Nefrologi
Nefrologi
BATASAN
Bila rata-rata tekanan sistole dan atau diastole > persentil ke-95 untuk umur dan jenis
kelamin
Hipertensi krisis
Tekanan darah (TD) mendadak pada seseorang yang sebelumnya normotensi atau
yang sebelumnya hipertensi (TD sistole > 180 mmHg dan TD diastole > 120 mmHg)
Hipertensi ensefalopati
Tekanan darah mendadak yang disertai tanda tekanan intrakranial (sakit kepala
hebat, gangguan visus, muntah, kejang), gejala akibat terkenanya organ lain dan
kesadaran
KLASIFIKASI
Hipertensi ringan
Bila tekanan darah baik sistole maupun diastole 10 mmHg di atas persentil ke-95 (khusus
remaja 140/90-149/99 mmHg)
Hipertensi sedang
Bila tekanan darah baik sistole maupun diastole diantara 10-20 mmHg di atas persentil
ke-95 (khusus remaja 150/100-159/109 mmHg)
Hipertensi berat
Bila tekanan darah baik sistole maupun diastole lebih besar 20 mmHg di atas persentil
ke-95 (khusus remaja > 160/110 mmHg)
ETIOLOGI
Hipertensi primer
Bila tidak ditemukan penyakit yang mendasari. Faktor yang berperan antara lain
keturunan, masukan garam, stres dan obesitas
Hipertensi sekunder
Hipertensi yang diakibatkan penyakit yang mendasari (pada anak 80%)
PATOFISIOLOGI
Hipertensi primer
Faktor berperan adalah :
Kerusakan sistem transport Na dalam tubulus
Defisiensi zat vasodilator ginjal (kalikrein, bradikinin)
Hipertensi sekunder
Tergantung penyakit yang mendasarinya
KRITERIA DIAGNOSIS
Hipertensi : Sistole persentil ke-95
Diastole persentil ke-95
Syarat pemeriksaan tekanan darah
Keadaan penderita harus tenang dan nyaman
Ukuran manset 3/4 dari lengan bagian atas
Sistole sesuai bunyi korotkoff I
Diastole sesuai bunyi korotkoff IV
Dilakukan beberapa kali pengukuran
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ingelfinger JR. Hypertension. Dalam: Edelmann CM, penyunting. Pediatric kidney disease; edisi
ke-2. Boston: Little Brown & Co, 1989; 904.
Ingelfinger JR. Hypertension. Dalam: Edelmann CM, penyunting. Pediatric kidney disease; edisi
ke-2. Boston: Little Brown & Co, 1992; 581-8.
Pruitt AW. Systemic hypertension. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan III
VC, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB. Saunders Co,
1992; 1222-7.
Report of the second task force in Blood pressure control in children. Pediatrics, 1987; 25.
DOSIS
(mg/kgBB)
PEMBERIAN
/HARI
RUTE
1-2
0,5-2
0,5-2
1-2
1-2
2
1
2
2
2
p.o.
p.o.
p.o., i.v.
p.o.
p.o.
1-4
1-2
1-3
2
1
2
p.o.
p.o.
p.o.
5-10
0,05-0,4
0,03-0,08
2
2
2
p.o.
p.o.
p.o.
0,5-7
p.o.
1-5
0,1-1
3-5
1-8
2 atau 3
2
p.o./i.m./i.v.
p.o.
i.v. (bolus)
i.v. (drip)
0,5-3,0
p.o.
