BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
infeksi
saluran
kemih
meningkat
seiring
dengan
penuaan
dan
ketidakmampuan dalam perawatan diri. Mayoritas kasus infeksi saluran kemih ini
didominasi oleh perempuan (Hooton et al, 2010).
Di Indonesia, kejadian infeksi saluran kemih pada penderita yang dirawat di
rumah sakit banyak diakibatkan oleh infeksi yang didapat di rumah sakit. Dari
sejumlah kejadian infeksi yang didapat di rumah sakit, terdapat 35-45% mengalami
infeksi saluran kemih. Pada pasien yang terpasang kateter urine indwelling
ditemukan bakteriuria sebesar 3-10% perhari (Soewondo, 2007). Hasil penelitian
Fitriani (2007) di RSUD Pandan Arang bahwa pasien yang menggunakan kateter
urine pada hari ke-7 mengalami bakteriuria sebanyak 60,42%. Insidens bakteriuria
paling banyak disebabkan oleh kuman E. Coli(31,03%), dan klebsiela (51,72%)
(Fitriani, 2007).
Target strategi pada pencegahan terjadinya infeksi akibat kateterisasi
mencakup pembatasan penggunaan kateter urine indwelling dan durasi pemakaian,
penggunaan teknik aseptik pada pemasangan keteter dan perawatan selama kateter
urine terpasang (Shuman & Chenoweth, 2010). Beberapa hal tentang perawatan
kateter
urine
indwelling
untuk
mengurangi
terjadinya
bakteriuria
telah
antibiotik sebelumnya, hasil kultur urin sebelumnya, serta mengetahui pola kuman
dan uji kepekaan didaerah penderita berada(Nicolle LE, 2005).
Berdasarkan fenomena tersebut maka penulis menyarankan prosedur
pemasangan, perawatan, dan pelepasan kateter urin sesuai dengan evidence based
nursing yang telah terbukti efektivitas dan efisiensi penggunaannya dalam
menurunkan angka kejadian infeksi saluran kemih akibat kateterisasi urin yang tepat.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana kondisi pemasangan, perawatan, dan pelepasan kateter sampai saat ini?
- Bagaimana permasalahan kejadian dan upaya penanganan CAUTI?
- Bagaimana solusi yang ditawarkan berdasarkan evidence based jurnal?
1.3 Tujuan
- Mengetahui kondisi pemasangan, perawatan, dan pelepasan kateter sampai saat ini
- Memahami permasalahan kejadian dan upaya penanganan CAUTI
- Merekomendasikan solusi yang ditawarkan berdasarkan evidence based jurnal
1.4 Manfaat
- Bagi pasien
Pasien diharapkan dapat terhindar dari bahaya infeksi atau sepsis yang diakibatkan
karena katerisasi urin yang kurang tepat. Selain itu pasien dapat merasakan
kepuasan dan kenyamanan terhadap katerisasi dengan perawatan yang baik,
sehingga mencapai kesembuhan optimal sesuai dengan indikasi pemasangan
-
kateter.
Bagi klinik
Dunia klinik mendapatkan pengetahuan dan skill yang baru tentang prosedur
preventif dalam mencegah terjadinya ISK yang berhubungan dengan kateterisasi
urin. Aplikasi kateterisasi urin yang baik sesuai dengan program yang ada di RS
dalam mengendalikan infeksi sehingga mengoptimalkan kinerja perawat sesuai
Kateter adalah sebuah alat berbentuk pipa yang dimasukkan ke dalam kandung
kemih dengan tujuan untuk mengeluarkan urine. Kateterisasi urine adalah tindakan
memasukkan alat berupa selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih
untuk mengeluarkan urine (Hooton et al, 2010).
Menurut Hooton et al (2010), jenis jenis pemasangan kateter urine terdiri dari
kateter indwelling, kateter intermitten, dan kateter suprapubik. Kateter indwelling biasa juga
disebut retensi kateter/folley kateter indwelling yang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak
mudah lepas dari kandung kemih. Kateter indwelling adalah alat medis yang biasanya
disertai dengan penampungan urine yang berkelanjutan pada pasien yang mengalami
dysfungsi bladder. Kateter jenis ini lebih banyak digunakan pada perawatan pasien akut
dibanding jenis lainnya (Newman, 2010).
Kateter intermitten digunakan untuk jangka waktu yang pendek (5-10 menit) dan
klien dapat diajarkan untuk memasang dan melepas sendiri. Kateter suprapubik kadangkadang digunakan untuk pemakaian secara permanent. Cara memasukan kateter dengan
jenis ini dengan membuat sayatan kecil diatas suprapubik.
2.1.2 Tujuan
Penggunaan kateter urine indwelling dengan tujuan untuk menentukan perubahan
jumlah urine sisa dalam kandung kemih setelah pasien buang air kecil, memintas suatu
obstruksi yang menyumbat aliran urine, menghasilkan drainase pasca operatif pada
kandung kemih, daerah vagina atau prostat, dan memantau pengeluaran urine setiap jam
pada pasien yang sakit berat (Hooton et al, 2010; Makic et al, 2011)
2.1.3 Indikasi dan kontraindikasi
Kateterisasi dapat menjadi tindakan yang menyelamatkan jiwa, khususnya bila
traktus urinarius tersumbat atau pasien tidak mampu melakukan urinasi. Kateterisasi juga
dapat digunakan dengan indikasi lain, yaitu : untuk menentukan perubahan jumlah urin sisa
dalam kandung kemih setelah pasien buang air kecil, untuk memintas suatu obstruksi yang
menyumbat aliran urin, untuk menghasilkan drainase pascaoperatif pada kandung kemih,
daerah vagina atau prostat, atau menyediakan cara-cara untuk memantau pengeluaran urin
setiap jam pada pasien yang sakit berat (Smeltzer & Bare, 2005).
Menurut Charlene, dkk (2001), ada 8 indikasi penggunaan kateter yaitu: untuk
menyembuhkan retensi urin, mengurangi tekanan pada kandung kemih, memudahkan
pengobatan
dengan
operasi,
mempercepat
pemulihan
jaringan
setelah
operasi,
memasukkan obat kedalam kandung kemih, mengukur output urin secara tepat, mengukur
output residual, memvisualisasikan struktur anatomi secara radiografis. Kateterisasi
kandung kemih mencakup pemasangan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam
kandung kemih. Kateter memungkinkan aliran kontinu pada pasien yang tidak mampu
mengontrol perkemihan atau pada mereka yang mengalami obstruksi aliran perkemihan
(Perry, dkk, 2010). Kozier (2010) menyebutkan kontra indikasi pemasangan kateter yaitu:
adanya penyakit infeksi di dalam vulva seperti uretritis gonorhoe dan pendarahan pada
uretra.
2.1.4 CAUTI (definisi, penyebab,dll)
Kateterisasi merupakan tindakan memasukkan selang plastik atau karet melalui
uretra ke dalam kandung kemih (Potter & Perry, 2005). Pemasangan kateter semakin lama
akan menurunkan sebagian besar daya tahan alami pada traktus urinarius inferior dengan
menyumbat duktus periuretralis, mengiritasi mukosa kandung kemih dan menimbulkan jalur
artifisial untuk masuknya kuman (mikroba patogen) ke dalam kandung kemih (Smeltzer &
Bare, 2005). Kemudian mikroba patogen tersebut akan berkembang biak maka akan
mengakibatkan kerusakan serta gangguan fungsi organ semakin luas yang akhirnya
memunculkan manifestasi klinis yang signifikan untuk diagnosis infeksi saluran kemih
(Darmadi, 2008).
Infeksi saluran kemih menempati tempat ke-3 dari infeksi nosokomial di rumah
sakit.80% dari infeksi saluran kemih disebabkan oleh kateter uretra.Infeksi saluran kemih
setelah pemasangan kateter terjadi karena kuman dapat masuk ke dalam kandung kemih
dengan jalan berenang melalui lumen kateter, rongga yang terjadi antara dinding.kateter
dengan mukosa uretra, sebab lain adalah bentuk uretra yang sulit dicapai oleh antiseptik.
Sehingga pasien yang mengalami infeksi saluran kemih akibat pemasangan kateter akan
mendapatkan perawatan yang lebih lama dari yang seharusnya sehingga biaya perawatan
akan menjadi bertambah dan masalah ini juga dapat memperburuk kondisi kesehatan klien,
bahkan dapat mengancam keselamatan jiwanya.
Tindakan yang dapat dilakukan perawat untuk mencegah terjadinya infeksi saluran
kemih pada pasien yang terpasang kateter adalah dengan melakukan higiene perineum,
perawatan kateter, pemantauan drainase urin dan memberikan informasi kesehatan kepada
pasien tentang hal-hal yang dapat mendukung kelancaran drainase urin yang sekaligus
akan mencegah terjadinya infeksi pada saluran kemih( Smeltzer & Bare, 2005)
Penelitian yang dilakukan oleh Putri dkk (2011) tentang Faktor- Faktor
Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Kemih Pada Pasien
Rawat Inap Usia 20 Tahun Ke Atas Dengan Kateter Menetap diRSUD Tugurejo
Semarang.Dalam hasil penelitian ini diperoleh ada pengaruh antara lama
penggunaan kateter dengan kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada pasien
yang menggunakan kateter menetap (p value = 0,0001), dengan RP 81,00
artinya pasien dengan lama penggunaan kateter > 3 hari memiliki peluang
untuk
TUJUAN
1. Mencegah infeksi
2. Memberikan rasa nyaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
PROSEDUR PELAKSANAAN
A. Tahap PraInteraksi
1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam pada pasien dan sapa
nama
pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur
pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
C. Tahap Kerja
1. Memasang sampiran/menjaga privacy
2. Menyiapkan pasien dengan posisi dorcal
recumbent
dan melepaskan pakaian bawah pasien
3. Memasang perlak, pengalas
4. Memakai sarung tangan
5. Membersihkan genetalia dengan air
hangat
6. Memastikan posisi kateter terpasang
dengan benar
(menarik dengan hati-hati, kateter tetap
tertahan
7. Memberikan desinfektan dengan lidi
kapas pada
ujung penis
8. Melepas pengalas dan sarung tangan
9. Merapikan pasien
D. Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi tindakan yang baru
dilakukan
2. Merapikan pasien dan lingkungan
3. Berpamitan dengan klien
4. Membereskan dan kembalikan alat
5. Mencuci tangan
6. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Pemasangan
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu efek samping dari pemasangan
ketetr dan menempati tempat ke-3 dari infeksi nosokomial di rumah sakit. Sekitar 80%
dari infeksi saluran kemih disebabkan oleh kateter uretra. Infeksi saluran kemih setelah
pemasangan kateter terjadi karena kuman dapat masuk ke dalam kandung kemih
dengan jalan berenang melalui lumen kateter, rongga yang terjadi antara dinding.
Berdasarkan rekomendasi Oman, 2011, beberapa hal yang harus diperhatikan
agar infeksi saluran kemih akibat pemasangan kateter tidak terjadi antara lain :
1. Membersihkan area genitalia pasien dengan pembersih aseptik sebelum memasang
kateter. Proses ini penting untuk mencegah bakteri atau kuman masuk saat proses
pemasangan kateter.
2. Sarung tangan non-steril digunakan untuk membersihkan area genital dan sarung
tangan steril digunakan saat insersi kateter. Prinsip steril dalam pemasangan kateter
ini bertujuan untuk meminimalkan terkadinya infeksi akibat pemasangan kateter.
3. Saat kateter telah terpasang, pastikan fiksasi kuat untuk menghindari iritasi, inflamasi
dan infeksi saluran kemih. Dengan melakukan fiksasai yang benar, maka risiko
terjadinya iritasi pada pasien hingga infeksi juga dapat diminimalkan. Selain itu,
pasien juga akan merasa nyaman.
Prinsip pemasangan kateter beberapa rungan di RSSA sebagian besar tidak
berpatokan sesuai dengan SOP yang sudah dibuat. Prinsip steril dan non steril dalam
pemasangan kateter sering kali terabaikan dan fiksasi kateter hanya menggunakan
plester saja sehingga fiksasinya pun kurang kuat.
3.2 Perawatan
Berdasarkan rekomendasi Oman, 2011, beberapa hal yang harus diperhatikan
agar infeksi saluran kemih tidak terjadi akibat pemasangan kateter yaitu dengan
perawatan rutin tiap hari. Perawat sebagai care giver hendaknya melakukan perawatan
pada pasien yang terpasang kateter guna mengurangi terjadinya risiko infeksi saluran
kemih yang umum terjadi pada pasien yang memakai kateter. Beberapa hal yang harus
dilakukan dalam perawata kateter anara lain :
1. Pembersihan area genital dilakukan tiap hari atau sesuai dengan kebutuhan,
misalnya setelah pasien BAB dan pembersihan area tersebut bisa menggunakan alat
mandi biasa
2. Fiksasi dengan menggunakan stat lock
3. Posisi urobag harus berada di bawah saluran kemih
4. Foley bag harus di kosongkan setiap 8 jam, atau ketika sudah penuh2/3 atau pasien
akan dikirim ke ruangan lain
5. Jika kateter terpasanga lebih dari 2 bulan, sediakan waktu untuk mengingatkan
tenaga kesehatan yang bertugas agar senantiasa mengevaluasi kateter yang
terpasang.
6. Setiap ada prosedur pemsangan kateter pada pasien, pastika terlebih dahulu indikasi
dari pemsangan kateter pada pasien. Pemasangan kateter tidak berlaku pada pasien
dengan keterbatasan mobilitas, nyeri yang tidak terkontrol, permintaan pasien atau
demi kenyamanan perawat atau pasien atau pencegahan rusaknya integritas kulit.
3.3 Pelepasan
Selain pemasangan dan perawatan kateter, terdapat juga protokol pelepasan
kateter atau hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melepasa kateter, diantaranya :
1. Ketika kateter dilepas, jika pasien tidak BAK dalam 4-6 jam, gunakan bladder
scanner unutk menentukan volume urin dalam kandung kemih. Pasang kembali
kateter jika volume urin dalam kandung kemih lebih dari 500ml dan kontraindikasi
pelepasan kateter urin hingga fungsi BAK pasien kembali normal.
2. Ketika kateter dilepas, tawarkan pasien untuk menggunakan pispot jika pasien tidak
dapat berjalan ke kamar mandi.
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran