Anda di halaman 1dari 14

PENANGANAN PASIEN SEPSIS DI ICU

PENDAHULUAN
Sepsis menempati urutan ke-10 sebagai penyebab utama kematian di
Amerika Serikat dan penyebab utama kematian pada pasien sakit kritis. Sekitar
80% kasus sepsis berat terdapat di unit perawatan intensif di Amerika Serikat.
Kejadian sepsis meningkat hampir empat kali lipat dari tahun 1979-2000, menjadi
sekitar 660.000 kasus (240 kasus per 100.000 penduduk) sepsis atau syok septik
per tahun (Chen dan Pohan, 2007 ;Cabrera dan Pinsky, 2015).

DEFINISI
Sepsis didefinisikan keadaan yang menunjukkan adanya infeksi yang
bersamaan dengan manifestasi sistemik yang dinamakan sindroma respon
inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome). Sindroma respon
inflamasi sistemik adalah sindroma dengan adanya dua atau lebih: 1. Temperatur
lebih dari 38C atau kurang dari 36C; 2. Denyut nadi lebih dari 90x/menit; 3.
frekuensi pernapasan lebih dari 20x/menit; 4. Leukosit lebih dari 12.000/mm3
atau kurang dari 4.000/mm3 atau sel batang immature lebih dari 10%.

Severe

sepsis (sepsis berat) merupakan keadaan yang menunjukan adanya sepsis yang
ditambah dengan disfungsi organ atau hipoperfusi jaringan. Organ disfungsi dapat
didefinisikan sebagai abnormal koagulasi, trombositopenia, acute lung injury,
gagal ginjal, gagal jantung, kelainan hati, atau hipoperfusi dengan asidosis laktat.
Syok septik merupakan sepsis yang disertai tekanan sistolik kurang dari 90 mm
Hg, dengan mean arterial pressure (MAP) kurang dari 65 mmHg atau penurunan
tekanan sistolik sebesar 40 mmHg meskipun sudah diresusitasi dengan terapi
cairan (Delinger et al., 2016).
Berikut kriteria diagnosis dari sepsis (Tabel 1 dan 2).

SISTEM GRADING OF RECOMMENDATIONS


Sistem GRADE untuk memandu penilaian kualitas bukti (avidence based) dari
kualitas bukti as high (grade A), moderate (grade B), low (grade C), or very low
(grade D) dan ungrade (UG). Untuk menentukan kekuatan rekomendasi, sistem

GRADE mengklasifikasikan sebagai rekomendasi kuat (kelas 1) atau rekomendasi


lemah (kelas 2).
PENATALAKSANAAN
Resusitasi awal
Pada pasien sepsis dengan hipotensi (hipotensi yang menetap setelah
pemberian cairan awal atau konsentrasi laktat darah 4 mmol/L). Protokol ini
harus segera dilakukan secepatnya setelah hipoperfusi dideteksi dan tidak boleh
menunda untuk perawatan ruang ICU. Selama 6 jam pertama resusitasi, goal dari
initial therapy sepsis-induced hypoperfusion harus mencakup semua yang
merupakan bagian dari protocol (grade 1C), yaitu:
a)
b)
c)
d)

CVP 812 mm Hg
MAP 65 mm Hg
Urine output 0.5 mL/kg/hr
Superior vena cava oxygenation

saturation (Scvo2) atau

mixed

venous oxygen saturation (SvO2) 70% atau 65%, masing-masing.


Resusitasi ditujukkan untuk menormalkan kadar laktat darah yang tinggi,
dimana peningkatan kadar laktat merupakan tanda dari hipoperfusi. Dalam studi
acak terkontrol satu center, resusitasi awal akan meningkatkan kelangsungan
hidup bagi pasien emergensi yang mengalami syok septik . Percobaan multicenter
dari 314 pasien dengan sepsis berat di delapan pusat kesehatan Cina melaporkan
17,7% pengurangan 28-hari kematian (tingkat kelangsungan hidup, 75,2%).
Selama 6 pertama jam resusitasi jika ScvO2 kurang dari 70% atau setara dengan
SvO2 kurang dari 65% perfusi jaringan yang berkurang, infus dobutamin
dianjurkan hingga maksimum 20 mg / kg / min atau transfusi Pack Red Cell
untuk mencapai hematokrit lebih besar dari atau sama dengan 30% untuk
mencapai tujuan ScvO2 atau SvO2 (Dellinger et al., 2012).
Diagnosis
Kultur yang sesuai sebelum terapi anti-mikroba dimulai jika kultur
tersebut tidak menyebabkan penundaan pengobatan yang signifikan (> 45 menit)
di awal pemberian antimikroba (grade 1C). Untuk mengoptimalkan identifikasi

organisme penyebab, direkomendasikan untuk mengambil setidaknya dua set


kultur darah (baik botol aerobik dan anaerobik) sebelum terapi antimikroba,
dengan setidaknya satu diambil secara percutaneous dan vaskular. Kultur darah ini
dapat diambil pada saat yang sama jika dilakukan dari lokasi yang berbeda. Kultur
dari tempat lain seperti urine, cairan serebrospinal, luka, sekret pernapasan, atau
cairan tubuh lain yang mungkin sumber infeksi, harus dilakukan sebelum terapi
antimikroba jika hal itu tidak menyebabkan keterlambatan yang signifikan dalam
pemberian antibiotic (Dellinger et al., 2012).
Terapi antimikroba
Goal terapi adalah pemberian anti mikroba intravena yang efektif dalam
satu jam pertama setelah diketahui syok septik dan sepsis berat tanpa syok septic.
Penatalaksanaan dalam memperlancar pembuluh darah dan resusitasi cairan yang
agresif merupakan prioritas pertama ketika menangani pasien dengan sepsis berat
atau syok septik. Infus yang cepat dari agen antimikroba juga harus menjadi
prioritas. Pada syok septik, penundaan setiap jam dalam pemberian anti mikroba
dikaitkan dengan angka mortalitas. Pemberian agen antimikroba dengan spektrum
luas efektif dalam 1 jam pertama dalam penatalaksanaan sepsis berat dan syok
Terapi awal empiris anti infeksi yaitu satu atau lebih obat yang memiliki efek
terhadap semua kemungkinan patogen (bakteri dan / atau jamur atau virus) dan
masuk dalam konsentrasi yang memadai ke jaringan yang dianggap menjadi
sumber sepsis (Dellinger et al., 2012).
Patogen yang paling umum yang menyebabkan syok septik pada pasien
rawat inap yaitu bakteri Gram-positif, diikuti oleh mikroorganisme bakteri
Gram-negatif dan campuran. Candidiasis, sindrom syok toksik, dan
berbagai patogen yang tidak umum harus dipertimbangkan pada pasien
tertentu terutama berbagai macam patogen potensial untuk pasien
neutropenia. Perlu disadari adanya virulensi dan prevalensi tumbuhnya
Staphylococcus aureus resisten oksasilin (methicillin), dan basil Gramnegatif yang resisten terhadap beta-laktam spektrum luas dan carbapenem
dalam beberapa komunitas dan tempat pelayanan kesehatan. Diseases
Society of America (IDSA) merekomendasikan baik flukonazol atau

echinocandin pada Candidiasis. Faktor risiko untuk candidemia, seperti


imunosupresif atau status neutropenia, terapi antibiotik kolonisasi di
beberapa tempat, juga harus dipertimbangkan ketika memilih terapi awal.
Pasien dengan sepsis berat atau syok septik memerlukan terapi
spektrum

luas

sampai

organisme

penyebab

dan

antimikroba

susceptibilitasnya di ketahui. Segera setelah patogen penyebab telah


diketahui, penyesuaian harus dilakukan dengan memilih agen antimikroba
yang paling sesuai, aman ,dan hemat biaya. Semua pasien harus menerima
dosis penuh setiap agen antimikroba. Pasien dengan sepsis sering memiliki
fungsi ginjal atau hati abnormal yang, membutuhkan penyesuaian dosis
(Dellinger et al., 2012).
Penggunaan level rendah procalcitonin atau biomarker PCR dianjurkan
dalam penghentian antibiotik

pada pasien yang nampak septik, tetapi

tidak memiliki bukti infeksi


Pemberian terapi pasien dengan infeksi berat terkait kegagalan
pernapasan dan syok septik terapi kombinasi dengan perpanjangan
pemberian

beta-laktam

dan

aminoglycoside

atau

fluorokuinolon

dianjurkan untuk bakteremia P. Aeruginosa. Terapi kombinasi, bila


digunakan secara empiris pada pasien dengan sepsis berat, tidak boleh
diberikan selama lebih dari 3 sampai 5 hari. Terapi antivirus bisa dimulai
sedini mungkin pada pasien dengan sepsis berat atau syok septic yang
berasal dari virus. Rekomendasi untuk pengobatan antiviral digunakan
pada: a) pengobatan dini antivirus dicurigai dan ditetapkan influenza di
antara orang dengan influenza yang berat (misalnya, mereka yang penyakit
yang berat, kompleks, atau progresif atau yang membutuhkan perawatan
rumah sakit); b) pengobatan dini antivirus pada orang yang dicurigai dan
ditetapkan influenza antara orang-orang berisiko lebih tinggi terhadap
komplikasi

influenza,

influenza

dan

c)

terapi

dengan

inhibitor

neuraminidase (oseltamivir atau zanamivir) untuk orang dengan influenza


yang disebabkan oleh virus 2009 H1N1, virus influenza tipe A (H3N2),
atau virus influenza B, atau ketika tipe virus influenza atau virus influenza
subtipe A tidak diketahui Peran sitomegalovirus (CMV) dan virus herpes
lainnya sebagai patogen yang signifikan pada pasien sepsis, terutama

mereka yang tidak diketahui immunocompromised berat, masih belum


jelas. Viremia CMV aktif sering terjadi terjadi (15% -35%) pada pasien
sakit kritis, kehadiran CMV dalam aliran darah telah berulang kali
ditemukan menjadi indikator prognosis yang buruk

(Dellinger et al.,

2012).
Kontrol lingkungan
Diagnosis anatomi yang spesifik dari infeksi yang memerlukan pertimbangan
untuk kontrol sumber penyebab (misalnya, infeksi jaringan lunak necrotizing,
peritonitis, cholangitis, infark usus) dicari dan didiagnosis atau diexclude secepat
mungkin, dan intervensi dilakukan untuk kontrol sumber dalam 12 jam pertama
setelah diagnosis dibuat. Prinsip-prinsip mengontrol sumber dalam pengelolaan
sepsis meliputi diagnosis yang cepat dari tempat infeksi dan identifikasi fokus
infeksi sejalan dengan tindakan kontrol sumber (khususnya drainase abses,
debridemen jaringan nekrotik terinfeksi, pengangkatan alat yang berpotensi
terinfeksi, dan kontrol definitif sumber kontaminasi mikroba yang sedang
berlangsung). Fokus infeksi segera sejalan dengan tindakan pengendalian sumber
termasuk abses intraabdominal atau perforasi gastrointestinal, kolangitis atau
pielonefritis, iskemia usus atau infeksi soft tissue yang nekrosis, dan infeksi
lainnya yang mendalam, seperti empiema atau arthritis septik. Fokus infeksius
tersebut harus dikendalikan sesegera mungkin dan mendapat resusitasi awal yang
sukses serta alat akses intravaskuler yang berpotensi menjadi sumber sepsis berat
atau syok septik harus dilepaskan segera setelah membuat jalur lainnya untuk
akses vaskuler (Dellinger et al., 2012).
Pencegahan Infeksi
Selective

oral

decontamination

(SOD)

dan

selective

digestive

decontamination (SDD) harus diperkenalkan dan diteliti sebagai metode untuk


mengurangi kejadian ventilator-associated pneumonia (VAP). Oral chlorhexidine
gluconate (CHG) digunakan sebagai bentuk dekontaminasi orofaringeal untuk
mengurangi risiko VAP pada pasien ICU dengan sepsis (grade 2B) (Dellinger et
al., 2012).

