Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
1

Latar Belakang
Multiple Sclerosis (MS) sekarang diketahui sebagai sebuah penyakit yang umum,
meskipun penyakit ini pertama kali dikenali kurang dari 150 tahun lalu oleh Scot Robert
Carswell yang menggambar plak pada medulla spinalis pada tahun 1838. Kurangnya laporan
kesehatan yang mendetail sebelum tahun 1800 menyebabkan MS dianggap sebagai penyakit
yang baru. Sehingga dengan berkembangnya pengobatan menjadi sebuah ilmu baru yang
membuat pengamatan mengenai penyakit manusia menjadi lebih spesifik lagi termasuklah
pengamatan akan MS ini. Saint Lidwina of Schiedam (1380-1433) mengembangkan sebuah
penyakit sistem persarafan yang pada usia 18 tahun dan ini adalah laporan klinis pertama
mengenai MS ini. Kemudian disusul oleh laporan klinis dari Olivier dalam literatur medis pada
tahun 1824. Kemudian tidak lama kemudian Carswell menjelaskan sebuah kasus mengenai
sebuah kasus yang sekarang dikenal sebagai Multiple Sclerosis (MS) didalam atlas anatomy dan
patologi miliknya. Cruvilier mempublikasi mengenai patologis secara garis besar dan deskripsi
klinisnya. Vulpian pertama kali mengusulkan rubrik mengenai Slerosis en Plaque di tahun
1866. Chacarot adalah tokoh yang pertama kali membuat MS ini sindrome yang unik dan dapat
dikenali dari sindrome myelinasi lainnya. Dia juga mendeskripsikan mengenai spektrum dan
penampilan histologisnya. Pierre Marie adalah yang pertama kali mendiskusikan mengenai
penyebab infeksius dari MS di tahun 1884 dan hipotesis mengenai asal penyakit ini masih
didebatkan. Racun juga dipertimbangkan sebagai penyebab penyaki ini ditahun 1900-an.
Sebuah kemajuan besar dalam pemahaman mengenai penyakit demielinasi adalah penemuan
dari Experimental Allergic Encephalomyelinitis (EAE) oleh Rivers di tahun 1935. (Goetz, C. G.
(2003). Textbook of clinical neurology (3rd ed.). Philadelphia: W.B. Saunders. Pg. 1102).
Multiple Sclerosis (MS) adalah peyakit kronis yang memiliki ciri khas yaitu inflamasi,
demielinasi, glosis ( jaringan parut), dan kehilangan fungsi neurologis; yang mengakibatkan
relapsing-remmiting atau progresif. Lesi dari MS ini terjadi pada tempat dan waktu yang
berbeda-beda pada sistem saraf pusat (CNS). MS diderita oleh kurang lebih 350.00 orang di
Amerika Serikat dan 2.5 juta manusia di seluruh dunia. MS ini memiliki prevalensi yang sangat
bevariasi yang ditentukan oleh posisi geografis seseorang tentang diamana ia hidup dan
perbedaan grup dari populasi di Amerika terjadi incidence sekitar 1 dari 20.000 dan
1

