Anda di halaman 1dari 37

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
Nama Mahasiswa : Haryo Ganeca Dokter Pembimbing : dr. H R. Setiyadi, Sp.A
NIM
: 030.09.108
Tanda tangan
:
I.

IDENTITAS PASIEN
DATA

PASIEN

AYAH

IBU

Nama

An. L

Tn. B

Ny. D

5 tahun, 6 bulan

35 tahun

30 tahun

Perempuan

Laki-laki

Perempuan

Umur
Jenis Kelamin
Alamat

II.

Ketanggungan, RT 09/02, Dukuhturi

Agama

Islam

Islam

Islam

Suku Bangsa

Jawa

Jawa

Jawa

Pendidikan

S1

SMA

Pekerjaan

PNS

Ibu Rumah Tangga

Penghasilan

3-4 juta per bulan

Keterangan

Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

Asuransi

BPJS (Non PBI)

No. RM

603495

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung dan ayah
kandung pasien pada tanggal 11 Februari 2016, pukul 10.00 WIB, di raung
Wijaya Kusuma atas, RSUD Kardinah
A. Keluhan Utama: Demam

B. Keluhan tambahan:
Perut sakit
Tidak nafsu makan
Gatal di sekitar anus, terutama malam hari
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSU Kardinah diantar oleh orang tuanya
dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Orang tua pasien mengatakan
demam anaknya dirasakan tinggi namun tidak diukur, hanya menggunakan
perabaan tangan, demam dirasakan naik turun. Naik ketika malam hari,
turun jika menjelang pagi. Sudah sempat ke dokter tetapi tidak membaik.
Selain demam, orang tua pasien juga mengeluhkan anaknya
merasakan mual dan muntah sejak 3 hari SMRS, muntah sebanyak 3 kali
berisi air dan makanan, warna coklat, tidak ada darah. Menurut orang tua
pasien volume cairan yang keluar dari muntah sebanyak 500 cc.
Orang tua pasien mengatakan bahwa perutnya juga dirasakan sakit.
Pasien tidak nafsu makan sejak mulai demam namun menurut keluarga
tidak terjadi penurunan berat badan. Orang tua pasien menyangkal adanya
riwayat mimisan, dan gusi berdarah.
Sudah sebulan ini pasien mengeluhkan BAB sering mengeluarkan
uget-uget (cacing). Pasien juga mengeluhkan sering gatal dibagian
anusnya saat malam hari. Pasien selalu rewel saat malam hari. Sudah
diberikan obat cacing, tetapi tidak membaik.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
- Tidak ada riwayat operasi
- Tidak ada riwayat trauma
- Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan tertentu
- Penyakit lain, seperti asma, penyakit jantung, dan sebagainya
disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang perah mengalami sakit serupa
F. Riwayat Lingkungan Perumahan
Kepemilikan rumah : rumah pribadi
Keadaan rumah:
Rumah berukuran 5 x 11 m, memiliki 2 kamar tidur, dan 1 kamar
mandi. Cahaya matahari dapat masuk melalui jendela. Penerangan
dengan listrik. Air minum berasal dari Sumur. Jarak septic tank kurang

lebih 10 meter dari sumber air. Air limbah rumah tangga disalurkan
melalui selokan di depan rumah.
Kesan : Keadaan rumah baik dengan ventilasi yang baik dan
sirkulasi baik. keadaan lingkungan rumah baik
G.Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien adalah seorang PNS dan ibu pasien seorang ibu rumah
tangga berpenghasilan kurang lebih Rp 2.- 3 juta per bulan. ayah
pasien menghidupi satu orang anak
Kesan
: Status ekonomi cukup
H.Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal
Morbiditas kehamilan

Tidak ada. Anemia (-), HT (-), DM (-),


penyakit jantung (-), penyakit paru (-), infeksi
(-)

KEHAMILAN

Perawatan antenatal

Rutin kontrol ke puskesmas 1x setiap bulan


dan

saat

menginjak

usia

tujuh

bulan

dilakukan 2x setiap bulan, sudah melakukan


imunisasi TT 2x
Tempat persalinan

Puskesmas

Penolong persalinan

Bidan

Cara persalinan

normal
Penyulit : -

Masa gestasi

Cukup Bulan

Keadaan bayi

Berat lahir : ibu pasien lupa

KELAHIRAN

Panjang lahir : ibu pasien lupa


Lingkar kepala : ibu tidak tahu
.
Kelainan bawaan :-

I. Riwayat Pemeliharaan Postnatal


Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di Posyandu dan anak
dalam keadaan sehat.

