Anda di halaman 1dari 37

1.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMANTAPAN


LERENG

Kemantapan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan (oleh kerja
manusia), dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang dapat dinyatakan secara
sederhana sebagai gaya-gaya penahan dan gaya-gaya penggerak yang
bertanggung jawab terhadap kemantapan lereng tersebut.
Dalam keadaan gaya penahan (terhadap longsoran) lebih besar dari gaya
penggeraknya, maka lereng tersebut akan berada dalam keadaan yang
mantap (stabil). Tetapi apabila gaya penahan menjadi lebih kecil dari gaya
penggeraknya, maka lereng tersebut menjadi tidak mantap dan longsoran
akan terjadi.
Sebenarnya, longsoran tersebut merupakan suatu proses alam untuk
mendapatkan kondisi kemantapan lereng yang baru (keseimbangan baru),
di mana gaya penahan lebih besar dari gaya penggeraknya.
Untuk menyatakan/memberikan bobot (tingkat) kemantapan suatu lereng
dikenal apa yang disebut dengan Faktor Keamanan (safety factor), yang
merupakan perbandingan antara besarnya gaya penahan dengan gaya
penggerak longsoran; dan dinyatakan sebagai berikut :

Gaya penahan
Gaya penggerak

Apabila harga F untuk suatu lereng > 1,0; yang artinya gaya penahan >
gaya

penggerak,

maka

lereng

tersebut

berada

dalam

keadaan

mantap/aman. Tetapi apabila harga F < 1,0, di mana gaya penahan < gaya
penggerak, maka lereng tersebut berada dalam kondisi tidak mantap dan
mungkin akan terjadi longsoran pada lereng yang bersangkutan.
Pengumpulan Data dan Pemetaan - 1

Dalam hal harga F = 1,0 atau besarnya gaya penahan sama dengan
besarnya gaya penggerak, maka lereng tersebut berada dalam keadaan
setimbang atau dengan kata lain lereng tersebut berada dalam keadaan
kritis.
Kondisi seperti di atas (F = 1,0) tetap tidak dikehendaki, karena apabila
terjadi pengurangan gaya penahan atau penambahan gaya penggerak
sekecil apapun lereng akan menjadi tidak mantap dan longsoran segera
terjadi. Karena itu harga faktor keamanan F selalu dibuat lebih dari 1,0
(untuk lereng sementara/front penambangan F = 1,3, untuk lereng
permanen F = 1,5 dan untuk bendungan F > 2,0).
Faktor-faktor pembentuk gaya-gaya penahan :
1. Jenis batuan
Batuan beku, batuan sedimen tertentu dan batuan metamorf tertentu,
yang masih segar dan belum mengalami proses pelapukan, umumnya
memberikan kemantapan yang baik, terutama kalau batuan tersebut
tersebar luas (monolitologi). Batuan beku umumnya terdiri dari mineralmineral kritalin yang tersusun sedemikian rupa sehingga batuan tersebut
kuat dan kompak karena kristal-kristalnya terikat satu sama lainnya
dengan baik. Kuat tekan maupun kuat tarik batuan ini umumnya sangat
tinggi.
Batuan sedimen yang terkonsolidasi dengan baik, sehingga ikatan antara
masing-masing butirnya kuat, juga mempunyai kekuatan batuan yang
tinggi. Tetapi sedimen yang belum terkonsolidasi (lepas) tidak mempunyai
kekuatan batuan yang tinggi. Kekuatan batuan sedimen juga dipengaruhi
oleh kekuatan mineral-mineral penyusunnya.
Batuan meamorf yang terdiri dari satu macam mineral yang kuat dan
mempunyai ukuran-ukuran butiran yang homogen juga mempunyai
kekuatan yang tinggi (kuarsit, marmer). Sedangkan

batuan metamorf

yang bertekstur sekis atau gneis mempunyai kekuatan yang tidak sama
Pengumpulan Data dan Pemetaan - 2

pada arah-arah yang berbeda (anisotrop) karena dipengaruhi oleh


orientasi kristal.
2. Kekuatan batuan
Batuan utuh (intack rock) yang mempunyai kuat tekan uniaksial tinggi dan
mempunyai sudut geser dalam (f) yang tinggi merupakan batuan yang
sangat stabil terhadap longsoran. Batuan dengan kekuatan yang tinggi
seperti ini, umumnya adalah batuan beku (granit, andesit, basalt, dll),
beberapa jenis batuan sedimen (batu pasir, breksi, dll) dan batuan
metamorf (kuarsit, batu marmer, dll). Untuk batuan-batuan tersebut di atas
umumnya tidak mempunyai masalah mengenai kemantapan lerengnya,
kecuali kalau batuan tersebut tidak utuh dengan adanya bidang-bidang
lemah (massa batuan). Sudut lereng pada batuan yang kuat tersebut bisa
mencapai 900 atau bahkan > 900, dan dengan tinggi lereng yang besar.
Kekuatan batuan dinyatakan oleh sifat-sifat mekaniknya yang berupa
parameter-parameter kuat tekan (s c), kohesi (c) dan sudut geser dalam
(f). Dalam analisis kemantapan lereng parameter-parameter yang penting
adalah harga-harga c dan f, yang merupakan sifat asli kekuatan batuan.
Faktor-faktor pembentuk gaya-gaya penggerak
Gaya penggerak umumnya dipengaruhi oleh gravitasi, sehingga berat dari
beban/bagian lereng yang bersangkutan adalah merupakan salah satu gaya
penggerak yang memacu terjadinya longsoran. Parameter-parameter yang
penting pembentuk gaya penggerak adalah :
1. Bobot isi (g)
Batuan dengan bobot isi yang besar akan memberikan beban/gaya yang
lebih besar pada lereng.
2. Kandungan air tanah (u)