prevalensinya yaitu 1 dari 1000. Penyakit multiple sklerosis biasanya menyerang manusia pada
usia produktif yaitu antara 20-40 tahun, dan menyerang perempuan dua kali lebih sering
daripada laki-laki. Dan biasanya penyakit ini sering menyerang orang berkulit putih dan
beriklim dingin dari Amerika utara dan Eropa dari pada orang berkulit hitam. Data mengenai
MS ini di kuwait, libya, dan Saudi Arabia adalah 6 hingga 8 orang per 100.000 orang dan data
epidemiologi dan klinis penyakit dengan gangguan myelinisasi di Asia jarang ditemui. Di
Malaysia, Jepang, Taiwan, Korea dan Cina memiliki persentase 4 per 100.000 orang. Dan di
Indonesia, MS masih dianggap penyakit yang langka, tidak banyak yang mengerti dan jumlah
kasusnya pun masih sedikit. Di RSCM jumlah kasus MS dalam satu setengah tahun terakhir
ada 14 kasus dan jumlah keseluruhan di Indonesia belum diketahui, papar dr Riwanti. (SISI
SPORTY HR-V. (2016, January 30). Retrieved February 18, 2016, from http://www.koransindo.com/news.php?r=4 )
Manifestasi dari MS ini sangat luas dari sakit ringan hingga penyakit yang secara cepat
dan luas yang mepengaruhi gaya hidup seseorang. (Harrison, T. R., Hauser, S. L., & Josephson,
S. A. (2013). Harrison's neurology in clinical medicine (3rd ed.). New York: McGraw-Hill
education. Pg. 474). Penyakit Multiple Sclerosis ini tidak bisa didiagnosis hingga pasien
mengalami beberapa serangan multiple dari lokasi neuroanatomical. Penyebab dari penyakit ini
masih diperdebatkan namun kemungkinan dipengaruhi oleh lingkungan yang berhubungan
dengan perkembangan virus akibat faktor lingkungan yang mendukung untuk multiplikasi dari
virus ini. Dalam manusia yang dicurgai secara genetik memiliki leukosit antigen yang
mengarah pada teori autoimun yaitu sistem kekebalan tubuh yang mengenali bagian tubuh
sebagai patogen dan menyerang serta menghancurkan bagian tubuh itu yang didalam MS
bagian yang dierang oleh sistem kekebalan tubuh ini adalah selubung mielin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi multiple sklerosis


Multiple sklerosis merupakan penyakit demielinasi kronis yang menyerang selubung
myelin neuron dalam system saraf pusat yang bersifat degeneratif. Selubung myelin ini sangat
penting untuk konduksi impuls saraf normal, selubung myelin memburuk dengan interval yang
tidak teratur sepanjang akson saraf, sehingga menyebabkan perlambatan konduksi saraf yang
disebabkan oleh adanya material lunak dan protein disekitar serabut-serabut saraf otak dan
medula spinalis. Kerusakan akson juga terjadi pada multiple sklerosis. Penyakit multiple
sklerosis biasanya menyerang manusia pada usia produktif yaitu antara 20-40 tahun, dan
menyerang perempuan dua kali lebih sering daripada laki-laki. Biasanya penyakit ini lebih
sering menyerang orang yang berkulit putih dan tinggal di daerah yang beriklim dingin seperti
Amerika utara dan Eropa daripada orang yang berkulit hitam. Apabila seseorang lahir di daerah
yang rentan terkena multiple skeloris maka kemanapun ia pergi, ia akan tetap membawa dan
beresiko terkena penyakit multiple sklerosis (Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001)
Meskipun multiple sklerosis bisa mempengaruhi berbagai macam tempat di CNS kita dapat
mengenali delapan jenis dari penyakit.
1

Relapsing remmiting multiple sclerosis. Ini adalah bentuk klasik dari multiple sclerosis yang
biasanya dimulai pada usia belasan akhir hingga usia 20 an dengan serangan yang parah dan
diikuti oleh penyembuhan yang lengkap atau tidak. Serangan selanjutnya itu tidak bisa
diprediksi dan menyebbkan disability pasien lebih meningkat dalam setiap serangan yang

datang.
Primary Progressive multiple sclerosis. Penyakit secara perlhan menurun yang disebabkan
oleh beberapa periode serangan tanpa perbaikan. Progresinya itu bervariasi dan dalam kasus
yang paling berat bias mengakibatkan kematian dalam beberapa tahun.

Secondary Progressive multiple sclerosis ini adalah bentuk relapsing remmitng dari multiple
sclerosis kasusnya biasa ditemukan berubah menjadi secondary progressive multiple

sclerosis pada usia akhir 30an.


Relapsing Progressive Multiple Sclerosis. Kasusnya biasa terjadi dimana pasien dengan

bentuk progressive multiple sclerosis yang kambuh tanpa penyembuhan yang signifikan.
Benign Multiple Sclerosis. Sekita 20 persen dari kasus adalah bentuk benign dari multiple
sclerosis. Ini bisa didefinisikan oleh pasien dengan benign multiple sclerosis dapat berfungsi
secara optimal selama 10 tahun setelah munculnnya gejala pertama. Namun dalam kasus
yang sangat jarang ada pasien yang dapat hidup sepanjang usianya dengan hanya gangguan
minor dari benign multiple sclerosis. Pada keadaan normal setelah 10 tahun kedepan setelah

