sekarat. Dia sudah tidak sadarkan diri 5 hari, dan tergantung dalam
mesin ventilator untuk pernafasannya dan obat penguat jantung
supaya tetap berdenyut dengan tekanan darah stabil.
Keluarga sudah pasrah dan merasa kasihan si pasien
menanggung derita, apalagi si dokter menyebutkan harapan sembuh
tidak ada lagi, tinggal menunggu si pasien tidak bereaksi lagi terhadap
obat-obatan, maka dia akan meninggal.
Keluarga besar melakukan rapat dan bersepakat meminta si
dokter menghentikan semua obat-obatan penunjang kehidupan,
apalagi pengacara dari asuransi kesehatan si pasien mulai intervensi
meminta si dokter menghentikan upaya pengobatan, karena dianggap
sudah pada tahap mubazir (biaya di ICU untuk kasus seperti ini ratarata 20 juta sehari) dan asuransi kesehatan tersebut mengecam akan
menuntut si dokter jika pengobatan tetap dilanjutkan, padahal jelasjelas tidak ada gunanya lagi.
Jadi si dokter, keluarga dan dibawah petunjuk pengacara pun
membuat semacam surat keterangan persetujuan penghentian semua
upaya pengobatan pada si pasien.
Namun, sebelum MoU itu ditandatangani, datanglah pengacara
lain dari asuransi jiwa si pasien. Mereka keberatan upaya pengobatan
dihentikan, karena si pasien belum tentu mau mati dan selalu mungkin
ada mukzizat dimana si pasien sembuh lagi. Jika pengobatan
dihentikan dan si pasien mati, asuransi jiwa itu akan menuntut si
dokter dan keluarga dengan pidana dan akan menolak membayar
asuransi kematian, karena kematian pasien dianggap sengaja/dibunuh.
Untung si dokter ikut asuransi malpraktek, dia tinggal
menghubungi pengacaranya saja supaya kedua ancaman tuntutan
tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Akhirnya ke 3 pengacara
tersebut saling tuntut menuntut di pengadilan untuk mempertahankan
kepentingan asuransi mereka, si dokter tetap tenang praktek seperti
biasa, si pasien tetap tenag koma.
Dasar Hukum :
1. Asuransi Hukum Asuransi Komersial
Wetboek/Kitab
Undang-Undang
Hukum
Perdata