Kesan

: riwayat pemeliharaan postnatal baik

J. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Berat badan lahir dan panjang badan saat lahir ibu dari pasien lupa
Berat badan sekarang 20,5 kg, sedangkan panjang badan sekarang
115cm.
Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
Tengkurap
: 4 bulan
Duduk
: 6 bulan
Merangkak
: 8 bulan
Berdiri
: 10 bulan
Berjalan
: 15 bulan
Bicara tanpa arti
: 12 bulan
Kesan
: riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak baik.
Tidak ada keterlambatan kemampuan psikomotor.
K.Riwayat Makan dan Minum Anak
Ibu memberikan anak ASI eksklusif sampai usia kurang lebih 6 bulan.
Usia 6 bulan diberikan ASI dan bubur susu. Usia 9 bulan diberikan
ASI dengan bubur beras. Usia 1 tahun diberikan makanan yang lunak
dan buah pisang yang dilumatkan. Usia 2 tahun, anak sudah diberikan
nasi, sayur, dan lauk pauk.
Kesan
: kuantitas dan kualitas makanan dan minuman cukup
baik
L. Riwayat Imunisasi
VAKSIN
BCG
DPT/ DT
POLIO

DASAR (umur)
0 bulan
2 bulan
4 bulan
0 bulan
2 bulan

6 bulan
4 bulan

ULANGAN (umur)
-

CAMPAK

9 bulan

2 tahun

HEPATITIS B

0 bulan

1 bulan

6 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap, imunisasi ulangan belum


dilakukan
M. Riwayat Keluarga Berencana
Ibu pasien sedang hamil 8 bulan. Kontrasepsi alami.

N. Silsilah/Ikhtisar Keturunan

Keterangan :
: laki-laki

: pasien

: perempuan

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 11 Februari 2016, pukul 10.00 WIB, di raung
Wijaya Kusuma atas, RSUD Kardinah
A. Kesan Umum
Kesadaran: Compos Mentis, tampak lemas, tampak sesak
B. Tanda Vital
- Tekanan darah : 90/60
- Nadi
: 104 x/menit
- Laju nafas
: 36 x/menit
- Suhu
: 35,6 (Axilla)
C. Data Antropometri
o
Berat badan 20,5 kg
o
Tinggi badan 115 cm
o
Lingkar Kepala 49 cm
D. Status Internus
Kepala

: mesosefali

Rambut

: Hitam, lebat, tampak terdistribusi merata, tidak

mudah dicabut
Mata

: Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

oedem palpebra (-/-), mata cekung (-/-)


Hidung

: Bentuk normal, simetris, sekret (-/-)

Telinga

: Bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-)

Mulut

: Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-)

Tenggorok

: Faring hiperemis (-). Tonsil T1-T1, hiperemis (-),

detritus (-), granulasi (-)


Leher

: Simetris, pembesaran KGB (-)

Axilla

: Pembesaran KGB (-)

Thorax

: Dinding thorax normothorax dan simetris

Pulmo

Inspeksi

: Pergerakan dinding thorax kiri-kanan

simetris, retraksi (-)

Palpasi

: Stem fremitus tidak dilakukan

Perkusi

: Sonor pada seluruh lapang paru kiri-

kanan

Auskultasi : Suara nafas vesikuler menurun sebelah


kanan, rhonki (+/-), wheezing (-/-)

Cor

Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS IV midklavikula

sinistra

Perkusi

: Sulit dinilai

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),


gallop (-)

Abdomen

o Inspeksi

: datar dan simetris.

o Auskultasi : Bising usus (+) lemah


o Palpasi

: turgor kembali < 2 detik, hepar lien tidak

membesar.
o Perkusi

: Redup di ke 4 kuadran abdomen.

Inguinal

: Pembesaran KGB (-)

Genitalia

: tidak ada kelainan

Anorektal

: tidak ada kelainan

Ekstremitas

Superior
Akral Dingin
Akral Sianosis
CRT
Oedem
IV.

Inferior
-/-/<2
-/-

-/-/<2
-/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium 07/02/2016 09.30
Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Diff Count
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil

Hasil
2.3
4.2
11
137
75.7
26
34.4
137
64.6
54.3
6.5
0
0.4

Hematologi
Satuan
1000/ul
1000.000/ul
g/dl
%
U
Pcg
g/dl
1000/ul
%
%
%
%
%

Rujukan
5.0 13.0
3.8 5.8
10,7 14,7
34 40
90-96
28-39
23-36
150 400
50-70
35-40
2-8
2-4
0-1

Pemeriksaan Laboratorium 08/02/2016 14.46


Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH

Hasil
4.5
5.1
13.2
37.5
73.2
25.8

Hematologi
Satuan
1000/ul
1000.000/ul
g/dl
%
U
Pcg

Rujukan
5.0 13.0
3.8 5.8
10,7 14,7
34 40
90-96
28-39

MCHC
Trombosit

35.2
58

g/dl
1000/ul

23-36
150 400

Pemeriksaan Laboratorium 09/02/2016 11.42


Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit

Hasil
5.9
5.0
12.8
34.8
70.2
25.8
36.8
35

Hematologi
Satuan
1000/ul
1000.000/ul
g/dl
%
U
Pcg
g/dl
1000/ul

Rujukan
5.0 13.0
3.8 5.8
10,7 14,7
34 40
90-96
28-39
23-36
150 400

Pemeriksaan Laboratorium 10/02/2016 14.41


Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit

Hasil
5.7
4.5
11.5
31.0
69.0
25.6
37.1
44

Hematologi
Satuan
1000/ul
1000.000/ul
g/dl
%
U
Pcg
g/dl
1000/ul

Rujukan
5.0 13.0
3.8 5.8
10,7 14,7
34 40
90-96
28-39
23-36
150 400

Feses Rutin
Makroskopis
Konsistensi

Lembek

Warna

Kuning

Lendir

Negatif

Darah

Negatif

Lembek s/d lambat

Negatif

Mikroskopis
Leukosit

Negatif

Negatif

Eritrosit

Negatif

Negatif

Epitel

Silinder

Negatif

Yeast

Negatif

Amoeba

Negatif

Telur cacing

Negatif

Karbohidrat

Positif

Lemak

Negatif

Protein

Negatif

Bakteri

Negatif

V.

PEMERIKSAAN KHUSUS
A. Data Antropometri
Anak perempuan usia 5 tahun 6 bulan
Berat badan 20,5 kg
Tinggi badan 115 cm
Lingkar Kepala 49 cm
B. Pemeriksaan Status Gizi

Negatif

Negatif

BB/U= 20,5/19x100% =107% (berat badan baik menurut umur)


TB/U = 115/111x 100% = 103% (Tinggi badan baik menurut umur)
BB/TB = 20,5/20x 100% = 102% (Gizi baik)
Kesan : Status gizi baik

C. Lingkar Kepala (Kurva Nellhaus)

Kesan : mesosefali
VI.

VII.

DAFTAR MASALAH
Demam
Perdarahan
Sesak
Nyeri perut
Trombositopenia < 100,000
BAB keluar cacing
Status gizi baik
DIAGNOSIS BANDING
A. Demam
Dengue Haemorrhagic Fever
Typhoid Fever
Malaria

B. Status gizi
Gizi Baik
Gizi kurang
Gizi buruk
C. BAB keluar cacing
Ascariasis
Enterobiasis
Cacing tambang

VIII. DIAGNOSIS KERJA


A. Dengue Shock Syndrome dengan Efusi Pleura Dextra
B. Status gizi baik
C. Suspek Enterobiasis
IX.
PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
IVFD RD 500 ml 15 tpm
Inj. Amoxycilin 3 x 500 mg
Inj. Ondancentron 3 x 4 mg
Inj. Extra Lasix 2 x 10 mg
P.O. Paracetamol syr. 3 x
P.O. Psidii 3 x 1
Pyrantel Pamoat 1x200mg
b. Non-medikamentosa
- Pengawasan keadaan umum dan tanda vital
- Kebutuhan Cairan 1500 cc
- Diet : 3 x nasi lunak
Kalori : 1500 kkal
1 x buah
Protein : 40 gram
3 x sayur dan lauk
Edukasi : perbanyak istirahat dan meningkatkan frekuensi minum, serta makanmakanan bergizi sesuai usia dan berat badan
X.

PROGNOSIS

XI.

Quo ad vitam
Quo ad santionam
Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

SARAN PEMERIKSAAN
Cek darah rutin ulang
D- Dimer
PT dan APTT
Fungsi hepar

II.

Fungsi ginjal
Roentgen Thorax
Feses rutin ulang
Perianal Swab

FOLLOW UP

Tanggal

07 Februari 2016 (IGD) 08.40

08 Februari 2016

Demam sejak 3 hari SMRS, demam


S

dirasakan naik turun. Nyeri perut, kepala

Mual Muntah, akral hangat

pusing, mual dan muntah, bab cair


Nadi: 105x/m, RR: 45x/m, S: 36,8 C
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), wh(-/-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: datar, BU(+), NT Epigastrium
O

(+)
Ekstremitas: oedem (-), akral hangat
Ptekie (+) di ekstremitas bawah
Lab:
Hb: 11,0
Ht: 32
Leukosit: 2300
Trombo: 137.000
Demam dengue

Medikamentosa
P

Tanggal

IVFD RL 20 TPM
Parasetamol 3x500 mg
Stimuno Syrup 1x1cth

09 Februari 2016

Nadi: 110x/m, RR: 40x/m, S: 36,5 C


Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), wh(-/-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: datar, BU(+), NT Epigastrium
(+)
Ekstremitas: oedem (-), akral hangat
Ptekie (+) di ekstremitas bawah

Observasi Febris suspek demam dengue

Medikamentosa
Th/ Lanjutkan
+ Inj Ondansentron mg/8mg
Cek

Darah Rutin
Feses Rutin
10 Februari 2016 00.30

BAB berwarna merah segar 1x semalam,


S

keluar uget-uget
Mual (+) muntah (-)
Demam (-)

Kepala sakit, tidak bisa tidur, rewel

Nadi: 114x/m, RR: 22x/m, S: 36,5 C


KU: Compos Mentis
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), wh(-/-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: datar, BU(+), NT Epigastrium

Nadi: 98x/m, RR: 28x/m, S: 36,0 C

(+)
Ekstremitas: oedem (-), akral dingin(-),
CRT > 2 Ptekie (+) di tangan kiri
Lab:
Hb: 13,2
Ht: 37,5
Leukosit: 4500
Trombo: 58.000
A

DHF

IVFD RD 20 tpm
Ranitidin 2x1/2 cth
Pct 3x1/2 tablet
Stimuno Syr 1x1
Extra sanmol 200mg IV
IVRD RD 200cc/jam

Lapor dr jaga:

Exra Stesolid Supp 10mg

(50tts/jam)
Cek:
Darah Rutin
Feses Rutin

Tanggal

10 Februari 2016

11 Februari 2016

Tampak gelisah dan ucat, akral dingin,

Tampak sesak, BAB cair 2x warna

nafas cepat, Mual (+) muntah, BAB

kecokelatan sedikit hitam dengan ampas,

keluar uget-uget

ada uget2nya

Nadi: 122x/m, RR: 30x/m, S: 35,4 C


Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Paru : SN Vesikular lemah di kanan,

Rh(-/-), wh(-/-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: datar, BU(+), NT Epigastrium
(+)
Ekstremitas: oedem (-), akral hangat
Lab: Hb 12,8
Leuko: 5,9
HT: 34,8
35.000

A
P

DSS
Efusi Pleura Kanan

02 nasal kanul 2 l/m


Haes 400 ml
secepatnya, setelah itu
2 line RL 5 cc/jam dan

Nadi: 104x/m, RR: 36x/m, S: 35,6 C


Thorax: s1/s2 regular, m (-), G (-)
Snv menurun di kanan, Rh +/-, Wz -/Abdomen: ascites (+), bu, nt
Ekst: oedem (-), akral hangat
Lab: (post Haess 400)
Hb: 11, 5
Leuko: 5,7
Ht: 31
Trombosit: 44.000

DSS
Efusi Pleura Kanan

IVFD RD 15 tpm
Amoxicillin 3x50 mg
Vit c 1x100mg
Psidii syr 3x1

RD 5cc/jam
Metilprednisolon 12,5

mg
Amoxicillin 3x500mg
Vit C 1x100mg
Stimuno Syr 1x1
Pct tab 3x1/2 tab

Pyrantel Pamoat 1x200mg


Extra Lasix 15 mg IV
Stimuno Syr 1x1
Pct tab 3x1/2 tab

Tanggal

12 FEbruari 2016

13 Februari 2016

Demam membaik

Nadi: 124x/m, RR: 20x/m, S: 36,8 C


Paru: SN Vesikular menurun sebelah
kanan, Rh (+/-), wh(-/-)
Jantung: S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: BU (+), NT (-), ascites
berkurang
Ekstremitas: oedem (+), akral
dingin(-)

Nadi: 124x/m, RR: 26x/m, S: 37 C


KU: sopor, tampak lemas letargi,
tidak ada perdarahan.
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), wh(-/-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: datar, BU(+), Nt Ekstremitas: oedem (+), akral
dingin(-)

DSS
Efusi Pleura dekstra

DSS (shock teratasi)

IVFD RD 15 tpm
Amoxicillin 3x500mg
VIt C 1x100mg
Psidii syr 3x1 cth
Stimuno Syr 1x1
Pct tab 3x1/2 tab

BLPL:
Pyrantel Pamoat 1x200mg
Psidii syrup 3x1 cth
PCT Tab 3x1/2 tab
Stimuno Syr 1x1 cth

ANALISA KASUS
Diagnosis Dengue Shock Syndrome, efusi pleura, edema paru, dan status
gizi diambil berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik yang dilakukan.
1. Dengue Shock Syndrome disertai efusi pleura
Masalah

Interpretasi

Anamnesis

Orang

tua

pasien

mengatakan

demam anaknya dirasakan tinggi namun

Kriteria DBD menurut WHO :

tidak

diukur,

hanya

menggunakan

perabaan tangan, demam dirasakan naik

Klinis
o

Demam tinggi

turun. Naik ketika malam hari, turun jika

tanpa

menjelang pagi.

orang tua pasien juga mengeluhkan

berlangsung
o

sejak 3 hari SMRS, muntah sebanyak 3

bendung

tidak ada darah. Menurut orang tua

terjadi penurunan berat badan. Orang tua


pasien

menyangkal

adanya

riwayat

mimisan, dan gusi berdarah.


Pemeriksaan Fisik
Nadi: 104x/m, RR: 36x/m, S: 35,6 C
Thorax: s1/s2 regular, m (-), G (-)
Snv menurun di kanan, Rh +/-, Wz -/Abdomen: ascites (+), bu, nt
Ekst: oedem (-), akral hangat
Pemeriksaan Penunjang
Hb 12,8
Leukosit: 5,9
HT: 34,8
Trombosit: 35.000

2. Status Gizi Baik

termasuk
positif,

*uji
petekie,

gusi, hematemesis, dan / melena.


o

mengatakan

demam namun menurut keluarga tidak

manifestasi

ekimosis, epistaksis, perdarahan

pasien volume cairan yang keluar dari

Pasien tidak nafsu makan sejak mulai

jelas,

terus-menerus

Terdapat
perdarahan,

kali berisi air dan makanan, warna coklat,

bahwa perutnya juga dirasakan sakit.

yang

selama 2-7 hari, biasanya bifasik.

anaknya merasakan mual dan muntah

muntah sebanyak 500 cc.

Orang tua pasien

sebab

mendadak,

Hepatomegali.

Laboratorium
o Trombositopenia

(jumlah

trombosit < 100.000/ml).


o Hemokonsentrasi,

dilihat

dari

peningkatan hematokrit >20%


menurut standar umur dan jenis
kelamin.

Pada Pasien ini sebelumnya ditemukan


akral yang dingin disertai sesak, pada
pemeriksaan didapatkan suara napas
vesikuler yang menurun dan adanya
ronkhi pada paru.

Masalah

Interpretasi

Anamnesis

Ibu mengaku memberikan ASI dan


PASI sejak lahir sampai usia 6
bulan
Usia 5 bulan anak diberikan ASI
dan bubur susu
Usia 8 bulan diberikan ASI dan
bubur tim
Usia 1 tahun diberikan makanan
lunak dan pisang yang dilumatkan
Usia 2 tahun anak telah makan
nasi, lauk pauk dan sayur.
Anak sulit makan, makan sehari 3x
namun jumlahnya sedikit
Kesan: Kualitas makanan baik,
namun kuantitas makanan kurang
baik
Pemeriksaan Fisik

Pada pasien ini kualitas


makanan baik namun kuantitas
makanan kurang baik

Pada pemeriksaan fisik status gizi

BB/U= 20,5/19x100% =107%

didapatkan berat badan menurut umur

TB/U = 115/111x 100% = 103%

cukup, tinggi badan per umur cukup,

BB/TB = 20,5/20x 100% = 102%

dan gizi sesuai berdasarkan berat badan


per tinggi badan, maka pasien ini
masuk dalam kategori gizi baik.

3. Suspek Enterobiasis
Sudah

sebulan

mengeluhkan

ini
BAB

mengeluarkan
(cacing).
mengeluhkan

pasien Gejala Enterobiasis


sering

uget-uget

Pasien
sering

juga
gatal

dibagian anusnya saat malam


hari. Pasien selalu rewel saat

Rasa gatal hebat di sekitar anus

Rewel (karena rasa gatal dan tidurnya pada


malam hari terganggu)

Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal


yang timbul pada malam hari ketika
cacing betina dewasa bergerak ke

daerah anus dan menyimpan telurnya di


sana)

malam hari. Sudah diberikan


obat

cacing,

tetapi

tidak

membaik

Nafsu makan berkurang, berat badan


menurun (jarang terjadi, tetapi bisa terjadi
pada infeksi yang berat)

Rasa gatal atau iritasi vagina (pada


anak perempuan, jika cacing dewasa masuk
ke dalam vagina)

Kulit disekitar anus menjadi lecet, kasar,


atau terjadi infeksi (akibat penggarukan).

Pemeriksaan Penunjang
Feses Rutin (-)

Perlu dilakukan pemeriksaan lain berupa


perianal swab, agar dapat melihat jenis
cacing yang teradapat pada pasien

TINJAUAN PUSTAKA
Demam Dengue

Definisi
Demam Dengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4, dan ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes
aegypti atau Aedes albopictus. Dari 4 serotipe dengue yang terdapat di Indonesia,
DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus
berat, diikuti dengan serotipe DEN-2. World Health Organization - South-East
Asia Regional Office (WHO-SEARO) melaporkan bahwa pada tahun 2009
terdapat 156052 kasus dengue dengan 1396 jumlah kasus kematian di Indonesia
dan case-fatality rates (CFR) 0.79%.
Epidemiologi
DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini DBD
lebih banyak pada anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini DBD terlihat
kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok
umur ini mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan

transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan untuk tertularnya virus dengue


lebih besar, dan juga karena adanya infeksi virus dengue jenis baru yaitu DEN 1,
DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang sebelumya belum pernah ada pada suatu daerah.
Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur memperlihatkan
jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (8695%). Namun pada wabah-wabah selanjutnya jumlah penderita yang digolongkan
dalam usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia penderita DBD terbanyak pada
golongan anak berumur 5-11 tahun.
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat
dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang
tinggi dengan suhu yang rendah perkembangbiakan Aedes aegypti tidak
sempurna. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di
Surabaya dan Jakarta tahun 1968 angka kejadian sakit infeksi virus dengue
meningkat dari 0,05 per 100.000 penduduk menjadi 35,19 per 100.000 penduduk
tahun 1998. Sampai saat ini DBD telah ditemukan diseluruh propinsi di Indonesia.
Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam
grup B Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family
flaviviridae, yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN
4. Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit
pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama
terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga
merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat
keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita
banyak yang meninggal.
Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya.
Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah

urban) sedangkan daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut
berperan dalam penularan.
Patogenesis
Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah
adanya perembesan plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi
sebagai peningkatan hematokrit dan trombositopenia. Adanya perembesan plasma
ini membedakan demam dengue dan demam berdarah dengue. Teori enhancing
antibody dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting untuk
dipahami. Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari
serotipe berbeda dapat memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan
hasil laboratorium hanya berlaku pada anak berumur diatas 1 tahun. Pada
pemeriksaan uji HI, DBD berat pada anak dibawah 1 tahun ternyata merupakan
infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig G anti dengue dari ibu. Dari
observasi ini, diduga kuat adanya antibodi virus dengue dan sel T memori
berperan penting dalam patofisiologi DBD.

Teori enhancing antibody akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotrpik


selama perjalanan infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel

mononuklear yang terinfeksi virus dengue. Berdasarkan data epuidemiologi dan


studi in vitro, teorui ini saat ini dikenal sebagai antibody dependent
enhancement (ADE) yang dianut untuk menjelaskan patogenesis DBD/DSS.
Hipotesisi ini juga mendukung bahwa pasien yang menderita infeksi sekunder
dengan serotipe virus dengue heterolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami
DBD dan DSS.
Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup respon
imun meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999)
menjelaskan bahwa kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder
dengue terjadi akibat efek sinergistik dari IFN-, TNF- dan protein kompleman
teraktivasi pada sel endotelial di seluruh tubuh.
Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus
membentuk kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor
Fc monosit (makrofag). Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini
melalui antigen MHC memicu limfosit T (CD4 dan CD 8) sehingga terjadi
pelepasan sitokin (IFN-) yang mengaktivasi sel lain termasuk makrofag sehingga
terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian reaksi ini
memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi
platelet, produksi sitokin (TNF, IL-1,IL-6) akan menyebabkan eksaserbasi
kaskade inflamasi.

Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue


Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi
dengue, yaitu
1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi
2. Fase kritis/ perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan plasma
dengan
derajat bervariasi pada efusi pleura dan asites
3. Fase recovery/ penyembuhan/ convalescence: perembesan plasma mendadak
berhenti
disertai reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue
dapat terjadi asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik terbagi
menjadi undifferentiated fever (sindrom infeksi virus) dan demam dengue (DD)
sebagai infeksi dengue ringan; sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam

berdarah dengue (DBD) dan expanded dengue syndrome atau isolated


organopathy. Perembesan plasma sebagai akibat plasma leakage merupakan tanda
patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta manifestasi yang tidak
lazim dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome atau isolated
organopathy. Secara klinis, DD dapat disertai dengan perdarahan atau tidak;
sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak.

a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)


Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan
penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular, timbul
saat demam reda. Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering
dijumpai.
b. Demam dengue (DD)
Anamnesis: demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot &
sendi/tulang, nyeri retroorbital, photophobia, nyeri pada punggung, facial flushed,

lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan depresi
umum.
Pemeriksaan fisik

Demam: 39-40C, berakhir 5-7 hari


Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan), leher,

dan dada
Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform
Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian dorsal,

lengan atas, dan tangan


Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada kulit

yg normal, dapat disertai rasa gatal


Manifestasi perdarahan
o Uji bendung positif dan/atau petekie
o Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran cerna
(jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan trombositopenia)

c. Demam berdarah dengue


Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis, dan
masa penyembuhan (convalescence, recovery).
Fase demam

Anamnesis
Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40C, serta terjadi kejang demam.
Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri
tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan
nyeri perut.

Pemeriksaan fisik
o Manifestasi perdarahan

Uji bendung positif (=10 petekie/inch) merupakan manifestasi


perdarahan yang paling banyak pada fase demam awal.
Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena.
Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.
Epistaksis, perdarahan gusi
Perdarahan saluran cerna
Hematuria (jarang)
Menorrhagia
o Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan
fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal,
perembesan plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal),
hipovolemia, dan syok, karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga
pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa transisi
dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence)
ditandai dengan,

Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar


Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada
dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus

= RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.


Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang

merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma


Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran,
sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi,

tekanan nadi =20 mmHg, dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral


dingin, capillary refill time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (<

1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.


Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan
elektrolit, kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok
tidak dapat segera diatasi.

Fase penyembuhan (convalescence, recovery)


Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan kembali
merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum dapat
ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial rash
seperti pada DD.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
1. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit,
dan trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan
akan menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6. Deteksi antigen
virus ini dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi
dengue, namun tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD.
2. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue

Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit,
mencapai puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/

menghilang pada akhir minggu keempat sakit.


Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari
sakit ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan

pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2.
Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi
sekunder. Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi primer namun
apabila IgM:IgG rasio <1,2 menunjukkan infeksi sekunder.

Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas
indikasi,
Distres pernafasan/ sesak
Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan
radiologis terjadi apabila pada perembesan plasma telah mencapai 20%-40%
Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai
edema paru
karena overload pemberian cairan.
Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru terutama
daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang
kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura.
Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding
vesika felea, dan dinding buli-buli.
Diagnosis
Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium
(WHO, 2011).
Kriteria klinis

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus

selama 2-7 hari


Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura,

ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena


Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (=20
mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.

Kriteria laboratorium

Trombositopenia (=100.000/mikroliter)
Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% dari nilai
dasar / menurut standar umur dan jenis kelamin

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan,

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/


peningkatan hematocrit >20%.
Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma
Dijumpai tanda perembesan plasma
o Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)
o Hipoalbuminemia
Perhatian
o Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang
jelas, mendukung diagnosis DSS.
o Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok
sepsis.

Tatalaksana

Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau cairan oral
apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam

Medikamentosa
o Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan
aspirin.
o Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya
antasid, anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam
hati.
o Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat

perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.


o Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
Supportif
Cairan: cairan peroral + cairan intravena rumatan per hari + 5% defisit
Diberikan untuk 48 jam atau lebih
Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma,
sesuai keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematocrit.

Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan +
deficit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.

DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV)

Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah

didapat cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III


Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat

diberikan
bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil

laboratorium yang tidak normal


Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah

review
hematokrit sebelum resusitasi)
Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena

pusat / jalur arteri)


Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah

Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila
pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan
darurat atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau
setelah gagal pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan
secara cepat dalam 2-5 menit.
Fase Recovery
Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta monitor
tiap 12-24 jam.
Indikasi untuk pulang
Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut.

Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik


Nafsu makan telah kembali
Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi

teratur
Diuresis baik
Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
Trombosit >50.000 /mm

Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada umumnya jumlah trombosit akan
meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.

Infeksi Cacing Kremi12,13


Definisi
Infeksi Cacing Kremi (Oksiuriasis, Enterobiasis) adalah suatu infeksi parasit
yang
terutama
menyerang
anak-anak,
dimana
cacing Enterobius
vermicularis tumbuh dan berkembangbiak di dalam usus.

Perjalan penyakit
Cacing Enterobius vermicularis menyebabkan infeksi cacing kremi yang
disebut juga enterobiasis atau oksiuriasis. Infeksi biasanya terjadi melalui 2 tahap.
Pertama, telur cacing pindah dari daerah sekitar anus penderita ke pakaian, seprei
atau mainan. Kemudian melalui jari-jari tangan, telur cacing pindah ke mulut anak
yang lainnya dan akhirnya tertelan. Telur cacing juga dapat terhirup
dari udara kemudian tertelan. Setelah telur cacing tertelan, lalu larvanyamenetas
di dalam usus kecil dan tumbuh menjadi cacing dewasa di dalam usus
besar (proses pematangan ini memakan waktu 2-6 minggu). Cacing dewasa betina
bergerak ke daerah di sekitar anus (biasanya pada malam hari) untuk menyimpan
telurnya di dalam lipatan kulit anus penderita. Telur tersimpan dalam suatu bahan
yang lengket. Bahan ini dan gerakan dari cacing betina inilah yang menyebabkan
gatal-gatal. Telur dapat bertahan hidup diluar tubuh manusia selama 3 minggu
pada suhu ruangan yang normal. Tetapi telur bisa menetas lebih cepat
dancacing muda dapat masuk kembali ke dalam rektum dan usus bagian bawah.
Gejala
Gejalanya berupa:

Rasa gatal hebat di sekitar anus

Rewel (karena rasa gatal dan tidurnya pada malam hari terganggu)

Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari
ketika cacing betina dewasa bergerak ke daerah anus dan
menyimpan telurnya di sana)

Nafsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang terjadi, tetapi bisa
terjadi pada infeksi yang berat)

Rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika cacing dewasa
masuk ke dalam vagina)

Kulit di sekitar anus menjadi lecet, kasar, atau terjadi infeksi (akibat
penggarukan).

