Anda di halaman 1dari 11

Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku

dengan menggunakan Program Airfield


Djunaedi Kosasih 1)
Abstrak
Metoda ACN dan PCN yang diusulkan oleh ICAO (1983) merupakan metoda evaluasi untuk
menilai kekuatan struktur perkerasan terhadap pengoperasian jenis pesawat udara tertentu.
Nilai ACN untuk setiap jenis pesawat udara umumnya telah dipublikasikan oleh pabrik
pembuatnya. Sedangkan, nilai PCN masih harus ditentukan oleh masing-masing bandar
udara dan nilainya sangat mungkin akan berubah dengan waktu. Untuk perkerasan kaku,
nilai ACN dan PCN pada dasarnya dapat ditentukan apakah dengan menggunakan kurva
desain atau dengan menggunakan program komputer. Makalah ini mendiskusikan hasil
penelitian tentang pengaruh dari perubahan desain struktur perkerasan akibat perbedaan
faktor keamanan dan kekuatan tanah dasar yang digunakan dalam proses desain terhadap
nilai ACN dan PCN dengan menggunakan program Airfield.
Kata kunci: ACN, PCN, struktur perkerasan kaku, program Airfield
Abstract
The ACN and PCN Method proposed by ICAO (1983) is an evaluation method to assess the
strength of an existing airfield pavement structure for operation of a certain aircraft. The
ACN value of the aircraft is already known as it is commonly published by its manufacturer.
While, the PCN value has still to be determined for each airport since its value is very likely
to change by time. For rigid pavements, the ACN and PCN values can be calculated by either
using design curves or using a computer program. This paper addresses in detail research
findings concerning the effects of the possible variations in safety factor and subgrade
strength used for pavement structural design on the resulting ACN and PCN values by using
program Airfield.
Keywords: ACN, PCN, rigid pavement structure, program Airfield
1.

Pendahuluan

International Civil Aviation Organization (ICAO, 1983) menyatakan bahwa kekuatan struktur
perkerasan yang direncanakan untuk pengoperasian pesawat udara yang memiliki berat total
lebih dari 5700 kg harus dapat dipublikasikan dengan menggunakan metoda Aircraft
Classification Number Pavement Classification Number (ACN-PCN). Dengan metoda ini,
pesawat udara yang memiliki nilai ACN yang lebih kecil atau sama dengan nilai PCN dari
struktur perkerasan dapat diijinkan untuk beroperasi.
Nilai ACN untuk setiap jenis pesawat udara umumnya telah dipublikasikan oleh pabrik
pembuatnya. Sedangkan, nilai PCN masih harus ditentukan oleh masing-masing bandar udara
dan nilainya sangat mungkin akan berubah dengan waktu. Untuk perkerasan kaku, nilai ACN
dan PCN pada dasarnya dapat ditentukan apakah dengan menggunakan kurva desain atau
dengan menggunakan program komputer berdasarkan teori Westergaard untuk pelat elastis
pada pondasi cairan padat (winkler) dengan pembebanan di tengah pelat. Pada akhirnya, nilai
ACN dan PCN sebenarnya dapat dinyatakan secara sederhana, yaitu hanya sebagai
1) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, FTSP-ITB.

fungsi dari tebal pelat beton (ICAO, 1983). Dengan program komputer, faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai ACN dan PCN dapat dianalisis secara lebih terinci.
Makalah ini mendiskusikan hasil penelitian tentang pengaruh dari perubahan desain struktur
perkerasan akibat perbedaan faktor keamanan dan kekuatan tanah dasar yang digunakan
dalam proses desain terhadap nilai ACN dan PCN dengan menggunakan program Airfield.
Untuk keperluan analisis digunakan data dari bandar udara Juanda, Surabaya. Sedangkan,
proses desain struktur perkerasan hanya didasarkan pada metoda FAA, yang dari analisis awal
telah diketahui bahwa pesawat udara desain kritis menurut metoda ini adalah Airbus A-330
(Kosasih, 2005).
2.

Teori Dasar

Berikut adalah uraian singkat tentang teori dasar yang diperlukan baik untuk proses desain
struktur perkerasan kaku maupun untuk proses perhitungan nilai ACN dan PCN dengan
menggunakan program Airfield.
2.1. Pass to Coverage Ratio (PCR)
Setiap lintasan sumbu roda dari pesawat udara rencana kritis pada perkerasan biasanya tidak
selalu berada pada lajur lintasan yang tetap. Pergeseran lintasan sumbu roda biasanya
dianggap terdistribusi secara normal yang menyebar di sekitar lajur lintasan sumbu roda ratarata yang secara teoritis terletak pada jarak antara kaki roda dari sumbu perkerasan. Pass to
Coverage Ratio (PCR) merupakan faktor koreksi terhadap derajat kerusakan yang
ditimbulkan pada struktur perkerasan di lajur lintasan sumbu roda rata-rata akibat terjadinya
pergeseran lintasan sumbu roda tersebut (Kosasih, et.al., 2005).
Nilai PCR yang diusulkan oleh ICAO (1983) diberikan pada Tabel 1. Dalam proses desain
struktur perkerasan, jumlah repetisi total lintasan sumbu roda dari pesawat udara rencana
kritis dihitung dengan cara mengalikan data keberangkatan tahunan ekivalen dengan angka 20,
dan membagi hasil perkalian tersebut dengan nilai PCR. Angka 20 merupakan masa layan
rencana struktur perkerasan.
Tabel 1: Nilai PCR untuk berbagai konfigurasi sumbu roda

2.2. Kriteria Retak Lelah


Dari hasil pengamatan di laboratorium diketahui bahwa kerusakan struktur perkerasan kaku
ditentukan tidak hanya oleh beban sumbu roda saja atau tegangan lentur yang bekerja di
dalam struktur perkerasan saja tetapi juga oleh jumlah repetisi total beban sumbu roda
tersebut selama masa layan rencana serta oleh kwalitas bahan beton yang digunakan. Makin
besar tegangan lentur yang terjadi dan/atau makin rendah kwalitas bahan beton, maka akan
makin sedikit pula jumlah repetisi total beban sumbu roda yang dapat dipikul oleh struktur
perkerasan. Mengingat kerusakan awal yang biasanya terjadi adalah dalam bentuk keretakan,
maka mekanisme kerusakan struktur perkerasan seperti ini dikenal dengan istilah kerusakan
retak lelah.

Kriteria retak lelah menurut Portland Cement Association (Huang, 2004) dapat dinyatakan
dalam bentuk persamaan, sbb.:

untuk:

MRijin

0.45 <

L
MRijin

L
MRijin

dimana:

L
MRijin
Nijin

0.55


log ( N ijin ) = 11.737 12.077 L
MR
ijin

4.2577

L
0.4325

MRijin

< 0.55

N ijin

0.45

N ijin =

3.268

. . . (1)

= tegangan lentur yang bekerja (MPa)


= kekuatan lentur bahan beton (MPa) yang diijinkan setelah dibagi
dengan faktor keamanan
= jumlah repetisi total beban sumbu roda yang diijinkan (pesawat)

2.3. Kategori Kekuatan Tanah Dasar

Kekuatan tanah dasar pada struktur perkerasan kaku dinyatakan dengan modulus reaksi tanah
dasar (k) melalui pengujian plate bearing menurut metoda AASHTO T222-86. Nilai k yang
digunakan dalam penentuan nilai ACN dan PCN merupakan nilai k standar (wakil) sesuai
dengan persyaratan umum menurut ICAO (1983). Sebagai nilai wakil, maka nilai k standar
tidak harus sama dengan nilai k yang digunakan dalam proses desain struktur perkerasan dan
juga tidak harus selalu sama dengan data hasil pengukuran langsung pada struktur perkerasan
eksisting. Ada empat nilai k standar yang disyaratkan, yaitu:
1. Kategori tinggi (kode A) dengan nilai k standar = 150 MN/m3 yang mewakili rentang nilai
k > 120 MN/m3.
2. Kategori sedang (kode B) dengan nilai k standar = 80 MN/m3 yang mewakili rentang nilai
k = 60 120 MN/m3.
3. Kategori rendah (kode C) dengan nilai k standar = 40 MN/m3 yang mewakili rentang nilai
k = 25 60 MN/m3.
4. Kategori sangat rendah (kode D) dengan nilai k standar = 20 MN/m3 yang mewakili
rentang nilai k 25 MN/m3.
Pertanyaan yang seringkali muncul berkaitan dengan kategorisasi kekuatan tanah dasar, yaitu:
Apakah, misalnya, tiga struktur perkerasan tertentu yang ketiganya memiliki kekuatan tanah
dasar standar dengan kategori sedang, tetapi dalam proses desain menggunakan nilai k
desain yang masing-masing sebesar 60, 80, dan 120 MN/m3, akan memberikan nilai ACN
yang sama untuk pesawat udara rencana kritis yang beroperasi ?; dan juga, apakah variasi
nilai k desain tersebut akan memberikan nilai PCN yang sama untuk ketiga struktur
perkerasan ?
Solusi dari pertanyaan tersebut adalah bahwa nilai ACN dari pesawat udara rencana kritis
yang beroperasi pada ketiga struktur perkerasan akan sama; sedangkan, nilai PCN dari ketiga
struktur perkerasan akan berbeda. Penjelasan rinci dari solusi ini akan dijabarkan dengan
menggunakan contoh desain praktis yang diberikan pada 3 bagian terakhir dari makalah ini.

