Anda di halaman 1dari 29

PENDAHULUAN

BAB I
1.1 Latar Belakang
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah abnormalitas struktur makroskopis jantung
atau pembuluh darah besar intratoraks yang mempunyai fungsi pasti atau potensial yang
berarti. Kelainan ini merupakan kelainan kongenital yang paling sering terjadi pada bayi baru
lahir. Prevalensi penyakit jantung bawaan yang diterima secara internasional adalah 0.8%,
walaupun terdapat banyak variasi data yang terkumpul, secara umum, prevalensi penyakit
jantung bawaan masih diperdebatkan. (Moons, et al. 2008)
Di Amerika Serikat, tingkat insidensi PJB tercatat paling sedikit 8 kasus dari setiap
1000 kelahiran hidup atau sekitar 40.000 bayi per tahun walaupun kebanyakan kasus tidak
menunjukkan gejala (asimptomatik) dan tidak terdiagnosis. Hanya 2 dari 1000 kasus yang
secara umum menunjukkan gejala penyakit jantung dan dapat diterapi (Sayasathid, et al.
2009). Tingkat insidensi meningkat pada kasus kelahiran mati (3-4%), kasus aborsi (1025%), dan bayi prematur (2%, tidak termasuk Duktus Arteriosus Persisten). (Sani, et al.
2007) Penelitian Wu di Taiwan menemukan prevalensi PJB dari pasien yang lahir dari tahun
2000 sampai 2006 yang diidentifikasi dari database National Health Insurance adalah 13.08
dari 1000 kelahiran hidup dengan spesifikasi sebagai berikut : 12.05 (sederhana, 10.53;
berat, 1.51) pada bayi laki-laki dan 14.21 (sederhana, 12.90; berat, 1.32) pada bayi
perempuan. Defek Septum Ventrikel (DSV; 4.0) merupakan defek yang paling sering terjadi.
(Wu, et al. 2009)
Menurut Sastroasmoro dan Madiyono (1994), dari 3602 pasien baru yang diperiksa
selama 10 tahun (1983-1992) di Poliklinik Subbagian Kardiologi, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI/RSCM, Jakarta, terdapat 2091 penderita PJB. Sebagian besar adalah dari jenis
non-sianotik (1602 atau 76.7%) dan sisanya jenis sianotik (489 atau 23.3%). Distribusi umur
pasien pada saat diagnosis dibagi atas jenis PJB sianotik dan non sianotik. Kelompok umur
1 12 bulan merupakan kelompok penderita dengan jumlah terbanyak (non sianotik,
43.1%; sianotik, 42.4%), diikuti oleh kelompok umur 13 bulan 5 tahun (non-sianotik,
29.1%; sianotik, 27.7%), kelompok umur 6 10 tahun (non-sianotik, 17.2%; sianotik,
17.2%), kelompok umur 10 tahun ke atas (non-sianotik, 6..8%; sianotik, 6.9%), dan
kelompok umur 0 1 bulan (non-sianotik, 3.9%; sianotik, 5.8%).
Tingginya angka kejadian CHD juga diikuti dengan banyaknya masalah keperawatan
yang muncul. Oleh sebab itu pada makalah ini akan dibahas mengenai masalah keperawata
dan intervensi serta jurnal pendukung untuk klien dengan CHD atau Penyakit Jantung
Bawaan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana penjelasan tentang masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan
Penyakit Jantung Bawaan ?
1.3 Tujuan
Untuk memahami penjelasan masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan
Penyakit Jantung Bawaan.
1.4 Manfaat
a. Bagi tenaga kesehatan
Mengetahui dan dapat mengaplikasikan intervensi pada masalah keperawatan yang
muncul pada klien dengan penyakit jantung bawaan.
b. Bagi mahasiswa
Menambah pengetahuan tentang masalah keperawatan yang muncul dan dapat
mengupgrade pengetahuan dengan jurnal yang dipaparkan.

BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN DAN NURSING CARE
2.1 Definisi
Congenital heart disease (CHD) atau penyakit jantung congenital adalah kelainan
jantung yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut terjadi sebelum bayi lahir.
Tetapi kelaianan jantung bawaan ini tidak selalu member! gejala segera setelah bayi lahir;
tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan atau
bahkan beberapa tahun (Ngastiah)
2.2 Etiologi
Penyebab penyakit jantung congenital berkaitan dengan kelainan perkembangan
embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung dan pembuluh darah besar
dibentuk. Gangguan perkembangan mungkin disebabkan oleh factor-faktor prenatal seperti
infeksi ibu selama trimester pertama. Agen penyebab lain adalah rubella, influenza atau
chicken fox. Faktor-faktor prenatal seperti ibu yang menderita diabetes mellitus dengan
ketergantungan pada insulin serta factor-faktor genetic juga berpengaruh untuk terjadinya
penyakit jantung congenital. Selain factor orang tua, insiden kelainan jantung juga
meningkat pada individu. Factor-faktor lingkungan seperti radiasi, gizi ibu yang jelek,
kecanduan obat-obatan dan alcohol juga mempengaruhi perkembangan embrio (Haq, dkk,
2008)
2.3 Tanda dan Gejala (Haq, dkk, 2008)
1. INFANTS :
1. Dyspnea
2. Kesulitan Bernafas
3. Nadi lebih dari 200x/menit
4. Infeksi pernafasan berulang
5. Gagal pertambahan berat badan
6. Murmur jantung
7. Cyanosis
8. Cerebrovasculer accident
2. ANAK ANAK :
1. Dyspnea
2. Perkembangan fisik yang buruk
3. Penurunan toleransi latihan
4. Infeksi pernafasan berulang

5. Murmur dan getaran jantung


6. Cyanosis
7. Pendek
8. Clubbing of fingers and toes (jari tangan dan kaki)

9. Peningkatan Tekanan Darah


2.4 Klasifikasi
1. Terdapat berbagai cara penggolongan penyakit jantung congenital.
2. Penggolongan yang sangat sederhana adalah penggolongan yang dasarkan
ada adanya sianosis serta askuiarisasi paru.
3. Penyakit Jantung bawaan (PJB) non sianotik dengan vaskularisasi paru
bertambah, misalnya defek septum (DSV), defek septum atrium (DSA),
dan duktus arteriousus persisten (DAP)
4. PJB non sianotik dengan vaskularisasi paru normal. Pada penggolongan
ini ermasuk stenosis aorta(SA),stenosis pulmonal (SP) dan koarktasio
aorta
5. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang. Pada penggolongan ini
yang paling banyak adalah tetralogi fallot (TF)
6. Pjb sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah, misalnya transposisi
arteri besar (TAB)

1. Non sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah


Terdapak detek pada septum ventrikel, atrium atau duktus yang tetap terbuka
menyebabkan adanya pirau (kebocoran) darah dari kiri ke kanan karena tekanan
jantung dibagian kiri lebih tinggi daripada dibagian kanan.
a. Defek septum ventrikel (DSV) / Ventricle Septal Defect (VSD)
DSV terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya

darah dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada saat systole.

Manifestasi klinik
Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan terhambat, anak terlihat
pucat,banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik. Diameter dada
bertambah, sering terlihat pembenjolan dada kiri. Tanda yang menojol adalah nafas
pendek dan retraksi pada jugulum, intrakostal dan region epigastrium. Pada anak
yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik.
Defek kecil asimtomatik, defek sedang hingga besar menimbulkan keluhan
seperti kesulitan waktu minum atau makan karena cepat lelah atau sesak dan sering
mengalami batuk serta infeksi saluran napas berulang. Ini menyebabkan
pertumbuhan yang lambat.
Pada pemeriksaan fisik biasanya terlihat takipneu, aktivitas ventrikel kiri
meningkat, dapat teraba thrill sistolik, bunyi jantung II mengeras bila telah terjadi

hipertensi pulmonal, terdengar bising pansistolik di SIC 3-4 parasternal kiri yang
menyebar sepanjang parasternal dan apeks. Pada pirau yang besar dapat terdengar
bising middiastolik di apeks akibat aliran berlebihan, dapat ditemukan gagal jantung
kongestif. Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru dan sindrom eisenmenger,
penderita tampak sianosis, clubbing finger, bahkan mungkin disertai tanda gagal
jantung kanan
2.5 Patifisiologi VSD
Adanya lubang pada septum interventrikuler memungkinkan terjadinya aliran
dai ventrikel kiri ke ventrikel kanan, sehingga aliran darah yang ke paru bertambah.
Presentasi klinis tergantung besarnya aliran pirau melewati lubang VSD serta
besarnya tahanan pembuluh darah paru. Bila aliran pirau kecil umumnya tidak
menimbulkan keluhan. Dalam perjalanannya, beberapa tipe VSD dapat menutup
spontan (tipe perimembran dan muskuler), terjadi hipertensi pulmonal, hipertrofi
infundibulum, atau prolaps katup aorta yang dapat disertai regurgitasi (tipe
subarterial dan perimembran)
Klasifikasi
Besarnya defek bervariasi mulai dari ukuran milimeter (mm) sampai dengan centi
meter (cm), yaitu dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
a.

VSD kecil : Diameter sekitar 1 5 mm, pertumbuhan anak dengan


kadaan ini masih normal walaupun ada kecenderungan terjadi infeksi saluran
pernafasan.

b.

VSD besar / sangat besar : Diameter lebih dari setengah dari ostium
aorta, tekanan ventrikel kanan biasanya meninggi.

Pemeriksaan Penunjang (spesifik VSD)


1. Foto thorax : dapat ditemukan kardiomegali dengan LVH, vaskularisasi paru
meningkat, bila terjadi penyakit vaskuler tampak pruned tree disertai penonjolan
a. pulmonal.
2. Elektrokardiografi : LVH, LAH.
3. Ekokardiografi : dengan M-mode dapat diukur dimensi atrium kiri dan ventrikel
kiri, dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat dideteksi dengan tepat ukuran dan
lokasi defek septum ventrikel, dengan defek doppler dan warna dapat dipastikan
arah dan besarnya aliran yang melewati defek tersebut.

4. Kateterisasi jantung : dilakukan pada penderita dengan hipertensi pulmonal,


dapat mengukur rasio aliran ke paru dan sistemik serta mengukur tahanan paru;
angiografi ventrikel kiri dilakukan untuk melihat jumlah dan lokasi VSD
Penatalaksanaan
1. VSD kecil tidak perlu dirawat, pemantauan dilakukan di poliklinik kardiologi anak.
2. Berikan antibiotik seawal mungkin
3. Vasopresor atau vasodilator adalah obat obat yang dipakai untuk anak dengan
VSD dan gagal jantung misal dopamin ( intropin ) memiliki efek inotropik positif
pada miokard menyebabkan peningkatan curah jantung dan peningkatan
tekanan sistolik serta tekanan nadi. Sedang isoproterenol ( isuprel ) memiliki efek
inotropik posistif pada miokard menyebabkan peningkatan curah jantung dan
4.

kerja jantung.
Bayi dengan gagal jantung kronik mungkin memerlukan pembedahan lengkap
atau paliatif dalam bentuk pengikatan / penyatuan arteri pulmonar. Pembedahan
tidak ditunda sampai melewati usia prasekolah.

b. Defek septum atrium


Kelainan septum atrium disebabkan dari suatu lubang pada foramen ovale
atau pada septum atrium. Tekanan pada foramen ovale atau septum atrium,tekanan
pada sisi kanan jantung meningkat.

