Anda di halaman 1dari 23

RIBA DAN JUAL BELI

RIBA DAN JUAL BELI


Dalam sistem ekonomi Islam uang dipandang
sebagai alat tukar bukan sebagai suatu komoditi
yang memiliki harga yaitu bunga, sehingga dapat
diperjual belikan untuk memperoleh keuntungan
Secara bahasa bermakna (ziyadah=tambahan),
bertambah, berkembang, atau tumbuh, namun tidak
berarti semua pertambahan atau pertumbuhan
dalam Islam adalah haram atau dilarang.
Secara teknis riba berarti pengambilan tambahan
dari harta pokok atau modal baik dalam transaksi
jual-beli maupun pinjamn-meminjam secara bathil

Nabi Muhammad SAW dalam sunnahnya banyak


sekali yang membicarakan tentang riba dan para
ahli mengkategorikannya dalam :
1. hadis-hadis yang mengharamkan riba dan
menyatakan sebagai dosa besar. Dari Jabir ia
berkata : Rasulullah SAW melaknat orang yang
memakan riba, pencatat riba, dan para saksi riba;
beliau mengatakan mereka semua sama (HR
Muslim)

2. Hadis yang memaknai riba secara kiasan


sebagai perbuatan buruk dan keji yang
diharamkan. Dari Abdullah, Nabi
Muhammad SAW bersabda : Riba itu tujuh
puluh tiga pintu. Yang paling ringan (dosanya)
seperti orang yang berhubungan badan
dengan ibunya dan riba paling berat adalah
mencemarkan nama baik seorang muslim
(HR al-Hakim).

3. Hadis selain yang melarang riba dan memakai


riba sebagai kiasan

Sulaiman Ibn Amr, dari ayahnya dilaporkan ia


berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW
bersabda pada waktu haji Wadak Ketahuilah
bahwa setiap bentuk riba jahiliah telah dihapus;
bagimu pokok hartamu, kamu tidak menzalimi dan
tidak dizalimi (HR Abu Daud).

4. Hadis yang melarang riba jual beli yang


terjadi dalam sistem barter sebagaimana
diriwayatkan Ahmad dan Muslim sebagai
berikut :
Artinya: Pertukarkanlah emas dengan
emas, perak denga perak, gandum dengan
gandum, jawawut dengan jawawut, kurma
denga kurma, garam dengan garam secara
sama jumlahnya dan kualitasnya serta
secara tunai. Apabila macamnya berbeda,
maka perjualbelikanlah sesuai kehendakmu
asalkan secara tunai. (Shahih Muslim).

Menurut Anwar (2006) riba dalam kalangan ulama


fikih dipakai dalam dua arti yaitu dalam arti kata
benda dan dalam arti kata kerja.
1. Dalam arti kata benda, riba dimaksudkan tambahan
atau kelebihan yang diperoleh salah satu pihak.
Allah berfirman dalam Al-Quran dalam surat Ali
Imran ayat 130 yang Artinya : Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah
supaya kamu mendapat keberuntungan
(Q.S.3.130).

2. Sedangkan dalam arti kata kerja, riba berarti


perbuatan melakukan riba sebagaiman firman
Allah SWT Al-Quran (Q.S. 2.275) Dan Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba
berarti riba dalam pengertian kata kerja yaitu
perbuatan malakukan penambahan atas jumlah
yang dibayarkan dalam hutang piutang dan
peminjaman atau memberikan kelebihan suatu
jumlah yang tidak ada imbalannya dalam tukar
menukar benda ribawi.

Para ahli hukum Islam membedakan riba dalam dua golongan yaitu :

Riba hutang piutang (kredit) adalah


tambahan yang diberikan kepada pemilik
modal (kreditur) sebagai imbalan penangguh
an yang diberikannya kepada debitur atas
penundaan pelunasan hutangnya
Hutang tersebut dapat bersumber pada akat
hutang piutang dan akad jual beli termasuk
akad salam.

Seorang meminjam sejumlah uang tertentu


kepada orang lain, kemudian dalam
pengembaliannya diberikan tambahan atas
pokok pinjaman sesuai dengan perjanjian
(Riba karena Hutang piutang)
Misalnya seorang membeli suatu asset
secara hutang, maka ketika hutang itu
jatuh tempo ia belum dapat melunasi
hutangnya, maka kepadanya dikenakan
denda sebagai imbalan waktu pelunasan
diberikan . (Riba karena jualbeli)

Riba Jual Beli


Riba jual beli adalah adalah riba yang
bersumber kepad jual beli (bukan bersumber
pada hutang jual beli), sehingga disebut juga
dengan riba jual beli (riba al-buyu).
Riba jual beli meliputi dua macam yaitu :
(1) Riba fadal (riba kelebihan) dan
(2) Riba nasa (riba penangguhan) .

Riba fadal (riba kelebihan) yaitu kelebihan atas


jumlah pada salah satu pihak dalam jual beli
(tukar menukar) barang tertentu yaitu emas,
perak, gandum, jawawut dan kurma.
Riba Nasa atau riba penangguhan adalah dalam
tukar menukar terjadi penangguhan penyerah
an baik dari kedua belah pihak maupun dari
salah satu pihak, meskipun kuantitasnya sama

Ada tiga kategori pertukaran yaitu :


1. Tukar menukar benda yang sama seperti emas
(dinar) dengan emas (dinar), dan ini harus sama
kuantitasnya dan tunai. Bila terjadi kelebihan
salah satu pihak maka terjadi riba fadal, bila
kuantitasnya sama tetapi salah satu pihak tidak
tunai maka terjadi riba nasa, dan bila terjadi
kelebihan dan penundaan penyerahan maka
terjadi gabungan riba gfadal dan riba nasa
sekaligus dan menjadikannya riba nasiah.

2. Tukar menukar benda dalam satu


kategori yang sama tetapi berbeda
macamnya seperti menukar emas dengan
perak (kategori logam mulia) atau tukar
menukar gandum denga kurma (kategori
makanan) maka boleh terjadi kelebihan,
namun harus tunai dari kedua belah pihak
dan bila terjadi penundaan penyerahan
salah satu pihak maka terjadi riba nasa.

3.Tukar menukar benda dalam kategori

berlainan seprti dinar denga gandum atau


beras denga ikan atau uang rupiah maka
tidak ada syarat kesamaan kuantitas dan
penyerahan tunai artinya boleh berbeda
kuantitasnya (boleh terjadi kelebihan
kuantitas) dan boleh tidak tunai.

Bunga dalam Pandangan Sekuler dan Islam


Teori tentang bunga oleh para ahli:
1. Teori Abstinence .
Ahli ekonomi klasik Senior menyatakan ketika
pemilik uang nenahan diri (abtinence,), ia menang
guhkan keinginan memanfaatkan uangnya sendiri
semata-mata untuk memenuhi keinginan orang lain.
Bila ia meminjam kan modal (uang) yang
semestinya mendatangkan keuntungan bagi dirinya
sendiri, tetapi peminjam menggunakan uang
tersebut untuk memenuhi keinginan pribadi nya
maka ia wajib membayar sewa atas uang yang
dipinjamnya. Ini berarti bunga modal disamakan
dengan sewa

Selanjutnya, istilah menahan diri diganti


dengan istilah menunggu (waiting) oleh
Alfred Marshall dalam Djojohadikusumo
(1991: 87), dengan menyatakan bahwa bila
orang menabung, dia bukan tidak mengguna
kan konsumsi untuk selamanya, tetapi hanya
menunda konsumsi sekarang untuk waktu
yang akan datang. Suatu rangsangan diperlu
kan untuk mendorong penundaan semacam ,
dan rangsangan itu adalah bunga.

Teori Agio
Bohm-Bawerk mengemukakan tentang
Teori Agio. Tema pokok Teori Agio adalah
barang dan jasa yang tersedia saat ini
dinilai lebih tinggi (mendapat agio)
dibandingkan dengan barang dan jasa
yang baru akan tersedia pada masa yang
akan datang. Perbedaan antara nilai
barang saat ini dan nilai barang pada
masa yang akan datang mencerminkan
tingkat bunga.

Ada tiga alasan mengapa orang lebih


menyukai barang sekarang dibandingkan
dengan barang di masa yang akan datang
yaitu :
Pandangan yang rendah terhadap perspektif
yang akan datang.
Kelangkaan relatif barang sekarang
dibandingkan dengan dimasa yang akan
datang.
Keunggulan teknis atas barang yang akan
datang.

Teori preferensi waktu (time preference)


Irving Fisher menyatakan bahwa adalah
suatu kecenderungan bahwa setiap
individu lebih mengutamakan pendapatan
yang tersedia untuk dinikmati pada saat
ini dari pada pendapatan yang baru dapat
dinikmati pada waktu yang akan datang
atau preferensi waktu (time preference)

Teori Bunga Menurut Islam


Yusuf al-Qaradawi menyatakan bunga bank
adalah riba yang diharamkan .
Abu Zahrah yang menegaskan bahwa riba
yang dilarang dalam al-Quran adalah riba
yang diperaktikkan oleh bank-bank dan
masyarakat dan tidak diragukan lagi
keharamannya.
Abul Ala Al-Maududi (2003), M.Umer Chapra
(1997), Taqyudin An-Nabhani (2002), M.A
Mannan (1997), menyatakan bunga adalah
riba dan hukumnya haram.

Fatwa ormas Islam Indonesia seperti Muhammadiyah dan


Nahdlatul Ulama telah membahas masalah bunga (riba).
Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah adalah bahwa
bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada
nasabah atau sebaliknya yang selama ini berlaku termasuk
perkara musytabihat (dianggap meragukan) hukumnya
dibolehkan, karena secara kepemilikan dan misi yang
diemban sangat berbeda dengan bank swasta
Lajnah Bahsul Masail Nahdlatul Ulama memutuskan bahwa
bunga bank yang ada di Indonesia tidak haram ( tidak
termasuk riba yang diharamkan), bunga yang diterima dari
deposito yang disimpan di bank hukumnya boleh, bunga
yang diperoleh dari tabungan giro tidak sama dengan riba
hukumnya halal, bunga produktif tidak sama dengan riba
hukumnya halal dan bunga konsumsi sama dengan riba
hukumnya haram.

Argumen yang dikemukakan ahli-ekonomi Islam


menyimpulkan alasan-alasan tersebut sebagai berikut:

Bahwa transaksi berdasarkan bunga merusak aspek


keadilan dalam organisasi ekonomi.
Ketidakfleksibelan sistem berbasis bunga dalam
menghadapi situasi merugi dapat membawa kepada
kebangkrutan lembaga keuangan yang berarti kehilangan
potensi produktif dan pengangguran.
Sistem bunga memperlambat aktivitas investasi karena ia
menambah biaya investasi.
Sistem bunga kurang mendorong investasi, khususnya bagi
usaha-usaha kecil.Dalam sistem bunga perhatian institusi
keuangan lebih banyak tertuju kepada pengamanan modal
mereka agar pengambalian lancar, dan kurang
memperhatikan usaha yang dibiayai karena kembaliannya
tidak ditentukan oleh tingkat profitabilitas usaha tersebut.

Anda mungkin juga menyukai