ditemukan gejala yang pertama dan gejalanya akan bertambah di 10 tahun kedepan.
Spinal form multiple sclerosis. Tipe dari multiple sclerosis ini muncul dengan tanda dan

gejala dari perkembangan spinal cord dari perkembangan dan bertahannya pola ini.
Neuromyelitis optika (Devic Syndrome) sebagian besar kasus dari sindrome ini diyakkini

adalah contoh dari multiple sclerosis yang muncul dengan dengan optik neuritis.
Marburg varian. Ini adalah tipe langka dari multiple sclerosis yang berhubungan dengan
progresif dari kesadaran, hilangnya penglihatan, disatria,disfagia, dan gangguan pernafasan.

2.2 Etiologi
Penyebab mutlak penyakit multiple sklerosis masih belum pasti namun sebagian besar
teori mengatakan bahwa penyakit multiple sklerosis disebabkan oleh virus imunogenetik yang
merupakan demielinasi bermedia kekebalan tubuh yang dipicu oleh infeksi virus yang
kemungkinan adalah virus Epstein-Barr. Virus ini mengubah respon imun terhadap infeksi
virus, jadi disini kekebalan tubuh atau sistem imun yang seharusnya melindungi tubuh tetapi
sebaliknya, sistem imun menyerang selubung myelin yang mengakibatkan kerusakan dan
disfungsional pada saraf yang tidak dapat diperbaiki. Menurut penelitian kemungkinan
multiple sklerosis disebabkan oleh faktor genetik dan beberapa faktor pencetus lainya
diantaranya adalah seperti faktor cedera fisik, iklim, lokasi dan stress emosional. Iklim yang
dingin menyebabkan virus dapat berkembang dengan baik. Sedangkan stress emosional
memacu tubuh kita mengeluarkan zat zat kimia secara berlebih yang menyebabkan selubung
myelin rusak. Jadi dapat disimpulkan bahwa penyakit multiple skerosis disebabkan oleh virus,
respon imun dan faktor genetik dimana jika memiliki anggota keluarga inti (orang tua atau
saudara kandung) yang mengidap MS, maka akan resiko menderita penyakit yang sama akan
4

meningkat. Namun satu hal yang perlu kita ketahui bahwa Myelin dibuat oleh oligodendrosit
yang berfungsi melindungi saraf tepi dan memfasilitasi impuls saraf. Biasanya pada penderita
multiple sklerosis, Myelin yang membungkus akson akan luruh dan mengakibatkan transmisi
saraf menjadi tidak menentu yang sehingga muncul gangguan pada saraf-saraf yang lainnya.
(Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001)

2.3 Anatomi fisiologi


Saraf merupakan struktur penting dalam tubuh manusia, dimana saraf berfungsi untuk
menghantarkan impuls atau rangsangan ke otak. Fungsi saraf dalam bentuk sensorik yaitu
sebagai penerima dan penghantar impuls, dalam bentuk integrasi sebagai yang memproses
impuls dan dalam bentuk motorik sebagai yang menggerakkan atau melakukan tindakan yang
akan dilakukan. Setiap bagian saraf dalam tubuh manusia mempunyai fungsi masing-masing,
saraf tersusun atas dendrit, akson dan badan sel. Dendrit adalah bagian neuron yang menerima
atau input, biasanya pendek dan bercabang, badan sel mempunyai nukleus yang dikelilingi oleh
protoplasma dan dilapisi oleh membran sel. Akson adalah bagian neuron yang menyebarkan
impuls saraf menuju saraf lainnya atau menuju serat otot atau sel kelenjar. Akson diselubungi
atau di bungkus oleh selubung myelin yang dihasilkan oleh dua jenis neuroglia yaitu Schwann
cells (dalam PNS) dan oligodendrocytes (dalam CNS) dan jumlah myelin akan meningkat
sejak lahir sampai dewasa dan keberadaannya meningkatkan kecepatan konduksi impuls saraf,
itu sebabnya respon bayi dan dewasa berbeda kecepatan maupun koordinasinya. System
persarafan dibagi atas dua yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer dimana dalam
sistem saraf pusat mencakup 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang spinal cord, sedangkan
system saraf perifer terdiri atas tiga sistem yaitu sistem saraf somatik yang mencakup saraf
skeletal (voluntary), otonom mencakup saraf simpatis dan parasimpatis (involuntary) dan
enterik (involuntary) mencakup saluran cerna.

Gambar saraf
Gambar 1

Gambar 2

Gambar 3

gambar 2 dan 3 menggambarkan perubahan selubung saraf (selubung myelin) yang terlihat
pada

multiple

sklerosis

dimana

selubung

myelin

mengalami

peluruhan

sehingga

mengakibatkan transmisi saraf menjadi tidak menentu. (Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001)

2.4 Patofisiologi
Myelin adalah lapisan yang terdiri dari lemak dan protein yang membungkus akson dan
mempercepat konduksi impuls saraf disepanjang akson. Terdapat proses dalam patogenesis
multiple sklerosis yaitu proses autoimun dan agen infeksius dimana sel T teraktivasi dan
mengenali antigen diri yang diekspresikan dalam system saraf pusat, makrofag masuk kedalam
otak melalui sirkulasi perifer yang menyebabakan inflamasi. Melalui produksi sitokin inflamasi
dan spesies oksigen reaktif, limfosit T yang teraktivasi dan mikroglia makrofag menyebabkan
demielinasi disertai penghancuran oligodendrosit sehingga terbentulah plak-plak di sepanjang
6

selubung myelin yang mengakibatkan kerusakan jaringan parut dan ketika edema serta
inflamasi mereda maka terjadi beberapa remielinasi namun sering kali proses remielinasi tidak
selesai dan walaupun plak dapat terjadi dimana saja di daerah putih system saraf pusat namun
daerah yang seringkali terkena adalah saraf optik sehigga seringkali penderita atau orang
dengan multiple sklerosis memiliki gangguan pada pengelihatannya seperti tidak fokus pada
saat melihat dan pandangan kabur, serebrum dan tulang belakang servikal. (Smeltzer, S. C., &
Bare, B. G. 2001)

Bagan patofisiologi
Virus, Respon autoimun, Genetik,
iklim, lokasi, cedera fisik dan
stress emosional

Edema dan degenerasi myelin

Diemielinisasi yang mengkerut


menjadi plak

Lesi multiple sklerosi terjadi pada


substansia sistem saraf pusat

Dismielinasi

Terhambatnya alur impuls saraf


7

Saraf optik
dan
Khiasma

Gangguan
penglihata
n(MK)

Kerusakan
komunikasi
verbal (MK)

serebelum dan batang otak

Nistagmus
(mata
berkedut)

Serebrum

Disfungsi
serebral

Kehilangan
keseimbang
an serebral
(ataksia
serebral)

medulla
spinalis

lesi (luka)
kortikospinalis

Hilangnya daya
ingat dan
demensia

disertia

Gangguan
sensorik,
kelemahan
spastik anggota
gerak

Hambatan
mobilitas
fisik

Kemampuan
menyelesaikan masalah :

Tirah
baring
lama

perubahan mengawasi
keadaan yang kompleks
dan berfikir abstrak :
Perubahan
kemampuan
merawat diri
sendiri

disfungsi
eliminasi

emosi labil, pelupa,


apattis : loss deep
memory.

defisit perawatan diri


(makan, Hygiene),
,minum, berpakaian,
perubahan nutrisi :
kurang dari
kebutuhan tubuh
(MK)

perubahan proses berfikir,


kerusakan interaksi
sosial,koping tidak efektif
(MK)

Inkontinensi
a urine (MK)

Resiko tinggi
kerusakan
integritas
jaringan (MK)

2.5 Tanda dan gejala / manifestasi klinis


Adapun tanda dan gelaja yang menyertai penyakit multiple sklerosis adalah hal yang
menimbulkan banyak tantangan bagi klien dan keluarga, dan perjalanan penyakit pada setiap
orang berbeda-beda. Namun pada penderita multiple sklerosis yang paling banyak terjadi yaitu
pola hilang timbul yang merupakan pola awal dari manifestasi klinis. Ada empat (4) pola klinis
diantaranya adalah 1. Hilang timbul, 2. Progresif sekunder, 3. Progresif primer, dan yang 4
adalah Progresif kambuhan.
Pola awal atau pola hilang timbul adalah episode akut memburuk dengan pemulihan dan
perjalanan penyakit yang stabil diantara kekambuhan.
Pola progresif sekunder adalah pola dimana terdapat kerusakan neurologis bertahap
dengan atau tanpa kekambuhan akut yang tumpang tindih pada klien yang sebelumnya
telah mengalami fase hilang timbul.
Pola progresif primer adalah pola lanjutan dari pola progresif sekunder, dipola ini juga
terdapat kerusakan neurologis bertahap yang berlangsung terus-menerus sejak awal
manifestasi.
Yang terakhir adalah pola progresif kambuhan yaitu masuk tahap dimana kerusakan
neurologis bertahap sejak awal manifestasi dan disertai kekambuhan yang tumpang
tindih.
Multiple sclerosis sering terjadi pada otak dan spinal cord, namun dapat terjadi pada sistem
saraf lainnya, sehingga dapat menimbulkan beragam gejala diantaranya adalah:
1. Kesemutan atau paresthesia atau kebas pada ekstremitas baik sebagian maupun keseluruhan
yang disebabkan oleh keterlibatan serebrum atau tulang belakang.
2. Kehilangan koordinasi akibat keterlibatan serebelar
3. Disfungsi usus dan kandung kemih (anyang-anyangan), inkontinensia akibat dari keterlibatan
4.
5.
6.
7.

tulang belakang
Konstipasi
Kelelahan (akibat dari kurangnya tidur)
Gangguan penglihatan, pandangan kabur, tidak terfokus, dan penglihatan ganda
Mudah lupa (dimensia)
9

8. Emosi labil
9. Depresi
10. Disfungi seksual
(Smeltzer, S. C., & Bare, B. G.2001)
2.6 Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi dari penyakit multiple sklerosis adalah
1. Disfungsi pernapasan
2. Infeksi kandung kemih, sistem pernapasan, dan sepsis
3. Komplikasi dari imobilitas
Semua komplikasi diatas dapat muncul atau terjadi tegantung pada jalur saraf yang terkena.
(Baticaca, F. B. 2008)

2.7 Prognosis
Multiple Sklerosis atau disingkat MS bukanlah suatu penyakit fatal, kecuali pada kasus
yang jarang terjadi dari penyakit yang berat, sebagian besar orang dengan penyakit MS
memiliki jangka hidup yang normal atau mendekati normal dan biasanya meninggal dari
kondisi yang sama (penyakit jantung atau kanker) yang mempengaruhi populasi umum.
Namun, gejala dari MS dinyatakan negatif dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
Tingkat bunuh diri di antara pasien dengan MS lebih tinggi dari rata-rata. Sebagian besar pasien
dengan MS tidak menjadi cacat berat. Dua puluh tahun setelah diagnosis, sekitar dua-pertiga
dari orang-orang dengan MS tetap rawat jalan dan tidak perlu kursi roda, meskipun banyak dari
mereka mungkin menggunakan tongkat atau kruk untuk bantuan berjalan. Beberapa pasien
menggunakan skuter listrik atau kursi roda untuk membantu mengatasi kelelahan atau masalah
keseimbangan. Tingkat keparahan dan perkembangan penyakit MS ini, bervariasi dari pasien ke
pasien dan tidak dapat diprediksi. Sekitar 20% dari pasien tetap asimtomatik atau menjadi
hanya sedikit gejala setelah peristiwa klinis awal. 20% pengalaman lain kondisi progresif cepat.
Kebanyakan pasien akan memiliki beberapa tingkat perkembangan penyakit. (Multiple
sclerosis.

(n.d.).