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 3

Keberadaan air sebagai "moisture" tanah maupun air pori tanah pada
lereng yang bersangkutan akan memberikan tambahan beban yang besar
pada lereng.
3. Sudut lereng dan tinggi lereng (geometri lereng)
Sudut dan tinggi lereng yang besar akan memberikan volume material
besar, yang akan membuat beban lereng yang lebih besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan
pada kesetimbangan antara gaya penahan dan gaya penggerak
Longsoran yang terjadi pada lereng alami maupun pada lereng buatan
umumnya

terjadi

karena

terjadinya

perubahan-perubahan

yang

menghasilkan pengurangan harga faktor keamanan (F) atau dengan kata


lain memperkecil gaya penahan, memperbesar gaya penggerak, atau
gabungan dari kedua proses tersebut.
1. Faktor-faktor yang mengurangi gaya penahan/mengurangi kuat geser
batuan
- Proses pelapukan
Pelapukan (kimia) terjadi di mana-mana, terutama di daerah tropis di
mana temperatur udara dan kelembaban relatif tinggi. Pelapukan yang
terjadi pada batuan mengubah komposisi mineralogi batuan yang
bersangkutan berikut struktur dalamnya (sistem kristal, kemas, tekstur,
dll.) karena berubahnya sebagian atau seluruh mineral yang ada
menjadi mineral lain, sebagai akibat dari reaksi kimia dengan air, asam,
udara dan gas-gas lainnya, sehingga kekuatan batuan akan berkurang
secara drastis. Karena proses pelapukan, maka baik sifat fisik maupun
sifat mekanik batuan akan berubah dan umumnya mengakibatkan
pengurangan kekuatan batuan/kuat geser batuan.
- Bidang lemah
Proses alamiah (tektonik, perubahan temperatur atau pengurangan
beban vertikal) dapat mengakibatkan perubahan struktur pada batuan
Pengumpulan Data dan Pemetaan - 4

dan menghasilkan bidang-bidang lemah yang berupa sesar, kekar atau


retakan-retakan lainnya. Dengan munculnya bidang lemah tersebut,
maka batuan yang tadinya utuh akan berubah menjadi massa batuan
dengan kekuatan yang jauh lebih kecil dari sebelumnya. Selain itu
beban yang diterima oleh massa batuan juga akan diteruskan secara
anisotrop ke sekitarnya, sehingga dengan demikian maka kestabilan
juga akan menurun.
- Aktivitas manusia
Dalam

usaha-usaha

untuk

memenuhi

kebutuhannya,

manusia

cenderung melakukan aktivitas yang akan mengubah kesetimbangan


alami yang ada di muka buni ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Aktivitas manusia yang langsung mempengaruhi kesetimbangan muka
bumi (dalam hal ini kemantapan lereng) antara lain adalah penggalian
dan penimbunan (tambang, jalan raya, saluran air, dan bangunanbangunan sipil lainnya). Dengan adanya aktivitas penggalian dan
penimbunan

maka

geometri

muka

bumi

berubah

dan

terjadi

pengurangan penyangga atau penambahan beban yang mengakibatkan


perubahan kesetimbangan tanah/lereng. Untuk timbunan, juga terjadi
perubahan

pada

parameter-parameter

kekuatan

batuan,

yaitu

berubahnya harga-harga c dan f sebagai akibat dari penghancuran/


perubahan tekstur tanah/batuan. Secara langsung suatu penggalian
akan merubah geometri muka bumi dan mengurangi penyangga pada
dasar lereng, seperti yang terjadi pada bukaan-bukaan tambang.
Sedangkan yang tidak langsung, umumnya karena kegiatan lain yang
tidak

secara

langsung

mengakibatkan

terjadinya

perubahan

keseimbangan/kemantapan lereng, seperti antara lain :


- pertanian & irigasi, yang dapat mengkibatkan erosi dan perubahan
muka air tanah, pelapukan batuan serta geometr lereng.
- sistem sanitasi dan drainase yang tidak baik, di kampung/pemukiman
yang terletak di daerah lereng, yang dapat mengakibatkan erosi dan
pelapukan batuan.
Pengumpulan Data dan Pemetaan - 5

- pengalihan fungsi lahan seperti misalnya dari lahan pertanian di suatu


bukit menjadi lahan perumahan/industri akan merubah perimbangan
kuat geser dengan beban yang ada. Pembangunan tersebut akan
meliputi perubahan geometri lereng, sistem air tanah dan penambahan
beban

yang

besar

pada

daerah

tersebut,

sehingga

apabila

kesetimbangan yang ada terpengaruh, maka lahan tersebut akan


menjadi tidak mantap.
Dengan berkurangnya gaya penahan/kuat geser batuan tersebut, maka
harga faktor keamanan (F) akan berkurang dan lereng menjadi tidak
mantap lagi.
2. Faktor-faktor yang memperbesar gaya penggerak
Selain pengurangan kuat geser kekuatan batuan, penambahan beban/
gaya penggerak juga dapat membuat lereng yang tadinya mantap
menjadi tidak mantap. Penambahan ini juga dapat terjadi secara alamiah
maupun karena aktivitas manusia (langsung maupun tidak langsung).
- Aktivitas tektonik
Terjadinya pengangkatan/penurunan muka bumi akan mengakibatkan
terjadinya perubahan arah dan besar gaya-gaya yang bekerja pada
suatu titik tertentu di kulit bumi ini. Misalnya di suatu daerah dengan
morfologi

datar

atau

landai,

terjadinya

proses

pengangkatan/

penurunan akan mengubah morfologi daerah tersebut menjadi terjal.


Akibatnya rona muka bumi akan berubah dan beban pada lerenglereng yang baru akan lebih besar sehingga menghasilkan ketidak
mantapan lereng.
- Gempa atau sumber getaran yang lain
Getaran atau gelombang kejut dapat menghasilkan energi yang besar,
yang apabila mempunyai arah yang sama dengan permukaan bebas
suatu lereng dapat menambah beban dan mengakibatkan longsoran.
Getaran yang berlangsung dalam waktu yang lama juga akan merubah
struktur dalam batuan/tanah dan merubah kekuatannya.
Pengumpulan Data dan Pemetaan - 6

- Penambahan beban akibat penimbunan


Timbunan material (tanah/batu (waste)) maupun bangunan di atas
suatu

lereng

akan

memperbesar

gaya

penggerak

dan

dapat

mengakibatkan longsoran pada lereng tersebut.


- Penambahan air tanah
Penambahan air tanah pada pori-pori/celah-celah tanah/batuan jelas
akan memperbesar gaya penggerak yang dapat mengakibatkan
longsoran. Penambahan air tanah ini dapat terjadi karena alam (hujan,
banjir, dll.) maupun karena aktivitas manusia (irigasi, drainase, dll.).
- Pengeringan waduk
Lereng tanah di sekitar waduk yang menjadi jenuh sebagai akibat dari
pengisian waduk, akan menjadi tidak stabil pada waktu dikeringkan
dan memungkinkan terjadinya longsoran.
Dari uraian singkat di atas, jelas bahwa faktor-faktor yang penting
dalam melakukan analisis kemantapan lereng adalah sebagai berikut :
1. Kondisi alam
a. morfologi/topografi : - datar
- landai
- terjal
b. geologi

: - tanah/batu
- susunan batuan (stratigrafi)
- jenis batuan
- truktur dan orientasinya
- tingkat pelapukan
- penyebaran batuan

c. hidrogeologi

: - kandungan air
- kondisi air permukaan/hujan/musim
- muka air tanah
- perubahan pola aliran air tanah
- aliran bawah tanah (chanelling)
Pengumpulan Data dan Pemetaan - 7

- keasaman/kimia air tanah


d. tektonik

: - sejarah tektonik/geologi
- seismisitas daerah

e. kondisi permukaan : - gundul


- vegetasi
- basah/kering
2. Kondisi ubahan/buatan
a. geometri lereng

: - tinggi lereng
- sudut lereng
- orientasi bidang lereng
- sistem jenjang

b. material (timbunan) : - jenis material


- homogenitas material
- konsolidasi
- kandungan air
- ukuran butir
c. hidrogeologi

: - pola aliran air tanah


- erosi dan pelarutan
- kondisi air permukaan
- kimia air

d. beban

: - beban statis
- beban dinamis

e. kondisi dasar timbunan : - batuan yang stabil


- tanah lunak
- rawa + air
- kemiringan
- vegetasi
- dll.

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 8

2. METODA ANALISIS KEMANTAPAN LERENG

Di alam, baik lereng alami maupun lereng buatan, dapat terbentuk pada
tanah (relatif lemah), batu (sangat kuat), batuan berstruktur (massa batuan)
maupun merupakan gabungan dari beberapa kondisi tersebut.
Untuk itu, metode analisis kemantapan yang dapat diterapkan pada setiap
kondisi (material) lereng yang berbeda, akan berbeda pula. Artinya suatu
metoda yang cocok untuk tanah yang sifatnya (dianggap) homogen dan
kontinyu, serta relatif lemah tidak akan cocok untuk lereng pada massa
batuan atau pada batu yang keras (kuat) dan sebaliknya.
Dalam usaha untuk mengetahui atau menilai apakah suatu lereng dalam
keadaan

mantap

atau

tidak,

perlu

dilakukan

analisis

terhadap

kemantapannya.
Metoda yang diterapkan untuk analisis kemantapan lereng sudah banyak
dibuat orang, mulai dari metoda analisis irisan (slice methods) yang
diperkenalkan oleh Fellenius (1927, 1936) yang juga populer dengan nama
metoda Swedia. Metoda analisis tersebut dibuat untuk menganalisis lereng
tanah dengan membaginya dalam irisan-irisan tegak. Konsep tekanan pori
dan tegangan efektif diperkenalkan oleh Terzaghi (1936). Fellenius (1936)
dan

Bishop

(1955)

memasukkan

gaya-gaya

antar

irisan

dalam

perhitungannya.
Selanjutnya banyak ahli-ahli lain yang memperkenalkan metoda-metoda
analisis baru yang lebih teliti, yaitu Morgenstern & Price (1965), Janbu
(1973) dll; dan juga dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap metoda-metoda
yang sudah ada.
Metoda-metoda

analisis

tersebut

umumnya

dimaksudkan

untuk

mendapatkan hasil analisis yang sebaik-baiknya, sesuai dengan kondisi


lereng yang dianalisis.

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 9

Ditinjau dari jenis dan sifat-sifat material pembentuk lereng maka longsoran
yang terjadi dapat mempunyai bidang longsoran yang berbedam misalnya :
- lereng pada tanah yang homogen akan mempunyai bidang longsoran
yang berupa busur lingkar atau mendekati bentuk tersebut
- lereng pada tanah yang tidak homogen akan menghasilkan bidang
longsoran yang berbentuk campuran antara bidang lengkung dan bidang
datar (tanah yang tidak rata pelapukannya)
- lereng pada batu (massa batuan) akan mempunyai bidang longsoran
yang mengikuti bidang-bidang lemahnya (longsor bidang, longsor baji
atau toppling).
Umumnya yang diterapkan pada analisis lereng tanah (homogen) adalah
metoda analisis dengan model bidang longsoran yang berupa busur
lingkaran. Sedangkan model longsoran dengan bidang longsoran yang tidak
teratur (gabungan antara bidang dan busur lingkaran) diterapkan pada
tanah yang tidak homogen.
Model longsoran dengan bidang lemah berupa bidang datar dipakai untuk
longsoran pada batu (rock) atau pada tanah yang meskipun sudah lapuk
tetapi bekas bidang perlapisan atau bidang lemah lainnya masih dominan.
Metoda analisis kemantapan lereng yang banyak diterapkan adalah Metoda
Kesetimbangan Batas (Limit Equilibrium Method), yang dimulai oleh Cullman
(1866) sebagai model numerik yang tertua dengan meng- assumsikannya
sebagai longsoran yang melalui garis lurus (straight line ship-surface).
Selanjutnya metoda irisan yang dikembangkan oleh Peterson (1910),
Bishop, Janbu, Nonociller dll., yang disebut juga sebagai Prosedur Irisan
yang Disederhanakan (Generalized Procedure of Slices / GPS), banyak
diterapkan dalam analisis kemantapan lereng.
Metoda analisis kemantapan lereng yang lain adalah metoda elemen hingga
(FEM) d an metoda beda hingga (FDM) yang merupakan metoda numerik

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 10

dan berkembang cepat dengan semakin meningkatnya kemampuan


perangkat komputer.
Untuk batuan dengan bidang lemah (massa batuan) dipakai metoda grafis,
yaitu suatu metoda statistik yang diterapkan pada proyeksi strereografis.
Berikut ini adalah beberapa metoda analisis kemantapan lereng dengan
pendekatan kesetimbangan batas (limit equilibrium method).

Tabel : Macam-macam metoda analisis yang ada


No.

Metoda

Biasa atau fellenius


atau swedia
Bishop sederhana
Spencer
Janbu sederhana
Janbu perbaikan
Morgenstern-Price

2
3
4
5
6

faktor keamanan didasarkan Asumsi/Pendekatan


pada keseimbangan
Momen
gaya
X
X
X
X
X

x
x
x
x

Beberapa dari metoda-metoda tersebut di atas akan diberikan (contoh)


dalam kursus ini.
Sebagian dari metoda-metoda tersebut sudah dibuat dalam bentuk paket
program komputer, seperti paket program Galena, Stabil, SB, dll.

3. PENGUMPULAN DATA

Dalam melakukan analisis kemantapan lereng diperlukan data dari lapangan


maupun hasil test laboratorium yang benar dan akurat.
Hal ini sangat penting, karena data tersebut akan membantu dalam memilih
asumsi yang akan dipakai, metoda analisis yang cocok dan tepat untuk
Pengumpulan Data dan Pemetaan - 11

kondisi yang bersangkutan dan juga untuk mendapatkan hasil perhitungan


yang benar dan teliti. Dengan demikian hasil analisis kemantapan lereng
dapat dipertanggungjawabkan.
Pengumpulan data meliputi hal-hal seperti berikut :
1. Pengamatan/pengukuran di lapangan
2. Pengambilan contoh
3. Pencatatan yang benar
4. Pelaksanaan test (insitu/laboratorium) yang benar
5. Pembuatan laporan (komunikasi)
Dalam melakukan pengumpulan data untuk analisis kemantapan lereng ada
dua kegiatan yang utama yaitu :
1. Pengumpulan data geometri
2. Pengumpulan data geologi
Secara lebih lengkap dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pengumpulan data geometri
Geometri lereng merupakan salah satu komponen yang penting dalam
analisis kemantapan lereng, baik sebagai suatu parameter (pembatas)
yang diketahui, misalnya untuk lereng-lereng alami, lereng-lereng yang
sudah ada dan akan dievaluasi kemantapannya (pada jalan raya, bukaan
tambang, dll.) maupun sebagai suatu parameter yang dicari (dalam
perencanaan tambang terbuka/lereng baru).
Dalam hal lereng alami, maka yang penting untuk diamati dan diukur
adalah morfologi/topografi alami yang ada di daerah yang bersangkutan.
Umumnya lereng-lereng alami mempunyai suatu kondisi kemantapan
yang baik tetapi mendekati keadaan kesetimbangan; sehingga apabila
suatu lereng alami (terutama pada tanah) mendapatkan sedikit gangguan
akan mudah sekali longsor.
Sedangkan untuk lereng-lereng buatan, di mana geometri lereng
sudah direncanakan (banyak juga yang asal dipotong) pengecekan
Pengumpulan Data dan Pemetaan - 12

kemantapannya

perlu

dilakukan,

karena

mungkin

sudah

terjadi

perubahan-perubahan pada kondisi geologinya (air tanah, pelapukan,


dll.).
Untuk itu geometri lereng pada saat ini juga perlu diukur lagi. Demikian
juga untuk lereng-lereng yang baru longsor atau yang terbentuk karena
longsoran baru.
Pengukuran geometri lereng dapat dilakukan dengan berbagai cara, dari
yang sangat sederhana seperti "line and compass", yaitu mengukur
geomtri lereng hanya dengan meteran tali/pita dan kompas atau
clinometer, sampai dengan memakai cara yang canggih "Global
Positioning System" (GPS) yang memanfaatkan satelit. Semua cara
pengukuran tersebut dapat dilakukan sesuai dengan ketelitian yang
diinginkan, batasan-batasan waktu dan dana serta peralatan yang ada,
tentu saja harus sesuai pula dengan kepentingan dan resiko yang
mungkin terjadi.
Selain pengukuran geometri lereng, yang langsung berhubungan dengan
proses analisis kemantapan lereng, pengukuran untuk membuat peta
topografi untuk daerah yang bersangkutan juga sangat penting. Hal ini
terutama dilakukan pada lokasi-lokasi yang belum mempunyai peta
topografi.

Peta

topografi

tersebut

diperlukan

untuk

pemetaan/

pengumpulan data geologi di daerah yang bersangkutan, sebab tanpa


peta dasar (peta topografi) pemetaan geologi tidak akan bisa dilakukan.

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 13

Untuk tambang-tambang yang sudah berjalan pemetaan topografi ini


mungkin tidak diperlukan lagi, karena tentunya peta tersebut sudah
tersedia (kecuali pada daerah yang baru longsor yang harus dikoreksi
lagi). Hal yang sangat penting dalam peta topografi tersebut adalah skala
peta. Untuk tambang-tambang (open pit) skala yang umum adalah
1 : 1.000, tetapi ada juga yang lebih besar (1: 500). Pada lokasi longsoran
skala peta harus lebih besar lagi, sampai 1 : 50, karena itu umumnya
perlu dilakukan pengukuran lagi di daerah longsoran dan sekitarnya.
2. Pengumpulan data geologi
Data geologi yang diperlukan untuk analisis kemantapan lereng berbeda
dengan data geologi yang diperlukan untuk suatu explorasi mineral atau
tujuan-tujuan geoteknik yang lain, meskipun banyak pula parameterparameter yang sama. Cara pengumpulan data geologi untuk tujuan
inipun sebenarnya sama dengan untuk tujuan-tujuan lainnya, hanya
penekanannya saja yang berbeda karena gaya-gaya yang bekerja,
proses terjadinya longsoran dan asumsi-asumsi yang dipakai dalam
analisis kemantapan lereng ini berbeda.
Sesuai dengan kemajuan teknologi analisis yang ada maka parameterparameter penting dalam analisis kemantapan lereng adalah sebagai berikut :
1. Jenis material

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 14

Di sini perlu diketahui dengan baik apa jenis material yang terlibat pada
proses longsoran tersebut. Longsoran yang terjadi pada tanah berbeda
dengan yang terjadi pada batuan keras (rock), demikian pula untuk
batuan utuh (intact rock) dan massa batuan yang (rock mass). Jenis dari
tanah maupun batuan yang terlibatpun akan memberikan parameterparameter yang berbeda pula. Untuk itu dalam pengumpulan data, perlu
didapatkan data sebagai berikut :
a. Jenis batuan

: - tanah (hasil pelapukan/hasil sedimentasi)

- batu (intact/rock mass)


b. Penyebaran batuan

: - batas penyebaran (lateral & vertikal)

c. Parameter-parameter

: - sifat fisik (g, w, ukuran butir, dll.)


- sifat mekanik (sC, c, f, dll.)

2. Struktur
Macam-macam struktur yang openting dalam hubungannya dengan
penambangan adalah :
1. Bidang perlapisan pada batuan sedimen
2. Bidang ketidak selarasan pada batuan sedimen
3. Batas-batas intrusi batuan beku (sill, kerak, batolit dll)
4. Bidang sesar 9fault plane) pada berbagai jenis batuan yang
mengalaminya
5. Perlipatan batuan sedimen akibat gaya endogen (antiklin-sinklin)
6. Sistem kekar (joint system) pada segala batuan
7. Foliasi pada batuan metomorf.
Dalam

beberapa

hal,

terutama

dengan

pembentukan

cadangan

mineral/bahan tambang, struktur ini sangat membantu, yaitu strukturstruktur yang terbentuk sebelum atau bersamaan dengan pembentukan
cadangan mineral seperti pada intrusi melalui zona sesar (mineralmineral silfida Cu, Zn, Pb, Sn dan Ag) atau pada cadangan-cadangan
sekunder termasuk batubata.
Tetapi struktur sesar atau perlipatan yang terjadi sesudah pembentukan
cadangan mineral, justru akan mempersulit proses eksplorasi maupun

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 15

exploitasi (apalagi kalau sudah diikuti oleh erosi yang kuat dan
pengendapan kembali) karena mengakibatkan perpindahan badan bijih.
Masalah

lain

yang muncul sebagai akibat adanya struktur tersebut

adalah :
1. berkurangnya kekuatan/kemantapan batuan
2. mempercepat proses pelapukan.
Sehingga dapat menimbulkan masalah-masalah pada pembuatan jenjang/
lereng tambang (terbuka) atau pembuatan bukaan pada tambang bawah
tanah. Struktur juga berpengaruh terhadap pekerjaan sipil lainnya
(bangunan, jalan raya, dll).
Struktur juga mempunyai arti yang sangat penting pada kondisi
hidrogeologi suatu daerah, yaitu dengan adanya sistem kekar, sinklin,
antiklin, sesar, bidang perlapisan dll.

Untuk batuan keras, di mana pendekatanpendekatan dengan anggapan bahwa batuan


tersebar secara kontinu (menerus) tidak selalu
dapat diterapkan, karena di alam umumnya
batuan tidak berada dalam keadaan utuh,
tetapi mempunyai bidang-bidang lemah atau
bidang diskontinyu (sesar, bidang perlapisan,
kekar).
Untuk itu data mengenai kondisi struktur tersebut harus diketahui dengan
baik, yaitu :
a. Jenis bidang diskontinyu

: - sesar
- bidang perlapisan
- kekar

b. Penyebaran bidang diskontinyu : - pada daerah yang luas


- setempat (lokal)
- jelas/berupa suatu zona
- pada batuan tertentu/merata
- tektonik/fisik.
c. Orientasi bidang diskontinyu

: - jurus & kemiringan


- arah pertumbuhan (joint set)
Pengumpulan Data dan Pemetaan - 16

d. Parameter lain

: - bukaan rongga
- material pengisi rongga
- sifat mekanis material
pengisi/bidang lemah (Cr. fr)
- kondisi air tanah pada rongga.

3. Kondisi air tanah


Air tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kemantapan
lereng, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung
berat air tanah, dalam hal ini dinyatakan sebagai bobot isi air (g w), dapat
memberikan tambahan beban yang besar pada lereng (hidrostatik).
Air tanah yang terdapat pada rongga-rongga/retakan pada lereng juga
memberikan tekanan dinamik (lateral) yang berarti bagi kemantapan
lereng. Sedangkan secara tidak langsung terdapatnya air tanah dalam
jangka waktu yang lama dapat mengubah kekuatan batuan karena
mempercepat proses pelapukan.
Air yang terdapat pada tanah sebagai bagian dari kelembaban (moisture)
akan mempengaruhi bobot isi (alami) dari tanah yang bersangkutan.
Untuk itu hal yang penting diketahui mengenai kondisi air tanah adalah :
a. Penyebaran tinggi muka air tanah.
b. Pola aliran air tanah.
c. Permeabilitas batuan/tanah.
d. (Kimia air tanah).
Cara pengamatan/pengukuran kondisi air tanah yang dilakukan dengan
bermacam cara antara lain :
a. Pemetaan mata air dan rembesan.
b. Pengukuran m.a.t. pada sumur-sumur yang ada/dibuat untuk itu.
c. Pemasangan pisometer (sekalian untuk monitoring).
d. Test permeabilitas (insitu/laboratorium).
Pemetaan Litologi

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 17

Dalam pemetaan litologi untuk keperluan analisis kemantapan lereng,


pertama-tama yang dilakukan adalah mengenal apakah jenis material yang
ada di daerah kerja tersebut (di sekitar lereng/longsoran). Apakah
materialnya berupa tanah atau batu ?. Tanah hasil pelapukan maupun hasil
sedimentasi yang belum terkonsolidasi mudah dikenal di lapangan, demikian
pula batu (rock) baik batuan beku, batuan sedimen maupun batuan
metamorf yang masih segar. Yang sulit adalah untuk menetapkan posisi
batuan yang dalam keadaan mulai lapuk/setengah lapuk.
Di dalam literatur dikenal pembagian/klasifikasi pelapukan yang sering
dipakai yaitu :
- batuan segar (fresh)
- batuan agak lapuk (slightly weathered)
- batuan lapuk sedang (moderately weathered)
- batuan lapuk (weathered)
- batuan sangat lapuk (completely weathered).
Tetapi klasifikasi tersebut di atas sifatnya sangat kualitatif dan penilaiannya
sangat subyektif dan sangat tergantung pada keahlian orang yang
menerimanya. Untuk batuan yang berada pada keadaan lapuk atau agak
lapuk adalah sangat sulit untuk memastikannya sebagai tanah atau batu.
Tetapi karena kemantapan suatu lereng lebih ditentukan oleh kondisi
terlemahnya, maka adalah lebih aman apabila dimasukkan ke dalam
klasifikasi sebagai tanah. Cara menetapkan yang lebih baik adalah dengan
cara menentukan harga "uniaxial compresive strength" nya, di mana harga
UCS 1.0 MPa didefinisikan sebagai tanah (Deere, dll.). Karena itu
penetapan di lapangan sebaiknya dikoreksi/dikonfirmasikan dengan hasil
test laboratorium.
Hal kedua yang penting adalah menetapkan batas litologi, baik dalam arah
vertikal maupun lateral. Dengan demikian bisa diketahui seberapa jauh
pengaruh dari masing-masing jenis tanah terhadap kemantapan lereng yang
terbentuk di daerah tersebut.

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 18

Setiap jenis tanah atau batuan (clay sand, organic clay, andesit, granit, dll.)
mempunyai sifat-sifat fisik dan mekanik yang berbeda, sehingga dalam
analisis nantinya dapat pula dibedakan perhitungannya. Demikian pula
pengaruhnya terhadap kandungan air tanah/tekanan pori, untuk pasir
misalnya, tekanan pori harus diperhitungkan dengan baik sedangkan untuk
lempung yang kedap air tekanan pori dapat diabaikan meskipun bobot isinya
tentunya lebih tinggi sebagai akibat kehadiran air tersebut. Keadaan yang
lebih rumit bisa terjadi bila ternyata terdapat selang seling antara tanah yang
kedap air (lempung) dengan tanah yang lulus air (pasir), sehingga
memungkinkan adanya tekanan air yang

berbeda (confined water

pressure).
Penyebaran lareral perlu diperhatikan terutama apabila longsoran (mungkin)
terjadi pada daerah yang luas dan melibatkan beberapa jenis material yang
ada di dalamnya.
Hasil dari pemetaan ini adalah peta geologi (dengan penjelasannya) yang
diplot pada peta dasar (topografi) yang sudah ada. Cara lain yang praktis,
terutama untuk daerah yang sudah longsor, adalah pemetaan dengan cara
"plane table" di mana pengukuran geometri/topografi dilakukan bersamasama dengan pemetaan geologi (litologi, struktur & hidrogeologi).
Di dalam pemetaan ini dilakukan juga sampling (pengambilan contoh
tanah/batu) untuk test laboratorium. Contoh dapat diambil di permukaan
atau di bawah permukaan (dengan test pit atau pemboran) dan dalam
bentuk contoh tak terganggu (undisturbed sample).
Yang dimaksud contoh tanah tak terganggu adalah contoh yang diambil
sedemikian rupa sehingga struktur dalam tanah/batuan tersebut termasuk
kandungan airnya tidak berubah sampai dengan dilakukan test di
laboratorium.
Apabila diperlukan dapat pula dilakukan test insitu untuk

mendapatkan

parameter-parameter yang diperlukan.

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 19

Pemetaan Struktur
Pemetaan struktur di sini lebih ditekankan pada struktur minor yang berupa
sistem kekar (dan bidang perlapisan bila lapisannya tipis-tipis) yang ada
pada batuan (massa batuan).
Tujuan dari pemetaan struktur ini adalah untuk mendapatkan gambaran
mengenai orientasi (strike/dip) dan distribusi dari sistem bidang lemah yang
ada. Pengetahuan akan kondisi (orientasi, kerapatan dan distribusi) struktur
tersebut akan membantu dalam menentukan metoda analisis kemantapan
lereng yang akan diterapkan, serta membantu dalam merencanakan
geometri lereng, pola bukaan tambang maupun metoda penguatan lereng.
Struktur/bidang lemah yang tersebar merata (orientasi maupun letaknya)
dengan jarak yang relatif rapat memberikan suatu pola/bentuk longsoran
yang berbeda, meskipun terjadi pada batuan yang kuat.
Dalam keadaan seperti di atas longsoran yang terjadi lebih seperti
longsoran pada tanah, yaitu berupa longsoran busur (circular failure),
terutama kalau bagian di sekitar bidang lemahnya sudah mulai lapuk.
Sedangkan untuk batuan/daerah yang mempunyai struktur/bidang lemah
dengan orientasi dominan tertentu (mungkin) akan menghasilkan longsoran
bidang (plane failure), longsoran baji (wedge failure) atau longsoran guling
(toppling).
Pengukuran oorientasi struktur dilakukan dengan alat kompas geologi
dengan suatu pola/cara tertentu sehingga dapat mewakili populasi struktur
yang ada dan tidak terjadi pengulangan pengukuran. Untuk menghindarkan
pengulangan tersebut pengukuran harus dilakukan mengikuti garis-garis
lurus yang jaraknya diusahakan lebih besar dari persistensi kekarnya.
Untuk mendapatkan data pengukuran struktur di lapangan umumnya tidak
mudah, karena (biasanya) tidak banyak bagian dari batuan/struktur tersebut
Pengumpulan Data dan Pemetaan - 20

yang tersingkap. Hal ini mengakibatkan tidak semua struktur yang ada bisa
diamati dan diukur orientasinya. Pengukuran yang baik umumnya bisa
dilakukan pada tebing yang curam, di mana pelaksanaannya secara teknis
lebih sulit dilakukan.
Untuk mendapatkan gambaran keadaan struktur suatu daerah diperlukan
pengukuran yang cukup banyak. Jumlah dari pengukuran tersebut sangat
bervariasi mulai dari beberapa ratus (100-400) atau malahan kdang-kadang
perlu lebih dari 2.000 pengukuran.
Hal yang perlu diperhatikan juga adalah untuk memilah (membedakan)
antara bidang-bidang lemah yang berupa sesar dan bidang perlapisan dari
sistem kekar.
Pengambilan Contoh (Sampling)
Dalam pekerjaan

geoteknik

pengambilan

contoh

batuan

(sampling)

merupakan salah satu bagian yang sangat penting. Sampling dilakukan


dalam rangka mendapatkan data/parameter-parameter baik yang berupa
sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat mekanik batuan di laboratorium. Parameterparameter yang diperoleh dari test laboratorium tersebut harus tetap
mewakili

keadaan

sebenarnya

di

lapangan.

Karena

itu

dalam

pengambilannya harus diikuti suatu prosedur tertentu sehingga contoh yang


diambil tidak terganggu (undisturbed) dan mewakili batuan di lapangan
(posisi, kedalaman, penyebaran dan jumlah).
Yang dimaksud dengan undisturbed sample adalah contoh tanah/batuan
yang tetap dalam keadaan semula, artinya tidak terganggu baik susunan,
struktur dalam maupun kandungan airnya. Karena itu segera setelah contoh
diambil

harus

langsung

dilindungi

dari

pengeringan/penguapan

air,

dilindungi dari goncangan dll.


Untuk mencegah terjadinya perubahan struktur dalam contoh, maka
diusahakan contoh langsung masuk ke dalam suatu wadah yang kuat dan
tegar (tidak mudah mengalami deformasi) dari bahan-bahan yang terpilih
Pengumpulan Data dan Pemetaan - 21

(kotak baja, tabung baja atau palstik tebal), terutama untuk contoh tanah
atau batuan lapuk.
Selain itu proses pengambilan (pemotongannya) juga harus dilakukan
dengan baik dan hati-hati.
Sedangkan untuk mencegah penguapan, segera setelah contoh terlepas
dari tempatnya dilakukan perlindungan penguapan dengan cara menutup
bagian terbukanya dengan lilin panas (wax).
Selanjutnya contoh-contoh tersebut harus diberi label yang menyatakan
lokasi kedalaman, jenis tanah, tanggal pengambilan dan nomor kode.
Catatan tersebut juga harus ada pada lagban atau catatan lapangan, di
mana dijelaskan juga cara pengambilan serta petugas yang bersangkutan.
Contoh-contoh undisturbed harus diperlakukan dengan hati-hati, jangan
sampai jatuh, mengalami goncangan dll, sehingga dalam transportasi pun
harus terlindung dari goncangan yang dapat merusak struktur aslinya.
Cara pengambilan contoh tak terganggu antara lain adalah :
1. Pada pemboran inti, untuk tanah harus dipakai tabung contoh khusus
(thin walled sampler/shelby tube), yang dalam pengambilannya rod tidak
boleh diputar dan tabung ditekan pelan-pelan.
Untuk batuan keras (rock), dengan diambil core biasa tetapi harus segera
dimasukkan ke dalam tabung (puc) dan ditutup lilin.
2. Pada test pit atau galian lainnya contoh umunya diambil dalam bentuk
blok 30 x 30 x 30 cm3 atau lebih dan dimasukkan ke dalam wadah yang
berat dan tegar (kotak besi) serta ditutup dengan lilin pada bagian-bagian
terbukanya.
Penyajian Data Struktur

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 22

Hasil pengukuran struktur/bidang lemah pada lereng atau calon lereng


mempunyai arti yang sangat penting dalam analisis kemantapan lereng.
Pertama, hasil pengukuran tersebut dipakai untuk menentukan metode
analisis yang tepat, kedua hasil tersebut juga dipakai untuk perhitungan
analisis kemantapan lereng secara langsung (metoda grafis).
Untuk itu hasil pengukuran struktur di lapangan yang jumlahnya ratusan
sampai ribuan tersebut harus disederhanakan, sehingga dapat memberikan
arti/mudah diinterpretasi atau diolah lebih lanjut. Hasil pengukuran yang
berupa jurus & kemiringan (strike & dip) atau dip direction di plot pada
strereo net (Equatorial equal area stereo net/Schmidt net atau Polar equal
area stereo net).
Sedangkan cara menggambarkan bidang-bidang tersebut pada stereo net
dijelaskan di bagian belakang ini.

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 23

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 24

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 25

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 26

* Cara

memplot

suatu bidang lemah pada

Schmidt-net :
Misalnya

bidang lemah tersebut mempunyai

orientasi N 400 E/500.


I.

Kertas transparan (kalkir) diletakkan di atas


Schmidt-net dan diletakkan sedemikian rupa
sehingga dapat berputar pada pusat yang
tetap.
Berikan tanda untuk titik utama (N) dan ukur
1300 searah jarum jam lalu beri tanda (40 0 +
900 = arah kemiringan).

II. Putar kertas transparan dengan sumbu pusat


lingkaran sampai arah kemiringannya pada
arah E-W (400 berlawanan dengan jarum
jam).
Ukur 500 dari arah luar lingkaran (sudut
kemiringan) dan gambarkan busur besarnya.
Kutub dari bidang tersebut didapat dengan
menambahkan 900 melewati pusat lingkaran.

III.Kembalikan posisi N ke tempat semula, maka


akan terlihat proyeksi bidang lemah tersebut
pada Schmidt-net (n 400 E/500 atau dip
direction N 1300 E/500) beserta kutubnya.

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 27

* Cara menentukan garis potong dua buah


bidang.
Dua bidang tersebut adalah N 40 0E/500 dan N
1600E/300.
I.

Dengan cara yang sama seperti di atas


gambarkan proyeksi kedua bidang lemah
tersebut.

II. Putar kertas trasparan sampai titik potong ke


dua lingkaran besarnya berada pada garis W
- E, dan hitung besarnya sudut (plunge) dari
luar lingkaran. (Di sini = 20,5 0)

III. Kembalikan posisi N ke tempat semula, buat


garis dari pusat lingkaran ke titik potong
lingkaran besar. Ukur arah garis potongnya
dan N searah jarum jam. (Di sini = 200,5 0)

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 28

* Cara menentukan besarnya sudut antara dua


garis.
Dua garis mempunyai arah dan plunge sebagai
berikut : N 2400E/540 dan N 1400E/400.
I.

Gambar titik-titik A & B yang merupakan kutub


dip ke dua garis di atas dengan cara yang
sama.

II. Putar kertas transparan sampai titik A & B


terletak pada satu lingkaran besar dan hitung
besarnya sudut antara A & B tersebut.

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 29

Cara lain untuk mendapatkan garis potong


antara dua bidang lemah.

Misalnya bidang-bidang N 40 0E/500 dan N


1600E/300
I.

Gambarkan kutub ke dua bidang tersebut (A &


B).

II. Putar kertas transparan sampai ke dua kutub


(A 7 B) terletak pada satu lingkaran besar dan
gambar lingkaran besar tersebut pada kertas
transparan.
Tentukan kutub dari lingkaran besar tersebut
(P) (Dari garis + 900 lewat pusat lingkaran).

III. Garis potong dan ke dua bidang tersebut


adalah garis yang melalui pusat lingkaran dan
kutub P. Untuk menentukan arahnya, harus
balikan N ke tempat semula, dan buat garis
antara pusat dengan P dan ukur arahnya dari
N searah jarum jam.

Jenis Longsoran dan Klasifikasi Longsoran

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 30

Longsoran yang terjadi pada tanah mempunyai mekanisme dan bentuk/


geometri yang berbeda dengan pada batuan keras (intact rock & rock mass).
Longsoran pada tanah diasumsikan terjadi pada suatu massa tanah yang
homogen dan kontinu, sehingga bentuk/geometri dari longsoran tersebut
berupa busur lingkaran atau paling tidak mendekati/dapat dianggap sebagai
busur lingkaran. Dalam hal ini parameter-parameter sifat fisik maupun sifat
mekanik tanah dianggap sama dan merata di semua bagian tubuh tanah
tersebut.
Sedangkan pada batuan keras, untuk batuan yang utuh (intact) sifatnya juga
homogen dan

kontinyu seperti pada tanah, tetapi karena batuan utuh

tersebut sangat kuat maka umunya tidak ada masalah mengenai


kemantapan lerengnya.
Masalah kemantapan lereng akan muncul apabila batuan keras tersebut
mempunyai bidang-bidang lemah (discontinuities) atau disebut juga sebagai
massa batuan (rock mass).
Pada batuan ini jenis longsoran yang terjadi bisa bermacam-macam yaitu :
1. Longsoran bidang (plane failure)
2. Longsoran baji (wedge failure)
3. Longsoran guling (toppling)
Yang umumnya mengikuti pola bidang lemah yang ada.
Tetapi pada massa batuan seperti tersebut di atas dapat juga terjadi
longsoran dengan tipe longsoran busur (dianggap mempunyai geometri
longsoran busur), yaitu apabila bidang-bidang lemah yang ada (sistem
kekar) sanngat rapat dan mempunyai orientasi yang beragam serta tersebar
merata di seluruh daerah yang bersangkutan.

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 31

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 32

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 33

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 34

Untuk melihat kemungkinan tipe longsoran yang terjadi pada massa batuan,
maka hasil pengukuran bidang-bidang lemah yang dilakukan di lapangan
harus dianalisis secara strereografis sehingga didapatkan petunjuk-petunjuk
mengenai tipe longsoran yang mungkin terjadi. Dengan demikian maka
metoda analisis yang akan diterapkan dapat dipilih dengan tepat.

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 35

Di bawah ini adalah uraian singkat mengenai hasil evaluasi analisis


strereografis yang dimaksud.
Longsoran yang terjadi di alam berdasarkan tipe gerakan dan tipe
materialnya dapat diklasifikasikan sebagai yang terdapat pada tabel berikut
ini (Varmes, 1978; Djoko Santosa, 1990).

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 36

Pengumpulan Data dan Pemetaan - 37

Anda mungkin juga menyukai