Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
I.

LATAR BELAKANG
Asuransi kesehatan di Indonesia merupakan hal yang relatif baru
bagi kebanyakan penduduk Indonesia karena istilah asuransi kesehatan
belum menjadi perbendaharaan kata umum. Pemahaman tentang asuransi
kesehatan masih sangat beragam sehingga tidak heran -misalnya di masa
lampau- banyak orang yang menyatakan bahwa Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat (JPKM) bukanlah asuransi kesehatanhanya
karena namanya memang sengaja dipilih tidak menggunakan kata-kata
asuransi. Pada pembahasan sejarah asuransi kesehatan, harus disepakati
terlebih dahulu batasan asuransi kesehatan. Di banyak buku teks asuransi,
asuransi kesehatan mencakup produk asuransi kesehatan sosial maupun
komersial. Asuransi kesehatan sosial adalah asuransi yang wajib diikuti
oleh seluruh atau sebagian penduduk (misalnya pegawai), premi atau
iurannya bukan nilai nominal tetapi prosentase upah yang wajib
dibayarkan,

dan

manfaat

asuransi

(benefit)

ditetapkan

peraturan

perundangan dan sama untuk semua peserta. Sedangkan asuransi


kesehatan komersial adalah asuransi yang dijual oleh perusahaan atau
badan asuransi lain, sifat kepesertaannya sukarela, tergantung kesediaan
orang atau perusahaan untuk membeli dan preminya ditetapkan dalam
bentuk nominal sesuai manfaat asuransi yang ditawarkan. Karena itu
premi dan manfaat asuransi kesehatan komersial sangat variasi dan tidak
sama untuk setiap peserta. Domain asuransi kesehatan mencakup berbagai
program atau produk asuransi yaitu penggantian uang atau pemberian
pelayanan kesehatan, yang disebabkan oleh penyakit, kecelakaan kerja,
kecelakaan diri selain kecelakaan kerja, penggantian penghasilan yang
hilang akibat menderita penyakit atau mengalami kecelakaan. Tampak
bahwa obyek asuransi kesehatan sangat luas.

II.

III.

RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu asuransi?
2. Bagaimana sejarah asuransi?
3. Apa saja jenis-jenis asuransi?
4. Bagaimana unsur dari asuransi itu sendiri?
5. Apa tujuan dari asuransi?
6. Sampai kapan berlakunya asuransi?
7. Apa prinsip dasar dari asuransi?
8. Bagaimana bila asuransi di tinjau dari aspek medikolegal?
9. Bagaimana dengan BPJS danSJSN?
TUJUAN
Tujuan Umum:
Mengetahui tentang asuransi kesehatan di Indonesia
Tujuan Khusus:

IV.

Mengetahui sejarah asuransi kesehatan.


Mengetahui jenis-jenis Asuransi.
Mengetahui unsur asuransi.
Mengetahui tujuan asuransi kesehatan.
Mengetahui berlakunya asuransi.
Mengetahui prinsip dasar asuransi.
Mengetahui aspek medikolegal asuransi.
MANFAAT
Referat ini diharapkan dapat menjadikan salah satu sumber referensi untuk
lebih mengenal dan memahami tentang asuransi kesehatan di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

I. ASURANSI KESEHATAN

A. Definisi
Health Insurance : The payment for the excepted costs of a group
resulting from medical utilization based on the except ed expense
incurred by the group. The payment can be based on community or

1)

experience rating.1
Definisi di atas ada beberapa kata kunci yaitu :
Ada pembayaran, yang dalam istilah ekonomi ada suatu transaksi

dengan pengeluaran sejumlah uang yang disebut premi.


2)
Ada biaya, yang diharapkan harus dikeluarkan karena penggunaan
pelayanan medik.
3)
Pelayanan medik tersebut didas arkan pada bencana yang mungkin
terjadi yaitu sakit.
Keadaan sakit merupakan sesuatu yang tidak pasti (uncertainty), tidak
teratur dan mungkin jarang terjadi. Tetapi bila peristiwa tersebut benarbenar terjadi, implikasi biaya pengobatan dapat demikian besar dan
membebani

ekonomi rumah

tangga.

Kejadian

sakit

yang

mengakibatkan bencana ekonomi bagi pasien atau keluarganya biasa


disebut catastrophic illness. 2
Menurut Pasal 246 KUHD/WvK, Asuransi adalah Perjanjiandengan
mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin
dideritanya akibat dari suatu evenement (peristiwa tidak pasti). UU Nomor
2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuaransian (UU Asuransi), 11 Pebruari
1992, Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Berdasarkan definisi tersebut

di atas, maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian dimana harus


dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun
dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat
untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH
Perdata. Pasal 1774 KUH Perdata Suatu persetujuan untunguntungan
(kansovereenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai
untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak,
bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Jadi asuransi adalah
sebuah perjanjian yang bersifat untung-untungan.
B.

SEJARAH
Perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia berjalan sangat lambat
dibandingkan dengan perkembangan asuransi kesehatan di beberapa
negara tetangga di ASEAN. Penelitian yang seksama tentang fakto yang
mempengaruhi perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia tidak cukup
tersedia. Secara teoritis beberapa faktor penting dapat dikemukakan
sebagai penyebabkan lambatnya pertumbuhan asuransi kesehatan di
Indonesia, diantaranya deman (demand) dan pendapatan penduduk yang
rendah, terbatasnya jumlah perusahaan asuransi, dan buruknya kualitas
fasilitas pelayanan kesehatan serta tidak adanya kepastian hukum di
Indonesia. Penduduk Indonesia pada umumnya merupakan risk taker
untuk kesehatan dan kematian. Sakit dan mati dalam kehidupan
masyarakat Indonesia yang religius merupakan takdir Tuhan dan
karenanya banyak anggapan yang tumbuh di kalangan masyarakat
Indonesia bahwa membeli asuransi berkaitan sama dengan menentang
takdir. Hal ini menyebabkan rendahnya kesadaran penduduk untuk
membeli atau mempunyai asuransi kesehatan. Selanjutnya, keadaan
ekonomi penduduk Indonesia yang sejak merdeka sampai saat ini masih
mempunyai pendapatan per kapita sekitar $ 1.000 AS per tahun, sehingga
tidak memungkinkan penduduk Indonesia menyisihkan dana untuk
membeli asuransi kesehatan maupun jiwa. Rendahnya deman dan daya
beli tersebut mengakibatkan tidak banyak perusahaan asuransi yang

menawarkan produk asuransi kesehatan. Selain itu, fasilitas kesehatan


sebagai faktor yang sangat penting untuk mendukung terlaksananya
asuransi kesehatan juga tidak berkembang secara baik dan distribusinya
merata. Sedangkan dari sisi regulasi, Pemerintah Indonesia relatif lambat
memperkenalkan konsep asuransi kepada masyarakat melalui kemudahan
perijinan

dan

kapastian

hukum

dalam

berbisnis

asuransi

atau

mengembangkan asuransi kesehatan sosial bagi masyarakat luas.


C. Jenis-jenis asuransi
1. Secara umum asuransi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
a. Asuransi Sosial
Asuransi social adalah asuransi yang diselenggarakan atau diatur
oleh pemerintah yang melindungi golongan ekonomi lemah dan
menjamin keadilan yang merata (equity).Keikutsertaan peserta atau
nasabah asuransi sosial adalah timbul secara wajib. Umumnya
keikutsertaan ini diwajibkan oleh Undang-Undang. Contoh dari
asuransi sosial adalah Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) yang
mana keikutsertaan dari pekerja terhadap asuransi ini adalah wajib ,
selain itu juga terdapat Asuransi Kesehatan (ASKES) yang
keiikutsertaannya adalah wajib bagi pegawai negeri sipil (PNS)
baik yang masih aktif ataupun yang telah purna tugas. Dalam
asuransi sosial, manfaat jaminan ditetapkan oleh UU reatif sama
bagiseluruh

peserta,

dengan

tujuan

pemenuhan

kebutuhan

anggotanya. Jumlah premi asuransi sosial ditetapkan oleh peraturan


sesuai dengan jumlah upah atau pendapatan yaitu Equity Egaliter.
Equity

Egaliter

merupakan

seseorang

harus

mendapatkan

pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis yang ada pada


dirinya, tetapi membayar sesuai dengan kemampuan ekonominya,
Equity Egaliter cocok untuk asuransi di bidang kesehatan.
1) Keuntungan asuransi sosial
a) Pemenuhan kebutuhan unik seseorang.
b) Merangsang pertumbuhan perdagangan atau ekonomi
c) Kepuasan peserta relatif lebih tinggi

d) Produk akan sangat beragam sehinggam memberikan


pilihan bagi konsumen.
2) Kelemahan asuransi sosial
a) Pool relatif kecil
b) Produk sangat beragam dan manajemen kompleks.
c) Menyediakan Equity Liberter
d) Biaya administrasi tinggi
e) Tidak mungkin mencapai cakupan universal
f) Secara makro tidak efesien
b. Asuransi Komersial
Asuransi Komersial yaitu asuransi yang mana keikutsertaan dari
pesertanya adalah bersifat sukarela atau tidak wajib , keikutsertaan
dari peserta asuransi komersial sepenuhnya adalah kehendak dari
peserta itu sendiri. Asuransi jenis ini secara umum dapat dibagi lagi
menjadi dua bagian , yang pertama adalah asuransi kerugian yang
pada intinya mengalihkan risiko atas kerugian seorang tertanggung
pada penanggung atas kepemilikkan barang, bisa rumah, kendaraan
ataupun barang. Sedang yang kedua adalah asuransi sejumlah uang,
asuransi ini lebih kepada hal yang berhubungan dengan risiko yang
mungkin terjadi dengan kesehatan ataupun jiwa.
Jadi asuransi komersial dimulai dari penyusunan paket yang
diperkirakan diminati pembeli, lalu dilakukan perhitungan premi
untuk dijual. Di Indonesia paket-paket yang dijual sangat bervariasi
dari yang hanya menjamin penyakit tertentu seperti penyakit
kanker atau gagalginjal.Asuransi ini memfasilitasi equity liberter
(You get what you pay for).Pada polis asuransi perorangan ada
peraturan tentang polis non cancellable, yaitu perusahaan asuransi
tidak boleh menghentikan/membatalkan polis bahkan menaikan
premi jika seorang peserta menderita suatu penyakit kronis.
Prinsip umum asuransi sosial ditegaskan dalam Undang-undang Nomor
40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional,yakni sebagai
berikut:
1) kegotong-royongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan
sakit, yang tua dan muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah;
2) kepesertaaan yang bersifat wajib dan tidak selektif;

3) iuran berdasarkan persentase upah//penghasilan;


4) bersifat nirlaba
5) prinsip ekuitas yang berarti kesamaan dalam memperoleh pelayanan
sesuai dengan kebutuhan medisnya yang tidak terikat dengan
besaran iuran yang telah dibayarkannya.

Perbedaan prinsip asuransi sosial dan asuransi komersial

D. Unsur Asuransi
Asuransi harus mencakup unsur-unsur berikut ini:
1. Penanggung dan tertanggung, atau disebut juga sebagai Subjek
Hukum
2. Persetujuan antara si penanggung dan tertanggung
3. Benda asuransi dan kepentingan si tertanggung
4. Tujuan
5. Premi dan resiko
6. Peristiwa yang tidak pasti dan ganti rug
7. Syarat-syarat
8. Polis asuransi.
E. Tujuan Asuransi
1. Pengalihan Risiko
Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko
yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar
sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula
risiko beralih kepada penanggung.
2. Pembayaran Ganti KerugianJika suatu ketika sungguhsungguh terjadi
peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian),
maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya
seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam prakteknya kerugian yang
timbul itu dapat bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa

kerugian total (total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan


asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang
sungguh-sungguh diderita.
F. Berlakunya Asuransi
Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada saat
ditutupnya asuransiwalaupun polis belum diterbitkan. Penutupan asuransi
dalam

prakteknya

dibuktikan

dengan

disetujuinya

aplikasi

atau

ditandatanganinya kontrak sementara (cover note) dan dibayarnya premi.


Selanjutnya sesuai ketentuan perundangan-undangan yang berlaku,
penanggung atau perusahaan asuransi wajib menerbitkan polis asuransi
(Pasal 255 KUHD/WvK).
G. Prinsip Dasar Asuransi
Ada 6 prinsip dasar asuransi yang melandasi hukum Asuransi yang
perlu diketahui oleh para pengguna asuransi ataupun perusahaan penyedia
asuransi:
1. Insurable Interest adalah hak pertanggungan yang muncul dari
hubungan keuangan dan diakui oleh hukum.
2. Utmost good faith memaksudkan segala sesuatu yang dipertanggungkan
yang harus diungkapkan secara detil dan lengkap. Oleh karena itu, kedua
belah pihak harus jujur mengenai objek yang dipertanggungkan.
3. Proximate cause adalah kejadian yang tidak terduga yang
menyebabkan kerugian, tentu tanpa adanya intervensi yang menyebabkan
kerugian tersebut.
4. Indemnity adalah tanggung jawab penanggung untuk mengembalikan
posisi finansial si tertanggung ke posisi semula sebelum terjadi kerugian.
5. Subrogation adalah hak tuntut yang dimiliki oleh tertanggung kepada si
penanggung, atau sering disebut sebagai 'klaim'.
6. Contribution adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung
lainnya untuk kerja sama.
H. Hukum Asuransi tentang Premi dan Polis

Dalam Hukum Asuransi dikenal kata premi dan polis, yakni


dimana premi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh si tertanggung
sebagai imbalan jasa si penanggung. Sementara, polis adalah akta atau
perjanjian antara si penanggung dan tertanggung.
I. Hukum Asuransi tentang Resiko dan Evenement
Dalam hukum Asuransi dikenal istilah resiko dan evenement yang
adalah peristiwa yang terjadi di luar kekuasaan manusia yang bisa terjadi
secara tidak terduga dan hasilnya kerugian. Oleh karena itu, perusahaan
Asuransi menggunakan ilmu aktuaria yang berdasarkan pada statistik dan
probabilitas, namun harus berlandaskan pada Hukum Asuransi.
J. ASPEK MEDIKOLEGAL
Hukum asuransi di Indonesia dibawa oleh Pemerintah Kolonial
Belanda yang tertuang dalam kodifikasi Wetboek Van Koophandel (Kitab
Undang Undang Hukum Dagang). Dalam WvK/KUHD diatur tentang
Asuransi Komersial. Lebih lanjut tentang Usaha Perasuransian diatur
dalam UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuaransian (UU
Asuransi), 11 Pebruari 1992, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 13. Kini, seiring dengan perkembangan zaman, yaitu :
1.

Penjelasan Pasal 3 UU Nomor 2 Tahun 1992 menyatakan :


...selain pengelompokan jenis usaha, usaha asuransi dapat pula dibagi
berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu yang bersifat sosial dan yang bersifat komersial...

2.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam TAP

Nomor X/MPR/2001 menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan


Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh
dan terpadu.
3.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal

28H ayat (3), hasil amandemen kedua 18 Agustus 2000, yang menyatakan:
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat; dan

4.

Pasal 34 ayat (2), hasil amandemen keempat 11 Agustus 2002, yang

menyatakan : Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh


rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan; maka dI Indonesia selain Asuransi Komersial,
dikenal juga dengan Asuransi Sosial/Jaminan Sosial. Dengan demikian prinsipprinsip hukum asuransi komersial (Lex generalis) juga berlaku bagi asuransi
sosial (lex specialis), sepanjang tidak diatur lain oleh peraturan di lingkungan
asuransi sosial/jaminan sosial.
1) ASPEK HUKUM ASURANSI KOMERSIAL
Asuransi komersial diatur dalam :
a) Burgerlijk

Wetboek/Kitab

Undang-Undang

Hukum

Perdata

(Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23);


b) Wetboek Van Koophandel/Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23, sebagaimana telah beberapa kali
dirubah, terakhir dengan UU Nomor 4 Tahun 1971 Tentang
Perubahan Dan Penambahan Atas Ketentuan Pasal 54 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (Lembaran Negara Tahun 1971
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara 2959);
c) Undang Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian;
d) Penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang terdapat di Peraturan
Pemerintah No. 73 Tahun 1992;
e) Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1999 yang berisikan tentang
perubahan Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992;
f) KMK No. 426/KMK/2003 yang berisi tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;
g) KMK No. 425/KMK/2003 yang berisi tentang Perizinan dan
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi;
h) KMK No. 423/KMK/2003 yang berisi tentang Pemeriksaan
Perusahaan Perasuransian
2) ASPEK HUKUM ASURANSI SOSIAL

a) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan


Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4456);
b) UU RI Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5256);
c) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013
Tentang Jaminan Kesehatan;
d) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2013
Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan;
e) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 Tahun 2013
Tentang Pelayanan Kesehatan Tertentu;
f) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun
2013 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Dan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan;
g) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun
2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan
Nasional;
Pasal 246 KUHD/WvK dan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 2 Tahun
1992 Tentang Usaha Perasuaransian (UU Asuransi) Asuransi
adalah perjanjian, sedangkan berdasarkan UU Nomor 40 Tahun
2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 19 ayat (1)
yang menyatakan : Jaminan kesehatan diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas;
Sedangkan Penjelasannya menyatakan : Prinsip asuransi sosial
meliputi:
1. kegotongroyongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan
sakit, yang tua dan muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah;

2. kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif;


3. iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan;
4. bersifat nirlaba.
ASPEK PIDANA ASURANSI
Dalam sistem hukum pidana di Indonesia dikenal asas legalitas yang
tercantum pada Pasal 1 KUHP, yaitu : Suatu perbuatan tidak dapat dipidana,
kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah
ada lebih dahulu (Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege) Maka ada
tidaknya aspek pidana di dalam perasuransian harus dikembalikan kepada UU
yang mengaturnya.
1. UU Nomor 2 Tahun 1992 Pasal 21 :
(1) Barang siapa menjalankan atau menyuruh menjalankan kegiatan usaha
perasuransian tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, diancam
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa menggelapkan premi asuransi diancam dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000
(dua milyar lima ratus juta rupiah).
(3) Barang siapa menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan atau
mengagunkan tanpa hak, kekayaan Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan
Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000,(dua milyar lima ratus juta rupiah).
(4) Barang siapa menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan, atau menjual
kembali kekayaan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang
diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa barang- barang tersebut adalah
kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau
Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

(5) Barang siapa secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan pemalsuan


atas dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau
Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta
rupiah). Pasal 22 Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21, terhadap perusahaan perasuransian yang tidak
memenuhi ketentuan Undangundang ini dan peraturan pelaksanaannya dapat
dikenakan sanksi administratip, ganti rugi, atau denda, yang ketentuannya lebih
lanjut akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 23 Tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 adalah kejahatan. Pasal 24 Dalam hal
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan oleh atau atas
nama suatau badan hukum atau badan usaha yang bukan merupakan badan
hukum, maka tuntutan pidana dilakukan terhadap badan tersebut atau terhadap
mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana itu atau yang
bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak pidana itu maupun terhadap
kedua-duanya.
SJSN-BPJS
a. Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN ternyata tidak diketemukan tentang
KETENTUAN PIDANA.
b. Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS diketemukan tentang KETENTUAN
PIDANA, yaitu:
(1) Pasal 54
Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar larangan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf g, huruf h, huruf i, huruf j,
huruf k, huruf l, atau huruf m dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah). Pasal 52 huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, atau huruf m
adalah larangan :

g. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan dihapuskannya


suatu laporan dalam buku catatan atau dalam laporan, dokumen atau laporan
kegiatan usaha, atau laporan transaksi BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial;
h. menyalahgunakan dan/atau menggelapkan aset BPJS dan/atau Dana Jaminan
Sosial;
i. melakukan subsidi silang antarprogram;
j. menempatkan investasi aset BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial pada jenis
investasi yang tidak terdaftar pada Peraturan Pemerintah;
k. menanamkan investasi kecuali surat berharga tertentu dan/atau investasi
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan sosial;
l. membuat atau menyebabkan adanya suatu laporan palsu dalam buku catatan
atau dalam laporan, atau dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau
laporan transaksi BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial; dan/atau
m. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan
adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, atau dalam
dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau merusak catatan
pembukuan BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial.
(2) Pasal 55
Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 19 ayat (1) dan (2) : (1) Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi
beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS. (2) Pemberi
Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya
kepada BPJS.
(3) UU Nomor 20 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena
aset BPJS adalah aset negara (walau sudah dipisahkan) berdasarkan Pasal 41 UU
24 Tahun 2011 :
Pasal 41 (1) Aset BPJS bersumber dari:
a. modal awal dari Pemerintah, yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan
dan tidak terbagi atas saham;

b. hasil pengalihan aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan


program jaminan sosial;
c. hasil pengembangan aset BPJS;
d. dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial; dan/atau
e. sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 42
UU 24 Tahun 2011 Tentang BPJS : Modal awal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
ditetapkan masing-masing paling banyak Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun
rupiah) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


1) Tenggang waktu membayar Klaim oleh BPJS
Pasal 24 UU 40 Tahun 2004
(2) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membayar fasilitas kesehatan alas
pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak
permintaan pembayaran diterima.
Penjelasan Pasal 24 Ayat (2) Ketentuan ini menghendaki agar Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial membayar fasilitas kesehatan secara efektif dan
efisien. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dapat memberikan anggaran tertentu
kepada suatu rumah sakit di suatu daerah untuk melayani sejumlah peserta atau
membayar sejumlah tetap tertentu per kapita per bulan (kapitasi). Anggaran
tersebut sudah mencakup jasa medis, biaya perawatan, biaya penunjang, dan biaya
obat-obatan yang penggunaan rincinya diatur sendiri oleh pimpinan rumah sakit.
Dengan demikian, sebuah rumah sakit akan lebih leluasa menggunakan dana
seefektif dan seefisien mungkin. Maka UU Anti Korupsi berlaku.

Anda mungkin juga menyukai