Anda di halaman 1dari 3

Abad ke-21 menampilkan wajahnya dengan pekembangan teknologi yang sangat

pesat. Manusia dibuat nyaman dan mudah dalam melakukan aktifitas


kesehariannya, surfing/browsing, traveling, mengajar, hiburan, memasak,
komunikasi, dan lain sebagainya. Tetapi perkembangan teknologi ini nampaknya
tidak dibarengi perilaku pelestarian terhadap lingkungan dan kesehatan.
Pemanasan global, penebangan hutan liar, punahnya spesies flora fauna, timbulnya
penyakit-penyakit yang aneh dan berbahaya hingga pencemaran alam menjadi
konsumsi informasi sehari-hari di berbagai media cetak maupun elektronik. Hal ini
tentu saja sangat ironis disaat kita selalu dimanjakan dengan berbagai kemudahankemudahan dari perkembangan teknologi.
Salah satu dampak negatif dari perkembangan teknologi yang semakin
memanjakan para penggunanya adalah seringkali bahkan tidak pernah kita sebagai
pengguna memperdulikan bahan-bahan apa yang dipakai pada produk yang kita
gunakan sehari-hari dan seberapa jauh dampak yang dapat ditimbulkannya. Banyak
sekali barang-barang elektronika, rumah tangga, mainan anak-anak dan lain
sebagainya yang langsung bersentuhan dengan kulit, mulut ataupun terhirup
dengan alat pernafasan. Mungkin kita tidak pernah tahu apakah ada kandungan zat
berbahaya atau tidak dalam produk-produk tersebut. Memang sangatlah sulit bagi
kita untuk mengetahuinya. Sebenarnya, ada cara sederhana yang bisa membantu
apakah peralatan tersebut aman atau tidak untuk kita gunakan. Cobalah amati
dengan seksama pada label maupun permukaan produk atau peralatan yang kita
gunakan, dan pastikan ada tulisan yang menunjukan kata RoHS. Mungkin sebagian
dari anda bertanya-tanya, apakah itu RoHS? Apa hubungannya dengan keamanan
dari produk atau peralatan?
Secara bahasa RoHS merupakan singkatan dari Restriction of the use of certain
Hazardous Substances yaitu sebuah perlarangan atau pembatasan penggunaan
beberapa zat atau bahan berbahaya. Isu tentang penggunaan zat-zat berbahaya
sebenarnya sudah ramai dibicarakan oleh negara-negara Uni Eropa, hal ini terkait
dengan banyaknya penyakit yang timbul dan pencemaran lingkungan oleh limbahlimbang peralatan elektronik dan listrik. Sehingga pada tanggal 27 Januari 2003
parlemen Uni Eropa mengeluarkan kebijakan tentang RoHS yang ditulis dalam
DIRECTIVE 2002/95/EC dan tentang penanganan limbah peralatan elektronik dan
listrik atau WEEE (Waste from Electrical and Electronic Equipment) dalam DIRECTIVE
2002/96/EC. Kebijakan-kebijakan tersebut memiliki tujuan melindungi kesehatan
manusia dan lingkungan dan menata ulang pemakaian zat-zat berbahaya dalam
produk elektronik dan listrik. Kebijakan itu sendiri mengatur tentang pelarangan
penggunaan zat-zat berbahaya diawal siklus produk dalam produk elektronik dan
listrik.
Pernyataan diawal siklus produk memiliki makna bahwa penerapan kebijakan
RoHS Compliance dilakukan mulai dari tahapan perencanaan desain produk. Perlu
diketahui bahwa secara umum untuk memproduksi suatu jenis produk, misalnya:

