Anda di halaman 1dari 23

KEPERAWATAN DEWASA

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK

Di Susun Oleh Kelompok 7 :

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO


UNGARAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting
dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur
keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara
menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan
non-elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih.
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi
cairan ekstra sel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan
ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus.
Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang sama
dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90%
darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan
ke medulla. Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic noncommunicable diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi,
diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit
menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat
utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler
sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum
pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit
jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang
memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit
ginjal kronik biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit
kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di
tulang dan otot serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan
diagnosis dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan
penyebab penyakit ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika
sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi
penyakit ginjal kronik, tidak bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau

dihambat jika dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang
harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif
terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai
faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi perkemihan ?
2. Apa definisi dari gagal ginjal kronik ?
3. Apa etiologi dari gagal ginjal kronik ?
4. Apa patofisiologi dari gagal ginjal kronik ?
5. Apa manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik ?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari gagal ginjal kronik ?
7. Bagaimana penetalaksanaan medis dari gagal ginjal kronik ?
8. Apa komplikasi dari gagal ginjal kronik ?
9. Bagaimana cara mencegah gagal ginjal kronik ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik ?
C. Tujuan
1. Umum
Untuk mengetahui gagal ginjal kronik dan asuhan keperawatan pada
pasien gagal ginjal kronik.
2. Khusus
a. Mengetahui definisi dari gagal ginjal kronik.
b. Mengetahui etiologi dari gagal ginjal kronik.
c. Mengetahui patofisiologi dari gagal ginjal kronik.
d. Mengetahui manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik.
e. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari gagal ginjal kronik.
f. Mengetahui penetalaksanaan medis dari gagal ginjal kronik.
g. Mengetahui komplikasi dari gagal ginjal kronik.
h. Mengetahui cara mencegah gagal ginjal kronik.
i. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal
kronik.
D. Manfaat
Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat memahami
pengertian dan asuhan keperawatan dari gagal ginjal kronik. Dan dapat
mencegah terjadinya penyakit tersebut. Mengetahui tanda dan gejala sehingga
kita sebagai perawat mampu bertindak sesuai dengan asuhan keperawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindroma klinis yang disebab
kan oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun berlangsung
progresif dan cukup lanjut. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir
(ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia ( Smaltzer, 2001).

Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat


persisten dan inrevesibel. (Arif Mansjoer, 2001).
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible. Di mana kemampuan tubuh gagal
untuk memepertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Brunner & Suddart, 2001).
Gagal ginjal kronis ( chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan anemia (urea dan limbah
nitrogen yang berada dalam darah). (Nursalam, 2008).
B. Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun
sebabnya, dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif.
Dibawah ini terdapat beberapa penyebab gagal ginjal kronik.
a. Tekanan Darah Tinggi dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak.
b. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus
yang diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen
antibody. Reaksi peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan
komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan
permeabilitas kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus. Protein-protein
plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus. Glomerulonefritis
dibagi menjadi dua yaitu:
1) Gomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara
mendadak.
2) Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari sel-sel
glomerulus.
c.

Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)


Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan
kerusakan. Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian

rumbai glomerulus atau hanya mengenai beberapa glomerulus yang tersebar.


(Price, 2005:925)
d.

Penyakit Ginjal Polikistik


Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple,
bilateral, dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan
parenkim ginjal normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu
mempertahankan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK)
(Price, 2005:937)

e.

Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis
itu sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi
melalui infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi
berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu,
obstruksi lain, atau repluks vesikoureter. (Price, 2005: 938)

f.

Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah
30% hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan
fungsi ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup
semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes mellitus (Price, 2005:941).
Riwayat perjalanan nefropati diabetikum dari awitan hingga ESRD dapat
dibagi menjadi lima fase atau stadium:
a)

Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi


dan hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR
yang disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang
tinggi, glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan, efek rennin,
angiotensin II danprostaglandin.

b) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan


membrane basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi
sedikit penumpukan matriks mesangial.
c) Stadium 3 (Nefropati insipient)
d) Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)
e) Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)

C. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan karena adanya penyakit yang terdapat pada
ginjal, sehingga mengakibatkan kegagalan ginjal. Maka lama kelamaan jumlah
nefron mengalami kerusakan bertambah. Dengan adanya peran dan fungsi ginjal
maka hasil metabolisme protein akan berkumpul didalam tubuh, penurunan fungsi
ginjal mengakibatkan pembuangan hasil sisa metabolisme gagal yang dimulai
dengan pertukaran didalam pembuluh darah tidak adekuat karena ketidak
mampuan ginjal sebagai penyaring, Nitrogen)

menumpuk dalam darah.

