Anda di halaman 1dari 13

Status Pasien

I. IDENTITAS
Nama Lengkap

: Tn. NS

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 41 tahun

Pekerjaan

: Karyawan swasta

Datang Ke klinik Mata Tanggal : 20 November 2015

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Kedua mata terasa panas sejak 1 minggu yang lalu
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 minggu lalu, pasien merasa panas dan perih dikedua matanya jika
terkena sinar matahari. Kedua mata terutama mata kiri pasien mengatakan
pandangannya mulai kabur.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah mengalami gejala yang sama sekitar 6 tahun yang
lalu yaitu disertai mata kanan yang berlendir dan terasa gatal. Pasien juga mempunyai
riwayat operasi pengangkatan selaput pada mata kanan 4 tahun yang lalu. Pasien
memiliki riwayat diabetes melitus dan hipertensi yang terkontrol.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan adanya keluhan yang sama di keluarga yaitu Ibunya, serta
menyangkal adanya riwayat diabetes melitus dan hipertensi pada keluarga pasien.
e. Riwayat Pengobatan
Pasie belum pernah mengobati gejala yang dirasakan sekarang.
1

f. Riwayat Alergi
Pasien menyangkal mempunyai riwayat alergi debu, makanan dan obat-obatan.

III.PEMERIKSAAN FISIK MATA ( Status Oftalmologikus )


Pemeriksaan
OD + KM 15/20

Visus
OS + KM 25/20

Kedudukan Bola Mata


OD

OS

Tidak ada

Eksoftalmus

Tidak ada

Tidak ada

Endoftalmus

Tidak ada

Tidak ada

Deviasi

Tidak ada

Baik ke semua arah

Gerakan bola mata

Baik ke semua arah

Palpebra
OD

OS

Tidak ada

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri tekan

Tidak ada

Tidak ada

Ektropion

Tidak ada

Tidak ada

Entropion

Tidak ada

Tidak ada

Blefarospasme

Tidak ada

Tidak ada

Sikatrik

Tidak ada

Tidak ada

Ptosis

Tidak ada

Tidak ada

Hordeolum

Tidak ada

Tidak ada

Kalazion

Tidak ada

Tidak ada

Pseudoptosis

Tidak ada

Konjungtiva
OD
Ada

OS
Hiperemis

Ada

Tidak ada

Folikel

Tidak ada

Tidak ada

Papil

Tidak ada

Tidak ada

Sikatrik

Tidak ada
2

Tidak ada

Anemis

Tidak ada

Tidak ada

Injeksi Konjungtiva

Tidak ada

Tidak ada

Injeksi Siliar

Tidak ada

Tidak ada

Perdarahan
Subkonjungtiva

Tidak ada

Stadium III- kornea

Pterigium

Tidak ada

Ada

Pinguekula

Tidak ada

Ada

Kemosis

Tidak ada

Kornea
OD

OS

Jernih

Kejernihan

Jernih

Baik

Sensibilitas

Baik

Tidak ada

Infiltrat

Tidak ada

Tidak ada

Perforasi

Tidak ada

Tidak ada

Edema

Tidak ada

Camera Oculi Anterior


OD

OS

Sedang

Kedalaman

Sedang

Arcus senilis

Kejernihan

Jernih

Tidak ada

Hifema

Tidak ada

Tidak ada

Hipopion

Tidak ada

Iris
OD

OS

Hitam

Warna

Hitam

Jelas

Kriptae

Jelas

Tidak ada

Sinekia

Tidak ada

Pupil
OD
Bulat

OS
Bentuk

Bulat
3

3 mm

Ukuran

3 mm

Positif

Refleks cahaya langsung

Positif

Positif

Refleks cahaya tak langsung

Positif

Lensa
OD

OS

Keruh
Di tengah

Kejernihan
Letak

Jernih
Di tengah

IV. RESUME
Sejak 4 tahun lalu, pasien merasa ada selaput yang muncul pada mata kanan. Keluhan
tersebut sering disertai mata merah dan gatal. Pasien merasa seperti ada yang mengganjal
bila melihat pada kedua matanya. Pasien pernah menjalani operasi selaput di mata kanan
pada tahun 2011, dan 1 minggu lalu merasakan kedua matanya panas jika terkena sinar
matahari. Pasien menyangkal adanya trauma sebelumnya pada kedua mata. Pasien tidak
memiliki riwayat diabetes melitus dan hipertensi. Pada pemerikasaan didapatkan visus
mata kanan 20/15 dan mata kiri 20/25. Pada konjungtiva terdapat jaringan fibrovaskular
pada bagian nasal puncaknya mata kanan di tepi kornea. Pada kornea didapatkan arkus
senilis di mata kanan.

V. DIAGNOSA KERJA
A. Pterigium
Merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif
dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium berbentuk
segitiga dengan puncak dibagian sentral atau daerah kornea.
B. Konjungtivitis Dry Eyes

Keratokonjungtivitis sika adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan


konjungtiva yang diakibatkan berkurangnya fungsi mata. Pasien akan mengeluh gatal,
mata seperti berpasir, silau, dan penglihatan kabur. Mata akan memberikan gejala
sekresi mukus yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata tampak
kering, dan terdapat erosi kornea. Pengobatan tergantung pada penyebabnya dan air
mata buatan yang diberikan selamanya.
C. Astigmatisme
Pada astigmatisme berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada
retina tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan
kelengkungan permukaan kornea.
D. Presbiopia
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat dari kelemahan oto
akomodasi dan lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis
lensa. Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun
akan memberikan keluhan setelah membaca, yaitu berupa mata lelah, berair dan
sering terasa pedas.

VI. DIAGNOSA BANDING


A. Pseudopterigium
Merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Bedanya dengan
pterigium adalah selain letaknya, pseudopterigium tidak harus pada celah kelopak
atau fisura palpebra dan pada pterigium ini dapat diselipkan di sonde dibawahnya.
Pada pseudopterigium terdapat anamnesis adanya kelainan kornea sebelumnya,
seperti tukak kornea.
B. ODS :
5

a. Hipermetropi Disingkirkan karena pada hipermetropia melihat jarak jauh dan


dekat penglihatan menjadi kabur, merasakan sakit kepala, silau, melihat ganda,
serta mata menjadi lelah dan sakit. Serta dapat dikoreksi dengan lensa sferis
positif dan pada hipermetropi tidak tergantung umur.

C. Konjungtivitis
Merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dapat disebabkan bakteri seperti
konjungtivitis gonokok, virus, klamidia, alergi toksik, dan molluscum contagiosum.
Gambaran klinis yang terlihat dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi
(injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret lebih nyata di pagi hari,
pseudoptosis akibat kelopak membran bengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel,
membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata terasa seperti benda asing, dan
adenopati preaurikular. Biasanya sebagai reaksi konjungtivitis akibat virus berupa
terbentuknya folikel pada konjungtiva. Bilik mata dan pupil dalam bentuk yang
normal.

D. Skleritis
Skleritis biasanya disebabkan oleh kelainan atau penyakit sistemik. Lebih
sering disebabkan penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, dan gout. Kadangkadang disebabkan tuberkulosis, bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, hipertensi,
benda asing dan pasca bedah. Terdapat perasaan sakit yang berat, dapat menyebar ke
dahi, alis, dan dagu yang kadang-kadang membangunkan sewaktu tidur akibat
sakitnya yang sering kambuh. Mata merah berair, fotofobia dengan penglihatan
menurun.
Penyulit skleritis ditemukan berupa keratitis perifer, glaukoma, granuloma
subretina, uveitis, ablasi retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Pada
6

skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera atau skleromalasia maka dapat terjadi
perforasi pada sklera.

VII .PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan
Bila pterigiumnya tumbuh terus sehingga mengganggu penglihatan.
2. OD Ekstirpasi Pterigium
3. Edukasi
Lindungi mata dari paparan sinar matahari dengan menggunakan kacamata hitam ,
hindari debu yang berlebihan agar tidak memperberat pterigium.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Pterigium adalah suatu pertumbuhan fibrovaslular pada konjungtiva bulbi yang bersifat
degeneratif dan invasif. Berbentuk segitiga ,berada di fisura palpebra dan mengarah ke
kornea

Bagian-bagian pterigium :
1. Kaput
2. Apeks
3. Kolum
4. Korpus
Etiologi
- Belum diketahui pasti
- Teori yang dikemukakan :
1. Paparan sinar matahari (UV)
2. Iritasi kronik dari lingkungan ( udara, angin, debu )

Gambaran Patologi
- Proses degeneratif (hiperplasia) jaringan subkonjungtiva
- Perubahan kornea ( apeks pterigium ) membran konjungtiva rusak dan lamel
superfisial kornea diinvasi jaringan granulasi

Gambaran klinik
Lesi biasanya terdapat di sisi nasal konjungtiva bulbi.
Bisa dijumpai di sisi nasal dan temporal pada satu mata (Pterigium dupleks)
atau pada kedua mata (Pterigium bilateral)

Gejala subyektif :
8

Rasa perih, terganjal, sensasi benda asing; silau, berair, gangguan visus, masalah
kosmetik
Gejala Obyektif :
Konjungtiva bulbi ( fisura palp ) jar. fibrovaskuler berbentuk segitiga
(apeks menuju kornea atau di kornea)
Di depan apeks kdg dijumpai :
- Yellow brown line = Pigmented iron line = Stockers line
- Grey cap (Grey zone)
Pada pterigium yang besar, gerakan bola mata terbatas ke arah yang berlawanan
dengan lesi
Gangguan visus Pada Pterigium stadium III
Karena : a. menutupi zona optik kornea
b. kurvatur kornea terganggu astigmatisma
Diplopia timbul bila pterigium besar

Klasifikasi
A. Berdasarkan luas perkembangannya :
Stadium I
Stadium II

: pterigium belum mencapai limbus


:sudah mencapai limbus tapi belum mencapai daerah pupil

Stadium III

: sudah mencapai daerah pupil

B. Berdasarkan progresifitas tumbuhnya :


Stasioner

: relatif tidak berkembang lagi ( tipis, pucat, atrofi )

Progresif

: berkembang lebih besar dalam waktu singkat

C. Berdasarkan tipenya
Membran / fibrosa : tipis & pucat, pembuluh darah drh < 5
Vaskuler

: hiperemi , pembuluh darah > 5

Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gejala klinik

Diagnosis banding
1. Pinguekula (pterigium stadium I)
2. Pseudopterigium (pterigium stadium II & III)
Lokasi
Progresifitas
Riwayat penyakit
Tes sondase

Pterigium
Selalu di fisura palpebra
Bisa progresif atau stasioner
Ulkus kornea ( - )
Negatif

Pseudopterigium
Sembarang lokasi
Selalu stasioner
Ulkus kornea ( + )
Positif

Pengobatan
1. Non bedah : Mengurangi keluhan subyektif, misalnya :gatal, merah
2. Bedah
Indikasi operasi
1. Menurut Ziegler
10

Dapat dilakukan jika pterigium mengganggu visus, mengganggu pergerakan bola


mata, berkembang progresif, mendahului suatu operasi intraokuler, kosmetik untuk di depan
apeks pterigium terdapat grey zone.
2. Menurut Guilermo Pico
Dilakukan jika pterigium berkembang secara progresif, mengganggu visus dan
pengganggu pergerakan bola mata.

Komplikasi
Selama operasi dapat terjadi perforasi kornea atau sklera, trauma pada m. rektus
medialis atau lateral. Dan sesudah operasi dapat terjadi infeksi, granuloma, astigmatisma
kornea, neovaskularisasi dan terjadi sikatriks kornea.
Pterigium Rekuren
Disebut juga pterigium sekunder = pterigim residif

Disebut rekuren bila timbul kembali dlm waktu 7 hari- 6 bulan post operasi

Bukan merupakan suatu pterigium yg benar-benar rekuren, lebih tepat disebut


pterigium sekunder

Insidens : 30 50 %

Upaya mengurangi rekuren :


1. Tunda op sampai usia dekade 4
2. Gunakan sitostatika topikal, misal: mitomicin C (Pt progresif)
3. Gunakan radiasi sinar beta (tipe vaskuler)
4. Pilih metode operasi yg baik
5. Kurangi iritasi

Faktor yg mempengaruhi : usia, progresifitas, tipe pterigium, teknik atau metode


operasi, dan iritasi

11

BAB III
KESIMPULAN
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium berbentuk segitiga
dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila
terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna merah. Pterigium dapat mengenai kedua
mata. Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan
udara yang panas. Etiologinya belum diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu
neoplasma, radang dan degenerasi. Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan
memberikan keluhan mata iritatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan
memberikan keluhan gangguan penglihatan.
Pengobatan tidak diperlukan karena sering bersifat rekuren, terutama pada pasien
yangmasih muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata
dekongestan. Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan
pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau
pterigium yang telah menutupi media penglihatan.

Daftar Pustaka
1.

Riordan-Eva P, Whitcher J P. Vaughan & Asbury Oftalmologi umum; alih


bahasa: Brahm U Pendit. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2009.

2.

Carroll E W, Jens S A, Curtis R. Disorder of visual function. Dalam: Port C M,


Matfin G. Pathophysiology concepts of altered health states. China: Lippincott
Williams & Wilkins; 2009.

3.

Lang, Gerhard K. Opthalmology, A short Textbook, Penerbit Thieme Stuttgart,


New York, 2000.

4.

Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi 1. Yogyakarta: FKUGM. 2007.


12

5.

Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: FKUI. 2010. Hal 116-117.

13

Anda mungkin juga menyukai