Derajat Sumbatan Jalan Nafas Saat Tidur
Derajat Sumbatan Jalan Nafas Saat Tidur
tanpa
memperhatikan
tingkat
keparahan penyakit. Pasien pada
stadium II dan III diterapi dengan
UPPP sebagai terapi tambahan
pada reduksi pangkal lidah yang
menggunakan
teknik
radiofrekuensi (TBRF). Hasil :
Follow
up
selama
6
bulan
menunjukkan perkembangan yang
signifikan dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Kesuksessan
pengobatan pada pasien pada
stadium II meningkat dari 37.9%
menjadi
74.0%.
Secara
keseluruhan tingkat kesuksesan
meningkat
dari 40% menjadi
59.1%. Kesimpulan : Jelas bahwa
pasien pada stadium I memiliki
tingkat
keberhasilan
terbaik,
tetapi penalataksaan berdasarkan
derajat klinis turut meningkatkan
keberhasilan secara keseluruhan.
Di samping itu, hal ini dapat
menyisihkan calon pasien yang
akan menjalani prosedur operasi
dengan tingkat kegagalan yang
tinggi. Kata kunci : gangguan
pernapasan
saat
tidur,
uvulopalatofaringoplasti,
bedah
palatum, sumbatan nafas saat
tidur/sindrom hipopnea.
Laryngoscope,
114:454459
,
2004
PENDAHULUAN
1
Uvulopalatofaringoplasti (UPPP)
mencakup secara garis besar prosedur
operasi
sebagai
penatalaksanaan
sumbatan
jalan
nafas
saat
tidur/sindrom
hipopnea
(OSAHS).
Banyak pasien yang tidak dapat
mentoleransi terapi tekanan udara
positif secara terus-menerus (CPAP)
dan
karena itu
mencari
terapi
pembedahan untuk menghilangkan
gejala dan gejala sisa dari penyakit ini.
Walaupun dapat mengobati banyak
pasien, tetapi prosedur ini mempunyai
tingkat kegagalan yang sangat tinggi
sehingga
menimbulkan
banyak
pertanyaan atas validitasnya. Studi
tunggal yang dilakukan oleh Sher
memperlihatkan
UPPP
yang
menunjukkan tingkat keberhasilannya
hanya 40%. Untuk meningkatkan
tingkat keberhasilan dari prosedur
operasi, banyak klinisi membatasi
pengaplikasian dari UPPP hanya pada
pasien dengan penyakit dengan
derajat
ringan
sampai
sedang.
Bagaimanapun
juga
pengalaman
secara klinis menunjukkan tingkat
keparahan
penyakit
tidak
dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk
memilih pasien agar dapat mencapai
tingkat keberhasilan. Faktanya, Senior
telah menunjukkan bahwa dengan
menggunakan derajat penyakit yang
ringan sebagai kriteria, kesuksesan
hanya mencapai 40%. Kami telah
menunjukkan pada studi sebelumnya
bahwa sistem pembagian derajat
penyakit berdasarkan posisi palatum,
ukuran tonsil dan indeks masa tubuh
merupakan indikator terbaik untuk
mengukur tingkat kesuksessan atau
kegagalan dari UPPP pada studi
retrospektif. Pasien pada stadium I
memiliki tingkat kesuksesan 80%,
Kriteria Eksklusi
Pada studi ini, dipilih 140 pasien
untuk dilakukan kombinasi terapi
dengan UPPP dan reduksi dasar lidah
dengan
menggunakan
teknik
radiofrekuensi (TBRP). Secara teori,
sebagian besar dari kelompok ini
sudah diterapi hanya dengan UPPP
klasik beberapa waktu sebelumnya.
Hanya beberapa pasien yang ingin
melakukan CPAP di rumah untuk uji
coba dipertimbangkan untuk operasi.
Pasien stadium I diekslusi dari terapi
kombinasi karena studi sebelumnya
yang kami lakukan menunjukkan
bahwa
terapi
tunggal
UPPP
memberikan tingkat
rekaman
kepala
(C3-A2,
C4-A1),
rekaman pergerakan mata, rekaman
jantung, rekaman otot tibialis anterior
dan dagu, perut, dan pergerakan dada
oleh pletismograf, aliran udara dari
hidung dan mulut, saturasi okesigen
dengan oksimetri nadi (SpO2), dan
sonogram
tenggorokan.
Apnea
didefinisikan sebagai henti napas
sedikitnya selama 10 detik. Hipopnea
adalah menurunnya upaya bernapas
minimal 50% lebih rendah dari
seharusnya dan dengan penurunan
saturasi oksigen paling sedikit 4%.
Indeks sumbatan napas The Apneahypopnea index (AHI) dihitung sebagai
jumlah dari peristiwa total per jam.
Polisomnogram diperolah sebelum
perawatan bedah dan diulangi pasca
operasi di laboratorium tidur yang
sama dan dibandingkan dengan studi
pra operasi. Polisomnogram pasien
yang tidur kurang dari 6 jam pasca
operasi diangap tidak memiliki studi
lengkap dan karenanya dieksklusi.
Teknik bedah
UPPP dilakukan berdasarkan
teknik operasi sebelumnya yang telah
dimodifikasi. TBRF dilakukan dengan
menggunakan sistem somnoplasti.
Bersamaan dengan UPPP, 1500-4500
joule dialirkan ke beberapa titik di
dasar lidah. Setelah UPPP selesai,
lidah ditandai secara vertikal untuk
mengidentifikasi garis tengah dan
untuk menghindari terjadinya distorsi
in situ dan pipa endotrakeal. Garis
horizontal
digunakan
untuk
mengidentifikasi
persimpangan
sepertiga tengah dan dasar lidah.
Sebuah double probe handpiece
digunakan berpusat di garis tengah.
Setiap tempat diberi 1500 J untuk
4
HASIL
Sebanyak 274 pasien dengan
OSAHS
yang
sebelumnya
gagal
pengobatan CPAP dan menjalani
perbaikan
perawatan
bedah
dipelajari. Grafik dari 134 pasien
sebelum 1 Juni 2000 dan diterapi
dengan UPPP saja (n _ 134) dipelajari
secara retrospektif, sedangkan 140
pasien
setelah
1
Juni
2000
dialokasikan ke tahap II atau III dan
diterapi dengan UPPP dan TBRF dan
tambahan
perawatan
dari
TBRF
(hingga 6) diperlukan untuk mewakili
kejelasan penelitian prospektif. Secara
keseluruhan, 247 TBRF ditampilkan
(Tabel II). Data demografi untuk kedua
kelompok
termasuk
usia,
jenis
kelamin, posisi palatum menurut
Friedman, ukuran tonsil, dan IMT dapat
dilihat pada Tabel III. Peningkatan
subjektif
gejala
OSAHS
dinilai
berdasarkan
ESS
dan
tingkat
mendengkur. Kami
mempertimbangkan adanya perbaikan
subjektif ketika pasca operasi ESS dan
penurunan tingkat mendengkur bila
dibandingkan dengan tingkat pra
operasi. Hasilnya diilustrasikan dalam
Tabel
IV. Data
subjektif
tingkat
keparahan gejala tidak dikumpulkan
pada saat dilakukan UPPP-hanya
pasien
yang
diterapi. Dengan
demikian, data hanya tersedia untuk
UPPP prospectif + pasien TBRF.
Penilaian pascaoperasi untuk ESS dan
tingkat mendengkur berkurang secara
signifikan setelah perawatan untuk
kedua tahap II dan III. Peningkatan
subjektif keparahan gejala diperoleh
pada 96,0% dari pasien stadium II dan
86,0% pasien pada stadium III.
Tujuan
indeks
efektivitas
pengobatan seperti penurunan indeks
apnea pasca operasi (Apnea Indeks
AI) dan AHI dan peningkatan minimum
saturasi oksigen (SpO2) dibandingkan
dengan
nilai
preoperatif
yang
5
Komplikasi
Tidak ada komplikasi yang signifikan
yang
terjadi. Semua
pasien
yang diekstubasi dan,
dengan
menggunakan
nasopharyngeal
airways, tidak ada obstruksi jalan
napas yang
terjadi. Tidak
ada
perdarahan intraoperatif atau pasca
6
operasi
yang terjadi. Enam pasien
mengalami
peningkatan
nyeri 7
sampai 10 hari setelah pengobatan,
kemungkinan
infeksi
di
dasar lidah, tetapi
dapat
dengan
pengobatan antibiotik. Satu pasien
mengalami
drainase
spontan abses. Tidak
diperlukan
pengembalikan
pasien ke ruang
operasi untuk
drainase abses
juga
tidak ada pasien mengalami gangguan
jalan napas postoperatif.
PEMBAHASAN
UPPP
adalah
satu-satunya
prosedur bedah yang paling umum
dan dilakukan oleh dokter THT untuk
terapi OSAHS. Banyak penelitian telah
mendokumentasikan tiga hal penting
yang
harus
diperhatikan
dalam
merekomendasikan prosedur bedah
untuk pasien: 1) metaanalisis pasien
yang tidak terpilih untuk diterapi
dengan UPPP menunjukkan bahwa
hanya 40,8% pasien telah "sukses"
operasi,
didefinisikan
oleh
pengurangan AHI 50% dan AHI
postoperatif kurang dari 20 atau AI
berkurang 50% dan AI pasca operasi
kurang dari 10 2) meskipun beberapa
data menunjukkan bahwa kriteria
seleksi
preoperatif
dapat
mengidentifikasi pasien yang ada
kemungkinan gagal, sebelum ada
perkembangan
sistem
stadium,
temuan fisik yang reproduktif yang
telah
terbukti
secara
konsisten
membantu dalam proses seleksi, 3)
penelitian yang diterbitkan oleh Senior
menunjukkan bahwa UPPP tidak hanya
tidak mengobati OSAHS dalam 60%
kasus tetapi juga sering kali membuat
menjadi buruk. Ini telah menjadi
kesalahpahaman
yang
mengasumsikan
bahwa
meskipun
UPPP
hanya
memiliki
tingkat
keberhasilan
40%
tapi
dengan
gangguan ringan. Oleh karena itu,
prosedur
mendukung
klinis sistem
10