2.4. Kategori Tekanan Ban

Berbeda dengan kategorisasi kekuatan tanah dasar yang menetapkan nilai k standar,
kategorisasi tekanan ban hanya membatasi tekanan ban yang diijinkan untuk dioperasikan
pada struktur perkerasan, dan tidak digunakan secara langsung dalam perhitungan nilai ACN
dan PCN. Tekanan ban yang digunakan dalam perhitungan nilai ACN dan PCN pada
umumnya adalah dengan yang dipersyaratkan oleh pabrik pembuat pesawat udara, kecuali
untuk kondisi khusus, seperti yang akan dijelaskan pada butir 2.6. ICAO (1983) menetapkan
empat kategori tekanan ban standar, yaitu:
1. Kategori tinggi (kode W) tanpa batas tekanan ban.
2. Kategori sedang (kode X) dengan tekanan ban dibatasi sampai dengan 1.50 MPa.
3. Kategori rendah (kode Y) dengan tekanan ban dibatasi sampai dengan 1.00 MPa.
4. Kategori sangat rendah (kode Z) dengan tekanan ban dibatasi sampai dengan 0.50 MPa.
2.5. Equivalent Single Wheel Load (ESWL)

Nilai ESWL diperlukan untuk menentukan nilai ACN dan PCN. Secara numerik, nilai ACN
dan PCN adalah dua kali nilai ESWL yang dinyatakan sebagai bilangan bulat dalam satuan
1000 kg.
Untuk struktur perkerasan kaku landasan pesawat udara, nilai ESWL dihitung sebagai beban
roda tunggal ekivalen dengan tekanan ban standar (q) sebesar 1.25 MPa yang memberikan
tegangan lentur standar (L) di dalam pelat beton sebesar 2.75 MPa pada ketebalan pelat
beton (D) tertentu yang terletak di atas tanah dasar dengan nilai k standar tertentu (Gambar
1b). Data lain yang umum digunakan dalam perhitungan nilai ESWL adalah bahwa modulus
elastisitas bahan beton (E) = 4 juta psi (= 27588.483 MPa) dan konstanta poisson () = 0.15.
Seperti diilustrasikan pada Gambar 1b, luas bidang kontak tidak menjadi pertimbangan dalam
perhitungan nilai ESWL. Luas bidang kontak ditentukan langsung oleh nilai ESWL dan nilai q.
P = ESWL

P
q

q = 1.25 MPa

Pelat beton

Pelat beton

Dacuan

D=Dacuan

L = 2.75 MPa
Tanah dasar / lapis pondasi bawah

(a) beban dengan konfigurasi sumbu roda aktual

L = 2.75 MPa
Tanah dasar / lapis pondasi bawah

(b) beban roda tunggal ekivalen

Gambar 1: Konsep perhitungan nilai ESWL pada struktur perkerasan kaku untuk nilai ACN
Perbedaan nilai ESWL untuk penentuan nilai ACN atau nilai PCN terletak pada tebal pelat
beton (D) yang digunakan, yaitu:
Untuk penentuan nilai ACN; Nilai ESWL dihitung dengan menggunakan tebal pelat beton
acuan (Dacuan). Nilai Dacuan sama dengan tebal pelat beton yang diperlukan agar berat
pesawat udara melalui konfigurasi sumbu roda dan tekanan ban aktual yang sebenarnya
dioperasikan juga memberikan tegangan lentur standar (L) di dalam pelat beton sebesar
2.75 MPa pada tanah dasar dengan nilai k standar tertentu (Gambar 1a).

Untuk penentuan nilai PCN; Nilai ESWL dihitung dengan menggunakan tebal pelat beton
desain (Ddesain). Nilai Ddesain dihitung berdasarkan kondisi yang berlaku (unrestricted
operations), termasuk batas tegangan lentur ijin dan nilai k tanah dasar yang ada.
Dalam aplikasinya, pesawat udara yang memiliki nilai ACN, yang lebih kecil dari pada, atau
sama dengan, nilai PCN dari struktur perkerasan dapat dioperasikan pada struktur perkerasan
tersebut asalkan tidak melebihi batas tekanan ban yang diijinkan. Sebaliknya, jika nilai ACN
pesawat udara lebih besar dari pada nilai PCN dari struktur perkerasan (kasus overloading),
maka analisis secara cermat masih harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pesawat udara
dapat atau tidak dapat diijinkan untuk beroperasi pada struktur perkerasan.
Meskipun demikian, ICAO (1983) menegaskan bahwa metoda ACN-PCN pada dasarnya
bukan merupakan metoda desain struktur perkerasan. Metoda ACN-PCN hanya dimaksudkan
untuk evaluasi pengoperasian pesawat udara di setiap bandar udara.
Dengan menggunakan program komputer (butir 2.7), hubungan antara nilai ESWL (juga nilai
ACN dan PCN) dan tebal pelat beton (D) dapat diturunkan dengan cukup sederhana, seperti
diperlihatkan pada Gambar 2. Sedangkan, nilai D yang diperlukan sebagai data input pada
gambar ini dapat diperoleh, antara lain, dari kurva desain struktur perkerasan (butir 2.6).

Gambar 2: Kurva penentuan nilai ESWL dan ACN


2.6. Kurva Desain Struktur Perkerasan Kaku

Kurva desain struktur perkerasan kaku tipikal, seperti terlihat pada Gambar 3 untuk pesawat
udara Airbus A-330, dapat digunakan, baik untuk menentukan tebal pelat beton desain,
maupun untuk menentukan nilai ACN dan PCN. Kurva desain ini telah dibuat berdasarkan
keluaran dari program komputer (butir 2.7). Maksud pemanfaatan kurva desain di sini
hanyalah sebagai contoh untuk memperjelas proses perhitungan yang dilakukan secara
otomatis dengan menggunakan program komputer.
Namun demikian, pesawat udara umumnya beroperasi pada struktur perkerasan dengan berat
dan pusat massa yang bervariasi. Oleh karena itu, jika proses perhitungan secara manual
harus dilakukan, maka kurva desain untuk penentuan nilai ACN dan PCN perlu dibuat dengan
tiga variasi kondisi pembebanan sebagai berikut:

1) Kondisi pembebanan yang memberikan nilai ACN maksimum (sebagai contoh, Gambar 3)
- Berat pesawat udara yang maksimum pada saat keberangkatan (MTOW).
- Pusat massa terletak pada aft CG yang memberikan beban maksimum pada sumbu
roda utama.
- Tekanan ban yang sesuai dengan yang disyaratkan oleh pabrik pembuat pesawat udara.
2) Kondisi pembebanan yang memberikan nilai ACN relatif (sebagai contoh, Gambar 3)
- Berat pesawat udara yang lebih kecil dari nilai MTOW.
- Pusat massa terletak pada aft CG.
- Tekanan ban yang sesuai dengan yang disyaratkan oleh pabrik pembuat pesawat udara.
3) Kondisi pembebanan yang memberikan nilai ACN khusus (perlu kurva desain khusus)
- Berat pesawat udara yang sebenarnya terjadi pada saat keberangkatan yang lebih kecil
dari nilai MTOW.
- Pusat massa terletak pada nominal CG yang sesuai dengan berat pesawat udara.
- Tekanan ban yang sesuai dengan yang sebenarnya diberikan pada saat pengoperasian.
Kurva desain pada Gambar 3 dibuat secara teliti, sehingga kurva linear untuk setiap variasi
berat pesawat udara perlu digambarkan sebagai 4 garis lurus yang masing-masing menyatakan
kategori kekuatan tanah dasar standar, kecuali untuk nilai MTOW dimana keempat garis lurus
berimpit. Karakteristik kurva linear yang tidak konvergen seperti ini disebabkan karena
keempat kurva lengkung digambarkan hanya untuk nilai MTOW. Kurva lengkung untuk
setiap variasi berat pesawat udara seharusnya tidak unik.

Gambar 3: Kurva desain struktur perkerasan kaku tipikal untuk pesawat udara Airbus A-330

2.7. Program Airfield

Program Airfield (Kosasih, 2004) diturunkan dari program PDILB (ICAO, 1983) dengan
pengembangan lebih lanjut untuk dapat menghitung secara langsung nilai ACN dan PCN.
Program ini juga dapat digunakan untuk menghitung tebal pelat beton desain, baik yang
mempertimbangkan beban pesawat udara rencana kritis, maupun yang mempertimbangkan
beban lalu lintas pesawat udara campuran (Kosasih, 2005). Aplikasi praktis dari kedua
prosedur tambahan ini merupakan lingkup bahasan utama dari makalah.
3.

Data Desain Struktur Perkerasan Kaku

Secara umum, data desain yang digunakan dalam makalah didasarkan pada volume
pergerakan pesawat udara pada tahun 2003 dan persyaratan teknis dari struktur perkerasan
kaku di bandar udara Juanda, Surabaya (Fibryanto, 2005). Hal ini diharapkan agar hasil
analisis teoritis yang disajikan dapat memiliki nilai praktis yang cukup memadai. Namun
demikian, penelitian yang dilakukan tidak dimaksudkan untuk mengevaluasi struktur
perkerasan yang telah terbangun secara langsung.
Tabel 2: Data desain struktur perkerasan kaku
Jenis Data

No

Nilai

Unit

Variasi Nilai

Airbus A-330

(-)

2718

(pesawat/thn)

20

(tahun)

212000

(kg)

94

(%)

1070

(mm)

93 x 140

(mm)

Pesawat udara desain kritis

Keberangkatan tahunan ekivalen

Masa layan rencana, n

MTOW

%-berat pada sumbu utama

Jarak antara kaki roda, S L

Jarak antara roda, S W x S G

Tekanan ban, q

1.330

(MPa)

Kekuatan lentur pelat beton, MR 90

4.859

(MPa)

10

Modulus elastisitas pelat beton, E

27588.483

(MPa)

11

Konstanta poisson,

0.15

(-)

12

Modulus reaksi tanah dasar, k

80

(MN/m3)

60; 80 dan 120

13

Faktor keamanan

1.7

(-)

1.7 dan 2.6

Tabel 2 memperlihatkan ringkasan data desain struktur perkerasan kaku yang digunakan
dalam analisis. Data volume keberangkatan tahunan ekivalen dari pesawat udara desain kritis
(Airbus A-330) telah dihitung sebelumnya menurut metoda FAA (Kosasih, 2005). Variasi
faktor keamanan yang akan dianalisis didasarkan pada nilai tengah dan nilai maksimum yang
umum digunakan (Yoder, et.al., 1975 dan ICAO, 1983). Sedangkan, variasi nilai k yang
berada dalam rentang kekuatan tanah dasar standar dengan kategori sedang seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya adalah untuk menganalisis nilai ACN dan PCN dalam makalah ini.
4.

Analisis Struktur Perkerasan Desain

Proses desain struktur perkerasan kaku dengan menggunakan program Airfield diperlihatkan
pada Gambar 4. Semua pesawat udara yang beroperasi di bandar udara Juanda, Surabaya,
yang dikelompokkan ke dalam 17 kelompok (Kosasih, et.al., 2005) disajikan secara lengkap.

Terlihat bahwa pesawat udara Airbus A-330 meskipun beroperasi pada volume keberangkatan
tahunan ekivalen terkecil (2718 pesawat/thn) memerlukan pelat beton yang paling tebal, yaitu
59.04 cm. Oleh karena itu, dengan faktor keamanan sebesar 1.7 dan nilai k sebesar 80 MN/m3,
tebal pelat beton desain ditetapkan = 59.04 cm; dan, Airbus A-330 dapat ditetapkan sebagai
pesawat udara desain kritis.

Airbus A-330 sebenarnya bukan merupakan pesawat udara terberat (bandingkan dengan
Boeing B747-200). Akan tetapi, pesawat udara ini mengakibatkan tegangan lentur di dalam
pelat beton yang terbesar (L = 1.7910 MPa) karena konfigurasi sumbu rodanya yang lebih
terbatas.

Gambar 4: Proses desain struktur perkerasan kaku dengan menggunakan program Airfield
Tahapan proses perhitungan tebal pelat beton desain dengan variasi faktor keamanan dan nilai
k selanjutnya diperlihatkan secara rinci pada Tabel 3. Variasi nilai k yang dianalisis masih
berada pada rentang kekuatan tanah dasar standar dengan kategori sedang.
Nilai PCR untuk pesawat udara desain kritis (Airbus A-330) yang memiliki konfigurasi sumbu
tandem roda ganda (DT) adalah 3.68 (lihat Tabel 1). Kemudian, dari nilai PCR dan volume
keberangkatan tahunan ekivalen (2718 pesawat/thn) dihasilkan jumlah repetisi total lintasan
sumbu roda (N) dari pesawat udara rencana kritis sebesar 14772 pesawat selama masa layan
rencana (n) yang 20 tahun. Tegangan lentur ijin (L ijin) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (1) berdasarkan faktor keamanan yang bervariasi dan kekuatan lentur bahan beton
(MR) sebesar 4.859 MPa. Akhirnya, tebal pelat beton desain dapat diperoleh berdasarkan
nilai L ijin yang dihasilkan di atas dengan nilai k = 80 MN/m3 dan nilai MTOW = 212000 kg
(lihat contoh pada Gambar 3).

Tabel 3: Proses desain struktur perkerasan kaku dengan variasi faktor keamanan dan nilai k
No

Jumlah Repetisi

Faktor

Tegangan

Modulus Reaksi

Tabel Pelat

tahunan desain

Total

Keamanan

Lentur Ijin

Tanah Dasar

Beton Desain

(pesawat/thn)

(pesawat)

(MPa)

(MN/m3)

(cm)

(7)

(8)=f{(6),(7),MTOW } **)

Volume Keberangkatan

PCR

*)

(1)

(2)

(3)

(4)=(2)*20/(3)

(5)

2,718

3.68

14,771.74

1.7

1.7910

80

59.04

***)

2.6

1.1710

80

81.25

***)

1.7

1.7910

60

62.01

2.6

1.1710

60

85.12

1.7

1.7910

120

54.94

2.6

1.1710

120

75.97

2
3
-"-

2,718

6
Catatan:

-"-

3.68

(6)=f{(4),(5),MR }

-"-

14,771.74

*) Nilai MR 90 bahan beton = 4.859 MPa


**) Nilai MTOW = 212000 kg
***) diperlihatkan sebagai contoh pada Gambar 3

Seperti yang diharapkan, makin besar faktor keamanan dan makin kecil nilai k, maka pelat
beton desain akan makin tebal. Gambar 5 memperlihatkan kurva pengaruh dari faktor
keamanan dan nilai k terhadap tebal pelat beton desain.
Kemudian, pada bagian berikut akan dilakukan perhitungan nilai ACN dan PCN terhadap
masing-masing tebal pelat beton desain yang tertera pada Tabel 3 di atas.

Gambar 5: Pengaruh faktor keamanan dan nilai k terhadap tebal pelat beton desain
5.

Perhitungan Nilai ACN

Proses perhitungan nilai ACN dari pesawat udara desain kritis (Airbus A-330) dengan
menggunakan program Airfield diperlihatkan pada Gambar 6. Seperti telah dijelaskan di
muka melalui ilustrasi Gambar 1, untuk perhitungan nilai ACN, tebal pelat beton yang
digunakan adalah tebal acuan (Dacuan) bukan tebal desain (Ddesain). Jadi, nilai ACN untuk ke-6
kondisi tebal pelat beton desain (lihat Tabel 3) secara otomatis akan menjadi sama, karena
nilai ACN memang tidak merupakan fungsi dari nilai Ddesain.

(a) Perhitungan nilai ACN

(b) Proses validasi

Gambar 6: Proses perhitungan nilai ACN dengan menggunakan program Airfield


Gambar 6a memperlihatkan hasil perhitungan tebal pelat beton acuan (Dacuan) = 42.389 cm
yang menghasilkan tegangan lentur di dalam pelat beton (L) = 2.75 MPa dengan nilai k
standar sebesar 80 MN/m3. Nilai Dacuan ini dihitung berdasarkan berat total pesawat udara
(MTOW) dan konfigurasi sumbu roda dari pesawat udara desain kritis (Airbus A-330). Hasil
yang sama juga dapat diperoleh dengan menggunakan kurva desain secara manual (lihat
Gambar 3). Kemudian, dengan nilai Dacuan sebesar 42.389 cm diperoleh nilai ACN = 94.
Gambar 6b merupakan validasi dari perhitungan nilai ACN tersebut di atas, dimana beban
roda tunggal ekivalen (ESWL) dengan tekanan ban standar (q) sebesar 1.25 MPa langsung
diaplikasikan pada pelat beton acuan dengan Dacuan sebesar 42.389 cm. Hasil yang diperoleh
adalah nilai L = 2.75 MPa dan nilai ESWL = 47,100 kg. Nilai ESWL kemudian
ditransformasikan menjadi nilai PCN = (2 * ESWL /1000) = 94. Nilai PCN dalam hal ini
adalah juga nilai ACN mengingat data input yang digunakan adalah sesuai dengan ketentuan
perhitungan nilai ACN (lihat Gambar 1b).
6.

Perhitungan Nilai PCN

Prosedur perhitungan nilai PCN dengan menggunakan program Airfield telah diuraikan pada
butir 5 di atas. Nilai PCN yang dihasilkan untuk ke-6 kondisi tebal pelat beton desain (lihat
Tabel 3) dan nilai ACN dari pesawat udara desain kritis (Airbus A-330) dapat diplotkan seperti
terlihat pada Gambar 7.
Dalam hal ini, sementara nilai ACN dari pesawat udara desain kritis tidak berubah, yaitu
sebesar 94, nilai PCN dapat berubah dari 166 sampai 432 tergantung pada desain struktur
perkerasan yang dibangun sesuai dengan faktor keamanan dan nilai k yang digunakan. Nilai
PCN bahkan dapat lebih kecil lagi dari nilai ACN jika faktor keamanan mendekati 1.0 atau
jika nilai k di lapangan mengecil, misalnya, akibat pengaruh musim.
Yang menarik di sini adalah bahwa pengaruh dari variasi nilai k terhadap nilai PCN tidak
menggeser kurva (bandingkan dengan kurva pada Gambar 5). Fenomena ini tentunya hanya

Gambar 7: Hasil perhitungan nilai ACN dan PCN


terjadi jika variasi nilai k yang dianalisis masih berada dalam rentang kategori kekuatan tanah
dasar standar yang sama.
Lebih jauh, kurva pada Gambar 7 ternyata identik dengan kurva pada Gambar 2. Hasil
perhitungan ini sekaligus membuktikan bahwa nilai ACN dan PCN dapat langsung ditentukan
secara manual dengan menggunakan kurva pada Gambar 2.
7.

Kesimpulan

1. Faktor keamanan dan modulus reaksi tanah dasar (nilai k) mempengaruhi tebal pelat beton
desain yang diperlukan, dimana pengaruh akibat variasi faktor keamanan yang digunakan
dalam proses desain akan lebih sensitif.
2. Nilai ACN dari pesawat udara desain kritis tidak dipengaruhi oleh variasi faktor keamanan
yang digunakan dalam proses desain dan tidak dipengaruhi oleh variasi nilai k yang masih
berada dalam rentang kekuatan tanah dasar standar (nilai k standar) yang sama.
3. Nilai PCN dipengaruhi langsung oleh tebal pelat beton dan juga oleh nilai k standar.
Daftar Pustaka

1. Fibryanto A (2005), Analisis Desain Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara
Berdasarkan Metoda ICAO, Tesis S2, Departemen Teknik Sipil - FTSP, ITB, Bandung.
2. Huang YH (2004), Pavement Analysis and Design, Second Edition, Pearson Education
Inc., New Jersey.
3. International Civil Aviation Organization (1983), Aerodrome Design Manual, Second
Edition, Part 3-Pavements.
4. Kosasih D (2005), Perbandingan antara Pendekatan Desain Struktur Perkerasan Kaku
berdasarkan Lalu Lintas Pesawat Udara Campuran dan Pesawat Udara Desain Kritis,
Bandung.
5. Kosasih D dan Fibryanto A (2005), Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur
Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield,
Jurnal Teknik Sipil, ITB, Volume 12, No 1, Bandung.
6. Kosasih D (2004), Manual Program Airfield, Bandung.
7. Yoder EJ and Witczak MW (1975), Principles of Pavement Design, Second Edition,
John Wiley & Sons Inc, New York.

Anda mungkin juga menyukai