BATASAN
Sindroma klinis kegagalan mendadak fungsi ginjal dalam mempertahankan homeostasis
cairan tubuh, dengan manifestasi klinis gangguan keseimbangan asam-basa, air dan
elektrolit serta gangguan eliminasi zat-zat sisa
Oliguria produksi urin < 240 ml/m2/hari
Anuria tidak ada produksi urin dalam 24 jam
ETIOLOGI
Prerenal : Gagal ginjal akut fungsional
Renal
: Gagal ginjal akut intrinsik/organik
Postrenal : Gagal ginjal akut obstruktif
PATOFISIOLOGI
Sesuai dengan etiologi GGA :
Prerenal
Kegagalan fungsi ginjal akibat perfusi ginjal yang disebabkan volume intravaskular,
tekanan darah atau curah jantung
Renal
Kegagalan fungsi ginjal akibat kerusakan ginjal, baik langsung maupun berasal dari GGA
prerenal atau postrenal
Postrenal
Obstruksi saluran kemih yang menyebabkan peningkatan tekanan intratubular filtrasi
glomerulus
KRITERIA DIAGNOSIS
Diuresis (oliguria, anuria). Pada kasus tertentu bisa non oliguria
Pucat, aritmia, perdarahan saluran cerna
Retensi air dan garam (edema, hipertensi, payah jantung kongestif)
Kejang, koma, perubahan perilaku ensefalopati uremia
Laboratorium
Urea N , kreatinin, hiponatremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, asidosis metabolik,
anemia, leukopenia, trombositopenia
DIAGNOSIS BANDING
Gagal ginjal kronik (GGK) eksaserbasi akut
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah : Hb, leukosit, trombosit, elektrolit, urea N, kreatinin, analisis gas
Foto toraks
EKG
TERAPI
Perbaiki diuresis
GGA prerenal
Bila dehidrasi segera atasi dengan cairan yang sesuai, misalnya NaCl fisiologis
20-30 ml/kgBB selama 30-60 menit
Jika hipovolemia diakibatkan oleh kehilangan darah atau hipoproteinemia, maka
cairan yang dipakai adalah plasma ekspander (plasma fusin, polygeline, darah).
Biasanya diuresis timbul setelah 2 jam infus
Selanjutnya bila diuresis tetap (-)
Evaluasi
Status dehidrasi (perlu pemasangan tekanan vena sentral 3-6 mmHg)
Adanya retensi urin (evaluasi dengan kateterisasi)
Gagal ginjal
Bila gagal ginjal
Manitol 20% sebanyak 0,5 g/kgBB i.v. selama 1-2 jam
Bila terdapat diuresis 6-10 ml/kgBB gagal ginjal (tipe prerenal)
Atau diuretik kuat (furosemid) dosis awal 1-2 mg/kgBB dengan kecepatan 4
mg/menit. Jika tidak berhasil naikkan dosis sampai 10 mg/kgBB. Apabila
diuresis tetap (-), pemberian dihentikan. Bila tidak ada hipertensi pemberian
diuretik dapat disertai dopamin 5 g/ kgBB/menit
Bila diuresis tetap (-) GGA renal
GGA renal
Restriksi cairan : 400 ml/m2/hari + diuresis 24 jam sebelumnya + kehilangan cairan
ekstrarenal
Cairan yang digunakan adalah Dekstrosa 10-30%
Koreksi ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
Hiperkalemia
Bila K serum > 5,5-7 mEq/l
Kayeksalat (kalitake) 1 g/kgBB
Cara : p.o.: Dilarutkan dalam 2 ml/kgBB sorbitol 70%
Enema : Dilarutkan dalam 10 ml/kgBB sorbitol 20%, diberikan melalui
foley kateter kemudian di klem selama 30-60 menit selanjutnya
dilepaskan
Dapat diulangi tiap 2-6 jam sampai kadar K normal
Bila K serum > 7 mEq/l
Disamping kayeksalat juga harus diberikan
Ca glukonas 10% : 0,5 ml/kgBB i.v. perlahan-lahan (10-15 menit). Perlu
dimonitor detak jantung. Jika terdapat bradikardia ( detak jantung
20x/menit) infus dihentikan sampai detak jantung kembali normal
Na bikarbonat 7,5% : 3 mEq/kgBB i.v.
Glukosa 50% : 1 ml/kgBB + 1 Unit regular insulin untuk setiap 5 g glukosa
(monitor tanda hipoglikemia)
Asidosis
Koreksi asidosis dilakukan pada keadaan
pH darah 7,15
Kadar HCO3- < 8 mEq/l
Kebutuhan NaHCO3 = 0,3 BB ( 12- HCO3 serum) mEq/l
Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
Hiperfosfatemia Al OH3 60 mg/kgBB/hari (3-4 dosis)
Bila kadar fosfat sudah normal namun tetap hipokalsemia suplemen Ca dosis
50 mg/kgBB/hari
Jika terdapat tetani : Ca glukonas 10%, dosis 0,5 ml/kgBB i.v. selama 5-10 menit
Hiponatremia
Koreksi Na diberikan jika kadar Na serum < 120 mEq/l
Cara : Larutan NaCl 3% (ml) = 0,6kgBB(125 - Na serum) mEq/l
Hipertensi
Furosemid 1-2 mg /kgBB, p.o. atau i.v., dapat diulang tiap 6-8 jam
Reserpin 0,02-0,07 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
Bila terjadi krisis hipertensi penatalaksaan krisis hipertensi (lihat bab hipertensi)
Kejang
Diazepam 0,25-0,5 mg/kgBB/kali i.m./i.v./supositoria, dapat diulang tiap 15 menit atau
Fenobarbital 8-10 mg/kgBB/kali p.o.