Hemodinamik dan Terapi Adjuvan


Terapi Cairan
Kristaloid digunakan sebagai pilihan cairan awal dalam resusitasi dari
sepsis berat dan syok septik . Pati hidroksietil (HES) digunakan untuk resusitasi
cairan sepsis berat dan septic shock (grade 1B). Penggunaan albumin dalam
resusitasi cairan dari sepsis berat dan syok septik dapat dilakukan ketika pasien
memerlukan sejumlah besar kristaloid (grade 2C) (Dellinger et al., 2012).
Pemberian cairan awal pada pasien dengan sepsis diinduksi hipoperfusi
jaringan dengan kecurigaan hipovolemia untuk mencapai minimal 30 mL /kg
kristaloid (sebagian dari ini mungkin setara albumin) (Dellinger et al., 2012).
Vasopressors
Terapi vasopressor awal menargetkan MAP dari 65 mm Hg (grade 1C).
Norepinefrin sebagai vasopressor pilihan pertama. Epineprine (ditambahkan dan
berpotensi menggantikan norepinefrin) saat agen tambahan diperlukan untuk
mempertahankan tekanan darah yang memadai. Vasopresin (hingga 0,03 U / min)
dapat ditambahkan ke norepinefrin dengan maksud meningkatkan target MAP
atau penurunan dosis norepinefrin (UG). Vasopressin dosis rendah tidak
dianjurkan sebagai vasopressor tunggal awal untuk pengobatan sepsis yang
diinduksi hipotensi dan vasopressin dosis lebih tinggi dari 0,03-0,04 unit / menit
harus disiapkan untuk terapi penyelamatan (kegagalan untuk mencapai MAP
memadai dengan agen vasopressor lain) (UG).
Dopamin dapat digunakan sebagai agen vasopressor alternatif untuk
norepinefrin hanya pada pasien tertentu (misalnya, pasien dengan risiko rendah
takiaritmia dan risiko bradikardi absolut atau bradikardi relatif). Phenylephrine
tidak dianjurkan dalam pengobatan syok septik kecuali dalam keadaan di mana (a)
norepinefrin dikaitkan dengan aritmia yang serius, (b) curah jantung diketahui
tinggi namun tekanan darah terus menerus rendah atau (c) sebagai terapi
penyelamatan bila dikombinasikan inotrope / obat vasopressor dan vasopressin
dosis rendah telah gagal untuk mencapai target MAP (kelas 1C) (Dellinger et al.,
2012).
.

Therapy Inotropic
Infus dobutamin mencapai 20 g/kg/min diberikan atau ditambahkan pada
vasopressor (jika dalam penggunaan) pada keadaan : a) disfungsi myocardial,
seperti yang diperlihatkan oleh peningkatan cardiac filling pressures and cardiac
output yang rendah, atau b) tanda hipoperfusi yang berlangsung terus menerus
daripada memperoleh volume intravascular dan MAP yang adekuat (grade 1C)
(Dellinger et al., 2012).
Dobutamin merupakan inotropik pilihan utama untuk pasien dengan
kardiak output yang rendah. Pasien dengan sepsis yang masih menderita hipotensi
setelah resusitasi cairan mungkin memiliki cardiac output yang rendah, normal,
ataupun

meningkat,

oleh

karena

itu

terapi

dengan

kombinasi

inotropic/vasopressor, seperti epinephrine atau norepinephrine direkomendasikan


jika cardiac output tidak dinilai (British Journal of Anesthesi).
Kortikosteroid
Penatalaksanaan sekarang tidak