Notebook (laptop), printer, flashdisk, dan lain sebaginya akan melalui tahapan
proses perencanaan desain produk yang meliputi: pemilihan material, penentuan
dimensi produk, standar proses manufaktur, studi kelayakan dan lain sebagainya.
Setelah melalui tahapan-tahapan tersebut, kemudian dilakukan uji coba produk
untuk dilakukan IPQ (Initial Part Qualifying) yaitu pengukuran 100% dimensi
berdasarkan drawing serta pengecekan kelengkapan dokumen yang diperlukan
sebelum masuk ke tahapan pre-production dan mass production. Setelah
dikeluarkannya kebijakan RoHS Compliance, tahapan pemilihan material merupakan
tahapan prioritas utama sebelum masuk ke tahapan produksi.
Pada DIRECTIVE 2002/95/EC article 4.1 menyatakan bahwa mulai tanggal 1 Juli
2006 seluruh peralatan elektronik dan listrik baru yang beredar di pasar Eropa
harus terbebas dari kandungan zat-zat berbahaya (RoHS). Zat-zat berbahaya yang
dimaksud dengan RoHS (atau di Indonesia dikenal dengan logam berat )
sebagaimana yang tertulis dalam directive tersebut antara lain: Lead/Timbal (Pb),
Cadmium (Cd), Mercury/Air Raksa (Hg), Hexavalent Chromium (Cr(VI)),
Polybrominated Biphenyls (PBB), dan Polybrominated Diphenyls Ethers (PBDE).
Tetapi kebijakan ini mendapatkan reaksi keras dari kalangan industri yang selalu
mengekspor peralatannya ke Uni Eropa karena tidak mungkin menghilangkan 100%
penggunaan zat-zat tersebut, sehingga pada tanggal 19 Agustus 2005 dilakukan
amandemen terhadap kebijakan tersebut. Kebijakan yang baru menetapkan batas
nilai konsentrasi maksimum yang diperbolehkan untuk Pb, Hg, Cr(VI), PBB, dan
PBDE adalah 1000 ppm, sedangkan Cd 100 ppm.
Pelarangan penggunaan zat-zat berbahaya dalam produk elekronik dan listrik
secara berlebih bukan hanya berdasarkan dampak pada perusakan lingkungan saja
terlebih dikarenakan banyak penyakit berbahaya yang muncul karena tubuh
manusia terkontaminasi dengan zat-zat tersebut. Penyakit-penyakit yang bisa
timbul diantaranya: kanker, ginjal, kerusakan jaringan tubuh secara permanent,
iritasi usus, hati, kerusakan saluran metabolik, hipertensi darah, hiperaktif,
kerusakan otak, lumbago, kerusakan tulang karena tulang menjadi lunak dan
keracunan kronis.
Melihat banyak sekali penyakit-penyakit berbahaya yang timbul akibat
terkontaminasinya tubuh dengan zat-zat berbahaya tersebut, maka kebijakan yang
tertulis dalam DIRECTIVE 2002/96/EC tentang WEEE mengkatagorikan apa saja
produk-produk elektronik dan listrik yang harus memenuhi ketentuan RoHS. Produkproduk tersebut antara lain: peralatan besar dan kecil rumah tangga (House hold),
telekomunikasi dan teknologi informasi, peralatan hiburan, penerangan, perkakas
listrik dan elektronik, peralatan olah raga, mainan anak-anak, dan dispenser
otomatis.
Batam sebagai salah satu pulau yang memiliki kawasan industri terbanyak dan
terbesar di Indonesia memiliki kepentingan dalam memfasilitasi kebutuhan industri

dalam pengujian RoHS dan mensosialisasikan besarnya dampak penggunaan alat


yang belum lolos uji ini terhadap kesehatan. Kepentingan ini juga dilatarbelakangi
bukan saja karena banyak produk-produk yang dipersyaratkan RoHS diproduksi di
Batam tetapi lebih dikarenakan mulai banyaknya negara-negara yang mengadopsi
kebijakan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa tersebut, diantaranya Jepang, Cina,
Korea, Amerika dan lain sebaginya. Dengan semakin banyaknya negara-negara
yang mengadopsi kebijakan ini, berdampak pada semakin banyak industri di Batam
mulai melakukan dan memprioritaskan pengujian RoHS terhadap produk-produknya.
Selama ini, sebagian besar dari industri di Batam selalu melakukan pengujian RoHS
ke Singapura dan Malaysia mengingat belum adanya laboratorium pengujian ini di
Batam. Untuk memfasilitasi agar mereka tidak melakukan pengujiannya ke luar
negeri sehingga bisa menekan biaya pengujian, Departemen Perindustrian Republik
Indonesia bekerjasama dengan Otorita Batam dan Politeknik Batam mendirikan
sebuah laboratorium pengujian RoHS yang berlokasi di Politeknik Batam. Untuk
kepentingan pengujian ini, sejumlah peralatan analisis dibutuhkan antara lain: XRay Fluorescence (XRF), Atomic Absorption Spectrometer (AAS), Gas
Chromatography/Mass Spectrometer (GC/MS), dan Ultra Violet/Visible
Spectrophotometer (UV/VIS). Alat-alat tersebut bisa digunakan untuk menguji
secara kualitatif dan kuantitatif terhadap zat-zat yang terkandung dalam material
produk/komponen yang dibuat.
Indonesia sendiri dan beberapa negara Asia Pasifik baru membicarakan tentang
RoHS pada tanggal 10 13 Agustus 2008 dalam konferensi APEC di Cusco Peru.
Salah satu hasil dari konferensi tersebut adalah kemungkinan pemanfaatan
directive Uni Eropa tentang pemberlakuan RoHS Compilant terhadap produk-produk
elektronik dan listrik yang beredar di Indonesia dan negara-negara Asia Pasifik
lainnya. Uji coba kebijakan ini efektif akan dilaksanakan pada tahun 2010 2012.
Mengingat Indonesia baru akan memberlakukan kebijakan RoHS pada tahun 2010,
sehingga belum ada standar pengujian SNI yang dikeluarkan oleh BSN tentang
pengujian RoHS, maka standar pengujiannya mengikuti standar yang dikeluarkan
oleh IEC (International Electrotechnical Commission) dengan IEC 62321 tentang
pengujian RoHS. Produk atau peralatan yang sudah lolos dalam pengujian ini akan
memiliki label lolos uji. Berikut ini contoh label-label yang digunakan oleh
peralatan/produk yang sudah lolos uji RoHS:

Gambar 1 -5. Contoh label lolos uji RoHS

Anda mungkin juga menyukai