Anemia
Bila Hb < 7 g/dl transfusi PRC 10 ml/kgBB
Dialisis
Lihat bab dialisis peritoneal
Dietetik
Kebutuhan nutrisi ditentukan/tergantung frekuensi dan cara dialisis yang dipakai
Dialisis
Air
Restriksi
2
400 ml/m /hari + diuresis/hari
20-30 ml/100 kal + diuresis
Restriksi
400 ml/m2/hari + diuresis/hari
20-30 ml/100 kal + diuresis
Kalori
Protein
0,5-1 g/kgBB/hari
1 mEq/kgBB/hari
1-2 mEq/kgBB/hari
Na
12 mEq/kgBB/hari atau
60120 mg/kgBB/hari
PROGNOSIS
Tergantung etiologi, ketepatan dan kecepatan pengelolaan
Umumnya GGA prerenal dan postrenal yang belum terjadi kerusakan ginjal prognosis
lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Bergstein JM. Renal failure. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan III VC,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992;
1352-8.
Gauthier B, Edelman CM, Barnett HL. Nephrology and urology for the pediatrician. Boston:
Little Brown and Co,1982; 179-91.
Sehic A, Russel W, Chesney. Acute renal failure: diagnosis. Pediatr in Rev 1995; 101-6.
Sehic A, Russel W, Chesney. Acute renal failure: therapy. Pediatr in Rev 1995; 137-41.
Antibiotik
Amoksisilin
Ampisilin
Karbenisilin
Sefaklor
Sefamandol
Sefaleksin
Sefalotin
Doksisiklin
Gentamisin
Kanamisin
Metilsilin
Asam nalidiksik
Nitrofurantoin
Penisilin G & V
Sulfasoksazol
Tikarsilin
Tobramisin
Trimetoprim &
Sulfametoksazol
Obat lain
Asetaminofen
Alopurinol
Aspirin
Kaptopril
Klortalidon
Klonidin
Digitoksin
Digoksin
Difenhidramin
Asam etakrinik
Insulin
Metildopa
Nadolol
Fenobarbital
Spironolakton
Tiazid diuretik
GFR ml/menit/1,73 m2
Penyesuaian
Normal
> 50
10 50
< 10
Interval
Interval
Dosis
Dosis
Dosis
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Dosis
Interval
Dosis
Interval
(Jam)
(Jam)
( %)
( %)
( %)
(Jam)
(Jam)
(Jam)
(Jam)
(Jam)
(Jam)
( %)
(Jam)
( %)
(Jam)
8
6
100
100
100
6
6
12
4
6
8
100
6
100
12
8
6
75
100
100
6
6
12
4
6
8
100
6
75
12
8-12
8-12
50
50-100
25-50
6
6
12-18
4
6
hindari
75
8-12
50
18
12-16
12-16
20
33
25
6-12
8-12
18-24
8-12
hindari
hindari
25-50
12-24
25
24
Interval
Dosis
Interval
Dosis
Interval
Dosis
Dosis
Dosis
Interval
Interval
Dosis
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
(Jam)
( %)
(Jam)
( %)
(Jam)
( %)
( %)
(%)
(Jam)
(Jam)
( %)
(Jam)
(Jam)
(Jam)
(Jam)
(Jam)
4
100
4
100
24
100
100
100
6
6
100
6
8
8
6-12
12
4-6
100
4
50-100
24
100
100
100
6
6
100
6
8-16
8
6-12
12
6
100
4-6
30-50
24
100
100
25-75
6-9
6
75
9-18
hindari
8
12-24
12
8
50
hindari
12,5
48
50-75
50-75
10-25
9-2
hindari
50
12-24
hindari
8-16
hindari
hindari
BATASAN