Komplikasi
1. Salpingitis (peradangan saluran indung telur)

2. Vaginitis (peradangan vagina)


3. Infeksi ulang.

Diagnosis
Cacing kremi dapat dilihat dengan mata telanjang pada anus penderita,
terutama dalam waktu 1-2 jam setelah anak tertidur pada malam hari. Cacing
kremi berwarna putih dan setipis rambut, mereka aktif bergerak.
Telur maupun cacingnya bisa didapat dengan cara menempelkan selotip di
lipatan kulit di sekitar anus, pada pagi hari sebelum anak terbangun. Kemudian
selotip tersebut ditempelkan pada kaca objek dan diperiksa dengan mikroskop.
Pengobatan
Infeksi cacing kremi dapat disembuhkan melalui pemberian dosis tunggal
obat
anti-parasit mebendazole, albendazole atau pirantel
pamoat.
Seluruh
anggota keluargadalam
satu rumah harus
meminum obat tersebut
karena infeksi ulang bisa menyebar dari satu orang kepada yang lainnya. Untuk
mengurangi rasa gatal, bisa dioleskan krim atau salep anti gatal ke daerah
sekitar anus sebanyak 2-3 kali/hari. Meskipun telah diobati, sering
terjadi infeksi ulang karena telur yang masih hidup terus dibuang ke
dalam tinja selama seminggu setelah pengobatan. Pakaian, sepreidan mainan anak
sebaiknya sering dicuci untuk memusnahkan telur cacing yang tersisa.
Langkah-langkah
umum
yang
mengendalikan infeksi cacing kremi adalah:

dapat

dilakukan

1. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar


2. Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku
3. Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu
4. Mencuci jamban setiap hari
5. Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jarijari tangan dan setiap benda yang dipegang/disentuhnya
6. Menjauhkan tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut.

untuk

Pencegahan
Sangat penting untuk menjaga kebersihan pribadi, dengan menitikberatkan kepada
mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan.
Pakaian dalam dan seprei penderita sebaiknya dicuci sesering mungkin dan
dijemur matahari.

DAFTAR PUSTAKA

1. World

Health

Organization-South

East

Asia

Regional

Office.

Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and


Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011.p.1-67.
2. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue Clinical Guidance.
Updated

2010

sept

1.

Available

from:

http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab /clinical.html.
3. Dengue Hemorrhagic Fever. Diagnosis, treatment prevention and control.
Edisi kedua. WHO, Geneva, 1997.
4. WHO. Dengue for Diagnosis, treatment, prevention and control. 2009:1146
5. Holiday MA, Segar WE. Maintenance need for water in parenteral fluid
therapy. Pediatrics 1957;19:823
6. Demam Berdarah Dengue. Naskah lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tata laksana
Kasus DBD. Hadinegoro SR, Satari HI, penyunting. Balai Penerbit,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2005
7. Krishnamurti C, Kalayanarooj S, Cutting MA, et al. Mechanisms of
hemorrhage
in Dengue without circulatory collapse. Am J Trop Med Hyg 2001; 65:
840-7.
8. Srikiatkhachorn A, Krautrachue A, Ratanaprakarn W, et al. Natural history
of
plasma leakage in Dengue hemorrhagic fever: a serial ultrasonographic
study. Pediatr Infect. Dis. J 2007; 26: 283-292.
9. Pancharoen C, Rungsarannont A, Thisyakorn U. Hepatic dysfunction in
Dengue patients with various severity. J Med Assoc Thai 2002 ; 85 (Suppl
1): S298-301.
10. Nguyen TH, Nguyen TL, Lei HY, et al. Volume replacement in infants
with Dengue hemorrhagic fever/Dengue shock syndrome. Am J Trop Med
Hyg 2006; 74: 684-691.
11. Darmowandowo W. Infeksi Virus Dengue. http://www.pediatrik.com/
pkb/061022015303-6l9i130.p
12. Enterobius
Vermicularis.

Avalaible

http://www.cdc.gov/parasites/pinworm/. Acessed on: Feb 17, 2016.

at:

13. Enterobius

Vermicularis

https://web.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2006/Enterobius.htm
Accessed on: Feb 17, 2016.

Anda mungkin juga menyukai