Retrieved

February

07,

2016,

from

http://umm.edu/health/medical/reports/articles/multiple-sclerosis)
2.8 Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis disini bertujuan untuk mencegah dan menunda disabilitas jangka
panjang, serta menghilangkan gejala dan membantu fungsi pasien. Adapun penatalaksanan
tersebut meliputi penatalaksanaan pada serangan akut dan kronik.
10

1. Penatalaksanaan serangan akut


a. Hormon kortikosteroid atau adrenokortikosteroid dapat melalui IV maupun oral. Obat ini
digunakan untuk menurunkan atau meredakan inflamasi karena obat ini bersifat anti
inflamasi dan biasanya juga digunakan untuk meningkatkan pemulihan eksaserbasi.
b. Imunosupresan digunakan untuk menstabilkan kondisi penyakit.
c. Beta interferon digunakan untuk mempercepat penurunan gejala multiple sklerosis.
2. Penatalaksanaan gejala kronik
a. Pengobatan spastik seperti bacloferen, dantrolene, diazepam, terapi fisik dan intervensi
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

pembedahan.
Mengkontrol kelelahan dengan namatidin
Pengobatan depresi dengan antidepresan dan konseling
Penatalaksanaan kandung kemih dengan antikolinergik dan pemasangan kateter tetap.
Penatalaksanaan BAB dengan laksatif dari supositoria.
Penatalaksanaan rehabilitasi dengan terapi fisik.
Mengkontrol dystonia dengan karbamazim
Penatalaksanaan gejala nyeri dengan karbamzepin, fenitoin, perfenazin dengan amitriptilin.
(Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Keperawatan Medika Bedah (8th ed., Vol. 3).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran) dan (Black, J. M., & Hawks, J. H. (n.d.). Gangguan
Kognitif dan Persepsi (8th ed., Ser. 3). Singapore, 2014: Elsevier)

2.9 Pemeriksaan penunjang


Sebenarnya untuk penyakit multiple sklerosis tidak ada tes definitif sehingga yang
diandalkan adalah riwayat kesehatan pasien secara rincinya kemudian temuan klinisnya dan
berbagai tes diagnosis dan terdapat penelitian baru pada pasien yang mengalami satu
manifestasi seperti dengan melakukan tes neuritis optic.
Adapun tes diagnosis yang dilakukan adalah meliputi :
1. Evaluasi cairan serebrospinal (css) untuk adanya pengelompokan oligoklonal
2. Memunculkan potensi jalur optik dan system pendengaran untuk mengkaji adanya konduksi
saraf yang lambat.
3. MRI otak dan tulang belakang untuk menentukan adanya plak multiple sklerosis
4. Pemeriksaan elektroporesis susunan saraf pusat : antibody Ig dalam sisitem saraf pusat yang
abnormal
(Black, J. M., & Hawks, J. H.)

11

BAB III
Tinjauan Asuhan Keperawatan

3.1.

Pengkajian Keperawatan
Untuk mengkaji pasien dengan multiple sklerosis maka fokusnya pada kemampuan
pasien dalam melakukan aktivitas, stress yang dirasakan dan koping stress yang dilakukan
dipicu dengan kemungkinan multiple sklerosis untuk berkembang menjadi disabilitas yang
permanen. Multiple sklerosis ini juga merusak myelin isolasi sehingga mempengaruhi suasana
hati yang mengakibatkann pasien stress hingga depresi. Kemudian kaji juga pola tidur pasien
karena biasanya penderita multiple sklerosis mengalami gangguan tidur dan hal ini dapat
menyebabkan kelelahan, karena disebabkan oleh kurangnya efisiensi tidur (menurut penelitian
polisomnografi), gerakan kaki involunter periodik dan urgensi berkemih selain itu kaji juga
apakah pasien mengalami kebas atau kesemutan dan seberapa sering (frekuensi) kemudian
dimana lokasi yang terkena kebas, mengkaji apakah ada gangguan dalam eliminasi seperti
inkontinensia dan konstipasi, mengkaji daya ingat pasien misalkan apakah daya ingat pasien
mengalami penurunan dalam beberapa bulan atau minggu ini, mengkaji fungsi penglihatan
pasien, apakah dapat melihat dengan normal atau pandangan kabur dan lain sebagainya,
Jadi secara keseluruhan perawat mengkaji kekuatan otot motorik, koordinasi, dan
gangguan berjalan, kemudian melakukan pemeriksaan saraf

kranial, mengevaluasi fungsi

eliminasi dan melakukan eksplorasi koping, efek aktivitas dan fungsi seksual serta status
emosional, dan riwayat kesehatan pasien. (Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001)
3.2.

Analisis Data
Adapun data-data yang dikumpulkan adalah data-data subjektif dan objektif dimana data
subjektif merupakan data yang didapat dari pasien, keluarga, dan orang orang terdekat pasien,
sedangkan data objektif adalah data yang didapatkan dari hasil observasi perawat. Adapun datadata yang di dapatkan adalah
1. Data subjektif : pasien melaporkan bahwa sulit untuk menahan kencing, sulit melakukan
buang air besar (pasien mengalami konstipasi), pasien mengeluhkan kesulitan dalam
melakukan ADL serta merasa diri rendah.

12

2. Data objektif : pasien menggunakan pampers, abdomen pasien terasa keras dan bermasa
serta frekuensi usus lambat, pasien menjauhkan diri dari lingkungannya, kulit pasien telihat
kusam, lembab dan berbau.
3.3.
No
Diagnosa
keperawatan

Rencana Asuhan Keperawatan


1
Gangguan
eliminasi urin b.d
disfungsi
kandung kemih

Tujuan

Pasien dapat
mempertahankan
kontinensia urin
dan pengisian
kandung kemih
yang normal, hal
tersebut
dibuktikan
dengan volume
residu yang
kurang dari
100ml, penerapan
prosedur
pengosongan
kandung kemih
yang tetap, dan
secara subjektif
pasien
mengatakan puas
terhadap status
eliminasi urinnya.
Intervensi
Mengkaji kulit
keperawawtan untuk melihat
adanya dermatitis
terkait
inkotinensia
setiap kali
berkemih.

Mempertahankan

2
Konstipasi b.d
imobilitas dan
demielinasi

3
Defisit
perawatan diri

Pasien memiliki
gerakan usus
dengan
konsistensi dan
frekuensi yang
normal

Kebutuhan ADL
pasien terpenuhi.

Mengkaji pola
defekasi
normal.

Mengkaji ADL
pasien dengan
menggunakan
pola asuhan
keperawatan
gordon.

Membuat
program
defekasi dengan
menggunakan
supositoria
setelah sarapan
13

4
Harga diri
situasional b.d
hilangnya
kemandirian dan
ketakutan pada
disabilitas
Pasien dapat
mencapai
peningkatan
harga diri yang
dibuktikan
dengan
verbalisasi
kesadaran bahwa
tujuan pribadi
dan citra tubuh
perlu
disesuaikan,
kemauan untuk
menjaga
kemandirian
yang sesuai serta
pikiran dan
pernyataan yang
positif tentang
dirinya.
Mengkaji
riwayat
pengobatan
depresi dan
depresi pasien.
Mengkaji koping
pasien.
Mengevaluasi

asupan
2.000ml/24jam
a. 400500ml
setiap kali
makan
b. 200ml 3x
sehari
diantara
waktu
makan.
c. Membatas
i asupan
cairan
setelah
jam 6
sore.

Menghindari
penggunaan
rutin enema dan
obat pencahar
Edukasi pasien
untuk
melakukan diet
tinggi serat dan
2.000ml cairan

sitem pendukung
pasien.
Memberikan
kegiatan yang
meningkatkan
kemandirian
pasien.
Membantu
pasien untuk
dapat menerima
kenyataan dan
ketergantunga
terhadap orang
lain.

Berkemih setiap
tiga jam sekali
disaat bangun

Melakukan scan
kandung kemih
untuk
mengkonfirmasi
adanya volume
residu pasca
berkemih
(postvoid residual
volume [PVR])

NIC

Asuhan untuk
inkotinensia urin

Intervensi
pelatihan usus.

Management
cairan

Intervensi
management
konstipasi.
Intervensin
management
konstipasi

Management
eliminasi urine

Edukasi keluarga Meningkatkan


untuk membantu koping pasien.
pemenuhan ADL
Meningkatkan
pasien
koping pasien.
Meningkatkan
sosialisasi
pasien.
14

Management
eliminasi urin

Intervensi
pelatihan usus

Meningkatkan
harga diri atau
pandangan
pasien tentang
dirinya.
Meningkatkan
harga diri atau
pandangan
pasien tentang
dirinya.

NOC

Eliminasi urin.

Rasional

Urin yang kontak


dengan kulit
mengakibatkan
cedera pada kulit
dan pengelupasan
lapisan terluar
kulit.
Asupan cairan
yang cukup
meningkatkan
produksi urin
yang adekuat dan
meningkatkan
volume urin
setiap kali
berkemih,
pembatasan
cairan setelah
makan malam
mengurangi
berkemih
inkontinensia
dimalam hari.
Pelatihan
kandung kemih
dengan berkemih
rutin mengurangi

Eliminasi usus
dan kontinensia
usus.
Defekasi setiap
hari bukanlah
pola normal
untuk semua
orang.
Reflek
gastrokolik
paling kuat
terjadi setelah
sarapan.
Penggunaan
rutin obat
pencahar dan
enema
menyebabkan
ketergantunga
untuk defekasi.
Serat tidak
dicerna,
sehingga
menambah
masa BM yang
membuatnya
lebih mudah
untuk keluar.
Cairan diserap
dari usus besar

Pemenuhan
kebutuhan ADL

Harga diri

Dengan
terpenuhinya
ADL pasien
maka meningkat
kepercayaan diri
pasien serta
untuk
menghindari
komplikasi
tambahan yang
dapat muncul
akibat dari ADL
yang tidak
terpenuhi

Multiple
sklerosis dan
pengobatan yang
dilakukan dapat
mengakibatkan
depresi pada
pasien.
Mengidentifikasi
koping dan
mekanisme
pertahanan
pasien seperti
penyangkalan,
penolakan
ataupun
intelektualisasi
yang dipakai
untuk
menanggulangi
depresi.
Peran serta
keluarga dan
oranglain
memiliki
pengaruh yang
besar bagi
emosional

15

risiko
inkontinensia.
Retensi urin
ditentukan
dengan mengukir
volume urin
residu pasca
berkemih (PVR)
10-20 menit
setelah pasien
melakukan
eliminasi BAK

sehingga
mempertahanka
n asupan cairan
yang akan
melunakkan
feses.

maupun fisikal
pasien.
Kegiatan yang
dilakukan dapat
meningkatkan
harga diri yang
positif bagi
pasien.
Menyadari
keterbatasan
akibat penyakit
dan menerima
bantuan adalah
langkah penting
dalam bersikap
realistis
mengenai
penyait dan
pengaruhnya.

16

BAB IV

4.1 Kesimpulan
Dari paparan atau penjelasan di atas, maka kami kelompok dapat menyimpulkan bahwa
multiple sklerosis adalah penyakit kronis yang dapat menyerang sistem saraf pusat. Penyakit ini
biasanya menyerang manusia pada usia produktif yaitu 20-40 tahun dan menyerang perempuan
dua kali lebih sering. Penyebab dari penyakit ini belum pasti namun banyak teori yang
mengatakan penyakit ini disebabkan oleh virus, autoimun dan genetik. Penyakit ini bukanlah
penyakit fatal namun dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Adapun tanda dan gejala
multiple sklerosis seperti kesemutan, kehilangan penglihatan, kehilangan koordinasi, disfungsi
usus dan kandung kemih, konstipasi, kelelahan, gangguan penglihatan, mudah lupa, emosi labil,
depresi, dan disfungsi seksual. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan untuk adalah evaluasi
cairan serebrospinal (css) untuk adanya pengelompokan oligoklonal, memunculkan potensi
jalur optik dan system pendengaran untuk mengkaji adanya konduksi saraf yang lambat, MRI
otak dan tulang belakang untuk menentukan adanya plak multiple sklerosis, dan pemeriksaan
elektroporesis sususnan saraf pusat : antibody Ig dalam sistem saraf yang abnormal.

17

4.2 Daftar Pustaka


Apa itu Multiple Sclerosis: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Cara Mengobati - Pelajari lebih
lanjut tentang topik kesehatan di DocDoc. (n.d.). Retrieved February 07, 2016, from
https://www.docdoc.com/id/id/info/condition/sklerosis-ganda
Black, J. M., & Hawks, J. H. (n.d.). Gangguan Kognitif dan Persepsi (8th ed., Ser. 3).
Singapore, 2014: Elsevier.
Baticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika.
Multiple sclerosis. (n.d.). Retrieved February 07, 2016, from
http://umm.edu/health/medical/reports/articles/multiple-sclerosis
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Keperawatan Medika Bedah (8th ed., Vol. 3). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.

18

Anda mungkin juga menyukai