Anda di halaman 1dari 19

TB PARU

Penyakit infeksi bakteri yang menular dan disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis
yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi.
Penularannya melaui droplet.

Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di
paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Kuman Tuberkulosis
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.
Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang
gelap dan lembab.

Risk Factor

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah


daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk).

HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi
sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh
seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic),
seperti tuberkulosis, maka
yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat
akan meningkat pula.

Patofisiologi
Kuman Droplet nuclei terhirup menempel pada saluran nafas menetap di
jarignan paru membentuk sarang (Ghon).
Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat masuk melalui
saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional
kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak,
ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian
paru menjadi TB milier.

Infeksi primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman tuberkulosis.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai ke alveolus dan menetap di
sana. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara
membelah diri di paru yang mengakibatkan radang dalam paru. Saluran limfe akan
membawa kuman ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut kompleks
primer. Waktu terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6
minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadi perubahan reaksi tuberkulin
dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang
masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya
respon daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman
tuberkulosis. Meskipun demikian, ada beberapa kuman menetap sebagai kuman
persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman. Akibatnya dalam beberapa bulan yang
bersangkutan akan menjadi pasien tuberkulosis. Masa inkubasi mulai dari seseorang
terinfeksi sampai menjadi sakit, membutuhkan waktu sekitar 6 bulan.

Tuberkulosis pasca primer (post primary tuberculosis)


Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru
yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

Dx:
1. Anx

Demam: biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang


panas badan dapat mencapai 40-41 C, demam hilang timbul.

Batuk, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah
timbul peradangan menjadi produktif (sputum). Keadaan lanjut dapat terjadi
batuk darah.

Sesak napas, sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltratnya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

Nyeri dada. Nyeri dada timbul bila infiltrate radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis.

Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan
(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan.

2. Pmx F
Dapat ditemukan konjungtiva anemis, demam, badan kurus, berat badan menurun.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apex paru, bila
dicurga adanya infiltrate yang luas, maka pada perkusi akan didapatkan suara
redup, auskultasi bronchial dan suara tambahan ronki basah, kasar, dan nyaring.
Tetapi bila infiltrate diliputi penebalan pleura maka suara nafas akan menjadi
vesicular melemah. Bila terdapat kavitas yang luas akan ditemukan perkusi
hipersonor atau tympani.
3. Pmx P

Pemeriksaan radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi TB. Dalam beberapa hal pemeriksaan ini lebih memberikan
keuntungan, seperti pada kasus TB anak-anak dan TB milier yang pada
pemeriksaan sputumnya hampir selalu negatif. Lokasi lesi TB umumnya di
daerah apex paru tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus
menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarangsarang pneumonia, gambaran radiologinya berupa bercak-bercak seperti awan
dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat

maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas dan disebut
tuberkuloma.
Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas dengan
penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu
bagian paru. Gambaran tuberkulosa milier terlihat berupa bercak-bercak halus
yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Pada TB yang
sudah lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus
seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan
emfisema.
Sebagaimana gambar TB paru yang sudah lanjut pada foto rontgen dada di
bawah ini:

Pemeriksaan bakteriologis
a. Sputum
Tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya
BTA positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan
dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga pemeriksaan dahak SPS
(Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut
yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. 1). Kalau
hasil rontgen mendukung tuberkulosis, maka penderita didiagnosis sebagai

penderita TB BTA positif. 2). Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka
pemeriksaan dahak SPS diulangi.
Bila ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas
(misalnya, Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak
ada perubahan, namun gejala klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan
dahak SPS. 1). Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita
tuberkulosis BTA positif. 2). Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan
pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.
Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita TB BTA
negatif rontgen positif
Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.

Diagnosis TB paru sesuai alur yang dibuat oleh Depkes RI (2006), sebagaimana bisa
dilihat di bawah ini:
Tersangka
Penderita TB
(suspek TB)
Periksa Dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu
(SPS)
Hasil BTA
+++
++ + - -

Hasil BTA
+--

Periksa Rontgen
Dada

Hasil
Mendukung
TB

Hasil BTA
---

Beri Antibiotik
Spektrum Luas

Hasil Tidak
Mendukung
TB

Tidak Ada
Perbaikan

Ada
Perbaikan

Ulangi Periksa Dahak


SPS
Penderita
Tuberkulosis BTA
Positif

Hasil BTA
---

Hasil BTA
+++
++ + - -

Periksa Rontgen Dada

Hasil
Mendukun
g TB

TB BTA
Negatif
Rontgen
Positif

Hasil
Rontgen
Negatif

Bukan
TBC,
Penyakit
Lain

Berdasarkan diagnosis di atas WHO pada tahun 1991 memberikan kriteria


pada pasien TB paru menjadi:
1) Tuberkulosis paru BTA positif.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.


1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif


Pasien yang pada pemeriksaan sputum tidak ditemukan BTA
sedikitnya pada 2 x pemeriksaan tetapi gambaran radiologis

sesuai TB aktif
Pasien yang pada pemeriksaan sputum tidak ditemukan BTA
tetapi pada biakannya positif

b. Darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit masih di
bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila penyakit
mulai sembuh, jumlah leukosit kembali ke normal dan jumlah limfosit masih
tinggi, LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain
juga didapatkan: anemia ringan dengan gambaran normokrom normositer,
gama globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun.
c. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita). Sedangkan pada dewasa tes
tuberkulin hanya untuk menyatakan apakah seorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium
patogen lainnya.
Tes tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D
(Purified Protein Derivative) secara intrakutan. Dasar tes tuberkulin ini
adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan,
akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat
limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen

tuberkulin. Cara penyuntikan tes tuberkulin dapat dilihat pada gambar di


bawah ini:

Berdasarkan indurasinya maka hasil tes mantoux dibagi dalam:


a) Indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no
sensitivity. Di sini peran antibodi humoral paling menonjol.
b) Indurasi 6-9 mm: Hasil meragukan = golongan normal sensitivity. Di
sini peran antibodi humoral masih menonjol.
c) Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif = golongan low grade sensitivity. Di
sini peran kedua antibodi seimbang.
d) Indurasi > 15 mm: Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di
sini peran antibodi seluler paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh penderita TB paru memberikan reaksi mantoux yang
positif (99,8%). Kelemahan tes ini adalah adanya positif palsu yakni pada
pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain, negatif palsu
pada pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis, anergi, penyakit
sistemik serta (Sarkoidosis, LE), penyakit eksantematous dengan panas yang
akut (morbili, cacar air, poliomielitis), reaksi hipersensitivitas menurun pada
penyakit hodgkin, pemberian obat imunosupresi, usia tua, malnutrisi, uremia,
dan penyakit keganasan. Untuk pasien dengan HIV positif, tes mantoux 5
mm, dinilai positif.

Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:


1. Tuberkulosis paru BTA positif.
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB
paru BTA negatif harus meliputi:
o Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
o Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
o Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
o Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

Klasifikasi berdasar tipe pasien :


a. Kasus Baru Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT < 1 bulan.
b. Kasus Kambuh (relaps) Pasien yang pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap.
c. Kasus Drop Out Pasien yang telah menjalani pengobatan >1 bulan dan tidak
meneruskan pengobatan sampai selesai.
d. Kasus Gagal Therapi Pasien dengan BTA (+) yang masih tetap (+) atau kembali (+)
pada akhir bulan ke V atau akhir pengobatan.
e. Kasus Kronik Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih (+) setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
f. Kasus Bekas TB Pasien riwayat OAT (+) dan saat ini dinyatakan sudah sembuh.

Tx
Prinsip pengobatan
Terdapat 2 macam aktifitas/sifat obat terhadap TB yaitu aktivitas bakterisid di mana obat
bersifat membunuh kumankuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif) dan
aktivitas sterilisasi, obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat
(metabolismenya kurang aktif). Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari kecepatan obat
tersebut membunuh/melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil
yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka
kekambuhan setelah pengobatan dihentikan. Hampir semua OAT mempunyai sifat
bakterisid kecuali Etambutol dan Tiasetazon yang hanya bersifat bakteriostatik dan masih
berperan untuk mencegah resistensi kuman terhadap obat. Rifampisin dan Pirazinamid
mempunyai aktivitas sterilisasi yang baik, sedangkan INH dan Streptomisin menempati
urutan lebih bawah.

Kemoterapi TB

Program nasional pemberantasan TB di Indonesia sudah dilaksanakan sejak tahun 1950-an.


Ada 6 macam obat esensial yang telah dipakai yaitu Isoniazid (H), Para Amino Salisilik
Asid (PAS), Streptomisin (S), Etambutol (E), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z). Sejak
tahun 1994 program pengobatan TB di Indonesia telah mengacu pada program Directly
observed Treatment Short-course (DOTS) yang didasarkan pada rekomendasi WHO,
strategi ini memasukkan pendidikan kesehatan, penyediaan OAT gratis dan pencarian
secara aktif kasus TB. Pengobatan ini memiliki 2 prinsip dasar : Pertama, terapi yang
berhasil memerlukan minimal 2 macam obat yang basilnya peka terhadap obat tersebut dan
salah satu daripadanya harus bakterisidik. Obat anti tuberkulosis mempunyai kemampuan
yang berbeda dalam mencegah terjadinya resistensi terhadap obat lainnya. Obat H dan R
merupakan obat yang paling efektif, E dan S dengan kemampuan mencegah, sedangkan Z
mempunyai efektifitas terkecil. Kedua, penyembuhan penyakit membutuhkan pengobatan
yang baik setelah perbaikan gejala klinisnya, perpanjangan lama pengobatan diperlukan
untuk mengeleminasi basil yang persisten.
Regimen pada pengobatan sekitar tahun 1950-1960 memerlukan waktu 18-24 bulan untuk
jaminan menjadi sembuh. Dengan metode DOTS pengobatan TB diberikan dalam bentuk
kombinasi dari berbagai jenis OAT, dalam jumlah yang cukup dan dosis tepat selama 6-8
bulan, supaya semua kuman dapat dibunuh. Pengobatan diberikan dalam 2 tahap, tahap
intensif dan tahap lanjutan. Pada tahap intensif penderita mendapat obat baru setiap hari
dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua jenis OAT
terutama Rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian
besar penderita tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan
intensif. Pengawasan ketat dalam tahap ini sangat penting untuk mencegah terjadinya
kekebalan obat. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit tetapi
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap ini bertujuan untuk membunuh kuman
persisten (dormant) sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Obat-obat TB dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis regimen, yaitu obat lapis pertama dan
obat lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan basil,
pengurangan basil dormant dan pencegahan resistensi. Obat-obatan lapis pertama terdiri
dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin. Obat-obatan lapis
dua mencakup Rifabutin, Ethionamid, Cycloserine, Para-Amino Salicylic acid,
Clofazimine, Aminoglycosides di luar Streptomycin dan Quinolones. Obat lapis kedua ini
dicadangkan untuk pengobatan kasus-kasus multi drug resistance. Obat tuberkulosis yang
aman diberikan pada perempuan hamil adalah Isoniazid, Rifampisin, dan Etambutol (Bahar
& Amin, 2007).

Jenis OAT lapis pertama dan sifatnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Jenis OAT

Sifat

Isoniazid (H)

Bakterisid
terkuat

Keterangan
Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam
keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang.
Mekanisme
kerjanya
adalah
menghambat cell-wall biosynthesis pathway

Rifampisin (R)

bakterisid

Rifampisin dapat membunuh kuman semi-dormant


(persistent) yang tidak dapat dibunuh oleh
Isoniazid.
Mekanisme
kerjanya
adalah
menghambat
polimerase
DNA-dependent
ribonucleic acid (RNA) M. Tuberculosis

Pirazinamid (Z)

bakterisid

Pirazinamid dapat membunuh kuman yang berada


dalam sel dengan suasana asam. Obat ini hanya
diberikan dalam 2 bulan pertama pengobatan.

Streptomisin (S)

bakterisid

obat ini adalah suatu antibiotik golongan


aminoglikosida
dan
bekerja
mencegah
pertumbuhan organisme ekstraselular.

Etambutol (E)

bakteriostatik

Regimen pengobatan (metode DOTS)


Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat mencegah
perkembangan resistensi obat, oleh karena itu WHO telah menerapkan strategi DOTS
dimana petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum
obat untuk memastikan kepatuhannya. Oleh karena itu WHO juga telah menetapkan
regimen pengobatan standar yang membagi pasien menjadi 4 kategori berbeda menurut
definisi kasus tersebut, seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini
Kategori
pengobatan
TB
I

Paduan pengobatan TB alternatif


Pasien TB

Fase awal (setiap


hari / 3 x seminggu)

Fase lanjutan

Kasus baru TB paru dahak


positif; kasus baru TB paru dahak
negatif dengan kelainan luas di
paru; kasus baru TB ekstra-

2 EHRZ (SHRZ)

6 HE

2 EHRZ (SHRZ)

4 HR

2 EHRZ (SHRZ)

4 H 3 R3

pulmonal berat
II

III

IV

Kambuh,
dahak
positif;
pengobatan gagal; pengobatan
setelah terputus

2 SHRZE / 1 HRZE

5 H3R3E3

2 SHRZE / 1 HRZE

5 HRE

Kasus baru TB paru dahak negatif


(selain dari kategori I); kasus baru
TB ekstra-pulmonal yang tidak
berat

2 HRZ atau
2H3R3Z3

6 HE

2 HRZ atau
2H3R3Z3

2 HR/4H

2 HRZ atau
2H3R3Z3

2 H3R3/4H

Kasus kronis (dahak masih positif


setelah menjalankan pengobatan
ulang)

TIDAK DIPERGUNAKAN
(merujuk ke penuntun WHO guna
pemakaian obat lini kedua yang
diawasi pada pusat-pusat spesialis)

Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program penanggulangan
tuberkulosis di Indonesia adalah (Bahar & Amin, 2007):
Kategori I: 2HRZE (S) / 6HE.
Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2HRZE (S) setiap hari selama 2 bulan
obat H, R, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif setelah 2 bulan diharapkan
menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjutan 4HR atau 4 H3 R3 atau 6
HE. Apabila sputum BTA masih positif setelah 2 bulan, fase intensif diperpanjang
dengan 4 minggu lagi tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak.
Kategori II: 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZES/1HRZE yaitu R dengan H, Z, E, setiap
hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA
menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA masih positif
pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir
bulan ke-2 sputum BTA masih positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan
dilakukan kultur sputum untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase lanjutan,
yaitu 5H3R3E3 atau 5 HRE.

Kategori III: 2HRZ/2H3R3


Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H3R3, yang dilanjutkan dengan fase
lanjutan 2HR atau 2 H3R3.
Kategori IV: Rujuk ke ahli paru atau menggunakan INH seumur hidup
Pada pasien kategori ini mungkin mengalami resistensi ganda, sputumnya harus
dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup diberikan H saja sesuai
rekomendasi WHO atau menggunakan pengobatan TB resistensi ganda (MDR-TB).
Selain 4 kategori di atas, disediakan juga paduan obat sisipan (HRZE).
Obat sisipan akan diberikan bila pasien tuberkulosis kategori I dan kategori II pada tahap
akhir intensif pengobatan (setelah melakukan pengobatan selama 2 minggu), hasil
pemeriksaan dahak/sputum masih BTA positif.

Dosis obat
Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai di Indonesia secara harian
maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien:
Jenis

Isoniazid (H)

Dosis

Rifampisin (R)

harian : 5mg/kg BB
intermiten : 10 mg/kg BB 3x seminggu
harian = intermiten : 10 mg/kgBB

Pirazinamid (Z)

harian : 25mg/kg BB
intermiten : 35 mg/kg BB 3x seminggu

Streptomisin (S)

harian = intermiten : 15 mg/kgBB


usia sampai 60 th : 0,75 gr/hari
usia > 60 th : 0,50 gr/hari

Etambutol (E)

harian : 15mg/kg BB
intermiten : 30 mg/kg BB 3x seminggu

Kombinasi obat

Pada tahun 1998 WHO dan IUATLD merekomendasikan pemakaian obat kombinasi dosis
tetap 4 obat sebagai dosis yang efektif dalam terapi TB untuk menggantikan paduan obat
tunggal sebagai bagian dari strategi DOTS. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket
dengan tujuan memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan
sampai selesai. Tersedia obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) untuk paduan OAT
kategori I dan II. Tablet OAT-KDT ini adalah kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam 1 tablet.
Dosisnya (jumlah tablet yang diminum) disesuaikan dengan berat badan pasien, paduan ini
dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien dalam 1 masa pengobatan. Dosis paduan OAT-KDT
untuk kategori I, II dan sisipan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Dosis Paduan OAT KDT Kategori I: 2(RHZE)/4(RH)3
Berat badan

Tahap Intensif tiap hari


selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)

Tahap Lanjutan 3x seminggu selama


16 minggu
RH (150/150)

30 37 kg

2 tablet 4KDT

2 tablet 4KDT

38 54 kg

3 tablet 4KDT

3 tablet 4KDT

55 70 kg

4 tablet 4KDT

4 tablet 4KDT

> 71 kg

5 tablet 4KDT

5 tablet 4KDT

Dosis Paduan OAT KDT Kategori II: 2(RHZE)S/(RHZE)/5(HR)3E3


Berat
badan

Tahap Intensif tiap hari


RHZE (150/75/400/275)
+S
Selama 58 hari

Tahap Lanjutan3x seminggu


RH (150/150) + E (400)
Selama 28 hari

Selama 2 Minggu

30 37 kg

2 tab 4KDT + 500 mg


Streptomisin inj

2 tab 4KDT

2 tab 2KDT + 2 tab


Etambutol

38 54 kg

3 tab 4KDT + 750 mg


Streptomisin inj

3 tab 4KDT

3 tab 2KDT + 3 tab


Etambutol

4 tab 4KDT

4 tab 2KDT + 4 tab


Etambutol

5 tab 4KDT

5 tab 2KDT + 5 tab


Etambutol

55 70 kg 4 tab 4KDT + 1000 mg


Streptomisin inj
> 71 kg

5 tab 4KDT + 1000 mg


Streptomisin inj

Dosis OAT untuk Sisipan


Berat Badan

Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari


RHZE (150/75/400/275)

30 37 kg

2 tablet 4KDT

38 54 kg

3 tablet 4KDT

55 70 kg

4 tablet 4KDT

71 kg

5 tablet 4KDT

Efek samping pengobatan


Dalam pemakaian OAT sering ditemukan efek samping yang mempersulit sasaran
pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan, mungkin OAT masih dapat diberikan dalam
dosis terapeutik yang kecil, tapi bila efek samping ini sangat mengganggu OAT yang
bersangkutan harus dihentikan dan pengobatan dapat diteruskan dengan OAT yang lain.
Efek samping yang dapat ditimbulkan OAT berbeda-beda pada tiap pasien, lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Pengobatan dengan OAT
Jenis Obat

Ringan

Berat

Isoniazid (H)

tanda-tanda keracunan pada


syaraf tepi, kesemutan, nyeri
otot dan gangguan kesadaran.
Kelainan yang lain menyerupai
defisiensi piridoksin (pellagra)
dan kelainan kulit yang
bervariasi antara lain gatal-gatal.

Hepatitis, ikhterus

Rifampisin (R)

gatal-gatal kemerahan kulit,


sindrom flu, sindrom perut.

Hepatitis, sindrom respirasi


yang ditandai dengan sesak
nafas, kadang disertai dengan
kolaps atau renjatan (syok),
purpura, anemia hemolitik yang
akut, gagal ginjal

Pirazinamid (Z)

Reaksi hipersensitifitas:
demam, mual dan kemerahan

Hepatitis, nyeri sendi, serangan


arthritis gout

Streptomisin (S)

Reaksi hipersensitifitas: demam,


sakit kepala, muntah dan
eritema pada kulit

Kerusakan saraf VIII yang


berkaitan dengan keseimbangan
dan pendengaran

Etambutol (E)

Gangguan penglihatan berupa


berkurangnya ketajaman
penglihatan

Buta warna untuk warna merah


dan hijau

Untuk mencegah terjadinya efek samping OAT perlu dilakukan pemeriksaan kontrol,
seperti:
a. Tes warna untuk mata, bagi pasien yang memakai Etambutol
b. Tes audiometri bagi pasien yang memakai Streptomisin
c. Pemeriksaan darah terhadap enzim hepar, bilirubin, ureum/kreatinin, darah perifer
dan asam urat (untuk pasien yang menggunakan Pirazinamid)
Hasil pengobatan tuberkulosis
World Health Organization (1993) menjelaskan bahwa hasil pengobatan penderita
tuberkulosis paru dibedakan menjadi:
a. Sembuh: bila pasien tuberkulosis kategori I dan II yang BTA nya negatif 2 kali atau
lebih secara berurutan pada sebulan sebelum akhir pengobatannya.
b. Pengobatan lengkap: pasien yang telah melakukan pengobatan sesuai jadwal yaitu
selama 6 bulan tanpa ada follow up laboratorium atau hanya 1 kali follow up dengan
hasil BTA negatif pada 2 bulan terakhir pengobatan.
c. Gagal: pasien tuberkulosis yang BTA-nya masih positif pada 2 bulan dan seterusnya
sebelum akhir pengobatan atau BTAnya masih positif pada akhir pengobatan.
Pasien putus berobat lebih dari 2 bulan sebelum bulan ke-5 dan BTA terkhir masih
positif.
Pasien tuberkulosis kategori II yang BTA menjadi positif pada bulan ke-2 dari
pengobatan.

d. Putus berobat/defaulter: pasien TB yang tidak kembali berobat lebih dari 2 bulan
sebelum bulan ke-5 dimana BTA terakhir telah negatif.
e. Meninggal: penderita TB yang meninggal selama pengobatan tanpa melihat sebab
kematiannya.
Evaluasi pengobatan
Terdapat beberapa metode yang bisa digunakan untuk evaluasai pengobatan TB paru :
a. Klinis: biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya 2 minggu
selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Secara
klinis hendaknya terdapat perbaikan keluhan-keluhan pasien seperti batuk berkurang,
batuk darah hilang, nafsu makan bertambah, berat badan meningkat dll.
b. Bakteriologis: biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi
negatif. Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan. WHO (1991)
menganjurkan kontrol sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4 dan
6. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih positif
setelah tahap intensif dan pada awal terapi bagi pasien yang mendapatkan
pengobatan ulang (retreatment). Bila sudah negatif, sputum BTA tetap diperiksakan
sedikitnya sampai 3 kali berturut-turut. Bila BTA positif pada 3 kali pemeriksaan
biakan (3 bulan), maka pasien yang sebelumnya telah sembuh mulai kambuh lagi.
c. Radiologis: bila fasilitas memungkinkan foto kontrol dapat dibuat pada akhir
pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul kasus
kambuh. Jika keluhan pasien tidak berkurang (misalnya tetap batuk-batuk), dengan
pemeriksaan radiologis dapat dilihat keadaan TB parunya atau adakah penyakit lain
yang menyertainya. Karena perubahan gambar radiologis tidak secepat perubahan
bakteriologis, evaluasi foto dada dilakukan setiap 3 bulan sekali.

Komplikasi

Komplikasi dini pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Pancets


arthropathy

Komplikasi lanjut Obstruksi jalan napas SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca


Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada
TB milier dan kavitas TB.

Anda mungkin juga menyukai

  • Cushing Syndrome 3b
    Cushing Syndrome 3b
    Dokumen11 halaman
    Cushing Syndrome 3b
    Cak Dikkin Scoopy Doo
    Belum ada peringkat
  • Horde Olum
    Horde Olum
    Dokumen3 halaman
    Horde Olum
    Cak Dikkin Scoopy Doo
    Belum ada peringkat
  • TRIKIASIS
    TRIKIASIS
    Dokumen10 halaman
    TRIKIASIS
    Cak Dikkin Scoopy Doo
    Belum ada peringkat
  • MILIARIA
    MILIARIA
    Dokumen4 halaman
    MILIARIA
    Cak Dikkin Scoopy Doo
    Belum ada peringkat
  • Acne
    Acne
    Dokumen7 halaman
    Acne
    Cak Dikkin Scoopy Doo
    Belum ada peringkat
  • Morning Report Yz
    Morning Report Yz
    Dokumen22 halaman
    Morning Report Yz
    Cak Dikkin Scoopy Doo
    Belum ada peringkat