LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. sawima
Umur
: 72 Tahun
Alamat
: batu belah
Pekerjaan
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Kawin
No. RM
: 121189
B. ANAMNESIS
I.
: Auto-anamnesa
Keluhan Utama:
pasien datang berobat ke poli saraf RSUD bangkinang dengan keluhan
mulut gemetar terus menerus sejak1,5 tahun.
II.
akan semakin
C. PEMERIKSAAN FISIK
I.
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
Tinggi badan
: 158cm
Berat badan
: 55 cm
Tanda Vital
-
Tekanan darah
: 150/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 84 x/menit, reguler.
Suhu
: 36. 5 oC
Leher
Aksila
Inguinal
Kepala
Mata
pupil +/+.
Hidung
Mulut
: bergetar
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : Bunyi jantung I & II, reguler, gallop tidak ada, Murmur
tidak ada.
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: Timpani.
Ekstremitas
Superior
ada kelemahan.
Inferior
Status Neurologis
GCS
:E4V5M6
: Negatif
Brudzinski I
: Negatif
Brudzinski II
: Negatif
Kernig Sign
: Negatif
: Isokor
Refleks cahaya
: +/+
Kanan
Normal
Normal
Kiri
Normal
Normal
Kanan
Normal
Normal
Normal
Tidak dinilai
Kiri
Normal
Normal
Normal
Tidak dinilai
Kanan
Normal
Tidak ada
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kiri
Normal
Tidak ada
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Bentuk
Normal
Normal
Refleks cahaya
Positif
Positif
Normal
Normal
Normal
Normal
Rrefleks akomodasi
Refleks konvergensi
N. IV (N. Trochlearis)
Kanan
Normal
Kiri
Normal
Sikap bulbus
Normal
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Diplopia
N. V (N. Trigeminus)
Kanan
Kiri
Membuka mulut
Normal
Normal
Menggerakkan rahang
Normal
Normal
Menggigit
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Tidak dinilai
Tiidak dinilai
Normal
Normal
tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Motorik :
Mengunyah
Sensorik :
Divisi Optalmika
Refleks kornea
Sensibilitas
Divisi Maksila
Refleks masseter
Sensibilitas
Divisi Mandibula
Sensibilitas
N. VI (N. Abduscen)
Gerakan mata lateral
Sikap bulbus
Diplopia
Kanan
Normal
Normal
Tidak ada
Kiri
Normal
Normal
Tidak ada
Kanan
Normal
Kiri
Normal
Tidak dinilai
Normal
Normal
Normal
Tidak Normal
Normal
Normal
Tidak ada
Tidak dinilai
Normal
Normal
Normal
Tidak Normal
Normal
Normal
Tidak ada
Kanan
Normal
Normal
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Kiri
Normal
Normal
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Memanjang
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Memendek
Nistagmus :
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Pendular
Tidak ada
Tidak ada
Vertikal
Tidak ada
Tidak ada
Siklikal
Pengaruh posisi kepala
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
tidak ada
1/3
Kanan
Normal
Kiri
Normal
muntah/Gag
Normal
Normal
N. IX (N. Glossopharingeus)
Sensasi
belakang
Refleks
reflek
lidah
N. X (N. Vagus)
Arkus faring
Uvula
Menelan
Artikulasi
Suara
Nadi
Kanan
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
84 x/menit
Kiri
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
84 x/menit
N. XI (N. Assesorius)
Kanan
Normal
Normal
Normal
Kiri
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Kanan
Normal
Kiri
Normal
Normal
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Menoleh ke kanan
Menoleh ke kiri
Mengangkat bahu ke
kanan
Mengangkat bahu ke kiri
N. XII (N. Hipoglossus)
Kedudukan lidah di
dalam
Kedudukan lidah
dijulurkan
Tremor
Fasikulasi
Atrofi
D. Pemeriksaan Koordinasi
Cara berjalan
Romberg test
Ataksia
Rebound
phenomen
Tes tumit-lutut
Normal
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Tidak ada
Disatria
Disgrafia
Supinasi-pronasi
Tes jari-hidung
Sulit dinilai
Tes hidunghidung
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Normal
Normal
Tremor
Atetosis
Mioklonik
Khorea
Ekstremitas
Gerakan
Kekuatan
Trofi
Tonus
Kanan
Normal (ekstremitas
Kiri
Normal (ekttremitas
atas)
Tida ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
atas)
Ekstremitas atas
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Superior
Kanan
Kiri
Normal
tremor
555
4
444
Normotrofi Normotrofi
Normotonus Normotonus
Inferior
Kanan
Kiri
Normal
Normal
555
555
Normotrofi Normotrofi
Normotonus Normotonus
F. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil
Sensibilitas nyeri
Sensibilitas termis
Sensibilitas kortikal
Stereognosis
Pengenalan 2 titik
Pengenalan rabaan
G. Sistem Refleks
Refleks Fisiologis
Kornea
Berbangkis
Laring
Masseter
Dinding perut
Atas
Bawah
Tengah
Biseps
Triseps
APR
KPR
Bulbokavernosus
Kremaster
Sfingter
Refleks Patologis
Lengan
Hoffman-Tromner
Tungkai
Babinski
Chaddoks
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Klonus kaki
3.
Fungsi Otonom
Miksi
Defekasi
Sekresi keringat
Normal
Normal
Normal
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Normal
Normal
Kanan
Normal
Normal
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Kiri
Normal
Normal
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
+2
+2
+2
+2
+2
+2
+2
+2
Tidak dinilai
Tidak diniilai
Tidak dinilai
Abnormal
Kanan
Kiri
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
: Normal
: Normal
: Normal
4. Fungsi Luhur
Kesadaran
Reaksi bicara
Fungsi intelek
Reaksi emosi
Tanda Demensia
Reflek glabella
Reflek snout
Reflek menghisap
Reflek memegang
Refleks palmomental
Normal
Normal
Normal
D. MASALAH
Diagnosis
Diagnosis Klinis
: Sindrom parkinson
Diagnosis Topik
: Subtansia nigra
Diagnosis Etiologi
: idiopatik
Diagnosis sekunder : -
E. PEMECAHAN MASALAH
Terapi
Trihexyphenidil 3x2
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
ANALISA KASUS
Pada pasien ini dasar penegakan diagnosis melalui anamnesa dan
pemeriksaan fisik. Pada anamnesa ditemukan adanya tremor pada mulut dan juga
pada tangan kiri. Pada pemeriksaan fisik pada inspeksi didapatkan sulit untuk
mengangkat tangan kiri sehingga menaggangu aktivitas pasien, dan tidak
didapatkan cara berjalan parkinsonism, dan gerakan yang lambat.
Menurut kriteria Gelb & Gilman pasien ini termasuk dalam diagnosis
possible dimana terdapat paling sedikit 1 dari 4 gejala kelompok A, dan tidak
terdapat gejala dari kelompok B. Dan stadium klinis parkinson menurut Hoehn
and Yahr (1967) adalah stadium dimana terdapat gejala dan tanda yang ringan,
yaitu terdapat gejala yang mengaganggu tetapi tidak menyebabkan kecacatan.
Biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak. Gejala yang muncul dapat
dikenali orang terdekat pasien.
Penyebab dari parkinson sindrom umumnya adalah idiopatik (parkinson
primer), diduga ada faktor genetik dan faktor lingkungan yang mempengaruhi.
Pasien juga menyangkal pernah menderita penyakit infeksi di otak maupun
trauma di kepala yang merupakan penyebab dari parkinson sekunder.Penyebab
parkinson sekunder yang paling sering adalah pasca stroke. Banyak pasien yang
mengalami stroke dan tidak jarang mereka datang kembali dengan penyakit
parkinson. Maka dari itu wajib ditanyakan apakah ada riwayat stroke pada pasien.
Tatalaksana pada kasus ini adalah diberi preparat Trihexylphenidyl
(Antikolinergik) dan Na diclofenac
Pemberian antikolinergik dimaksudkan
untuk
mengurangi
gejala
tremornya karena pada kasus pasien ini gejala tremor paling dominan. Tremor ini
terjadi karena ketidak seimbangan antara Dopamin yang berkurang dengan
BAB II
PENDAHULUAN
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif ke 2 paling
sering dijumpai setelah penyakit Alzheimer. Berbagai gejala penyakit Parkinson,
antara lain tremor waktu istirahat, telah dikemukakan sejak Glen tahun 138-201,
bahkan berbagai macam tremor sudah digambarkan tahun 2500 sebelum masehi
oleh bangsa India. Namun Dr. James Parkinson pada tahun 1817 yang pertama
kali menulis deskripsi gejala penyakit Parkinson dengan rinci dan lengkap kecuali
kelemahan otot sehingga disebutnya paralysis agitans. Pada tahun 1894, Blocg
dan Marinesco menduga substansia nigra sebagai lokus lesi, dan tahun 1919
Tretiakoff menyimpulkan dari hasil penelitian post mortem penderita penyakit
Parkinson pada disertasinya bahwa ada kesamaan lesi yang ditemukan yaitu lesi
disubstansia nigra. Lebih lanjut, secara terpisah dan dengan cara berbeda
ditunjukkan Bein, Carlsson dan Hornykiewicz tahun 1950an, bahwa penurunan
kadar dopamine sebagai kelainan biokimiawi yang mendasari penyakit Parkinson.
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria
dan wanita seimbang. 5 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala
awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada
usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di
seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 64 tahun
sampai 3,5 % pada usia 85 89 tahun. Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000
penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta
orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang
berkaitan erat dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh
degenerasi neuron-neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta
substansia nigra yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau
disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer2.
Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor
waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat
penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering
disebut sebagai Sindrom Parkinson2.
Klasifikasi1,2
Penyakit parkinson dapat dibagi atas 3 kategori, yaitu :
1. Parkinson primer/idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya
belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
2. Parkinson sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis,
sifilis
meningovaskuler.
Toksin
seperti
1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-
system
atrophy (sindrom
olivo-pontocerebellar
Shy-drager, degenerasi
degeneration,
parkinsonism-
Etiologi
Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat beberapa
Usia : Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai
200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi
mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia
nigra pada penyakit parkinson.
2.
Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi
point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan
adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada
keluarga meningakatkan faktor resiko menderita penyakit parkinson sebesar
8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70
tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala
parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA
sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang
diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol
pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada
keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46
tahun.
3.
Faktor Lingkungan2.
a) Xenobiotik: Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusakan mitokondria.
b) Pekerjaan: Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih
tinggi dan lama.
c) Infeksi: Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor
predesposisi penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra.
Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra
oleh infeksi Nocardia astroides.
d) Diet: Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif,
salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson.
Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.
4.
Ras: angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih
dibandingkan kulit berwarna.
5.
6.
3.3
Patofisiologi2,6
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena
pusat
control/koordinasi
dari
seluruh
pergerakan.
Sel-selnya
3.4
Gejala klinis5
Gejala Motorik
kepekaan
kontras
visuil
lemah,
pemikiran
mengenai
ruang,
pembedaan warna
penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh
hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk
melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas
perubahan posisi badan
berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia
atau anosmia).
3.5
Diagnosis6,7
Secara klinis2
Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik: tremor, rigiditas,
bradikinesia atau
3 dari 4 tanda motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan
postural.
2.
Krieteria Koller
Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik: tremor saat istirahat
atau gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung
1 tahun atau lebih.
Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan
sedang (minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1
tahun atau lebih.
3.
3.6
Penatalaksanaan8
dan
penyebabnya
tidak
diketahui,
oleh
karena
itu
strategi
Terapi farmakologik2.
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di
dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah
menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino
dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari
L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di
sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena
mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen.
Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu
mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan.
Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya
secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan
efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak
mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini
mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu
pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki
susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin.
Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1) Neusea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita
yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik
dopamine pada system konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat
beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota
gerak, leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang
berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita
menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena penderita
tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku,
sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal
dan ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang
terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia
yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh.
Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin
berkurang. Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian
diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obatobat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis,
COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor.
b. Agonis Dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax),
Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid
dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja
dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga
menyebabkan
penurunan
reseptor
dopamin
secara
progresif
yang
c. Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat
aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu
membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin,
sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik
yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu thrihexyphenidyl
(artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk
golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan
procyclidine (kamadrin).
Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur. Sebaiknya
obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia diatas
70 tahun, karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat.
d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna
pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan
dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat
memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat
ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala
dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi
monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan
dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya
mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Biasa dipakai sebagai
kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga
berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia,
penurunan tekanan darah dan aritmia.
e. Amantadin
dapat
mengakibatkan mengantuk.
f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru,
berfungsi menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan
memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi
levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis
levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena on-off, memperbaiki kemampuan
aktivitas kehidupan sehari-hari.
Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa
tes fungsi hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna
urin berwarna merah-oranye.
g. Neuroproteksi
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun
yang sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors
(selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan complek I mitochondrial
fortifier coenzyme Q10.
Terapi pembedahan2,9
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses
patologis yang mendasari (neurorestorasi).
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi : - fluktuasi motorik berat yang terus menerus
- diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan
kauterisasi. Efek operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat
tidak aman untuk melakukan ablasi dikedua tempat tersebut.
Non Farmakologik10
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya,
misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh.
Menimbulkan rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga
dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.
b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta
mengatasi masalah-masalah sebagai berikut : Abnormalitas gerakan,
Kecenderungan postur tubuh yang salah, Gejala otonom, Gangguan
3.7
Prognosis
BAB IV
PENUTUP
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis
progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia
nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). Di Amerika
Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan
jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000
penderita
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi
untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi
gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala
parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat
ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang
hidupnya.
Penatalaksanaan penderita Parkinson ditujukan untuk meminimalkan
disabilitas fungsional dan menghambat progresivitas penyakit. Terapi yang
diberikan meliputi terapi medikamentosa, terapi bedah, dan terapi rehabilitas.
Selain itu pendekatan terapi juga dilakukan melalui pencegahan, pengobatan, dan
modifikasi factor-faktor risiko.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. Parkinsons Disease & Other Movement
Disorders. Pustaka Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU Medan.
2007. Hal 4-53.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. FKUI. 2007. Hal 851-858.
3. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. Gangguan Neurologis dengan
Simtomatologi Generalisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal 1139-1144.
4. Harsono. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Neurologis Klinis. Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia dan UGM. 2008. Hal 233-243.
5. Duus Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala
Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996. Hal 231-243.
6. Hoehn MM, Yahr MD. Parkinsonism: onset, progression and mortality.
Neurology 1967;17:427-442.
7. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Robbins basic pathology. 8 th
end. Philadelphia: saunders, 2007.p.893-895.
8. Amin-husni. Penyakit Parkinson, patofisologi, diagnosis dan wacana terapi,
dalam: boedhi-darmojo, martono H, andayani R, dkk, naskah lengkap temu
ilmiah nasional 1 dan konferensi kerja III perhimpunan gorontologi medik
Indonesia(PERGEMI), semarang: badan penerbit universitas diponegoro;
2002.p. 499-514.
9. Tagliati M, alterman R, shills J, et al, surgical treatment for Parkinson disease.
Emedicine. www.emedicine.com.cited on September 18, 2015.
10. Silver DE, ruggieri S. initiating therapy for parkinsons disease. Neurology
1998;; 50(suppl 6): 518-22.