Keadaan memburuknya fungsi ginjal disertai tanda klinis yang nyata dan kecepatan filtrasi
glomerulus menetap < 30 ml/menit/1,73 m2
ETIOLOGI
Berhubungan erat dengan umur saat pertama kali gagal ginjal ditemukan
< 5 th : Umumnya karena kelainan anatomis
> 5 th : Penyakit glomerulus didapat
PATOFISIOLOGI
Belum jelas
Diduga beberapa faktor berperan
Gangguan imunologik terus menerus
Hiperfiltrasi glomerulus yang masih sehat
Diet tinggi protein dan fosfor
Proteinuria persisten
Hipertensi sistemik
KRITERIA DIAGNOSIS
GFR < 30 ml/menit/1,73 m2 yang menetap
Hipertensi, gangguan pertumbuhan/perdarahan/neurologik
Hiperfosfatemia, asidosis, anemia, azotemia, hiperkalemia, osteodistrofi ginjal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah : Klirens kreatinin, Hb, trombosit, waktu perdarahan/pembekuan, urea N, kreatinin,
Na, K, fosfat, Ca, analisis gas
Renografi
Foto : Lengan kiri dan jari tangan
Toraks
EKG
USG
PENYULIT
Gagal ginjal terminal
Risiko infeksi
TERAPI
Prinsip pengobatan dietetik dan substitusi
Dietetik (lihat tabel 42)
Tabel 42. Dietetik Penderita GGK
Jenis/Bahan
Protein
Kalori
Lemak
Karbohidrat
Air
Zat lain
Besi
K
Na
Fosfat
Ca
Jumlah
1,2-1,5 g/kgBB/hari, 2/3nya nilai biologis
tinggi
30-35 kal/kgBB/hari
1/3 dari total kalori
sisa kalori (sedikit gula)
600-1.200 ml/hari
100 mg/hari
60 mEq/hari
50-60 mEq/hari
600-1.200 mg/hari
1.000-1.200 mg/hari
Substitusi
Vitamin D
1,25 (OH)2D3 (Rocaltrol), dosis 0,25 g/hari
Ca karbonat
100-300mg/kgBB/hari sewaktu makan
Selama pemberian dimonitor fosfor darah
Recombinant human gowth hormone/rHGH
0,125 mg/kgBB/kali (3 x/mgg.) sampai penutupan epifise
Recombinant human erithropoetin/rHuEPO
50-150 g/kgBB/kali (3 x/mgg.) sampai Hb 10-12 g/dl
Asidosis
Na bikarbonat p.o. efektif untuk pencegahan/terapi asidosis
Dosis awal 1-3 mEq/kgBB/hari, diberikan 2-4x tergantung derajat asidosis
Catatan
Bila GFR menetap < 10 ml/menit/1,73 m2 disebut gagal ginjal terminal dialisis
berkesinambungan sebelum transplantasi ginjal
PROGNOSIS
Tergantung pengelolaan dietetik dan substitusi agar tidak terjadi gagal ginjal terminal
DAFTAR PUSTAKA
Bergstein JM. Renal failure. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan III VC,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992;
1352-8.
Gauthier B, Edelman CM, Barnett HL. Nephrologi and urologi for the pediatrician. Boston: Little
Brown and Co, 1982; 172-91.
Fine RN. Recent advance in the management of the infant, child, and adolescent with chronic
renal failure. Pediatr in Rev 1990; 277-83.
DIALISIS PERITONEAL
BATASAN
Teknik pemisahan molekul besar (koloid) dari molekul kecil dalam suatu larutan karena
perbedaan kemampuan difusi melalui selaput semi permeabel
INDIKASI
Hiperkalemia berat dan persisten (K > 8 mEq/liter)
Hipertensi yang menetap
Hipervolemia berat yang disertai dengan payah jantung kongestif, edema pulmonal atau
hipertensi
Asidosis berat dan persisten (kadar HCO3-< 10 mEq/liter)
Penyulit neurologik akibat uremia (disorientasi, stupor, kejang)
Urea N > 150 mg%
KONTRA INDIKASI
Relatif : Riwayat operasi abdomen
Ventricoperitoneal shunt
PENYULIT
Sakit perut
Perdarahan
Malfungsi kateter
Kebocoran cairan dialisis
Obstruksi
Peritonitis
Hiperglikemia dan hipernatremia
KONSULTASI
Bagian Bedah, Gizi, Fisioterapi
TERAPI
Dialisis Peritoneal
Evaluasi predialisis
Keseimbangan cairan, sesuai kriteria WHO. Jika terdapat dehidrasi dilakukan
rehidrasi dahulu
Timbang BB (tanpa pakaian), selanjutnya timbang BB 2-3 kali sehari
Catat jumlah cairan masuk dan keluar (tidak perlu menunggu selama 24 jam, bisa
6 jam)
Sebelumnya cairan dialisis dihangatkan (37-380C) dengan memakai water bath,
untuk menghindarkan rasa sakit saat inflow
Teknik
Macam cairan dialisis yang dipakai tergantung keseimbangan cairan tubuh. Jika
hipervolemia, larutan dialisis yang dipakai adalah larutan dengan konsentrasi
tinggi, yaitu glukosa 2,5-4,25% (umumnya glukosa 1,5%)
Dosis cairan 15-20 ml/kgBB, yang dinaikkan bertahap sampai 40-50 ml/kgBB
(neonatus dan bayi) dan 30-40 ml/kgBB (anak > 1 th)
Kedalam 1.000 ml cairan dimasukkan heparin (500-1.000 U), diberikan selama 3
siklus pertama atau selama cairan outflow dialisis menunjukkan cairan merah
berdarah
Pada siklus 3-6 pertama tidak diberikan cairan KCl, kecuali pada hipokalemia. Bila
kadar K darah normal (< 4 mEq/l), KCl diberikan sebanyak 3 mEq/l tiap 1.000 ml
dialisat
Tiap siklus selesai sekitar 1 jam, terdiri dari : inflow (5-10 menit), indwelling (30
menit) dan outflow (10-20 menit)
Catatan :
10
Pada 3 siklus pertama dianjurkan waktu siklus diperpendek agar sisa perdarahan
cepat dikeluarkan (misalnya : Inflow 5 menit, indwelling 15 menit, outflow 10 menit)
Total waktu dialisis biasanya 36-48 jam, bila masih diperlukan bisa diperpanjang
48 jam lagi. Jika selanjutnya terjadi gagal ginjal terminal dialisis dilanjutkan dengan
cara : CAPD, CCPD
Monitoring selama dialisis
Perlu diantisipasi BB sampai 1-1,5% setiap hari akibat massa otot (tanpa perubahan
cairan intravaskular)
Bila dialisis telah dimulai, keseimbangan cairan tiap siklus harus dicatat
Cairan dialisis (warna, kekeruhan, perdarahan)
Tanda vital tergantung kegawatan
Laboratorium : Hb, eritrosit, leukosit, Ht, hitung jenis, Ca, fosfor, Mg, glukosa,
elektroforesis protein, elektrolit, urea N dan kreatinin
Indikator keberhasilan
Klinis : Penderita merasa lebih baik, tekanan darah terkontrol, keseimbangan cairan
baik, tidak ada gejala uremia
Laboratorium : Kreatinin serum < 16-20 mg/dl (untuk yang gemuk) ; < 12-15 mg/dl
(untuk yang kurus), elektrolit/albumin serum normal, konduksi saraf stabil
Penyulit
Sakit perut
Cairan dialisis sebaiknya tidak terlalu dingin atau panas
Kurangi kecepatan inflow
pH < 5,5, tambahkan 2,5-5 ml Na bikarbonas 50% per 1.000 ml cairan dialisis
Jika cairan hipertonis, ganti dengan cairan isotonis
Analgetika lokal/sistemik ke dalam peritoneum (lidokain 2%)
Jika perlu : Reposisi kateter
Perdarahan
Tambahkan heparin 500-1.000 U/1.000 ml cairan dialisat untuk 3 siklus pertama
atau sampai perdarahan berhenti
Obstruksi
Tambahkan heparin 5 U/ml cairan dialisis, biarkan indwelling selama 4-12 jam. Bila
bertambah baik teruskan pemberian heparin sebanyak 1 U/ml cairan dialisis
sampai beberapa hari
Kebocoran cairan dialisis
Umumnya berhenti sendiri bila kebocorannya sedikit. Usahakan kebersihan pada
tempat masuk kateter dan berikan betadin untuk mencegah infeksi
Peritonitis
Diagnosis dibuat bila didapat 2 dari 3 kriteria dibawah ini
Tanda/gejala : Sakit perut, nyeri tekan dll
Cairan dialisis yang keruh (leukosit > 100/ml, PMN > 50%)
gram/kultur (+)
Antibiotik awal : Kombinasi sefalotin dan tobramisin, loading dose i.v., kemudian
dosis rumatan melalui cairan dialisis. Pemberian antibiotik selanjutnya tergantung
hasil tes kultur dan sensitivitas (lihat tabel 43)
PROGNOSIS
Tergantung ada tidaknya penyulit selama dialisis serta pengelolaannya
DAFTAR PUSTAKA
Fine RN. Recent advance in the management of the infant, child, and adolescent with chronic
renal failure. Pediatr in Rev 1990; 277-83.