Manifesfasi klinik

Anak mungkin sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernafasan atas.
Mungkin ditemukan adanya murmur jantung. Pada foto rongent ditemukan adanya
pembesaran jantung dan diagnosa dipastikan dengan kateterisasi jantung.
Type ASD

(a)
(b)
(a) ASD sekundum,
(b)

ASD

primum

(c) ASD tipe sinus venosus


Penatalaksanaan
Kelainan tersebut dapat ditutup dengan dijahit atau dipasang suatu graft
pembedahan jantung terbuka, dengan prognosis baik.
c. Duktus Arteriosus Persisten
DAP adalah terdapatnya pembuluh darah fetal yang menghubungkan
percabangan arteri pulmonalis sebelah kiri (left pulmonary artery) ke aorta
desendens tepat di sebelah distal arteri subklavikula kiri. DAP terjadi bila duktus tidak
menutup bila bayi lahir. Penyebab DAP bermacam-macam, bisa karena infeksi
rubella pada ibu dan prematuritas.

Manifestasi klinik
Neonatus menunjukan tanda-tanda respiratory distress seperti mendengkur,
tacipnea dan retraksi. Sejalan dengan pertumbuhan anak, maka anak akan
mengalami dispnea, jantung membesar, hipertropi ventrikuler kiri akibat penyesuaian
jantung terhadap penigkatan volume darah, adanya tanda machinery type. Murmur
jantung akibat aliran darah turbulen dari aorta melewati duktus menetap. Tekanan
darah sistolik mungkin tinggi karena pembesaran ventrikel kiri.
Penatalaksanaan
Karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan, kelainan biasanya
diobati dengan aspirin atau idomethacin yang menyebabkan kontraksi otot lunak
pada duktus arteriosus. Ketika anak berusia 1-5 tahun, cukup kuat untuk dilakukan
operasi.
2. Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan vaskularisasi paru normal
a. Stenosis aorta
Pada kelainan ini striktura terjadi diatas atau dibawah katup aorta. Katupnya
sendiri mungkin terkena atau retriksi atau tersumbat secara total aliran darah.

Manifestosi klinik
Anak menjadi kelelahan dan pusing sewaktu cardiac output menurun, tandatanda ini lebih nampak apabila pemenuhan kebutuhan terhadap O2 tidak terpenuhi,
hal ini menjadi serius dapat rnenyebabkan kematian, ini juga ditandai dengan adanya
murmur sistolik yang terdengar pada batas kiri sternum, diagnosa ditegakan
berdasarkan gambaran ECG yang menunjukan adanya hipertropi ventrikel kiri, dan
dari kateterisasi jantung yang menunjukan striktura.
Penatalaksanaan
Stenosis dihilangkan dengan insisi pada katup yang dilakukan pada saat
anak mampu dilakukan pembedahan tx.
b. Stenosis pulmonal
Kelainan pada stenosis pulmonik, dijumpai adanya striktura pada katup,
normal tetapi puncaknya menyatu.

Manifestasi klinik
Tergantung pada kondisis stenosis. Anak dapat mengalami dyspne dan
kelelahan, karena aliran darah ke paru-paru tidak adekuat untuk mencukupi
kebutuhan O2 dari cardiac output yang meingkat. Dalam keadaan stenosis yang
berat, darah kembali ke atrium kanan yang dapat rnenyebabkan kegagalan jantung
kongesti. Stenosis ini didiagnosis berdasarkan murmur jantung sistolik, ECG dan
kateterisai jantung.
Penatalaksanaan
Stenosis dikoreksi dengan pembedahan pada katup yang dilakukan pada
saat anak berusia 2-3 tahun.
c. Koarktasio Aorta
Kelaianan pada koartasi aorta, aorta berkontriksi dengan beberapa cara.
Kontriksi mungkin proksimal atau distal terhadap duktus arteiosus. Kelaianan ini
biasanya tidak segera diketahui, kecuali pada kontriksi berat. Untuk itu penting
meiakukan skrening anak saat memeriksa kesehatannya, khususnya bila anak
mengikuti kegiatan-kegiatan olah raga.

Manifestasi klinik
Ditandai dengan adanya kenaikan tekanan darah, searah proksimal pada
kelainan dan penurunan secara distal. Tekanan darah lebih tinggi pada lengan
daripada kaki. Denyut nadi pada lengan terasa kuat, tetapi lemah pada popliteal dan
femoral. Kadang-kadang dijumpai adanya murmur jantung lemah dengan frekuensi
tinggi. Diagnosa ditegakkan dengan cartography.

Penatalaksanaan
Kelainan dapat dikoreksi dengan Balloon Angioplasty, pengangkatan bagian
aorta yang berkontriksi atau anastomi bagian akhir, atau dengan cara memasukkan
suatu graf.
3. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisai paru berkurang
Tetralogi fallot
Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung yang umum, dan terdiri dari 4
kelainan yaitu: 1) stenosis pulmonal, 2) hipertropi ventrikel kanan, 3) kelainan septum
ventrikuler, 4) kelainan aorta yang menerima darah dari ventrikel dan aliran darah
kanan ke kiri melalui kelainan septum ventrikel.

Gambar Tetralogy Of Fallot (Dimodifikasi dari: www.bristol-inquiry.org.uk)


Manifestasi klinik
Bayi baru lahir dengan TF menampakan gejala yang nayata yaitu adanya
cianosis, letargi dan lemah. Setain itu juga tampak tanda-tanda dyspne yang
kemudian disertai jari-jari clubbing, bayi berukuran kecil dan berat badan kurang.
Bersamaan dengan pertambahan usia, bayi diobservasi secara teratur, serta
diusahakan untuk mencegah terjadinya dyspne. Bayi mudah mengalami infeksi
saluran

pernafasan

atas.

