalangi
proliferasi sel yang berlebih maupun metastasis sel yang dikendalikan oleh
oncogenes. Hilangnya fungsi supresi ini dapat diakibatkan oleh mutasi karena
kerusakan genome, chromosomal rearrangement dan nondisjunction, konversi gen
atau rekombinasi mitosis.
Analisis terhadap mutasi pada p53 menegaskan bahwa terdapat hubungan
antara paparan UV, kerusakan DNA dan karsinoma pada kulit. Radiasi UVB dan
UVC dapat menginduksi kerusakan DNA yang khas, menghasilkan dimer
cyclobutane-type pyrimidine (CPD) dan pyrimidine (6-4) pyrimidone atau disebut
juga (6-4) photoproducts. p53 memainkan peran penting sebagai pelindung sel
dari kerusakan DNA akibat paparan UVB. Kerusakan DNA akibat paparan sinar
UV mengaktivasi suatu mekanisme untuk menghapus DNA yang rusak, menunda
kelanjutan siklus sel, perbaikan DNA atau apoptosis lewat aktivasi transkripsi gen
yang merupakan down stream p53, seperti p21, MDM2, dan Bax. Secara normal,
hanya sedikit p53 yang dapat dijumpai pada sel, namun akibat respon terhadap
sinar UV, terjadi induksi kadar p53. Dengan tingginya kadar p53 ini, siklus sel
akan memasuki fase istirahat (G1), yang memungkinkan terjadinya perbaikan
seluler untuk meniadakan lesi pada DNA sebelum DNA mengalami sintesis dan
mitosis lebih lanjut.
Pada kebanyakan kanker, terjadi mutasi missense (mutasi yang mengubah
suatu kodon spesifik yang menyandi satu asam amino menjadi asam amino lain).
Protein yang dihasilkan akan mengalami perubahan fungsi. Seringkali terjadi
hilangnya suatu alel, sehingga terjadi lost of heterogenicity (LOH), yang banyak
dijumpai pada karsinoma kolon, paru dan kandung kemih. Pada kasus-kasus KSB

18

frekuensi LOH lebih rendah dibandingkan keganasan lain dan lebih sering terjadi
mutasi langsung secara independen pada kedua alel untuk p53 menghasilkan
bentuk mutant p53 akibat paparan berulangkali radiasi UV.
Jenis mutasi yang terjadi pada umumnya merupakan transisi sekuens
dipyrimidine C T dan CC TT yang karakteristik untuk mutasi yang disebabkan
oleh UVB. 2 UV dapat mengakibatkan kerusakan pada dimer cytosine yang tidak
dapat diperbaiki, sehingga terjadi mutasi tandem (dua atau lebih salinan sekuensi
DNA yang tersusun dalam urutan head-to tail di sepanjang kromosom), di mana
dua residu cytosine digantikan oleh dua basa thymin. Mutasi ini dapat terjadi pada
kodon 241, 248, 250 dan 258. Deteksi mutasi pada tandem sekuens CC TT pada
kodon 247 dan 248 lebih banyak dilakukan dengan alasan: mutasi tandem tersebut
lebih spesifik dibandingkan mutasi tunggal C T. selain itu kodon 248 menyandi
asam amino arginin yang berperan penting dalam fungsi tumor suppressor. Mutasi
p53 merupakan prediktor KSB, terdapat dose response relationship dimana terjadi
peningkatan risiko KSB seiring dengan peningkatan frekuensi mutasi.

BAB IV
PENUTUP
4.1

Simpulan
Berdasarkan akibat terkena paparan berlebihan sinar matahari pada
kulit

manusia.

Paparan

sinar

matahari

dapat

memberikan

efek

menguntungkan maupun merugikan bagi manusia yang tergantung pada


panjang gelombang sinar matahari, frekuensi paparan sinar matahari,
intensitas sinar matahari yang dipaparkan, dan sensitivitas individu
terhadap paparan.Efek paparan berlebihan sinar matahari pada kulit
manusia dapat menyebabkan penyakit kanker, salah satunya penyakit
karsinoma sel basal(KSB).