Gruskin AB, Baluarte HJ, Dabbagh S. Hemodyalisis and peritoneal dyalisis. Dalam: Edelmann
CM, penyunting. Pediatric kidney disease; edisi ke-2. Boston: Little Brown and Co, 1992; 827-94.
11
Dosis Rumatan
mg/l cairan dialisis
7,5
50
20
20
20
20
20
50
1,7
2,5
50
1,7
20
20
25
5
125
200
125
250
125
125
250
1-2
125
4-8
4-8
250
4-8
15-25
25
Amikasin
Amfoterisin
Ampisilin
Karbenisilin
Sefazolin
Sefotaksim
Sefuroksim
Seftazidim
Sefalotin
Klindamisin
Kloksasilin
Gentamisin
Netilmisin
Tikarsilin
Tobramisin
Vankomisin
Baktrim
BATASAN
Suatu sindroma yang ditandai dengan gejala hematuria, hipertensi, edema dan berbagai
derajat insufisiensi ginjal
ETIOLOGI
Paling sering setelah infeksi Beta hemolyticus Streptococcus group A
PATOFISIOLOGI
Belum diketahui pasti, tetapi diduga proses imunologik
KRITERIA DIAGNOSIS
Periode laten infeksi saluran nafas bagian atas 1-3 mgg. sebelumnya (rata-rata 10 hari),
atau infeksi kulit yang umumnya lebih lama (> 3 mgg.)
Edema
Hematuria : Mikroskopik atau gross hematuria
Hipertensi dengan berbagai tingkatan
Oliguria atau anuria
DIAGNOSIS BANDING
Hematuria idiopati
Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
Nefritis herediter
LES
HSP
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urin
12
Kultur/apus tenggorok
ASTO , antibodi DN-ase B
C3
PENYULIT
GGA
Edema paru, gagal jantung (overload)
Hipertensi ensefalopati
Hiperkalemia, hipokalsemia
Asidosis
Uremia
TERAPI
Umum
Istirahat di tempat tidur bila edema berat dan GGA
Diet kalori adekuat terutama karbohidrat untuk memperkecil katabolisme endogen dan
diet rendah garam
Obat
Tidak ada spesifik
Penisilin prokain 50.000 U/kgBB/kali i.m. 2 kali/hari, atau
Penisilin V 50 mg/kgBB/hari p.o. dibagi 3 dosis untuk infeksi aktif. Apabila hipersensitif
penisilin eritromisin 50 mg/kgBB/hari (4 dosis), selama 10 hari
Hipertensi
Ringan (130/80 mmHg) : Tidak diberikan anti hipertensi
Sedang (140/100 mmHg) : Hidralazin i.m./p.o.
Nifedipin sublingual
Berat (180/120 mmHg) : Klonidin drip/nifedipin sublingual
(dosis lihat bab hipertensi)
Bila terdapat tanda hipervolemia (edema paru, gagal jantung) disertai oliguria
diuretik kuat (furosemid 1-2 mg/kgBB/kali)
PROGNOSIS
Diperkirakan > 95% akan sembuh sempurna
Kematian dapat terjadi pada fase akut dan 2% menjadi kronik
DAFTAR PUSTAKA
Travis LB, Kalia A. Acute nephrotic syndrome Dalam: Postlethwaite
RJ, penyunting.