Diagnosa

berdasarkan

murmurjaniung, ecg foto rongent dan kateterisai jantung.

pada

gejala-gejala

klinis,

Penatalaksanaan
Pembedahan paliatif dilakukan pada usia awal anak-anak, untuk mernenuhi
peningkatan kebutuhan oksigen dalam masa pertumbuhan. Pembedahan berikutnya
pada masa usia sekolah, bertujuan untuk koreksi secara permanent. Dua
pendekatan paliatif adalah dengan cara Blalock-Tausing, dilakukan pada ananostomi
ujung ke sisi sub ciavikula kanan atau arteri karotis menuju arteri pulmonalis kanan.
Secara Waterson dikerjakan pada sisi ke sisi anastonosis dari aorta assenden,
menuju

arteri

pulmonalis

kanan,

tindakan

ini

meningkatakan

darah

yang

teroksigenasi dan membebaskan gejala-gejala penyakit jantung sianosis.


4. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah
a. Transposisi arteri besar/ Transpotition Great artery (TGA)
Apabila pembuluh pembuluh darah besar mengalami transposisi aorta, arteri
aorta dan pulmonal secara anatomis akan terpengaruh. Anak tidak akan hidup
kecuali ada suatu duktus ariosus menetap atau kelainan septum ventrikuler atau
atrium, yang menyebabkan bercampurnya darah arteri-vena.

Pada TGA terjadi perubahan tempat keluarnya posisi aorta dana.pulmonalis


yakni aorta keluar dari ventrikel kanan dan terletak di sebelah anterior a.pulmonalis,
sedangkan a.pulmonalis keluar dari ventrikel kiri , terletak posterior terhadap aorta.
Akibatnya aorta menerima darah v. Sistemik dari vena kava, atriumkanan, ventrikel
kanan dan darah diteruskan ke sirkulasi sistemik. Sedang darah dari vena
pulmonalis dialirkan ke atrium kiri, ventrikel kiri dan diteruskan ke a. Pulmonalis dan
seterusnya ke paru.
Dengan demikian maka kedua sirkulasi sistemik dan paru tersebut terpisah
dan kehidupan hanya dapat berlangsung apabila ada komunikasi antara 2 sirkulasi
ini. Pada neonatus percampuran darah terjadi melalui duktus arteriosus dan foramen
ovale keatrium kanan. Pada umumnya percampuran melalui duktus dan foramen
ovale ini tidak adekuat, dan bila duktus arteriosus menutup maka tidak terdapat
percampuran lagi di tempattersebut, keadaan ini sangat mengancam jiwa penderita.
Manifesfasi klinik
Transposisi pembuluh-pembuluh darah ini tergantung pada adanya kelainan
atau stenosis. Stenosis kurang tampak apabila kelainan merupakan PDA atau ASD
atau VSD, tetapi kegagalan jantung akan terjadi.
Penatalaksanaan
Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi percampuran darah. Pada saat
prosedur, suatu kateter balon dimasukan ketika kateterisasi jantung, untuk
memperbesar kelainan septum intra arterial. Pada cara Blalock Halen dibuat suatu
kelainan septum atrium. Pada Edward vena pulmonale kanan. Cara Mustard
digunakan untuk koreksi yang permanent. Septum dihilangkandibuatkan sambungan
sehingga darah yang teroksigenisasi dari vena pulmonale kembali ke ventrikel kanan
untuk sirkulasi tubuh dan darah tidak teroksigenisasi kembali dari vena cava ke arteri

pulmonale untuk keperluan sirkulasi paru-paru. Kemudian akibat kelaianan ini telah
berkurang secara nyata dengan adanya koreksi dan paliatif.
E. Komplikasi
Pasien dengan penyakit jantung congenital teramcam mengalami berbagai
komplikasi antara lain:
1. Gagal jantung kongestif
2. Renjatan kardiogenik, Henti Jantung
3. Aritmia
4. Endokarditis bakterialistis
5. Hipertensi
6. Hipertensi pulmonal
7. Tromboemboli dan abses otak
F. Pafofisiologi
Kelainan jantung congenital menyebabkan dua perubahan hemodinamik
utama. Shunting atau percampuran darah arteri dari vena serta perubahan aliran
darah pulmonal dan tekanan darah. Nornalnya, tekanan pada jantung kanan lebih
besar daripada sirkulasi pulmonal. Shunting terjadi apabila darah mengalir melalui
lubang abnormal pada jantung sehat dari daerah yang bertekanan lebih tinggi ke
daerah yang bertekanan rendah, menyebabkan darah yang teroksigenisasi
mengalirke dalam sirkulasi sistemik. Aliran darah pulmonal dan tekanan darah
meningkat bila ada keterlambatan penipisan normal serabut otot lunak pada arteriola
pulmonal sewaktu lahir. Penebalan vascular meningkatkan resistensi sirkulasi
pulmonal, aliran darah pulmonal dapat melampaui sirkulasi sis dan aliran darah
bergerakdari kanan ke kiri.
Perubahan pada aliran darah, percampuran darah vena dan arteri, serta
kenaikan tekanan pulmonal akan meningkatkan kerja jantung. Menifestasi dari
penyakit jantug congenital yaitu adanya gagal jantung, perfusi tidak adekuat dan
kongesti pulmonal.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Gambaran

ECG

yang

menunjukan

adanya

kiri,kateterisasi jantung yang menunjukan striktura.


2. Diagnosa ditegakkan dengan cartography,
3. Cardiac iso enzim (CPK & CKMB) meningkat

hipertropi

ventrikel

4. Roentgen thorax untuk melihat atau evaluasi adanya cardiomegali dan


infiltrate paru.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Riwayat keperawatan:
1. Riwayat terjadinya infeksi pada ibu selama trimester pertama. Agen penyebab
lain adalah rubella, influenza atau chicken pox.
2. Riwayat prenatal seperti ibu yang menderita diabetes mellitus dengan
ketergantungan pada insulin.
3. Kepatuhan ibu menjaga kehamilan dengan baik, termasuk menjaga gizi ibu,
dan tidak kecanduan obat-obatan dan alcohol, tidak merokok.
4. Proses kelahiran atau secara alami ataua adanya factor-faktor memperlama
proses persalinan, penggunaan alat seperti vakum untuk membantu kelahiran
atau ibu harus dilakukan SC.
5. Riwayat keturunan, dengan rnemperhatikan adanya anggota keluarga lain yang
juga mengalami kelainan jantung, untuk mengkaji adanya factor genetic yang
menunjang.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan sama dengan pengkajian fisik yang
dilakukan terhadap pasien yang menderita penyakit jantung pada umumnya. Secara
spesifik data yang dapat ditemukan dari hasil pengkajian fisik pada penyakit jantung
congenital ini adalah:Bayi baru lahir berukuran kecil dan berat badan kurang.Anak
terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik.Diameter dada
bertambah, sering terlihat pembonjolan dada kiri. .Tanda yang menojol adalah nafas
pendek dan retraksi pada jugulum, selaintrakostal dan region epigastrium.Pada anak
yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinarnik.Anak mungkin sering
mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernafasan atas
Neonatus menunjukan tanda-tanda respiratory distress seperti mendengkur,
tacipnea dan retraksi.Anak pusing, tanda-tanda ini lebih nampak apabila pemenuhan
kebutuhan terhadap O2 tidak terpenuhi ditandai dengan adanya murmur sistolik yang
terdengar pada batas kiri sternum, Adanya kenaikan tekanan darah. Tekanan darah
lebih tinggi pada lengan dari pada kaki. Denyut nadi pada lengan terasa kuat, tetapi
lemah pada popliteal dan femoral.

B. Diagnosa keperawatan dan intervensi


1.

Penurunan

Cardiac

Output

b.d

(berhubungan

dengan)

penurunan

kontraktilftas jantung, perubahan tekanan jantung.


Tujuan : pasien dapat mentoleransi gejala-gejala yang ditimbulkan akibat penurunan
curah jantung, dan setelah dilakukan tindakan keperawatan terjadi peningkatan
curah jantung sehingga kekeadaan normal.
Intervensi:
1. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: permulaan terjadinya gangguan pada jantung akan ada perubahan
pada tanda-tanda vital seperti pernafasan menjadi cepat, peningkatan suhu, nadi
meningkat,

peningkatan

tekanan

darah,

semuanya

cepat

dideteksi

untukpenangan lebijh lanjut.


2. Informasikan dan anjurkan tentang pentingnya istirahat yang adekuat
Rasional: istirahat yang adekuat dapat meminimalkan kerja dari jantung dan
dapat mempertahankan energi yang ada.
3. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.
Rasional: meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokord untuk
melawan efek hipoksia/iskemia
4. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis

Rasional: pucat menunjukan adanya penurunan perfusi sekunder terhadap


ketidakadekuatan curah jantung, vasokonstriksi dan anemi.
5. Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung disorientasi cemas
Rasional: dapat menunjukan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder
terhadap penurunan curah jantung.
6. Secara kolaborasi berikan tindakan farmakologis berupa digitalis; digoxin
Rasional: mempengaruhi reabsorbsi natrium dan air, dan digoksin meningkatkan
kekuatan kontraksi miokard dan memperlambat frekuensi jantung dengan
menurunkan konduksi dan memperlama periode refraktori pada hubungan AV
untuk meningkatkan efisiensi curah jantung.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
menyusui dan makan
Tujuan: anak dapat makan dan menyusu dan tidak terjadi penurunan berat badan
selama terjadi perubahan status nutrisi tersebut
Intervensi:
1. Anjurkan ibu untuk terus memberikan anak susu, walaupun sedikit tetapi sering
Rasional: air susu akan mempertahankan kebutuhan nutrisi anak
2. Jika anak menunjukan kelemahan akibat ketidak adekuatannya nutrisi yang
masuk maka pasang iv infuse
Rasional: infuse akan menambah kebutuhan nutria yang tidak dapat dipenuhi
melalui oral
3. Pada anak yang sudah tidak menyusui lagi maka berikan makanan dengan porsi
sedikit tapi sering dengan diet sesuai instruksi
Rasional: meningkatan intake, dan mencegah kelemahan.
4. Observasi selama pemberian makan atau menyusui
Rasional: selama makan atau menyusui mungkin dapat terjadi anak sesak crtau
tersedak.
3. Nyeri; dada b.d Iskemia miokard
Tujuan : Menyatakan nyeri hilang
Intervensi:
1. Selidiki adanya keluhan nyeri, yang pada anak bisa ditunjukan dengan rewel atau
sering menangis
Rasional: perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri.Perilaku
dan tanda vital membantu menentukan derajat atau adanya ketidaknyamanan
pasien.

2. Evaluasi respon terhadap obat/terapi yang diberikan


Rasional: penggunaan terapi obat dan dosis, catat nyeri yang tidak hilang atau
menurun dengan penggunaan nitrat.
3. Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas anak sesuai kebutuhan
Rasional: aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Contoh kerja
tiba-tiba, stress, makan banyak, terpaj'an dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.
4. Anjurkan ibu untuk setalu memberikan ketenangan pada anak
Rasional: ketenangan anak akan mengurangi stress yang dapat memperberat
nyeri yang dirasakan.
4. Penigkatan volume cairan tubuh b.d kongestif vena, penurunan fungsf ginjal
Tujuan : menunjukan keseimbangan masukan dan keluaran, berat badan stabil,
tanda-tanda vital dalam rentang normal, tidak terjadinya edema.
Intervensi:
1. Pantau pemasukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan, timbang berat
badan anak setiap hari
Rasiona!: penting pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan
terapi diuretic. Keseimbangan cairan berlanjut dan berat badan meningkat
menujukan makin buruknya gagal jantung.
2. Kaji adanya edema periorbital, edema tangan dan kaki, hepatomegali, rales,
ronchi, penambahan berat badan
Rasional: menunjukan kelebihan cairan tubuh.
3. Secara kolaborasi berikan diuretic contoh furosemid sesuai indikasi
Rasional: menghambat reabsorsi natrium, yang menigkatkan eksresi cairan dan
menurukan kelebihan cairan total tubuh. Berikan batasan diet natrium sesuai
indikasi
Rasional: menurunkan retensi natrium.
5. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan
adekuat.
Intervensi :
1. Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu (camas, bingung,
letargi, pinsan).
Rasional: Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah jantung,
dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
2. Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatan

nadi perifer.
Rasional: Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung
mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
3. Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema.
Rasional: Indikator adanya trombosis vena dalam.
4. Dorong latihan kaki aktif/pasif.
Rasional: Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan
menurunkan resiko tromboplebitis.
5. Pantau pernafasan.
Rasional: Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan. Namun
dispnea tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru.
6. Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensi
abdomen, konstipasi.
Rasional: Penurunan aliran darah ke mesentrika dapat mengakibatkan disfungsi
GI, contoh kehilangan peristaltik.
7. Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.
Rasional: Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan
penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan organ.
6. Tidak efektif pola nafas b.d peningkatan resistensi vaskuler paru
Tujuan ; tidak terjadi ketidakefektitan pola nafas.
Intervensi:
1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan
Rasional: pengenalan dini dan pengobatan venilasi abnormal dapat mencegah
komplikasi.
2. Observasi penyimpangan dada, selidiki penurunan ekspansi paru atau
ketidaksimetrisan gerakan dada
Rasional: udara atau cairan pada area pleural mencegah akspansi lengkap
(biasanya satu sisi) dan memerlukan pengkajian lanjut status ventilasi
3. Kaji ulang laporan foto dada dan pemeriksaan laboratorium GDA, hb sesuai
indikasi
Rasional: pantau keefektifan terapi pernafasan dan atau catat terjadinya
komplikasi.
4. Minimalkan menangis atau aktifitas pada anak
Rasional: menangis akan menyebabkan pernafasan anak akan meningkatkan.

7. Resiko terjadi ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d tidak adanya reflek
batuk dan produksi sekret yang banyak
Tujuan

: Setelah dirawat tidak terjadi sumbatan jalan nafas, stridor (-),

dyspnoe (-), sekret bersih


1. Auskultasi bunyi nafas tiap 2 jam
Rasional: Memantau keefektifan jalan nafas
2. Lakukan suction jika terdengar stridor/ ronchi sampai bersih.
Rasional: Jalan nafas bersih, sehingga mencegah hipoksia, dan tidak terjadi
infeksi nasokomial.
3. Pertahankan suhu humidifier 35-37,5 derajat
Rasional: Membantu mengencerkan sekret
4. Monitor status hidrasi klien
Rasional: Mencegah sekret mengental
5. Lakukan Nebul/Penguapan pada anak
Rasional: Memudahkan pelepasan sekret
6. Lakukan fisiotherapi nafas
Rasional: Memudahkan pelepasan sekret
7. Kaji tanda-tanda vital sebelum dan setelah tindakan
Rasional: Deteksi dini adanya kelainan
8. Intoleran aktivitas b.d kelelahan
Tujuan anak dapat melakukan aktivitas yang sesuai tanpa adanya
kelemahan.
Intervensi:
1. Kaji perkembangan tanda-tanda penigkatan tanda-tanda vital, seperti adanya
sesak
Rasional:

menunjukan

gangguan

pada

jantung

yang

kemudian

akan

menggunakan energi lebih sebagai kompensasi sehingga akhirnya anak menjadi


kelelahan.
2. Bantu pasien dalam aktivitas yang tidak dapat dilakukannya
Rasional: teknik penghematan energi
3. Support dalam nutrisi
Rasiona!:

nutrisi

dapat

membantu

menigkatan

metabolisme

juga

akan

meningkatan produksi energi

PATOFISIOLOGI VSD
Kompensasi
jantung :
Nutrisi ibu hamil tidak adekuat/factor keturunan
(penyakit jantung)/infeksi trimester I / Ibu
Diabetes mellitus/Radiasi/obat-obatan/Alkohol
Beban jantung kanan
Hipertrofi
cardiomegali
miokard
meningkat

Aliran
Tekanan
Septal
balik
antar
ventrikel
dari
ventrikel
ventrilel
kanan
Media
berkembangnya
Jalan
Pulmonal
Akumulasi
nafas
Edema
Hypertension
tidak
Paru
sekret
gagal
kiri
meningkat
ke
menutup
kananefektif
Kelainan
Konginetal
Bakteri
Infeksi
Peradangan

HR meningkat

Nutrisi kurang dari


Otot bantu
kebutuhan
pernafasan
Penurunan
Pucat/Akral
dingin
AliranOutput
darah perifer dan
bekerja
Cardiac
Pola nafas tidak efektif
Daya
hisap
tidakmenurun
adekuat
otakNutrisi
tidakKelemahan
adekuat

BAB III
BAB III
PEMBAHASAN

PJB merupakan penyakit genetik yang dapat memiliki banyak masalah keperawatan.
Dari banyak masalah keperawatan yang muncul, tiga makasalah keperawatan akan dibahas
dalam makalah ini yaitu penurunan curah jantung, ketidakefektifan pola nafas dan
intoleransi aktifitas.
3.1 Pembahasan Masalah Keperawatan 1
1. Penurunan Curah Jantung
Intervensi yang diberikan pada klien dengan masalah keperawatan tersebut
diantaranya adalah
a. Monitor tanda-tanda vital dan manifestasi cardiac output
b. Informasikan dan anjurkan tentang pentingnya istirahat yang adekuat
c. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.
d. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
e. Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung disorientasi cemas
f.

Secara kolaborasi berikan tindakan farmakologis berupa digitalis; digoxin


Pada enam intervensi diatas, kami menemukan dua jurnal pendukung yang

mendukung. Pembahsan jurnal tersebut adalah sebagai berikut :


Pada pembahasan journal of nursing UFPE online tahun 2014 menyatakan bahwa
sebagai perawat harus mampu mengidentifikasi manifestasi dari penurunan cardiac
output diantaranya
a. aritmia
b. Alterasi pada CVP
c. Peningkatan tekanan arteri paru (PAP)
d. Peningatan sistemik dan pulmonalis vaskuler
e. Penurunan tekanan arteri
f.

Penurunan sistolik

g. Ejeksi fraksi
h. Penurunan volume sistolik
i.

Penurunan perfusi perifer

j.

Penurunan saturasi oksigen

k. Berkeringat
l.

Sianosis

m. Oliguria/anuria
n. Asisdosis etabolik
o. Ortopnea
p. Jugular distention

Pada Intervensi kolaborasi dengan tenaga medis, sebagai perawat kita perlu
mengetahui tindakan kolaborasi apa yang akan dilakukan.
Selain pemberian terapi, pada CHD juga diperlukan PAC atau Pulmonay Aryery
Catheter sebagai media monitor cardiac output. Selain itu, perlu diperhatikan faktor
yang dapat mempengaruhi hasil dari monitoring cardiac output yaitu :
a. Tipe alat yang digunakan, teknik yang digunakan, standarisasi, integrasi dengan
sistem monitoring, level pengalaman pada tenanga medis yang memasang.
b. Alat : yang perlu diperhatikan adalah teknik invasive, handling, akurat dan dapat
dilakukan lagi atau tidak, memberikan informasi hemodinamik.
c. Pasien :keparahan dari penyakit, ritme heart rate, kontraindikasi, tipe intervensi dan
tipe protokol.
Perawat memiliki peran pada ketiga hal yang berpengaruh pada monitoring
cardiac output. Pada kategori pasien, perawat memiliki peran yaitu memonitor HR,
memastikan kontraindikasi pada pasien untuk dilakukan tindakan serta mematikan
intervensi dan protokol yang akan dilakukan.

BAB III
MASALAH KEPERAWATAN,INTERVENSI DAN JURNAL YANG MENDUKUNG

3.1 MASALAH KEPERAWATAN


Pada anak dengan Penyakit Jantung Bawaan dapat muncul beberapa masalah atau
diagnosa keperawatan antara lain penurunan curah jantung,
3.1.1 Penurunan Curah Jantung
Curah jantung merupakan jumlah darah yang dapat dipompa oleh ventrikel setiap
menitnya. Curah jantung sendiri dipengaruhi oleh 2 faktor penting yaitu heart rate atau
denyut jantung dan isi sekuncup atau stroke volume. Denyut jantung sangat bergantung
pada keseimbangan rangsangan saraf simpatis dan parasimpatis, dengan rangsangan
simpatis dapat meningkatkan denyut jantung, sedangkan saraf parasimpatis memberi
pengaruh sebaliknya.Sedangkan pada stroke volume dipengaruhi oleh volume darah yang
terdapat dalam ventrikel pada saat terakhir jantung terisi penuh darah yang ditentukan oleh
tekananpengisian, waktu pengisian dan daya regang ventrikel. Selain itu juga dipengaruhi
oleh end sistolic volume yaitu volume darah yang masih tersisa dalam ventrikel jantung
setelah kontraksi (Ronny,dkk. Fisiologi Kardiovaskular Berbasis masalah keperawatan.
2010. Jakarta : EGC). Penurunan curah jantung pada anak dengan PJB diperlukan
monitoring dan intervensi segera karena anak-anak memiliki laporan keluhan lebih rendah
dibanding dewasa, teruama pada anak-anak dibawah usia 5 tahun.
Intervensi pertama yang dapat dilakukan untuk menangani masalah penurunan
curah jantung adalah monitoring tanda-tanda vital dengan mengukur pulse oxymetri.
Mengukur pulse oxymetri merupakan tindakan non invasif yang dilakukan untuk mengetahui
saturasi oksigen pada pasien. Mengukur pulse oxymetri dapat menggunakan pulse
oxymeter digital yang dimasukkan melalui jari atau tumit bayi. Selain mengukur saturasi,
pulse oxymeter juga menghitung BPM atau beat per minutes atau Heart Rate setiap menit.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anne de-Wahl et all, (2009) Impact of pulse oximetry
screening on the detection of duct dependent congenital heart disease: a Swedish
prospectiv screening study in 39 821 newborns, menyebutkan bahwa dengan menggunakan
pulse oxymeter dapat membantu melakukan screening dan memonitor infant dengan
penyakit jantung bawaan. Tujuan dari jurnal ini adalah untuk melakukan screening untuk
mendeteksi penyakit jantung bawaan dan monitor pulse oxymetri pada newborn dengan
penyakit jantung bawaab sebelum di bawa keluar rumahsakit atau KRS. Hasil dari penelitian
menyebutkan bahwa dengan adanya screening dan monitor pulse oxymetri pada bayi dapat
mengetahui tingkat saturasi sedini mungkin dan dapat dilakukan penanganan apabila
saturasi bayi <92%.
Intervensi kedua yang dapat dilakukan untuk menangani masalah penurunan curah
jantung adalah dilakukan pemberian oksigen. Pemberian oksigen bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan tubuh akan pasokan oksigen yang berakibat dari penurunan curah
jantung. Menurut jurnal yang ditulis oleh christophe Milesi, et all. (2014)High-flow nasal
cannula: recommendations for daily practice in pediatrics menyatakan bahwa High flow
nasal canula (HFNC) digunakan untuk meningkatkan kadar oksigen pasien dengan sistem
yang ditoleransi oleh anak-anak. Penggunaan HNFC disesuaikan dengan ukuran hidung
dan kapasitas paru-paru. Teknik ini dilakukan dengan pemberian oksigen sebanyak
2L/kgBB/menit dengan fraksi oksigen >94%. Pada penelitian tersebut juga menyebutkan
bahwa terapi HPNC ini tidak menimbulkan efek samping seperti pneumothorax, bradycardia,
ataupun bradypnoe.
Intervensi ketiga yang dapat dilakukan untuk memangani masalah penurunan
cardiac output adalah dengan mengobservasi sianosis pada bayi. Pada bayi dengan
penyakit jantung bawaan akan sering terjadi sianosis. Sianosis merupakan terjadinya
perubahan warna kulit, kuku dan membran mukosa menjadi kebiruan. Menurut jurnal OPO
(Ophthalmic and Physiological Optic) yang ditulis oleh Renae McNamaraet all (2010) Colour
change in cyanosis and the confusions of congenital colour vision deficient observersmenilai
sianosis merupakan tindakan klinik yang penting yang dapat dilakukan dengan CVDs atau
Colour Vision Deficiencies dan menilai dengan cahaya. Bagian tubuh yang harus dilihat
melalui CVD adalah observasi pada bibir, kuku dan kulit. Kemudian dapat dilanjutkan
dengan mengobservasi saturasi oksigen.
3.1.2 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh merupakan keadaan dimana
tubuh kekurangan nutrisi baik karena intakenya yang kurang, absorbsinya yang tidak
adekuat maupun kebutuhan energy yang tinggi sehingga nutrisi yang sudah masuk tidak
mencukupi kebutuhan tubuh. Pada pasien dengan PJB ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh disebabkan karena intake bayi yang kurang karena sesak yang
dialami bayi mengakibatkan tubuh harus membagi intake nutrisi dengan kebutuhan oksigen
yang tinggi dalam tubuh.
Intervensi yang pertama pada masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh pada bayi dengan PJB yaitu cara pemberian nutrisinya. Cara pemberian
nutrisi akan lebih efektif jika di berikan dengan cara menyusuibayi secara langsung Seperti
dalam jurnal Nutritional Approach of Pediatric Patients Diagnosed with Congenital Heart
Disease 2013 . Tujuan darijurnaliniadalahuntukmengetahuicarapemberiannutrisi yang
paling efektifbagibayidengan PJB. Dan didapatkanhasil bahwa penyebab malnutrisi pada
pasien dengan penyakit jantung bawaan adalah kurangnya kebutuhan oksigen saat bayi di
beri intake nutrisi, maka dari itu pada saat pemberian intake nutrisi bayi merasa sesak

sehingga bayi tidak mampu mengabsorbsi nutrisi secara adekuat. Akan tetapi dalam jurnal
ini dijelaskan bahwa saturasi oksigen pada bayi yang menyusui lebih tinggi dari ada bayi
yang minum susu dari botol ( susu formula ), maka dari itu untuk PJB dengan sianosis lebih
efektif jika pemberian nutrisinya dengan cara menyusui secara langsung, sedangkan untuk
bayi dengan PJB asianotik boleh menggunakan botol dalam pemberian nutrisi.
Intervensi yang kedua pada masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh pada bayi dengan PJB yaitu jenis nutrisi yang di berikan, untuk saat ini
tidak ada nutrisi yang lebih baik dari pada ASI. Seperti yang dijelaskan pada jurnal
Nutrition

in

neonatal

congenital

heart

disease

2013

Tujuan

darijurnaliniadalahuntukmengetahuipemberiannutrisi yang paling efektifbagibayidengan PJB.


Didapatkanhasilbahwa ASI dapat menurunkan terjadinya NEC dan sepsis pada bayi dengan
PJB. Sehingga tugas kita sebagai perawat adalah mengedukasi keluarga klien untuk
memberikan ASI pada bayinya sehingga nutrisi klien dapat terpenuhi. The American
Academy of Pediatrics menganjurkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang
optimal maka bayi harus diberikan ASI ekslusif selama 6 bulan dan apabila sudah 6 bulan
dilanjutkan selama 12 bulan.
Intervensi yang ketiga pada masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh pada bayi dengan PJB adalah pemberian intake nutrisi yang tinggi pada
bayi

dengan

PJB

pasca

operasi.

Sepertijurnal

yang

ditelitiUntukmengetahuikebutuhannutrisibayipascaoperasi PJB Perioperative Nutritional


Support and Malnutrition in Infants andChildren with Congenital Heart Disease
menyatakan bahwa nutrisi pasien pasca operasi PJB meningkat signifikan dari hari pertama
sampai hari ketujuh terutama kebutuhan kalori dan protein. Hal itu disebabkan karena
setelah terjadi pembedahan tubuh membutuhkan banyak nutrisi untuk penyembuhan luka
pascaoperasi. Seperti pada diagram di bawah ini.

Akan tetapi selama ini temuan yang ada di rumah sakit menyatakan bahwa banyak bayi
pascaoperasi PJB mengalami malnutrisi. Jadi hal yang harus diperhatikan perawat adalah
memastikan bahwa nutrisi yang di butuhkan bayi pasca operasi PJB terpenuhi dengan baik,
hal itu bisa dikolaborasikan dengan ahli gizi terkait kebutuhan protein dan kalorinya.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilyn E, Jane R Kenty:1998 Maternal/Newborn Care Plan: Guidelines for client
care E.a Davis Company: Philadelphia
Haq, Ahmad Iqqamatul, dkk.2008. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Congenital
Heart Diseases (Chd). Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah : Banjarmasin
Madiyono, Bambang, dkk.2005. Penanganan Penyakit Jantung Pada Bayi Dan Anak. Balai
Penerbit FKUI: Jakarta
Mansjoer Arif:1999: Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Mattson Susan:2000 Core Curriculum for Maternal-Newborn second edition: advision of
Harcourt brace & company: Philadelphia
Ngastiyah:1997 Perawatan Anak Sakit:penerbit buku kedokteran: Jakarta
Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan :1993 Proses Keperawatan
Pada Pas/en Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler: Penerbit buku kedokteran
EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai