BAB 1 Revisi 1
BAB 1 Revisi 1
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Multiple Sclerosis (MS) sekarang diketahui sebagai sebuah penyakit yang umum,
meskipun penyakit ini pertama kali dikenali kurang dari 150 tahun lalu oleh Scot Robert
Carswell yang menggambar plak pada medulla spinalis pada tahun 1838. Kurangnya laporan
kesehatan yang mendetail sebelum tahun 1800 menyebabkan MS dianggap sebagai penyakit
yang baru. Sehingga dengan berkembangnya pengobatan menjadi sebuah ilmu baru yang
membuat pengamatan mengenai penyakit manusia menjadi lebih spesifik lagi termasuklah
pengamatan akan MS ini. Saint Lidwina of Schiedam (1380-1433) mengembangkan sebuah
penyakit sistem persarafan yang pada usia 18 tahun dan ini adalah laporan klinis pertama
mengenai MS ini. Kemudian disusul oleh laporan klinis dari Olivier dalam literatur medis pada
tahun 1824. Kemudian tidak lama kemudian Carswell menjelaskan sebuah kasus mengenai
sebuah kasus yang sekarang dikenal sebagai Multiple Sclerosis (MS) didalam atlas anatomy dan
patologi miliknya. Cruvilier mempublikasi mengenai patologis secara garis besar dan deskripsi
klinisnya. Vulpian pertama kali mengusulkan rubrik mengenai Slerosis en Plaque di tahun
1866. Chacarot adalah tokoh yang pertama kali membuat MS ini sindrome yang unik dan dapat
dikenali dari sindrome myelinasi lainnya. Dia juga mendeskripsikan mengenai spektrum dan
penampilan histologisnya. Pierre Marie adalah yang pertama kali mendiskusikan mengenai
penyebab infeksius dari MS di tahun 1884 dan hipotesis mengenai asal penyakit ini masih
didebatkan. Racun juga dipertimbangkan sebagai penyebab penyaki ini ditahun 1900-an.
Sebuah kemajuan besar dalam pemahaman mengenai penyakit demielinasi adalah penemuan
dari Experimental Allergic Encephalomyelinitis (EAE) oleh Rivers di tahun 1935. (Goetz, C. G.
(2003). Textbook of clinical neurology (3rd ed.). Philadelphia: W.B. Saunders. Pg. 1102).
Multiple Sclerosis (MS) adalah peyakit kronis yang memiliki ciri khas yaitu inflamasi,
demielinasi, glosis ( jaringan parut), dan kehilangan fungsi neurologis; yang mengakibatkan
relapsing-remmiting atau progresif. Lesi dari MS ini terjadi pada tempat dan waktu yang
berbeda-beda pada sistem saraf pusat (CNS). MS diderita oleh kurang lebih 350.00 orang di
Amerika Serikat dan 2.5 juta manusia di seluruh dunia. MS ini memiliki prevalensi yang sangat
bevariasi yang ditentukan oleh posisi geografis seseorang tentang diamana ia hidup dan
perbedaan grup dari populasi di Amerika terjadi incidence sekitar 1 dari 20.000 dan
1
prevalensinya yaitu 1 dari 1000. Penyakit multiple sklerosis biasanya menyerang manusia pada
usia produktif yaitu antara 20-40 tahun, dan menyerang perempuan dua kali lebih sering
daripada laki-laki. Dan biasanya penyakit ini sering menyerang orang berkulit putih dan
beriklim dingin dari Amerika utara dan Eropa dari pada orang berkulit hitam. Data mengenai
MS ini di kuwait, libya, dan Saudi Arabia adalah 6 hingga 8 orang per 100.000 orang dan data
epidemiologi dan klinis penyakit dengan gangguan myelinisasi di Asia jarang ditemui. Di
Malaysia, Jepang, Taiwan, Korea dan Cina memiliki persentase 4 per 100.000 orang. Dan di
Indonesia, MS masih dianggap penyakit yang langka, tidak banyak yang mengerti dan jumlah
kasusnya pun masih sedikit. Di RSCM jumlah kasus MS dalam satu setengah tahun terakhir
ada 14 kasus dan jumlah keseluruhan di Indonesia belum diketahui, papar dr Riwanti. (SISI
SPORTY HR-V. (2016, January 30). Retrieved February 18, 2016, from http://www.koransindo.com/news.php?r=4 )
Manifestasi dari MS ini sangat luas dari sakit ringan hingga penyakit yang secara cepat
dan luas yang mepengaruhi gaya hidup seseorang. (Harrison, T. R., Hauser, S. L., & Josephson,
S. A. (2013). Harrison's neurology in clinical medicine (3rd ed.). New York: McGraw-Hill
education. Pg. 474). Penyakit Multiple Sclerosis ini tidak bisa didiagnosis hingga pasien
mengalami beberapa serangan multiple dari lokasi neuroanatomical. Penyebab dari penyakit ini
masih diperdebatkan namun kemungkinan dipengaruhi oleh lingkungan yang berhubungan
dengan perkembangan virus akibat faktor lingkungan yang mendukung untuk multiplikasi dari
virus ini. Dalam manusia yang dicurgai secara genetik memiliki leukosit antigen yang
mengarah pada teori autoimun yaitu sistem kekebalan tubuh yang mengenali bagian tubuh
sebagai patogen dan menyerang serta menghancurkan bagian tubuh itu yang didalam MS
bagian yang dierang oleh sistem kekebalan tubuh ini adalah selubung mielin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Relapsing remmiting multiple sclerosis. Ini adalah bentuk klasik dari multiple sclerosis yang
biasanya dimulai pada usia belasan akhir hingga usia 20 an dengan serangan yang parah dan
diikuti oleh penyembuhan yang lengkap atau tidak. Serangan selanjutnya itu tidak bisa
diprediksi dan menyebbkan disability pasien lebih meningkat dalam setiap serangan yang
datang.
Primary Progressive multiple sclerosis. Penyakit secara perlhan menurun yang disebabkan
oleh beberapa periode serangan tanpa perbaikan. Progresinya itu bervariasi dan dalam kasus
yang paling berat bias mengakibatkan kematian dalam beberapa tahun.
Secondary Progressive multiple sclerosis ini adalah bentuk relapsing remmitng dari multiple
sclerosis kasusnya biasa ditemukan berubah menjadi secondary progressive multiple
bentuk progressive multiple sclerosis yang kambuh tanpa penyembuhan yang signifikan.
Benign Multiple Sclerosis. Sekita 20 persen dari kasus adalah bentuk benign dari multiple
sclerosis. Ini bisa didefinisikan oleh pasien dengan benign multiple sclerosis dapat berfungsi
secara optimal selama 10 tahun setelah munculnnya gejala pertama. Namun dalam kasus
yang sangat jarang ada pasien yang dapat hidup sepanjang usianya dengan hanya gangguan
minor dari benign multiple sclerosis. Pada keadaan normal setelah 10 tahun kedepan setelah
ditemukan gejala yang pertama dan gejalanya akan bertambah di 10 tahun kedepan.
Spinal form multiple sclerosis. Tipe dari multiple sclerosis ini muncul dengan tanda dan
gejala dari perkembangan spinal cord dari perkembangan dan bertahannya pola ini.
Neuromyelitis optika (Devic Syndrome) sebagian besar kasus dari sindrome ini diyakkini
adalah contoh dari multiple sclerosis yang muncul dengan dengan optik neuritis.
Marburg varian. Ini adalah tipe langka dari multiple sclerosis yang berhubungan dengan
progresif dari kesadaran, hilangnya penglihatan, disatria,disfagia, dan gangguan pernafasan.
