Lereng
Lereng
Kemantapan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan (oleh kerja
manusia), dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang dapat dinyatakan secara
sederhana sebagai gaya-gaya penahan dan gaya-gaya penggerak yang
bertanggung jawab terhadap kemantapan lereng tersebut.
Dalam keadaan gaya penahan (terhadap longsoran) lebih besar dari gaya
penggeraknya, maka lereng tersebut akan berada dalam keadaan yang
mantap (stabil). Tetapi apabila gaya penahan menjadi lebih kecil dari gaya
penggeraknya, maka lereng tersebut menjadi tidak mantap dan longsoran
akan terjadi.
Sebenarnya, longsoran tersebut merupakan suatu proses alam untuk
mendapatkan kondisi kemantapan lereng yang baru (keseimbangan baru),
di mana gaya penahan lebih besar dari gaya penggeraknya.
Untuk menyatakan/memberikan bobot (tingkat) kemantapan suatu lereng
dikenal apa yang disebut dengan Faktor Keamanan (safety factor), yang
merupakan perbandingan antara besarnya gaya penahan dengan gaya
penggerak longsoran; dan dinyatakan sebagai berikut :
Gaya penahan
Gaya penggerak
Apabila harga F untuk suatu lereng > 1,0; yang artinya gaya penahan >
gaya
penggerak,
maka
lereng
tersebut
berada
dalam
keadaan
mantap/aman. Tetapi apabila harga F < 1,0, di mana gaya penahan < gaya
penggerak, maka lereng tersebut berada dalam kondisi tidak mantap dan
mungkin akan terjadi longsoran pada lereng yang bersangkutan.
Pengumpulan Data dan Pemetaan - 1
Dalam hal harga F = 1,0 atau besarnya gaya penahan sama dengan
besarnya gaya penggerak, maka lereng tersebut berada dalam keadaan
setimbang atau dengan kata lain lereng tersebut berada dalam keadaan
kritis.
Kondisi seperti di atas (F = 1,0) tetap tidak dikehendaki, karena apabila
terjadi pengurangan gaya penahan atau penambahan gaya penggerak
sekecil apapun lereng akan menjadi tidak mantap dan longsoran segera
terjadi. Karena itu harga faktor keamanan F selalu dibuat lebih dari 1,0
(untuk lereng sementara/front penambangan F = 1,3, untuk lereng
permanen F = 1,5 dan untuk bendungan F > 2,0).
Faktor-faktor pembentuk gaya-gaya penahan :
1. Jenis batuan
Batuan beku, batuan sedimen tertentu dan batuan metamorf tertentu,
yang masih segar dan belum mengalami proses pelapukan, umumnya
memberikan kemantapan yang baik, terutama kalau batuan tersebut
tersebar luas (monolitologi). Batuan beku umumnya terdiri dari mineralmineral kritalin yang tersusun sedemikian rupa sehingga batuan tersebut
kuat dan kompak karena kristal-kristalnya terikat satu sama lainnya
dengan baik. Kuat tekan maupun kuat tarik batuan ini umumnya sangat
tinggi.
Batuan sedimen yang terkonsolidasi dengan baik, sehingga ikatan antara
masing-masing butirnya kuat, juga mempunyai kekuatan batuan yang
tinggi. Tetapi sedimen yang belum terkonsolidasi (lepas) tidak mempunyai
kekuatan batuan yang tinggi. Kekuatan batuan sedimen juga dipengaruhi
oleh kekuatan mineral-mineral penyusunnya.
Batuan meamorf yang terdiri dari satu macam mineral yang kuat dan
mempunyai ukuran-ukuran butiran yang homogen juga mempunyai
kekuatan yang tinggi (kuarsit, marmer). Sedangkan
batuan metamorf
yang bertekstur sekis atau gneis mempunyai kekuatan yang tidak sama
Pengumpulan Data dan Pemetaan - 2
Keberadaan air sebagai "moisture" tanah maupun air pori tanah pada
lereng yang bersangkutan akan memberikan tambahan beban yang besar
pada lereng.
