Anda di halaman 1dari 3

BELLS PALSY

A. DEFINISI
Bells palsy adalah kelumpuhan / paralisis N.VII (n. facialis) perifer (LMN) yang
bersifat akut, penyebabnya tidak diketahui dan umumnya satu sisi (unilateral).1,2,3
B. ETIOLOGI
Penyebab kelumpuhan n. fasialis perifer sampai sekarang belum diketahui secara
pasti. Umumnya dapat dikelompokkan menadi : congenital (anomali
congenital,sindroma moebius, trauma lahir, fraktur tengkorak, perdarahan
intrakranial,dll.) , didapat (trauma, osteomielitis, tumor, radang, infeksi otitis media,
herpes zoster, dll).
C. EPIDEMIOLOGI
Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis fasial akut.
Bells palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan
tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki
pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun
lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun.6
D. PATOFISIOLOGI
Teori iskemik vaskuler yaitu,adanya ketidakstabilan otonomik dengan respon simpatis
yang berlebihan -> spasme pada arteriol dan statis pada vena di bagian bawah kanalis
spinalis. Vasospasme -> iskemik dan terjadinya oedem ->paralisis flaksid perifer dari
semua otot yang melayani ekspresi wajah. Teori infeksi virus yaitu,pada ganglion
genikulatum dapat mengalami reaktivasi saat daya tahan tubuh menurun->terjadinya
reaksi inflamasi dan edema saraf fasialis, sehingga saraf terjepit dan terejadi kematian
sel saraf karena sel saraf tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Teori
kombinasi kemungkinan disebabkan oleh suatu infeksi atau reaktivitas virus Herpes
Simpleks dan merupakan reaksi imunologis sekunder atau karena proses vaskuler
sehingga menyebabkan inflamasi dan penekanan saraf perifer ipsilateral. (10,11)
E. GEJALA KLINIS
Wajah tidak simetris, kelopak mata tidak bisa menutup dengan sempurna, gangguan
pada pengecapan, serta sensasi mati rasa pada salah satu bagian wajah, nyeri kepala
dan perasaan melayang yg terjadi mendadak serta mencapai puncaknya dalam dua
hari. Adanya kelemahan atau paralisis otot, kerutan dahi menghilang, tampak seperti
orang letih, hidung terasa kaku terus - menerus, sulit berbicara, sulit makan dan
minum, sensitive terhadap suara (hiperakusis), salivasi yang berlebih atau berkurang,
pembengkakan wajah, berkurang atau hilangnya rasa kecap, air liur sering keluar, air

mata berkurang, alis mata jatuh, kelopak mata bawah jatuh, dan sensitif terhadap
cahaya.13
F. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan fisik : N.VII (motorik, sensorik, parasimpatis), Manual Muscle
Test (MMT) otot wajah, skala UGO FISH (px 5 posisi : diam, mengerutkan dahi,
menutup mata, tersenyum, bersiul). Pemeriksaan penunjang : elektromiografi (EMG),
foto mastoid utk melihat infeksi telinga, CT scan temporal jk ada trauma.4,7
G. DIAGNOSIS
Umumnya diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik adanya
kelumpuhan n. fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab
lain dad kelumpuhan n. fasialis perifer.1,10
H. DIAGNOSIS BANDING
Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom): infeksi
saraf wajah yang disertai dengan ruam

yang menyakitkan dan kelemahan otot

wajah, Miller Fisher Syndrom : Acute Disseminated Encephalomyeloradiculopaty


ditandai dengan trias gejala neurologis berupa opthalmoplegi, ataksia, dan arefleksia
yang kuat.9
I. TATALAKSANA
Istirahat terutama pada keadaan akut, medikamentosa : pemberian obat prednisone
1mg; mecobalamin 3x500mg; analgetik bila nyeri, fisioterapi untuk mempertahankan
tonus otot yang lumpuh, operatif (jika tidak sembuh spontan dan tidak ada perbaikan
dengan terapi medikamentosa).7,8
J. KOMPLIKASI
Crocodile tear phenomenon : keluarnya air mata pada saat penderita makan
makanan,Synkinesis : otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri.
selalu timbul gerakan bersama, Tic Facialis sampai Hemifacial Spasme: Timbul
kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan
juga spasme otot wajah, biasanya ringan.2

DAFTAR PUSTAKA
1. Djamil Y, A Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta
neurologi; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.2009. hal 297-300

2. Dr P Nara, Dr Sukardi, Bells Palsy, http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/sPalsyhtml (diakses tanggal 11 desember 2011)


3. Danette C Taylor, DO, MS. 2011, Bell Palsy, http://emedicine.medscape.com/
article/1146903-overview#a0156 (diakse tanggal 22 Desember 2011).
4.

Annsilva, 2010, Bells Palsy, http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bellspalsy-case-report/ (diakses tanggal 11 desember 2011)

5. Lumbantobing. 2007.Neurologi Klinik.Jakarta: Universitas Indonesia.


6.

Irga, 2009, Bells Palsy, http://www.irwanashari.com/260/bells-palsy.html,


(diakses tanggal 12 Desember 2011)

7. Weiner HL, Levitt LP. Ataksia. Wita JS, editor. Buku Saku Neurologi. Ed 5. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal. 174
8. Nurdin, Moslem Hendra, 2010, Bell Palsy, http://coolhendra.blogspot.com/2010
.blogspot.com/2010/08/bell-palsy.html (diakses tanggal 12 desember 2011)
9. Sabirin J. Bells Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I.
Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1990 : 171-81 2
10. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Edisi ke-2. Jakarta : Dian
Rakyat, 1985 : 311-17

Anda mungkin juga menyukai