Clinical pediatric nephrology; edisi ke-2. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd, 1994; 201-9.
Bergstein JM. Condition particularly asociated with hematuria. Dalam: Nelson WE, Bergman RE,
Kliegman RM, Arvin AM, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-15. Philadelphia: WB
Saunders Co, 1996; 1483-8.
BATASAN
Penyakit/sindroma yang mengenai glomerulus, ditandai proteinuria masif, hipoalbuminemia
dan edema disertai hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang didapat
hipertensi, hematuria dan penurunan fungsi ginjal
13
KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologi
SN primer
SN sekunder
Berdasarkan histopatologi
SN perubahan minimal
SN perubahan non minimal
Berdasarkan respons pengobatan terhadap steroid
Steroid responsif
Tidak steroid responsif
ETIOLOGI
SN primer
Idiopatik, diduga ada hubungan dengan genetik, imunologik dan alergi
SN sekunder
Berasal dari ekstra renal
PATOFISIOLOGI
Tidak diketahui secara pasti. Diduga ada hubungan dengan kelainan imunologik yang
mengakibatkan permeabilitas glomerulus terhadap protein proteinuria
Terdapat 3 macam mekanisme yang mendasari proteinuria
Hilangnya muatan polianion pada dinding kapiler glomerulus
Perubahan pori-pori dinding kapiler glomerulus
Perubahan hemodinamik yang mengatur aliran kapiler
KRITERIA DIAGNOSIS
Edema
Proteinuria masif
Urin : BANG atau DIPSTIX > + 2 (kualitatif)
Protein > 40 mg/m2/jam, atau > 2 g/hari (kuantitatif)
Rasio protein : kreatinin > 2,5
Hipoalbuminemia (< 2,5 g%)
Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urin
: Protein kualitatif/kuantitatif, kreatinin
Darah : Albumin, protein total, kolesterol
PENYULIT
Infeksi
Trombosis
GGA
KONSULTASI
Bagian Gizi
TERAPI
Dirawat untuk evaluasi diagnostik awal dan rencana terapi
Tidak ada pembatasan aktivitas
Dietetik
Protein sesuai kebutuhan (menurut umur). Pemberian berlebih akan mempercepat
terjadinya GGK
Rendah garam : 1-2 g/hari selama edema
Bila tidak ada nafsu makan boleh diberi diet garam normal (tanpa garam diatas meja
dan makanan asin lain)
Kalori berasal dari lemak < 35%
14
15
BATASAN
Adanya pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih
KLASIFIKASI
Berdasarkan anatomi/lokasi
ISK atas
ISK bawah
Berdasarkan ada atau tidaknya kelainan struktur
ISK penyulit
ISK non penyulit
Berdasarkan ada atau tidaknya gejala
ISK simtomatik
ISK non simtomatik
Berdasarkan onset klinis
ISK akut
ISK berulang atau kronik
ETIOLOGI
Terbanyak E. coli : ISK akut (90%) dan ISK berulang (70-80%)
PATOFISIOLOGI
Terbanyak asenderens, jarang perkontinuitatum atau limfogen
Pada neonatus : Terbanyak hematogen
KRITERIA DIAGNOSIS
Gejala klinis :
Asimtomatik
Simtomatik
Neonatus
Gambaran sepsis dengan gejala tidak khas seperti : Panas, ikterus, malas minum,
muntah, mencret, BB tidak dan kesadaran
Anak
Disuria, frekuensi , urgensi, polakisuria, nyeri perut/pinggang, gangguan
pertumbuhan, muntah, panas yang tidak diketahui penyebabnya dan enuresis
Bakteriuria bermakna
Tergantung dari metode pengambilan
Metode
Pengambilan
Biakan
(frek.)
Jumlah Koloni
/ml Urin
Pancar tengah
Suprapubis
1
2
1
Kateterisasi
> 105
> 105
> 1 kuman Gram (-)
>1.000 kuman Gram (+)
5
> 10
Kemungkinan
ISK (%)
80
95
99
99
95
16
17
Catatan :
Bayi < 6 mgg. jangan diberikan nitrofurantoin/sulfa, tetapi dapat diberikan sefalosporin
generasi I (sefaleksin), 10 mg/kgBB/hari, dosis tunggal, diberikan pada malam hari
sampai bayi berumur 6 mgg.
Pemeriksaan radiologik untuk menentukan kelainan obstruktif meliputi IVP, mixtio
cystourethrography (MCU), USG, kedokteran nuklir dan tomografi komputer yang
dilakukan setelah 4-6 mgg. sesudah infeksi teratasi. Intervensi urologis dilakukan jika ada
tindakan bedah
PROGNOSIS
Tergantung ada/tidaknya kelainan anatomi, umur dan kecepatan/ ketepatan terapi
Dosis
mg/kgBB/hari
Amoksisilin
50100
Ampisilin
Trimetoprim
Sulfametoksazol
Nitrofurantoin
50100
100200
612
3060
57
12 jam
12 jam, p.o., i.v.
6-8 jam, p.o., i.v.
Karbenisilin
Sefaleksin
Safazolin
Tobramisin
200400
25100
25100
57
6 jam, p.o.
6 jam, p.o.
6-8 jam, i.m., i.v.
8 jam, i.m.
Asam nalidiksat
Gentamisin
Amikasin
Sefiksim
Seftriakson
Sefotaksim
Seftazidim
60
37
7
8
75
150
150
Interval
8 jam, p.o., i.v.,
i.m.
6-8 jam, p.o., i.v.
Catatan
tidak pada alergi penisilin
tidak pada alergi penisilin
tidak pada umur < 6 mgg.
tidak pada umur < 6 mgg.
tidak pada umur < 4 mgg.
/GFR < 50%
untuk Pseudomonas
pengganti ampisilin
untuk Klebsiela
Infeksi Gram (-),
Pseudomonas
cepat resisten
DAFTAR PUSTAKA
Gonzales RR. Urinary tract infection. Dalam: Bergman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan
III VC, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co,
1992; 1360.
Winberg J. Urinary tract infection in infant and childhood. Dalam: Edelmann CM, penyunting.
Pediatric kidney disease; edisi ke-1. Boston: Little Brown Co, 1978; 1123.
INTOKSIKASI JENGKOL
18
BATASAN
Gejala klinis yang terjadi akibat intoksikasi asam jengkol
KLASIFIKASI
Berdasarkan gejala klinis
Ringan
: Disuria, hematuria, diuresis
Berat
: Disertai oliguria
Sangat berat : Jelas GGA
ETIOLOGI
Asam jengkol yang terdapat pada buah jengkol
PATOFISIOLOGI
Belum jelas, diduga akibat pengendapan kristal asam jengkol dalam saluran kemih
KRITERIA DIAGNOSIS
Riwayat makan buah jengkol
Keluhan muntah, nyeri perut/supra pubis dan disuria
Bau khas jengkol di mulut dan urin
Dapat disertai oliguria atau anuria
Laboratorium urin
Hematuria mikroskopik/makroskopik
Kristal asam jengkol
DIAGNOSIS BANDING
Urolitiasis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sedimen urin
PENYULIT
GGA
KONSULTASI
Bagian Bedah Urologi (bila diperlukan)
TERAPI
Ringan
Banyak minum
Na bikarbonat 1 mEq/kgBB/hari atau 1-2 g/hari (p.o.)
Berat/sangat berat
Dirawat
Bilas buli-buli dengan Na bikarbonat 1,5% melalui indwelling catheter (kateter folley)
Oliguria tanpa GGA
Tidak ada pembatasan diet
Na bikarbonat 2-5 mEq/kgBB/i.v. (4-8 jam)
Furosemid 1-2 mg/kgBB/hari
Anuria
Restriksi cairan : Infus dekstrosa 5-10% (selama 4-8 jam)
Bila setelah 8 jam dengan cara di atas tidak dapat diatasi dialisis peritoneal
PROGNOSIS
Baik
DAFTAR PUSTAKA
Alatas H. Acute renal failure due to jengkol intoxication in children. Pediatr Indones 1967; 90-4.
19
Tambunan T. Keracunan jengkol pada anak. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
penyunting. Nefrologi anak. Jilid ke-1, Jakarta: IDAI, 1993; 199-208.
Sjamsudin U, Darmansjah I, Handoko T dkk. Beberapa masalah keracunan jengkol pada anak.
Dalam: Tjokronegoro A, penyunting. Pengobatan intensif pada anak. Jakarta: FKUI, 1982; 21-39.
20