Pendahuluan
Sistem pencernaan terdiri dari saluran panjang yaitu saluran cerna. Saluran ini dimulai
dari mulut sampai anus. Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan ditambah organorgan pencernaan tambahan (aksesori). Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk
memindahkan zat gizi atau nutrien, air dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam
lingkungan internal tubuh.
Pencernaan merupakan proses untuk mengubah bahan makanan menjadi zat yang
dapat diserap kedalam peredaran darah. Bahan-bahan yang tidak berguna dan sebagian yang
toksis dikeluarkan berupa feses. Sistem pencernaan tidak dapat melaksanakan fungsinya jika
dalam keadaan terganggu. Walaupun sistem pencernaan mempunyai manfaat yang sangat
besar dalam kehidupan kita, akan tetapi tidak jarang juga kelainan pada sistem ini juga dapat
mengakibatkan kematian. Salah satunya adalah apendisitis, penyakit ini merupakan penyakit
bedah mayor yang paling sering terjadi dan tindakan bedah segera mutlak diperlukan pada
apendisitis akut untuk menghindari komplikasi yang umumnya berbahaya.
Apendisitis merupakan peradangan pada apendik periformis. Apendik periformis
merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil dengan panjang 2-6
inci. Lokasi apendik pada daerah illiaka kanan, di bawah katup iliocaecal, tepatnya pada
dinding abdomen di bawah titik Mc Burney. Apendiks disebut juga umbai cacing, apendisitis
merupakan Peradangan dimulai oleh obstruksi dari fekalit (suatu masa seperti batu yang
terbentuk dari feces) atau infeksi bacterial supuratif. Sebagian kecil apendiks dapat menjadi
membengkak atau nekrosis mengenai seluruh apendiks. Terkait dengan hal tersebut, makalah
ini akan membahas dan memberikan pengertian tentang sejumlah bahan maupun bagian yang
perlu diperhatikan lebih dalam dari kasus yang diberikan, yaitu appendisitis.
Pembahasan
Anatomi dan Fisiologi Apendiks
1
Gambar 1. Appedix3
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa keadaan umum dan
tanda-tanda vital yang terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Lalu
dilakukan inspeksi, palpasi dan auskultasi. Inspeksi untuk melihat lokasi nyeri, pembagian
abdomen berdasarkan kuadran (LUQ, RUQ, RLQ, LLQ), pembagian abdomen berdasarkan 9
regio (pada orang gemuk), melihat bentuk abdomen dan kesimetrisannya, perubahan warna
kulit, lesi kulit, pembuluh darah kolateral, jenis bekas luka, benjolan, pulsasi, dan peristaltic
yang terlihat pada dinding abdomen. Sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga
pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Palpasi dengan menggunakan 3
jari ( jari 2, 3, dan 4 ) tangan kanan. Palpasi dalam abdomen ada 3, yaitu palpasi umum,
palpasi organ, dan palpasi khusus. Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa
nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan
nyeri pada perut kanan bawah yang disebut sebagai tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan
apabila tekanan di perut kanan bawah dilepaskan secara tiba-tiba juga akan terasa nyeri yang
disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Pada pasien ini ditemukan nyeri tekan dan nyeri
lepas pada kuadran kanan bawah.1
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator pemeriksaan ini juga dilakukan untuk
mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot
4
psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor,
maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka
tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
Auskultasi memberikan hasil bahwa peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang
karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata.1
Rovsing sign (+) : nyeri di kuadran kanan bawah pada palpasi di kuadran kiri bawah.
Obturator sign (+) : nyeri pada kuadran kanan bawah dengan rotasi internal dan
eksternal pada panggul kanan pada posisi fleksi.
Psoas sign (+) : nyeri di kuadran kanan bawah pada ekstensi maksimal sendi panggul
kanan atau fleksi panggul kanan dengan penekanan pada paha
Blumberg sign (+) : nyeri pada perut kanan bawah apabila dilakukan penekanan
perlahan kemudian di lepas tiba-tiba pada titik McBurney.5
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, tanda-tanda vital
dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik abdomen, terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas
pada kuadran kanan bawah.
nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini
merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium untuk appendisitis akuta bersifat nonspesifik, sehingga hasilnya tak
dapat digunakan untuk mengkonfirmasikan atau menyangkal diagnosis. Pemeriksaan
laboratorium terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml (leukositosis)
dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.2
Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan
kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen. Urinalisa sangat penting pada anak
dengan keluhan nyeri abdomen untuk menentukan atau menyingkirkan kemungkinan infeksi
saluran kencing. Appendiks yang mengalami inflamasi akut dan menempel pada ureter atau
vesika urinaria, pada pemeriksaan urinalisis ditemukan jumlah sel leukosit 10-15
sel/lapangan pandang dan albuminuria minimal. 2
Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan dengan radiologi yang terdiri dari
pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. USG juga berguna pada
wanita sebab dapat menyingkirkan adanya kondisi yang melibatkan organ ovarium, tuba
falopi dan uterus yang gejalanya menyerupai appendicitis. Sedangkan pada pemeriksaan CTscan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks
yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Pada foto tidak dapat menolong
untuk menegakkan diagnosa appendicitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang
kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut :
a. Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan
b. Kadang ada fekolit (sumbatan)
c. Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma
Dapat juga menggunakan Alvarados score untuk membantu menentukan diagnosis.
Keterangan:
Skor 0-4 Kemungkinan bukan apendisitis akut
Skor 5-6 Ada kecocokan dengan diagnosis apendisitis akut (perlu diobservasi lebih lanjut)
Skor 7-8 Ada indikasi kemungkinan apendisitis akut
Skor 9-10 Sangat mungkin apendisitis akut (perlu tindakan operasi) 4
Differensial Diagnosis
Differensial diagnosis yang dipilih adalah kehamilan ektopik terganggu, adneksitis,
kolesistitis dan divertikulitis.
Kehamilan ektopik terganggu
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang hasil konsepsi berimplantasi dan
tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Letak implantasi kehamilan ektopik terbanyak
adalah di tuba. Gejala kehamilan ektopik terganggu bervariasi. Uterus membesar dan lembek
7
seperti pada kehamilan biasa. Uterus kadang tidak dapat diraba karena dinding perut
menegang dan uterus dikelilingi darah. Pada pemeriksaan vagina didapat serviks yang
lembek sesuai dengan kehamilan muda. Bila serviks digerakan, umumnya akan timbul nyeri
yang hebat. Tanda-tanda yang harus diperhatikan pada kehamilan ektopik adalah : Nyeri
hebat pada perut bagian bawah, nyeri tersebut dapat terasa tajam awalnya kemudian
perlahan- lahan menyebar ke seluruh perut. Nyeri bertambah hebat bila bergerak. Perdarahan
vagina (bervariasi, dapat berupa bercak atau banyak seperti menstruasi).2
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika
ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri
yang mendadak difus di daerah pelvis dan dapat terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan
vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Duglas dan pada kuldosentesis didapatkan
darah.2
Adneksitis atau PID (Pelvic Inflammatory Disease)
Adneksitis atau salpingo-ooforitis merupakan suatu infeksi asendens melalui uterus ke
tuba fallopius yang dapat masuk ke rongga peritoneum dan meluas ke jaringan sekitarnya.
Adneksitis atau PID ini sering ditemukan pada wanita muda dengan insidens paling tinggi
usia 15-24 tahun. Etiologinya dapat terdiri atas organisme yang ditularkan melalui hubungan
seksual seperti gonokokus dan klamida maupun organisme yang tidak ditularkan melalui
hubungan seksual, seperti streptokokus, enterobakteri dan bakteriodes. Gambaran klinisnya
dapat dari ringan sampai berat. Gejala yang umum ditemukan adalah nyeri perut. Nyeri
tersebut timbul karena radang di tuba, di alat sekitarnya yang turut terlibat dan mungkin oleh
rangsang peritoneum. Sifat nyeri mirip dengan apendisitis akut, bersifat sinambung, sering
bilateral, serta sering meningkat bila bergerak dan perasat Valsava positif. Ketika bergerak,
bernapas dalam, batuk, bersin atau mengejan akan terasa nyeri karena nyeri biasanya disertai
dengan tanda rangsangan peritoneum lokal. Penderita mungkin menggigil dan tidak jarang
mual dan muntah. Pada pemeriksaan didapatkan nyeri tekan perut bagian bawah dan
mungkin disertai dengan defans muskuler lokal.2
Kolesistitis
Kolesistitis akut merupakan reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang
disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Gambaran klinisnya adalah
nyeri akut di perut kuadran kanan atas yang kadang-kadang menjalar ke belakang daerah
8
skapula. Biasanya terdapat riwayat serangan kolik sebelumnya. Nyeri menetap dan disertai
tanda rangsang peritoneal berupa nyeri tekan, nyeri lepas dan defans muskuler otot dinding
perut. Kadang kandung empedu yang membesar dapat teraba. Pada sebagian penderita nyeri
disertai mual dan muntah.2
Divertikulitis
Merupakan radang akut dalam divertikel tanpa atau dengan perforasi. Radang
biasanya disebabkan oleh retensi feses di dalamnya. Tekanan tinggi di dalam sigmoid yang
berperan pada terjadinya divertikel juga berperan pada retensi isi usus di dalam divertikel.