menggunakan hidrokortison intravena

sebagai pengobatan pasien syok septik dewasa jika resusitasi cairan yang cukup
dan terapi vasopressor dapat mengembalikan stabilitas hemodinamik (lihat goal
untuk resusitasi awal). Jika hal ini tidak tercapai, kami sarankan hidrokortison
intravena saja dengan dosis 200 mg per hari. Kortikosteroid tidak diberikan untuk
pengobatan sepsis tanpa adanya syok. Steroid dapat diindikasikan dengan adanya
riwayat terapi steroid atau disfungsi adrenal (Dellinger et al., 2012).
Administrasi Produk darah
Setelah hipoperfusi jaringan telah membaik dan dengan tidak adanya
keadaan khusus, seperti iskemia miokard, hipoksemia berat, perdarahan akut, atau
penyakit jantung iskemik, direkomendasikan bahwa transfusi sel darah merah
diberikan hanya ketika konsentrasi hemoglobin menurun hingga <7,0 g / dL
(menargetkan konsentrasi hemoglobin 7,0 -9,0 g / dL pada orang dewasa).
Tidak menggunakan erythropoietin sebagai pengobatan khusus anemia terkait
dengan sepsis berat.Fresh frozen plasma tidak digunakan untuk memperbaiki

laboratorium

dengan kelainan pembekuan. Tidak menggunakan antitrombin

untuk pengobatan sepsis berat dan syok septik.


Pada pasien dengan sepsis berat, pemberian trombosit profilaksis bila
jumlah yang <10.000 / mm3 (10x109/L) tanpa adanya perdarahan jelas. Kami
menyarankan transfusi trombosit profilaksis bila jumlah yang <20.000 / mm3
(20x109/L) jika pasien memiliki risiko yang signifikan pendarahan dan jumlah
trombosit lebih tinggi (50,000/mm3 [50 x 09/L]) disarankan untuk perdarahan
aktif, operasi, atau prosedur invasif.
Ventilasi mekanis Sepsis-Induced ARDS
Target volume tidal yaitu 6 mL/kg prediksi berat badan pada pasien
dengan ARDS sepsis-induced. Tekanan Plateau diukur pada pasien dengan ARDS
dan tujuan batas atas awal untuk tekanan plateu di paru-paru secara pasif
ditingkatkan menjadi 30 cm H2O. Tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP)
diterapkan

untuk

menghindari

kolaps

alveolar

pada

akhir

ekspirasi

(atelectotrauma). Posisi pasien dengan ventilasi mekanik dengan kepala


ditinggikan 30-45 derajat untuk membatasi risiko aspirasi dan untuk mencegah
perkembangan ventilator-associated pneumonia. Pasien menjalani uji pernapasan
spontan teratur untuk mengevaluasi kemampuan untuk menghentikan ventilasi
mekanis ketika mereka memenuhi kriteria sebagai berikut: a) arousable; b)
hemodinamik stabil (tanpa agen vasopressor); c) tidak ada kondisi yang
berpotensi serius; d) kebutuhan ventilasi dan tekanan akhir ekspirasi rendah ; dan
e) kebutuhan Fio2 dapat dipenuhi dengan masker atau kanula hidung. Jika
percobaan pernapasan spontan berhasil, pertimbangan untuk ekstubasi.
Sedasi, Analgesia, dan Blok Neuromuskular pada Sepsis
Banyak bukti menunjukkan bahwa membatasi penggunaan obat penenang
pada pasien sakit kritis ventilasi dapat mengurangi durasi ventilasi mekanis di
ICU. NMBAs dihindari jika mungkin dalam pasien septik tanpa ARDS akibat
risiko berkepanjangan blok neuromuskular. Indikasi yang paling umum untuk
digunakan NMBA di ICU adalah untuk memfasilitasi ventilasi mekanis, agen ini

dapat meningkatkan kepatuhan dinding dada, mencegah pernapasan yang tidak


sinkron, dan dapat mengurangi konsumsi oksigen dengan mengurangi kerja otot
pernapasan.
Kontrol Gula Darah
Direkomendasikan pendekatan manajemen glukosa darah pada pasien ICU
dengan sepsis berat, dimulai dosis insulin ketika kadar glukosa darah dua kali
berturut-turut adalah > 180 mg / dL. Pendekatan ini harus menargetkan upper
kadar glukosa darah 180 mg / dL daripada target atas glukosa darah 110 mg /
dL. Nilai glukosa darah dipantau setiap 1 sampai 2 jam sampai kadar glukosa
stabil.

Profilaksis Stres ulkus


H2 blocker atau proton pump inhibitor diberikan kepada pasien dengan sepsis berat /
syok septik yang memiliki faktor risiko perdarahan

KESIMPULAN

1. Syok septik merupakan sepsis yang disertai tekanan sistolik kurang dari 90
mm Hg, dengan mean arterial pressure (MAP) kurang dari 65 mmHg atau
penurunan tekanan sistolik sebesar 40 mmHg meskipun sudah diresusitasi
dengan terapi cairan.
2. Mikroorganisme penyebab yang paling sering ditemukan pada orang dewasa
adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus
pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering
ditemukan
3. Penanganan shock septic pertama yaitu dengan EDGT, suatu strategi
komprehensif manajemen pasien syok septik terdiri dari beberapa tahapan
yang harus dimulai sejak awal dengan cepat, dan harus lengkap dalam 6 jam
pertama setelah timbulnya sepsis berat ataupun syok sepsis dengan prinsip
skrining onset baru dan kegagalan organ akhir, implementasikan resusitasi
SSC dan manajemen cardiac volume belum perlu EGDT, lanjutkan resusitasi
cairan yang agresif sampai 40 ml/kg dan implementasi EGDT

DAFTAR PUSTAKA

Chen, K dan H.T Pohan. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru
W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati,
Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 187-9.
Kalil, A. 2015. Septic Shock. Avaible at: http://emedicine.medscape.com/
article/168402
Angus, C.A. dan TVD Poll. 2013. Severe Sepsis and Septic Shock. The new
england journal of medicine. Vol 369. No. 9. Hal. 840-851.
Dellinger, RP, MM Levy, A Rhodes, D Annane, H. Gerlach, et al. 2013. Surviving
Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe
Sepsis and Septic Shock, 2012. Intensive Care Medicines. Vol. 39 Hal.
165228.
Nguyen, HB, EP Rivers, FM Abrahamian, GJ Moran, E Abraham, et al. 2006.
Severe Sepsis and Septic Shock: Review of the Literature and Emergency
Department Management Guidelines. Annals of Emergency Medicine. Vol
48. No 1.
Hauser GJ. 2007. Early goal directed therapy of pediatric septic shock in the
emergency department. Israeli journal of emergency medicine. 2007;2:7.
Kurosawa, DJS, MF Osuchowski, C Valentine, S Kurosawa1, dan DG Remick.
2011. The Pathogenesis of Sepsis. Annu Rev Pathol. Vol 6. Hal. 19-48.
Cabrera, JL dan MR Pinsky. 2015. Management of septic shock: a protocol-less
Approach. Critical care. Vol. 19 No. 260.

Otero RM, Nguyen HB, Huang DT, Galeski DF, Goyal M, Gunnerson KJ, dkk.
2006. Early goal director therapyin severe sepsis and septic shock
revisited: concepts, controversies, and contemporary fi ndings. CHEST.
2006;130:5.
Rivers E, Nguyen B, Havstad S, Ressler J, Muzzin A, Knoblich B, dkk. 2001.
Early goal directed therapy in the treatment of severe sepsis and septic
shock. NEJM. 2001;345:19.

Anda mungkin juga menyukai