2.2 Etiologi
Penyebab mutlak penyakit multiple sklerosis masih belum pasti namun sebagian besar
teori mengatakan bahwa penyakit multiple sklerosis disebabkan oleh virus imunogenetik yang
merupakan demielinasi bermedia kekebalan tubuh yang dipicu oleh infeksi virus yang
kemungkinan adalah virus Epstein-Barr. Virus ini mengubah respon imun terhadap infeksi
virus, jadi disini kekebalan tubuh atau sistem imun yang seharusnya melindungi tubuh tetapi
sebaliknya, sistem imun menyerang selubung myelin yang mengakibatkan kerusakan dan
disfungsional pada saraf yang tidak dapat diperbaiki. Menurut penelitian kemungkinan
multiple sklerosis disebabkan oleh faktor genetik dan beberapa faktor pencetus lainya
diantaranya adalah seperti faktor cedera fisik, iklim, lokasi dan stress emosional. Iklim yang
dingin menyebabkan virus dapat berkembang dengan baik. Sedangkan stress emosional
memacu tubuh kita mengeluarkan zat zat kimia secara berlebih yang menyebabkan selubung
myelin rusak. Jadi dapat disimpulkan bahwa penyakit multiple skerosis disebabkan oleh virus,
respon imun dan faktor genetik dimana jika memiliki anggota keluarga inti (orang tua atau
saudara kandung) yang mengidap MS, maka akan resiko menderita penyakit yang sama akan
4
meningkat. Namun satu hal yang perlu kita ketahui bahwa Myelin dibuat oleh oligodendrosit
yang berfungsi melindungi saraf tepi dan memfasilitasi impuls saraf. Biasanya pada penderita
multiple sklerosis, Myelin yang membungkus akson akan luruh dan mengakibatkan transmisi
saraf menjadi tidak menentu yang sehingga muncul gangguan pada saraf-saraf yang lainnya.
(Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001)
Gambar saraf
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
gambar 2 dan 3 menggambarkan perubahan selubung saraf (selubung myelin) yang terlihat
pada
multiple
sklerosis
dimana
selubung
myelin
mengalami
peluruhan
sehingga
mengakibatkan transmisi saraf menjadi tidak menentu. (Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001)
2.4 Patofisiologi
Myelin adalah lapisan yang terdiri dari lemak dan protein yang membungkus akson dan
mempercepat konduksi impuls saraf disepanjang akson. Terdapat proses dalam patogenesis
multiple sklerosis yaitu proses autoimun dan agen infeksius dimana sel T teraktivasi dan
mengenali antigen diri yang diekspresikan dalam system saraf pusat, makrofag masuk kedalam
otak melalui sirkulasi perifer yang menyebabakan inflamasi. Melalui produksi sitokin inflamasi
dan spesies oksigen reaktif, limfosit T yang teraktivasi dan mikroglia makrofag menyebabkan
demielinasi disertai penghancuran oligodendrosit sehingga terbentulah plak-plak di sepanjang
6
selubung myelin yang mengakibatkan kerusakan jaringan parut dan ketika edema serta
inflamasi mereda maka terjadi beberapa remielinasi namun sering kali proses remielinasi tidak
selesai dan walaupun plak dapat terjadi dimana saja di daerah putih system saraf pusat namun
daerah yang seringkali terkena adalah saraf optik sehigga seringkali penderita atau orang
dengan multiple sklerosis memiliki gangguan pada pengelihatannya seperti tidak fokus pada
saat melihat dan pandangan kabur, serebrum dan tulang belakang servikal. (Smeltzer, S. C., &
Bare, B. G. 2001)
Bagan patofisiologi
Virus, Respon autoimun, Genetik,
iklim, lokasi, cedera fisik dan
stress emosional
Dismielinasi
Saraf optik
dan
Khiasma
Gangguan
penglihata
n(MK)
Kerusakan
komunikasi
verbal (MK)
Nistagmus
(mata
berkedut)
Serebrum
Disfungsi
serebral
Kehilangan
keseimbang
an serebral
(ataksia
serebral)
medulla
spinalis
lesi (luka)
kortikospinalis
Hilangnya daya
ingat dan
demensia
disertia
Gangguan
sensorik,
kelemahan
spastik anggota
gerak
Hambatan
mobilitas
fisik
Kemampuan
menyelesaikan masalah :
Tirah
baring
lama
perubahan mengawasi
keadaan yang kompleks
dan berfikir abstrak :
Perubahan
kemampuan
merawat diri
sendiri
disfungsi
eliminasi
Inkontinensi
a urine (MK)
Resiko tinggi
kerusakan
integritas
jaringan (MK)
tulang belakang
Konstipasi
Kelelahan (akibat dari kurangnya tidur)
Gangguan penglihatan, pandangan kabur, tidak terfokus, dan penglihatan ganda
Mudah lupa (dimensia)
9
8. Emosi labil
9. Depresi
10. Disfungi seksual
(Smeltzer, S. C., & Bare, B. G.2001)
2.6 Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi dari penyakit multiple sklerosis adalah
1. Disfungsi pernapasan
2. Infeksi kandung kemih, sistem pernapasan, dan sepsis
3. Komplikasi dari imobilitas
Semua komplikasi diatas dapat muncul atau terjadi tegantung pada jalur saraf yang terkena.