19

Dari hasil analisis terhadap mutasi pada p53 menegaskan bahwa


terdapat hubungan antara paparan UV, kerusakan DNA dan karsinoma
pada kulit. Radiasi UVB dan UVC dapat menginduksi kerusakan DNA.
Radiasi UV, terutama UVB dengan spektrum 290320 nm diduga sebagai
faktor risiko utama KSB. Pada panjang gelombang tersebut dapat dipicu
mutasi pada tumor-suppressor gene yang merupakan tempat tersering
terjadinya imbas akibat kerusakan DNA.
4.2

Saran
Sebagai saran isi makalah ini :
1. Dalam mencari referensi jangan lupa mencantumkan sumbernya.
2. Jangan mengambil referensi dari sumber yang anonim.

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society, 2014. Cancer Facts and Figures. [Online] Available at:
http://cancer.org.html [Accessed 2015 Juni 11].
Andy, 2009. Fakta Seputar Sinar UV. [Online] Available at: Vivanews.com
[Accessed 2015 Juni 11 ].
Ayub, I., 2013. DASAR BIOLOGI RADIOTERAPI. [Online] Available at:
http://saladinayub.blogspot.com/2013/10/dasarbiologi-radioterapi-interaksi.html
[Accessed 2015 Juni 11].
Bunawas, 1999. Radiasi Ultarviolet dari Matahari dan RisikoKanker Kulit.
Cermin Dunia Kedokteran 1999, 122, pp.9 - 12.
CDC, 2010. Skin Prevention and Education. [Online] Available at:
http://cdc.gov/cancer/skin.html [Accessed 2015 Juni 15].

20

Fitrie, A.., 2004. Histologi dari Melanosit. Sumatera Utara: e-USU Repository.
pp.1 - 6.
Hadinoto, I..S.W..d.M.C.T.., 2000. Pengaruh pH terhadap Efektivitas Sediaan
Tabir Matahari dengan Bahan Aktif HeksilpMetoksianamat dan Oksilbenzen
dalam Basis Hidrofilik Krim Secara In Vitro. In Kongres Ilmiah XIII IKatan
Sarjana Farmasi Indonesia. Jakarta, 2000. Kongres.
Lachman, L..L.H.A.d.K.J.L., 1994. Teori dan Praktek FarmasivIndustri. 3rd ed.
Jakarta: UI - Press.
Lestari, S., 2011. Panca Indra. [Online] Available at: http://www.unnes.ac.id
[Accessed 2015 Juni 11].
Mitsui, T., 1997. New Cosmetic Science. Netherlands: Elsevier Sciene B.V.
Nofianty, T., 2008. Pengaruh formulasi Literatur. [Online] FMIPA UI Available
at: FAR.057-08-Pengaruh formulasi-Literatur.pdf [Accessed 2015 Juni 11].
Peiwen, L., 2010. Kanker. [Online] Available at: http://.www.untuksehat.co.cc
[Accessed 2015 Juni 11].
Ramsey, M., 2006. Basal Cell Carcinoma Emedicine. [Online] Available at:
http://www.emedicine.com/derm/topic47.htm [Accessed 2015 Juni 11].
Saul, I.K. & Robert, L.G., 1972. Suntan Preparation.
Schottelius, B.A..S.D.D., 1973. Textbook of Physiology. 7th ed.
Suharyanto, B., 2004. Melanoma Maligna dan Permasalahannya, Berkala Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 16(2), p.69.
WHO, 2008. Cancer Key Fact (Global Burden of Cancer). [Online] Available at:
http://whp.int/cancer/en/index.html [Accessed 11 Juni 2015].
Wilkinson, J.B.d.M.R.J.., 1982. Harrys Cosmeticology. London: George Godwin.
pp.223 - 224.
Zubaidah, A., 1998. Efek Radiasi pada Kulit. 2(1), pp.27 - 31.

21

Anda mungkin juga menyukai