Perforasi akibat divertikulitis menyebabkan peridivertikulitis terbatas, abses atau peritonitis
umum. Abses mungkin mengalami resorpsi atau meluas menjadi besar. Kadang abses
menembus ke rongga peritoneum yang menyebabkan peritonitis umum dalam lumen usus
atau lumen kandung kemih. Mungkin juga abses menembus ke dalam lumen menyebabkan
fistel intern ke usus atau kandung kemih. Obstruksi kronik dapat timbul karena fibrosis.2
Gejala klinis peritonitis lokal pada divertikulitis mirip apendisitis akut tetapi
tempatnya berbeda. Serangan akut berupa nyeri lokal kiri bawah atau suprapubik. Sering
terdapat konstipasi atau diare. Gejala mual dan muntah bergantung pada lokasi dan hebatnya
serangan. Dapat ditemukan demam sedang, distensi perut sedang, massa di daerah pelvis atau
kiri bawah, mungkin disertai rangsangan peritoneal dan leukositosis sedang.2
Working Diagnosis
Working diagnosis yang dipilih adalah apendisitis akut. Apendisitis merupakan
peradangan pada apendiks veriformis yang dapat menyebar ke bagian lain. Apendisitis dapat
terjadi ketika bagian depan apendiks yang berpangkal pada sekum tersumbat dimana akan
menyebabkan terproduksinya mukus yang tebal yang akan menyumbat bagian depan
apendiks hingga tertutup. Jika tertutup, bakteri akan berkembang dan menginfeksi dinding
apendiks yang akan menyebabkan terjadinya inflamasi sehingga dinding apendiks mulai
mati hingga akhirnya mengalami perforasi atau pecah.5,6
Etiologi
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen appendiceal. Penyebab paling umum
dari obstruksi luminal termasuk hiperplasia limfoid sekunder untuk penyakit radang usus
9
(IBD) atau infeksi (lebih umum selama masa kanak-kanak dan dewasa muda), fecal stasis dan
fecaliths (lebih umum pada pasien usia lanjut), parasit (terutama di negara-negara Timur) ,
atau, lebih jarang, benda asing dan neoplasma.5
Fecaliths terbentuk ketika garam kalsium dan puing-puing kotoran menjadi berlapis di
sekitar nidus feces yang terletak di dalam usus buntu. Hiperplasia limfoid dikaitkan dengan
berbagai gangguan inflamasi dan infeksi termasuk penyakit Crohn, gastroenteritis, amebiasis,
infeksi pernafasan, campak, dan mononukleosis. 5
Obstruksi lumen appendiceal jarang dikaitkan dengan bakteri (Yersinia spesies,
adenovirus, cytomegalovirus, actinomycosis, spesies mikobakteri, spesies Histoplasma),
parasit (misalnya, Schistosomes spesies, cacing kremi, Strongyloides), bahan asing
(misalnya, senapan pelet, alat kontrasepsi), TBC, dan tumor. 5
Epidemiologi
Apendisitis sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun. Pada wanita
dan laki-laki insidennya sama kecuali pada usia pubertas dan usia 25 tahun wanita lebih
banyak dari laki-laki dengan perbandingan 3 : 2. Apendisitis adalah keadaan darurat bedah
yang umum, dan merupakan salah satu penyebab paling umum dari kesakitan abdominal. Di
Amerika Serikat, 250.000 kasus apendisitis dilaporkan setiap tahun, mewakili 1 juta
pasien/hari yang masuk rumah sakit. Insiden apendisitis akut telah menurun terus sejak akhir
1940-an, dan kejadian tahunan saat ini adalah 10 kasus per 100.000 penduduk. Apendisitis
terjadi pada 7% dari penduduk AS, dengan kejadian 1,1 kasus per 1000 orang per tahun. Ada
kecenderungan predisposisi dalam keluarga terhadap appendisitis. 5
Di negara-negara Asia dan Afrika, kejadian apendisitis akut mungkin lebih rendah
karena kebiasaan makan penduduk dari wilayah geografis. Insiden appendicitis lebih rendah
dalam budaya dengan asupan tinggi serat makanan. Serat pangan diperkirakan menurunkan
viskositas feses, mengurangi waktu transit usus, dan mencegah pembentukan fecaliths, yang
mempengaruhi individu untuk penghalang dari lumen appendiceal.
Dalam beberapa tahun terakhir, penurunan frekuensi usus buntu di negara-negara
Barat telah dilaporkan, yang mungkin berhubungan dengan perubahan dalam asupan serat
10
makanan. Bahkan, insiden yang lebih tinggi dari apendisitis diyakini terkait dengan asupan
serat yang minim di negara-negara tersebut.
Patofisiologi
setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut.1
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang
disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika
dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada
dalam keadaan perforasi.1
Gejala klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu
makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah,
ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi
kuadran kiri bawah, yang menyebabkan nyeri pada kuadran kanan bawah) . Jika terjadi ruptur
appendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar, terjadi distensi abdomen akibat ileus
paralitik dan kondisi memburuk.
Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai
dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.2
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya
baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis
tidak jelas dan tidak khas.2
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak
tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi
muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala
ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 %
apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh
penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
13
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada appendicitis adalah perforasi. Baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami perdindingan
sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan appendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata.
Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :6
Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh
Perut distended
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen,
dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.6
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara medikamentosa dan non
medikamentosa. Secara non-medikamentosa yaitu sebaiknya menjaga kondisi badan dengan
baik dan tidak banyak beraktivitas. Secara medika mentosa dilakukan bila dari hasil diagnosis
positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah segera dilakukan
apendiktomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara
laparoskopi. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler,
maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik
kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman
aerob dan anaerob. Antibiotik initial diberikan termasuk generasi ke 3 Cephalosporins,
Ampicillin, dan Metronidazol atau Klindamisin untuk kuman anaerob terhadap bakteri gram
negatif dan didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh dan jaringan. Setelah gejala
membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala
berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan
sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada
keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak
menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka dapat
dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.4
Laparoskopik appendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan telah sukses
dilakukan pada 90-94% kasus appendicitis dan 90% kasus appendicitis perforasi.Saat ini
laparoskopik appendiktomi lebih disukai. Prosedurnya, port placement terdiri dari pertama
menempatkan port kamera di daerah umbilikus, kemudian melihat langsung ke dalam melalui
2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada beberapa pilihan operasi, pertama apakah 1 port
diletakkan di kuadran kanan bawah dan yang lainnya di kuadran kiri bawah atau keduanya
diletakkan di kuadran kiri bawah. Sekum dan appendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke
medial.1
15
Prognosis
Pada apendisitis akut resiko mortalitas meningkat pada keterlambatan diagnosis dan
penundaan penatalaksanaan juga jika terjadi komplikasi. Pada anak-anak sekitar 0,1-1% dan
pada orang tua usia lebih dari 70 tahun
Kesimpulan
16
Keluhan nyeri hebat pada perut kanan bawah sejak 6 jam lalu dimana sebelumnya
nyeri tersebut berpindah dari ulu hati ke bagian perut kanan bawah dengan hasil pemeriksaan
fisik terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas mengarah kepada diagnosis apendisitis akut.
Daftar Pustaka
1. Sjamsuhidajat, R. Buku ajar ilmu bedah . Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005.h.639-45.
2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardani WI. Bedah digestif. Edisi ke-3. Jakarta: Media
Aesculapius; 2005.h. 307-13.
3. Sabiston D. Buku ajar bedah sabistons essentials surgery. Jakarta: EGC; 2004.h. 3-8.
4. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Obstetric patologi : ilmu
kesehatan reproduksi. Edisi ke-2. Jakarta : EGC;2003.h.16-23.
5. Grace PA, Borley NR. At a Glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: EMS; 2007.
h.105-7.
6. Daldiyono, Syam AF. Nyeri abdomen akut. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. Hal 303-4.
17