(Baticaca, F. B. 2008)
2.7 Prognosis
Multiple Sklerosis atau disingkat MS bukanlah suatu penyakit fatal, kecuali pada kasus
yang jarang terjadi dari penyakit yang berat, sebagian besar orang dengan penyakit MS
memiliki jangka hidup yang normal atau mendekati normal dan biasanya meninggal dari
kondisi yang sama (penyakit jantung atau kanker) yang mempengaruhi populasi umum.
Namun, gejala dari MS dinyatakan negatif dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
Tingkat bunuh diri di antara pasien dengan MS lebih tinggi dari rata-rata. Sebagian besar pasien
dengan MS tidak menjadi cacat berat. Dua puluh tahun setelah diagnosis, sekitar dua-pertiga
dari orang-orang dengan MS tetap rawat jalan dan tidak perlu kursi roda, meskipun banyak dari
mereka mungkin menggunakan tongkat atau kruk untuk bantuan berjalan. Beberapa pasien
menggunakan skuter listrik atau kursi roda untuk membantu mengatasi kelelahan atau masalah
keseimbangan. Tingkat keparahan dan perkembangan penyakit MS ini, bervariasi dari pasien ke
pasien dan tidak dapat diprediksi. Sekitar 20% dari pasien tetap asimtomatik atau menjadi
hanya sedikit gejala setelah peristiwa klinis awal. 20% pengalaman lain kondisi progresif cepat.
Kebanyakan pasien akan memiliki beberapa tingkat perkembangan penyakit. (Multiple
sclerosis.
(n.d.).
Retrieved
February
07,
2016,
from
http://umm.edu/health/medical/reports/articles/multiple-sclerosis)
2.8 Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis disini bertujuan untuk mencegah dan menunda disabilitas jangka
panjang, serta menghilangkan gejala dan membantu fungsi pasien. Adapun penatalaksanan
tersebut meliputi penatalaksanaan pada serangan akut dan kronik.
10
pembedahan.
Mengkontrol kelelahan dengan namatidin
Pengobatan depresi dengan antidepresan dan konseling
Penatalaksanaan kandung kemih dengan antikolinergik dan pemasangan kateter tetap.
Penatalaksanaan BAB dengan laksatif dari supositoria.
Penatalaksanaan rehabilitasi dengan terapi fisik.
Mengkontrol dystonia dengan karbamazim
Penatalaksanaan gejala nyeri dengan karbamzepin, fenitoin, perfenazin dengan amitriptilin.
(Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Keperawatan Medika Bedah (8th ed., Vol. 3).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran) dan (Black, J. M., & Hawks, J. H. (n.d.). Gangguan
Kognitif dan Persepsi (8th ed., Ser. 3). Singapore, 2014: Elsevier)
11
BAB III
Tinjauan Asuhan Keperawatan
3.1.
Pengkajian Keperawatan
Untuk mengkaji pasien dengan multiple sklerosis maka fokusnya pada kemampuan
pasien dalam melakukan aktivitas, stress yang dirasakan dan koping stress yang dilakukan
dipicu dengan kemungkinan multiple sklerosis untuk berkembang menjadi disabilitas yang
permanen. Multiple sklerosis ini juga merusak myelin isolasi sehingga mempengaruhi suasana
hati yang mengakibatkann pasien stress hingga depresi. Kemudian kaji juga pola tidur pasien
karena biasanya penderita multiple sklerosis mengalami gangguan tidur dan hal ini dapat
menyebabkan kelelahan, karena disebabkan oleh kurangnya efisiensi tidur (menurut penelitian
polisomnografi), gerakan kaki involunter periodik dan urgensi berkemih selain itu kaji juga
apakah pasien mengalami kebas atau kesemutan dan seberapa sering (frekuensi) kemudian
dimana lokasi yang terkena kebas, mengkaji apakah ada gangguan dalam eliminasi seperti
inkontinensia dan konstipasi, mengkaji daya ingat pasien misalkan apakah daya ingat pasien
mengalami penurunan dalam beberapa bulan atau minggu ini, mengkaji fungsi penglihatan
pasien, apakah dapat melihat dengan normal atau pandangan kabur dan lain sebagainya,
Jadi secara keseluruhan perawat mengkaji kekuatan otot motorik, koordinasi, dan
gangguan berjalan, kemudian melakukan pemeriksaan saraf
eliminasi dan melakukan eksplorasi koping, efek aktivitas dan fungsi seksual serta status
emosional, dan riwayat kesehatan pasien. (Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001)
3.2.
Analisis Data
Adapun data-data yang dikumpulkan adalah data-data subjektif dan objektif dimana data
subjektif merupakan data yang didapat dari pasien, keluarga, dan orang orang terdekat pasien,
sedangkan data objektif adalah data yang didapatkan dari hasil observasi perawat. Adapun datadata yang di dapatkan adalah
1. Data subjektif : pasien melaporkan bahwa sulit untuk menahan kencing, sulit melakukan
buang air besar (pasien mengalami konstipasi), pasien mengeluhkan kesulitan dalam
melakukan ADL serta merasa diri rendah.
12
2. Data objektif : pasien menggunakan pampers, abdomen pasien terasa keras dan bermasa
serta frekuensi usus lambat, pasien menjauhkan diri dari lingkungannya, kulit pasien telihat
kusam, lembab dan berbau.
3.3.
No
Diagnosa
keperawatan
Tujuan
Pasien dapat
mempertahankan
kontinensia urin
dan pengisian
kandung kemih
yang normal, hal
tersebut
dibuktikan
dengan volume
residu yang
kurang dari
100ml, penerapan
prosedur
pengosongan
kandung kemih
yang tetap, dan
secara subjektif
pasien
mengatakan puas
terhadap status
eliminasi urinnya.
Intervensi
Mengkaji kulit
keperawawtan untuk melihat
adanya dermatitis
terkait
inkotinensia
setiap kali
berkemih.
Mempertahankan
2
Konstipasi b.d
imobilitas dan
demielinasi
3
Defisit
perawatan diri
Pasien memiliki
gerakan usus
dengan
konsistensi dan
frekuensi yang
normal
Kebutuhan ADL
pasien terpenuhi.
Mengkaji pola
defekasi
normal.
Mengkaji ADL
pasien dengan
menggunakan
pola asuhan
keperawatan
gordon.
Membuat
program
defekasi dengan
menggunakan
supositoria
setelah sarapan
13
4
Harga diri
situasional b.d
hilangnya
kemandirian dan
ketakutan pada
disabilitas
Pasien dapat
mencapai
peningkatan
harga diri yang
dibuktikan
dengan
verbalisasi
kesadaran bahwa
tujuan pribadi
dan citra tubuh
perlu
disesuaikan,
kemauan untuk
menjaga
kemandirian
yang sesuai serta
pikiran dan
pernyataan yang
positif tentang
dirinya.
Mengkaji
riwayat
pengobatan
depresi dan
depresi pasien.
Mengkaji koping
pasien.
Mengevaluasi
asupan
2.000ml/24jam
a. 400500ml
setiap kali
makan
b. 200ml 3x
sehari
diantara
waktu
makan.
c. Membatas
i asupan
cairan
setelah
jam 6
sore.
Menghindari
penggunaan
rutin enema dan
obat pencahar
Edukasi pasien
untuk
melakukan diet
tinggi serat dan
2.000ml cairan
sitem pendukung
pasien.
Memberikan
kegiatan yang
meningkatkan
kemandirian
pasien.
Membantu
pasien untuk
dapat menerima
kenyataan dan
ketergantunga
terhadap orang
lain.
Berkemih setiap
tiga jam sekali
disaat bangun
Melakukan scan
kandung kemih
untuk
mengkonfirmasi
adanya volume
residu pasca
berkemih
(postvoid residual
volume [PVR])
NIC
Asuhan untuk
inkotinensia urin
Intervensi
pelatihan usus.
Management
cairan
Intervensi
management
konstipasi.
Intervensin
management
konstipasi
Management
eliminasi urine
Management
eliminasi urin
Intervensi
pelatihan usus
Meningkatkan
harga diri atau
pandangan
pasien tentang
dirinya.
Meningkatkan
harga diri atau
pandangan
pasien tentang
dirinya.
NOC
Eliminasi urin.
Rasional
Eliminasi usus
dan kontinensia
usus.
Defekasi setiap
hari bukanlah
pola normal
untuk semua
orang.
Reflek
gastrokolik
paling kuat
terjadi setelah
sarapan.
Penggunaan
rutin obat
pencahar dan
enema
menyebabkan
ketergantunga
untuk defekasi.
Serat tidak
dicerna,
sehingga
menambah
masa BM yang
membuatnya
lebih mudah
untuk keluar.
Cairan diserap
dari usus besar
Pemenuhan
kebutuhan ADL
Harga diri
Dengan
terpenuhinya
ADL pasien
maka meningkat
kepercayaan diri
pasien serta
untuk
menghindari
komplikasi
tambahan yang
dapat muncul
akibat dari ADL
yang tidak
terpenuhi
Multiple
sklerosis dan
pengobatan yang
dilakukan dapat
mengakibatkan
depresi pada
pasien.
Mengidentifikasi
koping dan
mekanisme
pertahanan
pasien seperti
penyangkalan,
penolakan
ataupun
intelektualisasi
yang dipakai
untuk
menanggulangi
depresi.
Peran serta
keluarga dan
oranglain
memiliki
pengaruh yang
besar bagi
emosional
15
risiko
inkontinensia.
Retensi urin
ditentukan
dengan mengukir
volume urin
residu pasca
berkemih (PVR)
10-20 menit
setelah pasien
melakukan
eliminasi BAK
sehingga
mempertahanka
n asupan cairan
yang akan
melunakkan
feses.
maupun fisikal
pasien.
Kegiatan yang
dilakukan dapat
meningkatkan
harga diri yang
positif bagi
pasien.
Menyadari
keterbatasan
akibat penyakit
dan menerima
bantuan adalah
langkah penting
dalam bersikap
realistis
mengenai
penyait dan
pengaruhnya.
16
BAB IV
4.1 Kesimpulan
Dari paparan atau penjelasan di atas, maka kami kelompok dapat menyimpulkan bahwa
multiple sklerosis adalah penyakit kronis yang dapat menyerang sistem saraf pusat. Penyakit ini
biasanya menyerang manusia pada usia produktif yaitu 20-40 tahun dan menyerang perempuan
dua kali lebih sering. Penyebab dari penyakit ini belum pasti namun banyak teori yang
mengatakan penyakit ini disebabkan oleh virus, autoimun dan genetik. Penyakit ini bukanlah
penyakit fatal namun dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Adapun tanda dan gejala
multiple sklerosis seperti kesemutan, kehilangan penglihatan, kehilangan koordinasi, disfungsi
usus dan kandung kemih, konstipasi, kelelahan, gangguan penglihatan, mudah lupa, emosi labil,
depresi, dan disfungsi seksual. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan untuk adalah evaluasi
cairan serebrospinal (css) untuk adanya pengelompokan oligoklonal, memunculkan potensi
jalur optik dan system pendengaran untuk mengkaji adanya konduksi saraf yang lambat, MRI
otak dan tulang belakang untuk menentukan adanya plak multiple sklerosis, dan pemeriksaan
elektroporesis sususnan saraf pusat : antibody Ig dalam sistem saraf yang abnormal.
17
18