3. Sudut lereng dan tinggi lereng (geometri lereng)
Sudut dan tinggi lereng yang besar akan memberikan volume material
besar, yang akan membuat beban lereng yang lebih besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan
pada kesetimbangan antara gaya penahan dan gaya penggerak
Longsoran yang terjadi pada lereng alami maupun pada lereng buatan
umumnya
terjadi
karena
terjadinya
perubahan-perubahan
yang
usaha-usaha
untuk
memenuhi
kebutuhannya,
manusia
maka
geometri
muka
bumi
berubah
dan
terjadi
pada
parameter-parameter
kekuatan
batuan,
yaitu
secara
langsung
mengakibatkan
terjadinya
perubahan
yang
besar
pada
daerah
tersebut,
sehingga
apabila
datar
atau
landai,
terjadinya
proses
pengangkatan/
lereng
akan
memperbesar
gaya
penggerak
dan
dapat
: - tanah/batu
- susunan batuan (stratigrafi)
- jenis batuan
- truktur dan orientasinya
- tingkat pelapukan
- penyebaran batuan
c. hidrogeologi
: - kandungan air
- kondisi air permukaan/hujan/musim
- muka air tanah
- perubahan pola aliran air tanah
- aliran bawah tanah (chanelling)
Pengumpulan Data dan Pemetaan - 7
: - sejarah tektonik/geologi
- seismisitas daerah
: - tinggi lereng
- sudut lereng
- orientasi bidang lereng
- sistem jenjang
d. beban
: - beban statis
- beban dinamis
Di alam, baik lereng alami maupun lereng buatan, dapat terbentuk pada
tanah (relatif lemah), batu (sangat kuat), batuan berstruktur (massa batuan)
maupun merupakan gabungan dari beberapa kondisi tersebut.
Untuk itu, metode analisis kemantapan yang dapat diterapkan pada setiap
kondisi (material) lereng yang berbeda, akan berbeda pula. Artinya suatu
metoda yang cocok untuk tanah yang sifatnya (dianggap) homogen dan
kontinyu, serta relatif lemah tidak akan cocok untuk lereng pada massa
batuan atau pada batu yang keras (kuat) dan sebaliknya.
Dalam usaha untuk mengetahui atau menilai apakah suatu lereng dalam
keadaan
mantap
atau
tidak,
perlu
dilakukan
analisis
terhadap
kemantapannya.
Metoda yang diterapkan untuk analisis kemantapan lereng sudah banyak
dibuat orang, mulai dari metoda analisis irisan (slice methods) yang
diperkenalkan oleh Fellenius (1927, 1936) yang juga populer dengan nama
metoda Swedia. Metoda analisis tersebut dibuat untuk menganalisis lereng
tanah dengan membaginya dalam irisan-irisan tegak. Konsep tekanan pori
dan tegangan efektif diperkenalkan oleh Terzaghi (1936). Fellenius (1936)
dan
Bishop
(1955)
memasukkan
gaya-gaya
antar
irisan
dalam
perhitungannya.
Selanjutnya banyak ahli-ahli lain yang memperkenalkan metoda-metoda
analisis baru yang lebih teliti, yaitu Morgenstern & Price (1965), Janbu
(1973) dll; dan juga dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap metoda-metoda
yang sudah ada.
Metoda-metoda
analisis
tersebut
umumnya
dimaksudkan
untuk
Ditinjau dari jenis dan sifat-sifat material pembentuk lereng maka longsoran
yang terjadi dapat mempunyai bidang longsoran yang berbedam misalnya :
- lereng pada tanah yang homogen akan mempunyai bidang longsoran
yang berupa busur lingkar atau mendekati bentuk tersebut
- lereng pada tanah yang tidak homogen akan menghasilkan bidang
longsoran yang berbentuk campuran antara bidang lengkung dan bidang
datar (tanah yang tidak rata pelapukannya)
- lereng pada batu (massa batuan) akan mempunyai bidang longsoran
yang mengikuti bidang-bidang lemahnya (longsor bidang, longsor baji
atau toppling).
Umumnya yang diterapkan pada analisis lereng tanah (homogen) adalah
metoda analisis dengan model bidang longsoran yang berupa busur
lingkaran. Sedangkan model longsoran dengan bidang longsoran yang tidak
teratur (gabungan antara bidang dan busur lingkaran) diterapkan pada
tanah yang tidak homogen.
Model longsoran dengan bidang lemah berupa bidang datar dipakai untuk
longsoran pada batu (rock) atau pada tanah yang meskipun sudah lapuk
tetapi bekas bidang perlapisan atau bidang lemah lainnya masih dominan.
Metoda analisis kemantapan lereng yang banyak diterapkan adalah Metoda
Kesetimbangan Batas (Limit Equilibrium Method), yang dimulai oleh Cullman
(1866) sebagai model numerik yang tertua dengan meng- assumsikannya
sebagai longsoran yang melalui garis lurus (straight line ship-surface).
Selanjutnya metoda irisan yang dikembangkan oleh Peterson (1910),
Bishop, Janbu, Nonociller dll., yang disebut juga sebagai Prosedur Irisan
yang Disederhanakan (Generalized Procedure of Slices / GPS), banyak
diterapkan dalam analisis kemantapan lereng.
Metoda analisis kemantapan lereng yang lain adalah metoda elemen hingga
(FEM) d an metoda beda hingga (FDM) yang merupakan metoda numerik
Metoda
2
3
4
5
6
x
x
x
x
3. PENGUMPULAN DATA
kemantapannya
perlu
dilakukan,
karena
mungkin
sudah
terjadi
Peta
topografi
tersebut
diperlukan
untuk
pemetaan/
Di sini perlu diketahui dengan baik apa jenis material yang terlibat pada
proses longsoran tersebut. Longsoran yang terjadi pada tanah berbeda
dengan yang terjadi pada batuan keras (rock), demikian pula untuk
batuan utuh (intact rock) dan massa batuan yang (rock mass). Jenis dari
tanah maupun batuan yang terlibatpun akan memberikan parameterparameter yang berbeda pula. Untuk itu dalam pengumpulan data, perlu
didapatkan data sebagai berikut :
a. Jenis batuan
c. Parameter-parameter
2. Struktur
Macam-macam struktur yang openting dalam hubungannya dengan
penambangan adalah :
1. Bidang perlapisan pada batuan sedimen
2. Bidang ketidak selarasan pada batuan sedimen
3. Batas-batas intrusi batuan beku (sill, kerak, batolit dll)
4. Bidang sesar 9fault plane) pada berbagai jenis batuan yang
mengalaminya
5. Perlipatan batuan sedimen akibat gaya endogen (antiklin-sinklin)
6. Sistem kekar (joint system) pada segala batuan
7. Foliasi pada batuan metomorf.
Dalam
beberapa
hal,
terutama
dengan
pembentukan
cadangan
mineral/bahan tambang, struktur ini sangat membantu, yaitu strukturstruktur yang terbentuk sebelum atau bersamaan dengan pembentukan
cadangan mineral seperti pada intrusi melalui zona sesar (mineralmineral silfida Cu, Zn, Pb, Sn dan Ag) atau pada cadangan-cadangan
sekunder termasuk batubata.
Tetapi struktur sesar atau perlipatan yang terjadi sesudah pembentukan
cadangan mineral, justru akan mempersulit proses eksplorasi maupun
exploitasi (apalagi kalau sudah diikuti oleh erosi yang kuat dan
pengendapan kembali) karena mengakibatkan perpindahan badan bijih.
Masalah
lain
adalah :
1. berkurangnya kekuatan/kemantapan batuan
2. mempercepat proses pelapukan.
Sehingga dapat menimbulkan masalah-masalah pada pembuatan jenjang/
lereng tambang (terbuka) atau pembuatan bukaan pada tambang bawah
tanah. Struktur juga berpengaruh terhadap pekerjaan sipil lainnya
(bangunan, jalan raya, dll).
Struktur juga mempunyai arti yang sangat penting pada kondisi
hidrogeologi suatu daerah, yaitu dengan adanya sistem kekar, sinklin,
antiklin, sesar, bidang perlapisan dll.
: - sesar
- bidang perlapisan
- kekar
d. Parameter lain
: - bukaan rongga
- material pengisi rongga
- sifat mekanis material
pengisi/bidang lemah (Cr. fr)
- kondisi air tanah pada rongga.
Setiap jenis tanah atau batuan (clay sand, organic clay, andesit, granit, dll.)
mempunyai sifat-sifat fisik dan mekanik yang berbeda, sehingga dalam
analisis nantinya dapat pula dibedakan perhitungannya. Demikian pula
pengaruhnya terhadap kandungan air tanah/tekanan pori, untuk pasir
misalnya, tekanan pori harus diperhitungkan dengan baik sedangkan untuk
lempung yang kedap air tekanan pori dapat diabaikan meskipun bobot isinya
tentunya lebih tinggi sebagai akibat kehadiran air tersebut. Keadaan yang
lebih rumit bisa terjadi bila ternyata terdapat selang seling antara tanah yang
kedap air (lempung) dengan tanah yang lulus air (pasir), sehingga
memungkinkan adanya tekanan air yang
pressure).
Penyebaran lareral perlu diperhatikan terutama apabila longsoran (mungkin)
terjadi pada daerah yang luas dan melibatkan beberapa jenis material yang
ada di dalamnya.
Hasil dari pemetaan ini adalah peta geologi (dengan penjelasannya) yang
diplot pada peta dasar (topografi) yang sudah ada. Cara lain yang praktis,
terutama untuk daerah yang sudah longsor, adalah pemetaan dengan cara
"plane table" di mana pengukuran geometri/topografi dilakukan bersamasama dengan pemetaan geologi (litologi, struktur & hidrogeologi).
Di dalam pemetaan ini dilakukan juga sampling (pengambilan contoh
tanah/batu) untuk test laboratorium. Contoh dapat diambil di permukaan
atau di bawah permukaan (dengan test pit atau pemboran) dan dalam
bentuk contoh tak terganggu (undisturbed sample).
Yang dimaksud contoh tanah tak terganggu adalah contoh yang diambil
sedemikian rupa sehingga struktur dalam tanah/batuan tersebut termasuk
kandungan airnya tidak berubah sampai dengan dilakukan test di
laboratorium.
Apabila diperlukan dapat pula dilakukan test insitu untuk
mendapatkan
Pemetaan Struktur
Pemetaan struktur di sini lebih ditekankan pada struktur minor yang berupa
sistem kekar (dan bidang perlapisan bila lapisannya tipis-tipis) yang ada
pada batuan (massa batuan).
Tujuan dari pemetaan struktur ini adalah untuk mendapatkan gambaran
mengenai orientasi (strike/dip) dan distribusi dari sistem bidang lemah yang
ada. Pengetahuan akan kondisi (orientasi, kerapatan dan distribusi) struktur
tersebut akan membantu dalam menentukan metoda analisis kemantapan
lereng yang akan diterapkan, serta membantu dalam merencanakan
geometri lereng, pola bukaan tambang maupun metoda penguatan lereng.
Struktur/bidang lemah yang tersebar merata (orientasi maupun letaknya)
dengan jarak yang relatif rapat memberikan suatu pola/bentuk longsoran
yang berbeda, meskipun terjadi pada batuan yang kuat.
Dalam keadaan seperti di atas longsoran yang terjadi lebih seperti
longsoran pada tanah, yaitu berupa longsoran busur (circular failure),
terutama kalau bagian di sekitar bidang lemahnya sudah mulai lapuk.
Sedangkan untuk batuan/daerah yang mempunyai struktur/bidang lemah
dengan orientasi dominan tertentu (mungkin) akan menghasilkan longsoran
bidang (plane failure), longsoran baji (wedge failure) atau longsoran guling
(toppling).
Pengukuran oorientasi struktur dilakukan dengan alat kompas geologi
dengan suatu pola/cara tertentu sehingga dapat mewakili populasi struktur
yang ada dan tidak terjadi pengulangan pengukuran. Untuk menghindarkan
pengulangan tersebut pengukuran harus dilakukan mengikuti garis-garis
lurus yang jaraknya diusahakan lebih besar dari persistensi kekarnya.
Untuk mendapatkan data pengukuran struktur di lapangan umumnya tidak
mudah, karena (biasanya) tidak banyak bagian dari batuan/struktur tersebut
Pengumpulan Data dan Pemetaan - 20
yang tersingkap. Hal ini mengakibatkan tidak semua struktur yang ada bisa
diamati dan diukur orientasinya. Pengukuran yang baik umumnya bisa
dilakukan pada tebing yang curam, di mana pelaksanaannya secara teknis
lebih sulit dilakukan.
Untuk mendapatkan gambaran keadaan struktur suatu daerah diperlukan
pengukuran yang cukup banyak. Jumlah dari pengukuran tersebut sangat
bervariasi mulai dari beberapa ratus (100-400) atau malahan kdang-kadang
perlu lebih dari 2.000 pengukuran.
Hal yang perlu diperhatikan juga adalah untuk memilah (membedakan)
antara bidang-bidang lemah yang berupa sesar dan bidang perlapisan dari
sistem kekar.
Pengambilan Contoh (Sampling)
Dalam pekerjaan
geoteknik
pengambilan
contoh
batuan
(sampling)
keadaan
sebenarnya
di
lapangan.
Karena
itu
dalam
harus
langsung
dilindungi
dari
pengeringan/penguapan
air,
(kotak baja, tabung baja atau palstik tebal), terutama untuk contoh tanah
atau batuan lapuk.
Selain itu proses pengambilan (pemotongannya) juga harus dilakukan
dengan baik dan hati-hati.
Sedangkan untuk mencegah penguapan, segera setelah contoh terlepas
dari tempatnya dilakukan perlindungan penguapan dengan cara menutup
bagian terbukanya dengan lilin panas (wax).
Selanjutnya contoh-contoh tersebut harus diberi label yang menyatakan
lokasi kedalaman, jenis tanah, tanggal pengambilan dan nomor kode.
Catatan tersebut juga harus ada pada lagban atau catatan lapangan, di
mana dijelaskan juga cara pengambilan serta petugas yang bersangkutan.
Contoh-contoh undisturbed harus diperlakukan dengan hati-hati, jangan
sampai jatuh, mengalami goncangan dll, sehingga dalam transportasi pun
harus terlindung dari goncangan yang dapat merusak struktur aslinya.
Cara pengambilan contoh tak terganggu antara lain adalah :
1. Pada pemboran inti, untuk tanah harus dipakai tabung contoh khusus
(thin walled sampler/shelby tube), yang dalam pengambilannya rod tidak
boleh diputar dan tabung ditekan pelan-pelan.
Untuk batuan keras (rock), dengan diambil core biasa tetapi harus segera
dimasukkan ke dalam tabung (puc) dan ditutup lilin.
2. Pada test pit atau galian lainnya contoh umunya diambil dalam bentuk
blok 30 x 30 x 30 cm3 atau lebih dan dimasukkan ke dalam wadah yang
berat dan tegar (kotak besi) serta ditutup dengan lilin pada bagian-bagian
terbukanya.
Penyajian Data Struktur
* Cara
memplot
Schmidt-net :
Misalnya
Untuk melihat kemungkinan tipe longsoran yang terjadi pada massa batuan,
maka hasil pengukuran bidang-bidang lemah yang dilakukan di lapangan
harus dianalisis secara strereografis sehingga didapatkan petunjuk-petunjuk
mengenai tipe longsoran yang mungkin terjadi. Dengan demikian maka
metoda analisis yang akan diterapkan dapat dipilih dengan tepat.