Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH


DI RSJD DR. RM. SOEDJARWADI KLATEN
Dosen Pembimbing : Ns. Nurisda Eva Irmawati, S.Kep.,M.Kep.

Disusun Oleh :

YASHINTA DHANIK K.

P1337420121071

REGULER 1

DIII KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

KOTA SEMARANG

TAHUN 2023
1. Pengertian
Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan dalam segi
kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan baik positif maupun negatif
dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental, dan psikososial seperti bencana dan
konflik yang dialami sehingga berdampak sangat besar terhadap kesehatan jiwa
seseorang yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa(keliat, 2011).
Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga
diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku orang lain yang
mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang berada
dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi
menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah
serta cenderung merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat
lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman. (Keliat, 2011).
Menurut (Herman, 2011), gangguan jiwa ialah terganggunya kondisi mental atau
psikologi seseorang yang dapat dipengaruhi dari faktor diri sendiri dan lingkungan. Hal-
hal yang dapat mempengangaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur,
dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan
kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang
di cintai, rasa permusuhan, hubungan antara manusia.
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis, kegagalan
yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi peran.
Dimasyarakat umunya peran seseorang disesuai dengan jenis kelaminnya.
Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu, kurang mandiri, kurang
obyektif dan rasional sedangkan pria dianggap kurang sensitive, kurang
hangat, kurang ekspresif dibandingkan wanita. Sesuai dengan standar tersebut,
jika wanita atau pria berperan tidak sesuai lazimnya maka dapat menimbulkan
konflik diri maupun hubungan sosial.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas diri.
Meliputi ketidak percayaan, tekanan dari teman sebaya dan perubahan
struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan menyebabkan
anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam mengambil keputusan dan
dihantui rasa bersalah ketika akan melakukan sesuatu. Control orang yang
berat pada anak remaja akan menimbulkan perasaan benci kepada orang tua.
Teman sebaya merupakan faktor lain yang berpengaruh pada identitas.
Remaja ingin diterima, dibutuhkan dan diakui oleh kelompoknya,
4) Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja hormon secara
umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di
otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan klien
mengalami depresi dan pada pasien depresi kecenderungan harga diri dikuasai
oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
b. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus dapat berasal dari internal dan eksternal:
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan.
2) Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan
individu mengalaminya sebagai frustasi.

Ada tiga jenis transisi peran:

1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang berkaitan


dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai serta
tekanan untuk menyesuaikan diri.
2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3) Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari sehat ke keadaan
sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan
ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh, perubahan fisik yang
berhubungan dengan tumbuh kembang normal. Perubahan tubuh dapat
mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas
diri, peran dan harga diri.
3. Manifestasi Klinis
a.Mengejek dan mengkritik diri.
b. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri.
c.Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi, gangguan penggunaan zat.
d. Menunda keputusan.
e.Sulit bergaul.
f. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas.
g. Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga dan halusinasi.
h. Merusak diri: harga diri rendah menyokong klieb untuk mengakhiri hidup.
i. Merusak atau melukai orang lain.
j. Perasaan tidak mampu.
k. Pandangan hidup yang pesimitis.
l. Tidak menerima pujian.
m. Penurunan produktivitas
n. Penolakan tehadap kemampuan diri.
o. Kurang memperhatikan perawatan diri.
p. Berpakaian tidak rapi.
q. Berkurang selera makan.
r. Tidak berani menatap lawan bicara.
s. Lebih banyak menunduk.Bicara lambat dengan nada suara lemah.
4. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjadi tidak mau maupun tidak mampu
bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial
menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku
yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES
RI, 1998 : 336).
Tanda dan gejala:
Data Subyektif:
a. Mengungkapkan untuk memulai hubungan/ pembicaraan
b. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain
c. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain

Data Obyektif:

a. Kurang spontan ketika diajak bicara


b. Apatis
c. Ekspresi wajah kosong
d. Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal
e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat berbicara
5. Penatalaksanaan
a. Psikofarmaka
Berbagai obat psikofarmaka hanya diperoleh dengan resep dokter,
dapat dibagi dalam dua golongan yaitu golongan generasi pertama
(typical) dan golongan generasi kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan
generasi pertama berupa Chorpromazine HCL, Thoridazine
HCL, dan Haloperidol. Obat yang termasuk golongan generasi kedua berupa
Risperidone, Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotanine,
dan Aripiprazole.
b. Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi kerja yang sangat baik untuk
mendorong klien bergaul dengan orang lain, perawat maupun dokter.
Hal ini dimaksudkan supaya klien tidak dapat melakukan kebiasaan
yang kurang baik, sehingga dianjurkan untuk mengadakan permainan
atau latihan bersama.
6. Pohon Masalah
Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012) :

7. Diagnosis Keperawatan

a. Gangguan citra tubuh


b. Kesiapan meningkatkan konsep diri
c. Harga diri rendah (kronis, situasional dan resiko situasional)
d. Ketidakefektifan performa peran
e. Gangguan identitas pribadi

8. STRATEGI PELAKSANAAN
SP-1 Pasien: Harga Diri Rendah Pertemuan Ke-1: Mendiskusikan kemampuan
dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu pasien menilai kemampuan yang
masih dapat digunakan, membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang
akan dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal
pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.
A. Orientasi

“Selamat pagi, Perkenalkan saya perawat Sinta. Saya Mahasiswa Keperawtan


UPH. Saya yang akan merawat bapak dari jam 8 pagi sampai jam 3 sore nanti
ya pak”
“Bagaimana keadaan Ibu T hari ini? Ibu T terlihat segar“

”Bagaimana, kalau kita berbincang-bincang tentang kemampuan dan kegiatan


yang pernah Ibu T lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang
masih dapat Ibu T dilakukan di rumah sakit. Setelah kita nilai, kita akan pilih
satu kegiatan untuk kita latih. Bagaimana menurut Ibu T?”

”Dimana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu saja


bu? Berapa lama kira-kira kita akan ngobrol bu? Apakah cukup 20 menit?
Oke cukup ya bu 20 menit”

B. Kerja

“Ibu T, apa saja kemampuan Ibu T dimiliki? Bagus, apa lagi? Saya buat
daftarnya ya bu. Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa Ibu T lakukan?
Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring? Wah,
bagus sekali. Cukup banyak kemampuan dan kegiatan yang Ibu T miliki “.

” Ibu T, dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit? Coba kita lihat, yang pertama bisakah? yang
kedua? sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali
ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini”

”Sekarang, coba Ibu T pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di
rumah sakit ini”.

” Ok, yang nomor satu, merapihkan tempat tidur? Kalau begitu, bagaimana
kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur Ibu T? Mari kita lihat
tempat tidur Ibu T. Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”

“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu
bantal dan selimutnya. Bagus sekali bu. Sekarang kita angkat spreinya dan
kasurnya kita balik. Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari
arah atas, ya bagus bu T. Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu
sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan dan letakkan di
sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki.
Bagus, ibu bisa melakukannya”

” Ibu T sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba
perhatikan bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”

“ Coba Ibu T lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau Ibu T
lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan untuk melakukan dan
T (tidak) tidak melakukan”

C. Terminasi

“Bagaimana perasaan Ibu T setelah berbincang-bincang dan latihan


merapihkan tempat tidur? Iya benar bu. Ibu T ternyata banyak memiliki
kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya,
merapihkan tempat tidur yang sudah Ibu T praktekkan dengan baik
sekali. Nah, kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang ya
bu.”

”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Ibu T mau berapa kali
sehari merapihkan tempat tidur? Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ?
Lalu sehabis istirahat jam berapa?”

”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Ibu T masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain merapihkan
tempat tidur? Ya bagus, cuci piring. Kalau begitu kita akan latihan mencuci
piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi selama 20
menit, menurut ibu bagaimana? Oke ibu, Sampai jumpa ya”

SP-2 Pasien: Harga Diri Rendah Pertemuan Ke-2: Melatih pasien melakukan
kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan pasien.

A. Orientasi
“Selamat pagi, Ibu T masih ingat dengan saya? Iya benar sekali bu, saya
perawat Sinta yang akan merawat Ibu dari jam 8 sampai jam 3 sore nanti ya
bu”

“Bagaimana perasaan Ibu T pagi ini? Wah, tampak cerah”

”Bagaimana Ibu T, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ Tadi
pagi? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita
akan latihan kemampuan kedua ya bu?. Masih ingat apa kegiatan itu Ibu T?”

”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur ruangan ini, Waktunya
sekitar 20 menit. Bagaimana menurut ibu T?”

B. Kerja:

“Ibu T, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya,
yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci
piring dan air untuk membilas. Ibu T bisa menggunakan air yang mengalir
dari kran ini ya? Oh ya jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang
sisa-makanan”

“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”

“Setelah semua perlengkapan tersedia, Ibu T ambil satu piring kotor lalu
buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah.
Kemudian Ibu T bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes
yang sudah diberikan sabun pencuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas
dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikit pun di piring tersebut.
Setelah itu Ibu T bisa mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang
sudah tersedia di dapur. Nah selesai ibu”

“Sekarang coba Ibu T praktekkan kembali seperti yang saya contohkan tadi
bu”

“Bagus sekali, Ibu T dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang
dilap tangannya bu”
C. Terminasi :

”Bagaimana perasaan Ibu T setelah latihan cuci piring?”

“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan


sehari-hari Ibu T? Mau berapa kali Ibu T mencuci piring? Bagus sekali Ibu T
mencuci piring tiga kali setelah makan. “ Coba Ibu T lakukan dan jangan lupa
memberi tanda M (mandiri) kalau Ibu T lakukan tanpa disuruh, tulis B
(bantuan) jika diingatkan untuk melakukan dan T (tidak) tidak melakukan”

”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan


tempat tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita
akan latihan mengepel. Mau jam berapa bu kita melakukan latihan mengepel
nya? Oke baik besok jam 9 pagi ya bu setelah ibu selesai merapikan tempat
tidur dan mencuci piring. Dimana kita akan melakukan latihannya bu? Oke
baik bu, kita muali dari ruangan ini saja ya bu. Kalau begitu saya permisi dulu
ya bu, Sampai jumpa”

SP-3 Keluarga: Harga Diri Rendah Pertemuan Ke-1: Mendiskusikan masalah yang
dihadapi keluarga dalam merawat pasien di rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda
dan gejala harga diri rendah, menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah,
mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah, dan memberi
kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat.

A. Orientasi

“Selamat pagi bapak/ibu, perkenalkan saya perawat sinta yang merawat ibu T
dari jam 8 pagi ini sampai nanti jam 3 sore”

“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini?”

“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat Ibu T?
Berapa lama waktu Bapak/Ibu butuhkan? 30 menit saja? Baik pak/bu. Kita
berbincang-bincangnya diruang wawancara saja bagaimana pak/bu? Oke, mari
kita keruangan wawancara”
B. Kerja

“Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah Ibu T”

“Ya memang benar sekali Pak/Bu, Ibu T itu memang terlihat tidak percaya
diri dan sering menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada Ibu T, sering
menyalahkan dirinya dan mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh
sedunia. Dengan kata lain, Ibu T memiliki masalah harga diri rendah yang
ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran yang selalu negatif terhadap diri
sendiri. Bila keadaan Ibu T ini terus-menerus seperti itu, Ibu T bisa
mengalami masalah yang lebih berat lagi, misalnya Ibu T jadi malu bertemu
dengan orang lain dan memilih mengurung diri”

“Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah?”

“Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti”

“Setelah kita mengerti bahwa masalah Ibu T dapat menjadi masalah serius,
maka kita perlu memberikan perawatan yang baik untuk Ibu T”

”Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki Ibu T? Ya benar, dia juga
mengatakan hal yang sama (kalau sama dengan kemampuan yang dikatakan
Ibu T)”

” Ibu T itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur dan cuci
piring. Serta telah dibuat jadual untuk melakukannya. Untuk itu, Bapak/Ibu
dapat mengingatkan Ibu T untuk melakukan kegiatan tersebut sesuai jadwal.
Tolong bantu menyiapkan alat-alatnya ya Pak/Bu dan jangan lupa
memberikan pujian agar harga dirinya meningkat. Ajak pula memberi tanda
cek list pada jadwal kegiatannya”.

”Selain itu, bila Ibu T sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, bapak/Ibu
tetap perlu memantau perkembangan Ibu T. Jika masalah harga dirinya
kembali muncul dan tidak tertangani lagi, bapak/Ibu dapat membawa Ibu T ke
puskesmas”
”Nah, bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian
kepada Ibu T”

”Temui Ibu T dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan
pujian yang yang mengatakan: Bagus sekali Ibu T, kamu sudah semakin
terampil mencuci piring”

”Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus”

C. Terminasi:

”Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita ini?”

“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi T dan


bagaimana cara merawatnya?”

“Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali
Bapak/Ibu kemari lakukan seperti itu dan di rumah juga demikian ya pak/bu.”

“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara
memberi pujian langsung kepada Ibu T. Jam berapa Bapak/Ibu datang? Baik
saya tunggu ya. Sampai jumpa”

SP-4 Keluarga: Harga Diri Rendah Pertemuan Ke-2: Melatih keluarga


mempraktekkan cara merawat pasien dengan masalah harga diri rendah langsung kepada
pasien
A. Orientasi
“Selamat pagi Bapak/Ibu?”

” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”

”Bapak/Ibu masih ingat latihan merawat Ibu Bapak/Ibu seperti yang kita
pelajari dua hari yang lalu?”

“Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung kepada Ibu T,


Waktunya 20 menit. Bagaimana menurut bapak/ibu? Oke kalau begitu,
sekarang mari kita temui Ibu T”
B. Kerja:

”Selamat pagi Ibu T. Bagaimana perasaan Ibu T hari ini?”

”Hari ini saya datang bersama anak Ibu T. Seperti yang sudah saya katakan
sebelumnya, anak Ibu T juga ingin merawat Ibu T agar cepat pulih.”

(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)

”Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang sudah kita
latihkan beberapa hari lalu yaitu memberikan pujian terhadap perkembangan
orang tua Bapak/Ibu (Perawat mengobservasi keluarga mempraktekkan cara
merawat pasien seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya)”

”Bagaimana perasaan Ibu T setelah berbincang-bincang dengan anak Ibu T?”

”Baiklah, sekarang saya dan anak Ibu T ke ruang perawat dulu (Perawat dan
keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)”

C. Terminasi:

“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?”

“Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat seperti yang
tadi kepada Ibu T ya”.
DAFTAR PUSTAKA

Elinia, Sury,.2016. Tinjauan Tero dan Konsep Harga Diri Rendah diakses dari
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/167/jtptunimus-gdl-eliniasury-8333-2-
babii.pdf pada 12 Juni 2018
Halifah, Nur Eka,.2016. Bab II Tinjauan Teori diakses dari
http://repository.ump.ac.id/1076/3/EKA%20NUR%20HALIFAH%20BAB
%20II.pdf pada 12 Juni 2018
Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN(Basic
Course). Jakarta: EGC
Mulyono, Andri,.2013. Asuhan Keperawatan dengan HArgaDiri Rendah diakses dari
http://eprints.ums.ac.id/25936/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf Pada 12 Juni
2018
Saktian, Yusuf,.2018. Strategi Pelaksanaan Isolasi Sosial diakses dari
https://www.academia.edu/28333219/STRATEGI_PELAKSANAAN_ISOLA
SI_SOSIAL_STRATEGI_PELAKSANAAN_1_SP_1_ISOLASI_SOSIAL
pada 12 Juni 2018
Stuart, W. Gail. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier
Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai