Oleh :
Nadifatus Susana
140070300011197
Kelompok 5 Reguler
HALAMAN PENGESAHAN
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
MEMBUAT KREASI KAIN FLANEL (DALAM BENTUK BUKU EDUKASI BALITA)
PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH, ISOLASI SOSIAL DAN HALUSINASI
Oleh :
Nadifatus Susana
140070300011197
Tanggal :
Perseptor Akademik,
Perseptor Klinik,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi dan
sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan
koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosi. Upaya kesehatan
jiwa dapat dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat yang didukung sarana pelayanan
kesehatan jiwa dan sarana lain seperti keluarga dan lingkungan sosial. Lingkungan
tersebut selain menunjang upaya kesehatan jiwa juga merupakan stressor yang dapat
mempengaruhi kondisi jiwa seseorang, pada tingkat tertentu dapat menyebabkan
seseorang jatuh dalam kondisi gangguan jiwa (Videbeck, 2008).
Meningkatnya pasien dengan gangguan jiwa ini disebabkan banyak hal.
Kondisi lingkungan sosial yang semakin keras diperkirakan menjadi salah satu
penyebab meningkatnya jumlah masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan.
Apalagi untuk individu yang rentan terhadap kondisi lingkungan dengan tingkat
kemiskinan terlalu menekan.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2010, prevalensi
gangguan jiwa di Indonesia 264 orang per 1000 penduduk terbagi atas psikosis
(3/1000), demensia (4/1000), mental (5/1000), emosional usia 15 tahun ke atas
(140/1000) dan emosional usia 5-14 tahun (114/1000) (Survei Kesehatan Rumah
Tangga 2010 dalam Nasir 2011). Sementara, prevalensi gangguan jiwa di Kecamatan
Bantur yang berhasil tercatat di lima desa, yaitu Desa Bantur, Wonorejo, Srigonco,
Bandungrejo dan Sumberbening adalah sebesar 214 orang. Di Desa Srigonco sendiri
tercatat penderita gangguan jiwa sebesar 28 orang (Tim CMHN Puskesmas Bantur,
2014).
Keadaan gangguan jiwa di masyarakat diperparah dengan stigma yang
dialami oleh si penderitanya. Berbagai istilah banyak ditemukan di masyarakat dan
digunakan dalam pemberitaan media massa, misalnya orang gila, sakit gila, sakit
jiwa, semua ini bukan istilah psikiatri dan sebaiknya dibiasakan untuk tidak
menggunakannya. Stigmatisasi gangguan jiwa sebenarnya merugikan masyarakat
sendiri, karena mereka menjadi cenderung menghindar dari segala sesuatu yang
berurusan dengan gangguan jiwa. Seakan-akan mereka yang terganggu jiwanya
tergolong kelompok manusia lain yang lebih rendah martabatnya, yang dapat
dijadikan bahan olok-olokan. Hal tersebut akan menghambat seseorang untuk mau
menerima atau mengakui bahwa dirinya mengalami gangguan mental. Akibatnya
pertolongan atau terapi yang mungkin dapat dilakukan secara dini menjadi terlambat.
Berdasarkan
hal
tersebut,
maka
penulis
tertarik
untuk
memberikan
adalah
membuat
sadar
diri
(self-awareness),
peningkatan
hubungan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. HARGA DIRI RENDAH
1. Definisi Harga Diri (Self Esteem)
Pendapat pribadi seseorang tentang nilai dan perilaku yang telah dicapai
apakah sesuai dengan ideal diri (ideal diri adalah persepsi individu tentang
perilaku yang harus dilakukan sesuai standar, aspirasi, tujuan atau nilai yang
telah ditetapkan)
Self
Concep
t
Low Self-Esteem
Self
Ideal
Self
Conce
pt
Self
Ideal
High Self-Esteem
4.
Klasifikasi
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll.
Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena
privacy
yang
kurang
diperhatikan
pemeriksaan
fisik
yang
dan
fungsi
tubuh
yang
tidak
tercapai
karena
di
Adaptive
Responses
Maladaptive
Responses
6. Faktor Predisposisi
- Faktor Yang mempengaruhi penampilan peran: streotipe Depersonaliz
sex, peran
Self
Positiv
Low
Identity
ation
kerja, harapan peran
Actualiza
e dalam budaya
SelfDiffusio
-tion
Faktor yang mempengaruhi
identitas
diri:
ketidakpercayaan
orang
tua,
SelfEsteem
n
Concep
tekanan teman
sebaya, perubahan struktur social
7. Faktor Presipitasi t
- Trauma
- Ketegangan peran
- Transisi peran perkembangan
- Transisi peran situasional
- Transisi sehat-sakit
8. Sumber Koping
- Aktivitas luar rumah dan olahraga
- Hobi dan kerajinan tangan
- Aktivitas seni
- Kesehatan dan asuhan mandiri
- Pekerjaan dan pelatihan
- Bakat khusus
- Kepandaian
- Imajinasi dan kreativitas
- Hubungan interpersonal
9. Manifestasi Klinis
Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas,
destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah
tersinggung dan menarik diri secara sosial. Kurang memperhatikan
perawatan diri, berpakaian tidak rapih, selera makan kurang, tidak berani
menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan nada
suara lemah.
Pohon masalah
Resiko isolasi sosial: menarik diri
Core problem
Berduka disfungsional
Isolasi social merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain
(Keliat, 1998).
Isolasi social adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan social (Depkes RI, 2000).
Faktor Predisposisi
a) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang individu terdapat tugas perkembangan
yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila
tugas
perkembangan
ini
tidak
terpenuhi
maka
akan
menghambat
fase
d) Factor psikologis
Faktor biologis merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak. Misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial, memiliki struktur yang abnormal pada otak
serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikal
Faktor Presipitasi
a) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor social budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh factor
social budaya seperti keluarga.
b) Faktor internal
Contohnya adalah stresor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat ansietas yang
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu
untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
Rentang Respon
Adaptif
Menyendiri
Otonomi
Bekerjasama
Interdependen
maladaptif
Merasa sendiri
Dependensi
Curiga
Menarik diri
Ketergantungan
Manipulasi
Curiga
Respon adaptif
Adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma social dan kebudayaan
secara umum serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalah.
Menyendiri
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah selanjutnya.
Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide, pikiran,
perasaan, dalam hubungaan sosial.
Bekerjasama
Saling Ketergantungan
Merupakan kondisi saling ketergantungan antara individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal.
Menarik diri
Keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan
secara terbuka dengan orang lain
Ketergantungan
Terjadi bila seseorang gaagl dalam mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
Respon maladaptive
Adalah respons yang diberikan individu yang menyimpang dari norma social.
Manipulasi
Gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap
orang lain sebagai objek.individu tersebut terdapat membina hubungan sosial
secara mendalam.
Impulsif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman,
penilaian yang buruk dan individu ini tidak dapat diandalkan.
Narcisisme
Harga
dirinya
rapuh,
secara
terus
menerus
berusaha
mendapatkan
Tidak Efektifnya
Penatalaksanaan
Regiment
Terapeutik
Isolasi Sosial:
Menarik Diri
Defisit
Perawatan Diri
Gangguan
Harga Diri
Rendah
2.3. HALUSINASI
A. Pengertian:
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di
mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Individu yang mengalami
halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari
lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan
perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan
rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang diicintai,
tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. (Budi
Anna Keliat, 1999).
B. Teori yang menjelaskan halusinasi
Teori yang menjelaskan terjadinya halusinaasi adalah sebagai berikut:
Teori Biokimia
Terjadi sebagai respon terhadap stress yang mengakibatkan terlepasnya zat
halusinogenik neurotic (buffofenon dan dimethytransferase)
Teori Psikoanalisis
Merupakan respon ketahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang
mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar
C. Rentang Respon Halusinasi
Adaptif
Respon Logis
Respon Akurat
Perilaku Sesuai
Emosi Sosial
Maladaptive
Distorsi pikiran
Perilaku
aneh/tidak
sesuai
Menarik Diri
Delusi Halusinasi
Perilaku diorganisai
Sulit Berespon
dengan
pengalaman
Data objektif
Data subjektif
Bicara/tertawa sendiri
Mendengar
suara
Marah-marah tanpa sebab
atau kegaduhan
Mendekatkaan
telinga Mendengar
suara
kearah tertentu.
atau
mengajak
Menutup telinga
bercakap-cakap
Mendengar
suara
yang
mengajak
melakukan
yang
berbahaya.
Menunjuk-nunjuk
kearah Melihat
bayangan,
tertentu
sinar,
bentuk
Ketakutan pada sesuatau
geometris,
kartun,
yang tidak jelas
melihat hantu atau
monster
Mengendus-endus
membaui
bau-bauan
tertentu
Menutup hidung
Sering meludah
Muntah
Merasakan
rasa
seperti darah, urine
atau feses
Mengatakan
ada
serangga
dipermukaan
kulitnya.
Mengatakan seperti
tersengan listrik
Halusinasi Visceral
Memegang badannya yang Mengatakan
(perasaan tertentu yang
dianggapnya
berubah
perutnya
mengecil
timbul dalam tubuhnya)
bentuk dan tidak normal
setelah
minum
seperti biasanya
softdrink
E. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami klien bila berada intensitasnya dan keparahan (Stuart
& Laraia,2001) membagi halusinasi klien mengendalikan dirinya semakin berat
halusinasinya. Klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya.
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia
(2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
a.
Di sini dapat dilihat perilaku klien tersenyum, tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri.
b.
c.
d.
isolasi
Perubahan proses
pikir : waham
2)
3)
4)
kepercayaan
diri,
kemampuan
empati,
dan
meningkatkan
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan
realistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari
produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan
kemandirian (Yosep, 2007).
d. Fase Terminasi
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman
kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.
Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).
D. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
a. Mengembangkan stimulasi kognitif
Tipe
: Biblioterapy
Aktifitas
: Menggunakan artikel, sajak, puisi, buku, surat kabar untuk
b.
c.
memenuhi kebutuhan
d. Mengembangkan sosialisasi
Tipe
: Kelompok remotivasi
Aktifitas
: Mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi
Tipe
: Kelompok mengingatkan
Aktifitas
: Fokus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif
E. Macam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
a. Terapi aktifitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi dilatih mempersepsikan
stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Terapi aktifitas
kelompok stimulus kognitif/persepsi adalah terapi yang bertujuan untuk membantu
klien yang mengalami kemunduran orientasi, menstimuli persepsi dalam upaya
memotivasi proses berfikir dan afektif serta mengurangi perilaku maladaptif.
Tujuan :
1) Meningkatkan kemampuan orientasi realita
2) Meningkatkan kemampuan memusatkan perhatian
3) Meningkatkan kemampuan intelektual
4) Mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain
5) Mengemukakan perasaanya
Karakteristik :
1) Penderita dengan gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilai- nilai
2) Menarik diri dari realitas
3) Inisiasi atau ide-ide negative
4)
Kondisi fisik sehat, dapat berkomunikasi verbal, kooperatif dan mau mengikuti
kegiatan
ruangan
Penderita sering berada ditempat tidur
Penderita menarik diri, kontak sosial kurang
Penderita dengan harga diri rendah
Penderita gelisah, curiga, takut dan cemas
Tidak ada inisiatif memulai pembicaraan, menjawab seperlunya, jawaban sesuai
pertanyaan
7) Sudah dapat menerima trust, mau berinteraksi, sehat fisik
e. Penyaluran energy
Penyaluran energi merupakan teknik untuk menyalurkan energi secara
kontruktif dimana memungkinkan penembanghan pola-pola penyaluran energi seperti
katarsis, peluapan marah dan rasa batin secara konstruktif dengan tanpa
menimbulkan kerugian pada diri sendiri maupun lingkungan.
Tujuan :
1) Menyalurkan energi; destruktif ke konstrukstif.
2) Mengekspresikan perasaan
3) Meningkatkan hubungan interpersonal
F. Peran Perawat dalam Terapi Aktivitas Kelompok
Peran perawat jiwa professional dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok
pada penderita skizofrenia adalah
a. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok
Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat harus terlebih
dahulu, membuat proposal. Proposal tersebut akan dijadikan panduan dalam
pelaksanaan terapi aktivitas kelompok, komponen yang dapat disusun meliputi:
deskripsi, karakteristik klien, masalah keperawatan, tujuan dan landasan teori,
persiapan alat, jumlah perawat, waktu pelaksanaan, kondisi ruangan serta uraian
tugas terapis.
mengamati
jalannya
proses
terapi
aktivitas
dan
menangani
aktivitas tersebut.
Program antisipasi masalah
Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
keadaan
yang
bersifat
darurat
(emergensi
dalam
terapi)
yang
dapat
proses
BAB 3
PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI
3.1. Aktivitas dan Indikasi
Aktivitas stimulasi persepsi dapat berupa stimulus terhadap penglihatan,
pendengaran, dan lain-lain seperti seni, gambar, video, tarian, dan nyanyian. Klien
yang mempunyai indikasi TAK stimulasi persepsi adalah klien dan keluarga dengan
kriteria sebagai berikut berikut:
1.
2.
3.
4.
2. Tugas Fasilitator
-
3. Tugas Observer
-
Melakukan evaluasi pada organisasi yang telah dibentuk (leader, co leader, dan
fasilitator)
4. Tugas Klien
-
Adapun peraturan yang ditetapkan dalam kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok ini,
yaitu:
a. Klien diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hingga akhir
b. Klien dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai dilaksanakan
c. Klien yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi berupa peringatan lisan;
dihukum menyanyi atau menari; diharapkan berdiri dibelakang pemimpin selama
lima menit; dikeluarkan dari ruangan/kelompok
3.4 Teknik Pelaksanaan
Tema
Sasaran
Hari/Tanggal
Waktu
Tempat
Terapis
:
1. Leader
2. Fasilitator 1
3. Observer
Tahapan Sesi
:
:
:
K
F
F
K
Keterangan :
L : Leader
O : Observer
F : Fasilitator
K : Klien
D. Alat dan Bahan
a. Kain flanel
b. Lem
c. Kertas karton
d. Gunting
e. Alat jahit (benang dan jarum)
f. Kertas pola
g. Tali
E. Metode
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan tanya jawab
F. Langkah-langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Membuat kontrak dengan klien tentang TAK
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien.
b. Evaluasi/validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini.
2) Menanyakan masalah yang dirasakan.
3) Menanyakan penerapan TAK yang lalu.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu membuat kreasi dari kain flannel.
2) Menjelaskan aturan main berikut:
- Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin
kepada terapis.
- Lama kegiatan 60 menit.
- Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap Kerja
a. Membuat pola di kertas sesuai pilihan.
b. Mencetak pola di kalin flannel.
c. Menggunting pola
d. Menjahit pola-pola yang sudah jadi
e. Menggunting kertas karton menjadi ukuran A4 dan melapisi dengan kain
f.
flannel.
Menempel atau menyusun pola yang telah dibuat dan dijahit pada kertas
1.
2.
3.
4.
5.
6.
klien lain.
Mengikuti kegiatan sampai selesai.
Menggunting kain flannel sesuai pola
Menjahit kain flannel sesuai pola
Menempelkan pola pada kertas karton
Menyusun lembaran kertas karton menjadi
Nama Klien
Mengetahui,
Perseptor Klinik
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Depkes. 2010. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Kaplan Sadoch. 2008. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2007. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 2008. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 2006.
Jakarta : Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan
Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC