TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau
reversibel parsial., bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang
disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan
sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah
rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tandatanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang
tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :
Pertambahan penduduk
Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63
tahun pada tahun 1990-an
Industrialisasi
Perokok pasif
Bekas perokok
b) Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : >600
Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni :
peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas,
dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim).
Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.
(Corwin EJ, 2001)
Tabel 1. Patogenesis PPOK
(Sumber : PDPI,2010)
IV. Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007,
dibagi atas 4 derajat :(Antonio et all, 2007)
2.4.1
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara
ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin
tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
2.4.2
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%),
disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai
mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
2.4.3
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP 1 / KVP
< 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat,
penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas
hidup pasien
2.4.4
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP 1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi)
atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung
kanan.
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu
diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1
V. Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan
hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
4
2. Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE
meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE
< 20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
Darah rutin : Hb, Ht, leukosit
Radiologi
1.
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
2.
3.
b. Pemeriksaan khusus
Faal paru
1. Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
penyakit
obstruksi saluran
napas
yang
ditemukan
pada
penderita
lung.
vi. Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di
Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan
prognosisnya berbeda.
vii. Adapun karakteristik dari Asma, PPOK, dan SOPT pada tabel 2
(Sumber : PDPI,2010)
VIII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
-
Mengurangi gejala
10
2. Obat obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga
penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2)
penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit
kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan
aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih
bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi
atau tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang
pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat
diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di
rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena
memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan
dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan
11
keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat
pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti
bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
2. Pengunaan obat obatan
Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu
saja )
3. Penggunaan oksigen
Berapa dosisnya
5. Tanda eksaserbasi :
Sputum bertambah
Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti
merokok
Sedang
13
Berat
2. Obat obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan
inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long
acting ).
Macam - macam bronkodilator :
-
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
-
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat
sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan
bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
-
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.
Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
14
Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama
pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak
( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >
20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
-
Lini I : amoksisilin
makrolid
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
15
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati hati
16
(Sumber : PDPI,2010)
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun
organ - organ lainnya.
a. Manfaat oksigen :
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
17
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
b. Indikasi
-
Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P
pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit
paru lain
Macam terapi oksigen :
-
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di
rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik.
Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat
daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat
di rumah dibedakan :
-
bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan
nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia
yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan
18
Nasal kanul
Sungkup venturi
Sungkup rebreathing
Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas
darah pada waktu tersebut.
4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,
gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas
kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
a. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
-
Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik
dan dapat digunakan selama di rumah.
Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure
(NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV).
NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi :
-
Volume control
Pressure control
19
NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT / Long
Tern Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang signifikan pada :
-
Kualiti hidup
Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan
abdominal paradoksal
NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas, disamping
harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi
akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni
menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat
penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
-
Antropometri
20
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi
masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi
akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn
kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal
feedings) dengan pipa nasogaster.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.
Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit
oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada
PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi
muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang
terjadi adalah :
-
Hipofosfatemi
Hiperkalemi
Hipokalsemi
Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan
komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.
6. Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk :
-
(Sumber : PDPI,2010)
IX. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
-
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
Gagal napas kronik :
-
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal,
penatalaksanaan :
Bronkodilator adekuat
Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
Antioksidan
Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal napas akut pada gagal napas kronik,
ditandai oleh :
-
Demam
Kesadaran menurun
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman,
hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih
rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan
X. Pencegahan
1. Mencegah terjadinya PPOK
-
Berhenti merokok
24
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama
: Tn. A
Umur
: 70 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Status pernikahan
: Menikah
Pekerjaan
: Petani
Alamat
Tanggal masuk RS
: 19 Oktober 2015
Tanggal keluar RS
: 22 Oktober 2015
25
Setiap hari, pasien bisa mengalami batuk sebanyak 5-6x dan selalu
mengeluarkan dahak berwarna putih kental kira-kira 1 sendok makan. Saat batuk
pasien merasakan adanya sedikit nyeri dada atau rasa sakit pada dadanya. Pasien juga
mengeluh demam disertai nyeri kepala sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam yang dialami hilang timbul dan kadang bersamaan ketika pasien merasa
sesak. Nyeri kepala yang dirasakan pasien tidak menentu atau hilang timbul. Sering
lemas akibat sesak yang dialaminya.
menurun
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM (-)
Riwayat Hipertensi (+) Sejak 10 tahun yang lalu namun jarang kontrol ke
dokter.
Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal di rumah padat penduduk, penuh dengan asap dan debu.
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
Nadi
: 86 x/menit
Suhu
: 37,3 C
Pernapasan
: 30 x/menit
Tinggi badan
: 158 cm
Berat badan
: 45 kg
Kesan Gizi
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi dan jaringan parut (-), pigmentasi masih dalam
batas normal, keringat umum dan lokal (+), turgor tidak menurun.
Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening submandibula, leher, axilla dan inguinal tidak ada
pembesaran.
Kepala
27
kelenjar
tiroid
(-),
JVP
meningkat,
hipertrofi
M.
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, tetapi suara nafasnya
melemah, expirasi memanjang, wheezing +/+, rhonki +/+
28
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: batas atas jantung atas ICS 2, batas kanan LS Dextra, atas kiri LMC
sinistra
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: Cembung, lemas
Palpasi
Perkusi
: nyeri sendi (-), gerakan bebas, pitting edema (+), jaringan parut
(-), pigmentasi normal, telapak tangan pucat (+), jari tabuh (-)
turgor kembali lambat (-)
Ekstremitas bawah : nyeri sendi (-), gerakan bebas, pitting edema (+), jaringan parut
(-), pigmentasi normal, telapak kaki pucat (+), jari tabuh (-), turgor
kembali lambat (-)
29
Hasil
Nilai Normal
Leukosit
19.890
4000 - 11000r/uL
Eritrosit
4.71juta
4.4 6 juta/uL
Hb
13.3
13,0-18,0 g/dL
Ht
38,5 %
39,0-54,0 %
Trombosit
424.000
150-440 ribu/uL
MCV
81,8
80-100
MCH
28.2
26-34 pg
MCHC
34,5
33 37 g/dL
BASOFIL
1,2
0 1%
NEUTROFIL
85,0
50 70 %
GDS
101
70 140 mg
2. Hasil EKG
30
3. Hasil Rontgen
Lembar Expertise :
Klasifikasi Aorta
Cor tidak membesar
Pulmo : Hili normal
Corakan paru bertambah
Tidak terdapat perebercakan lunak
Kesan : Tidak tampak TB paru aktif
Atherosklerosis aorta
Tidak tampak pembesaran jantung
Skoliosis vertebra torachalis
V. RESUME
31
Seorang laki-laki Tn. A usia 70 tahun datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan
keluhan utama sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas
yang dirasakan makin lama makin memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak yang dirasakan oleh pasien tidak dipengaruhi oleh aktivitas pasien sehari-hari,
berkurang jika pasien dalam keadaan bersandar atau sedang duduk, timbul ketika
sedang berada di lingkungan berdebu dan penuh asap. Pasien juga mengeluh febris
disertai chepalgia sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Febris yang dialami hilang
timbul dan kadang bersamaan ketika pasien merasa dyspnoe, sedangkan chepalgia yang
dirasakan pasien tidak menentu atau hilang timbul. Pasien juga mengeluh batuk batuk
sejak 10 tahun sebelum masuk rumah sakit namun tidak pernah diperiksakan ke dokter.
Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang. Tekanan darah
pasien 160/110 dimana merupakan hipertensi derajat II menurut JNC7. Pasien tampak
dyspnoe dengan RR 30x/menit. Konjungtiva pasien anemis. Pada perkusi paru
ditemukan suara redup pada basal hemithoraks dextra. Dan pada asukultasi terdengar
wheezing pada basal di kedua lapang paru. Pada inspeksi leher terlihat vena jugularis
yang tampak berdenyut, dinding dada pasien yang tampak cembung (barrel chest), dan
mulut pasien yang tampak mencucu (pursed lips). Dari hasil perkusi thorax, batas
jantung kiri bergeser ke kiri sehingga terletak di 3 cm dari Midclav ke V sebelah kiri.
pasien dalam keadaan bersandar atau sedang duduk. Pasien juga mengaku
sesaknya timbul ketika sedang di lingkungan berdebu dan penuh asap. Dari
riwayat kebiasaan pasien mengaku perokok berat sejak 40 tahun yang lalu. Pasien
juga mengeluhkan batuk disertai dahak yang banyak sekitar 1 sendok makan
setiap kali batuk
Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik auskultasi paru didapatkan suara wheezing
pada saat ekspirasi, Dinding dada yang sedikit mencembung (Barrel chest) dan
pernafasan tambahan lewat mulut dengan mencucu (Pursed lips), vocal fremitus
kanan lebih besar daripada kiri
Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil pemeriksaan penunjang yaitu hematologi didapatkan
leukositosis dan dari foto thorax AP didapatkan Corakan bronkovaskular yang
bertambah.
2. Congestif Heart Failure
Anamnesis
Dari hasil anamnesis didapatkan pasien memiliki riwayat hipertensi
yang sudah lama dan tidak terkontrol. Selain itu pasien juga sering mengeluhkan
lemas, batuk-batuk, dan sesak nafas. Sesak nafasnya timbul ketika pasien
berbaring (ortopnoe) dan berkurang pada saat bersandar atau duduk.
Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien yang
tinggi yaitu 160/110 (Hipertensi derajat II
: dubia ad bonam
Ad Sanantionam
: dubia ad malam
33
Ad Fungsionam
IX.
: ad malam
FOLLOW UP
Tanggal
Subyektif
19/10/15
Sesak, batuk
Obyektif
berdahak putih,TD : 140/ 60
Analisis
-PPOK
N : 111x/menit
-CHF
S : 36,5'C
-Hipertensi
RR : 26x/min
-CAD
Lab
L : 19,89 ribu/uL
34
20/10/2015
Sesak,batuk
dahak
warnaTD : 150/70
sakit
21/10/2015
Sesak agak
-PPOK
N : 96x/min
-CHF
S : 37,2 C
-Hipertensi
RR : 24x/min
-CAD
-PPOK
N : 90x/min
-CHF
RR : 27x/min
-Hipertensi
-CAD
-PPOK
N : 88x/min
-CHF
S : 36 C
-Hipertensi 35
RR : 28x/min
-CAD
DAFTAR PUSTAKA
1. Andika 2009. PPOK dan Nutrisi, PPOK dan Antibiotik, PPOK Eksaserbasi Akut.
Tersedia di: hhtp://www.andikacp.wordpress.com/2009/07/26/PPOK-eksaserbasiakut
2. Anonim
2008.
Konsensus
PPOK.
Tersedia
di:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok
3. Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and
Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA, p. 16-19 Didapat
dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp
4. BMJ.
ABC
of
COPD.2006.
[Cited]
17
Maret
2011.
Didapat
dari:
Tersedia
di:
http://www.bmj.com/content/332/7552/1261.full
5. Corwin EJ 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, p. 437-8.
6. DMI.
2006.Acuan
Penanganan
PPOK
Terkini.
www.kalbe.co.id/news/seminar/acuanpenangananppokterkini
7. Drummond MB, Dasenbrook EC, Pitz MW, et all 2011. Inhaled Corticosteroids in
Patients With Stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
Journal of
36
37