Akibatnya ginjal tidak dapat melakukan fungsinya lagi yang menyebabkan


peningkatan kadar serum dan kadar nitrogen ureum, kreatin, asam urat, fosfor
meningkat dalam tubuh dan menyebabkan terganggunya fungsi ginjal dan organ
organ tubuh lain.
Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
satu dinamakan penurunan cadangan ginjal . Pada stadium ini kreatin serum dan
BUN dalam keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan
fungsi ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari 75% jaringan
yang berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap ini BUN baru
mulai stadium insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria diakibatkan
kegagalan pemekatan. Nokturia (berkemih pada malam hari) sebanyak 700 ml
atau berkemih lebih dari beberapa kali. Pengeluaran urine normal sekitar 1500 ml
perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar 90%
dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR
nya hanya 10% dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10
ml/menit. Penderita biasanya ologuri (pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari)
karena kegagalan glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk akhir
metabolisme protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:

1. Sistem kardiovaskuler
a) Hipertensi
b) Pitting edema
c) Edema periorbital
d) Pembesaran vena leher
e) Friction sub pericardial
2. Sistem Pulmoner
a)
b)
c)
d)

Krekel
Nafas dangkal
Kusmaull
Sputum kental dan liat

3. Sistem gastrointestinal
a) Anoreksia, mual dan muntah
b) Perdarahan saluran GI
c) Ulserasi dan pardarahan mulutNafas berbau ammonia

E. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium :
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit
yang rendah.
b. Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi akibat pendarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi
saluran kemih. Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang
menurun.
c. Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia : biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya dieresis
d. Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.
e. Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
f. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.

g. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada


gagal ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer ).
h. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
i. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.
2. Radiology
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu atau
adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi karena proses diagnostic akan
memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak
puasa.
3. IIntra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
4. USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.
5. EKG
Untuk

melihat

kemungkinan

hipertropi

ventrikel

kiri,

tanda-tanda

perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)


F. Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami
CKD maka penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan
medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet.
Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin.
1. Penatalaksanaan medis
a) Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam atau
dengan menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan

IWL 500ml, maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan
tersebut.
b) Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak
cukup memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
c) Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung
alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan
makanan.
d) Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control
volume intravaskuler.
e) Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan
tidak memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan
karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis
metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.
f) Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat
disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap
kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien
harus diet rendah kalium kadang kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
g) Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin
manusia rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan
tiga kali seminggu.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan
hilangnya cairan dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam
sebelumnya.
b) Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium
dapat diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
3. Penatalaksanaan Diet
a) Kalori harus cukup : 2000 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
b) Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme
protein
c) Lemak diberikan bebas.
d) Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan
asam folat.
e) Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil
pemecahan makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat

dalam darah jika terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein yang
diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak
0,3 0,5 mg/kg/hari.
G. Komplikasi
1.

Hiperkalemia

Tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya kandungan


kalium di dalam darah dapat menimbulkan kematian mendadak, jika tidak
ditangani dengan serius.
2.

Perikarditis, efusi pericardial

Akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3.

Hipertensi

4.

Anemia

5.

Penyakit tulang

Akibat kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal


6.

Dehidrasi

7.

Kulit : gatal gatal

8.

Gastrointestinal : mual, muntah, anoreksia, dan dada seperti terbakar,

bau nafas menyerupai urin


9.
-

Endokrin
Laki laki : kehilangan libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta

motilitas sperma
-

Wanita

: kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilisasi

Anak anak: retardasi pertumbuhan

Dewasa

: kehilangan massa otot

10. Neurologis dan Pisikatri : kelelahan,kehilangan kesadaran, koma, iritasi


neurologis (tremor, ateriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot
bkejang)
H. Pencegahan
Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronis. Untuk dapat menghindari dan
mengurangi resiko gagal ginjal kronis ini, perlu menerapkan beberapa tips
berikut ini :

1) Jika menggunakan obat tanpa resep yang dijual bebas, ikutilah petunjuk
penggunaan yang tertera pada kemasan. Penggunaan obat dengan dosis
yang terlalu tinggi dan berlebihan akan dapat merusak ginjal. Jika
mempunyai sejarah keturunan berpenyakit ginjal, konsultasikan pada
dokter tentang obat apa yang sesuai.
2) Jagalah berat badan dengan selalu berolahraga secara teratur
3) Jangan merokok dan jangan pernah berniat untuk mencoba merokok
4) Selalu kontrol kondisi medis dengan bantuan dokter ahli untuk
mengetahui kemungkinan peningkatan resiko gagal ginjal agar segera
diatasi.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A.

Pengkajian
Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :
1.

Identitas

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung biaya.
2.

Keluhan utama

Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tibatiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
3.

Riwayat penyakit saat ini

Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa


meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity
scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit,
adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula

sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya


dan mendapat pengobatn apa.
4.

Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan
prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi
pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk
dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
5.

Riwayat Penyakit Keluarga

Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang
sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau
tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi,
penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
6.
A.

Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )


Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital

Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.

Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana

dapat mempengaruhi system saraf pusat.


-

TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan

darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.


B. Pemeriksaan Fisik
1.

Pernafasan B1 (breath)

Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan
adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya
untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
2.

Kardiovaskuler B2 (blood)

Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya


friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan
gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik,
palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema
penurunan perfusiperifer sekunder dari penurunan curah jantungakibat
hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai
akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran
GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat
perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis
yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
3.

Persyarafan B3 (brain)

Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan


proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya
neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan
nyeri otot.
4.

Perkemihan B4 (bladder)

Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido
berat.
5.

Pencernaan B5 (bowel)

Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau
mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga
sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6.

Musculoskeletal/integument B6 (bone)

Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus,
demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak

sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
C.

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhbungan dengan peningkatn bendungan
atrium kiri
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan
menurun
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine,
diet berlebih dan retensi cairan dan natrium.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane
mukosa mulut.

D.
1.

Intervensi Keperawatan
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan bendungan

atrium kiri.
Tujuan :

Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan, tidak

terjadi gangguan pertukaran gas.


Kriteria hasil :
-

Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan

nilai ABGs normal :

PH

= 7,35 -7,45

PO2

= 80-100 mmHg

Saturasi O2

= > 95 %

PCO2

= 35-45 mmHg

HCO3

= 22-26mEq/L

BE (kelebihan basa) = -2 sampai +2

Bebas dari gejala distress pernafasan

Intervensi
Mandiri

Rasional

1.

Kaji status pernafasan, catat 1.

Takipneu adalah mekanisme

peningkatan respirasi atau perubahan kompensasi untuk hipoksemia dan


pola nafas.

peningkatan usaha nafas.


2.

2.

Suara nafas mungkin tidak

Catat ada tidaknya suara nafas sama atau tidak ada ditemukan.

dan adanya bunyi nafas tambahan Crakles terjadi karena peningkatan


seperti crakles, dan wheezing.

cairan di permukaan jaringan yang


disebabkan

oleh

peningkatan

permeabilitas membran alveoli


kapiler. Wheezing terjadi karena
bronchokontriksi

atau

adanya

mukus pada jalan nafas


3.

Kaji adanya cyanosis.

3.

Selalu berarti bila diberikan

oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb)


sebelum cyanosis muncul. Tanda
cyanosis dapat dinilai pada mulut,
bibir

yang

hipoksemia
4.

indikasi
sistemik,

cyanosis

Observasi adanya somnolen, perifer seperti pada kuku dan

confusion,

apatis,

dan ekstremitas adalah vasokontriksi.

ketidakmampuan beristirahat

4.

Hipoksemia

menyebabkan
5.

adanya

dapat

iritabilitas

dari

Berikan istirahat yang cukup dan miokardium

nyaman

5.

Menyimpan tenaga pasien,

mengurangi penggunaan oksigen.


Kolaboratif :
6.

Berikan

dengan

humidifier

masker

oksigen

CPAP jika

ada 6.

Memaksimalkan pertukaran

indikasi.

oksigen

7.

dengan tekanan yang sesuai

Berikan pencegahan IPPB

7.
8.

Review X-ray dada.

secara

terus

menerus

Peningkatan ekspansi paru

meningkatkan oksigenasi

8.
9.

Memperlihatkan kongesti paru

Berikan obat-obat jika ada yang progresif

indikasi seperti steroids, antibiotik, 9.


bronchodilator dan ekspektorant.
2.

Untuk mencegah gngguan pola

napas

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan

menurun
Tujuan : setelah diberikan intervensi selama 3 x 24 jam mempertahankan
sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
-

Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler

Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis

Kulit sekitar luka teraba hangat.


Intervensi
1.
Ajarkan

pasien

Rasional
untuk 1. dengan mobilisasi meningkatkan

melakukan mobilisasi
2.

sirkulasi darah.

Ajarkan tentang faktor-faktor 2.

meningkatkan melancarkan aliran

yang dapat meningkatkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi


darah : Tinggikan kaki sedikit oedema.
lebih rendah dari jantung ( posisi 3.

kolestrol

tinggi

elevasi pada waktu istirahat ), mempercepat


hindari

penyilangkan

terjadinya

kaki, arterosklerosis,

merokok

hindari balutan ketat, hindari menyebabkan

3.

pembuluh

darah,

relaksasi untuk mengurangi efek dari

Ajarkan tentang modifikasi stres.

faktor-faktor
Hindari

diet

resiko
tinggi

berupa

: 4.

pemberian

kebiasaan

merokok,

perfusi

dan diperbaiki,

penggunaan obat vasokontriksi.

gula

darah

kesehatan lain dalam pemberian keadaan


pemeriksaan

secara

akan

gula memperbaiki

dapat

pemeriksaan
rutin

dapat

perkembangan

dan

pasien,

darah secara rutin dan terapi ulkus/gangren.


oksigen ( HBO ).

jaringan

sedangkan

Kerja sama dengan tim mengetahui

vasodilator,

vasodilator

kolestrol, meningkatkan dilatasi pembuluh darah

teknik relaksasi, menghentikan sehingga

4.

dapat

terjadinya

penggunaan bantal, di belakang vasokontriksi


lutut dan sebagainya.

dapat

HBO

oksigenasi

untuk
daerah

3.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet

berlebih dan retensi cairan dan natrium.


Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawaan selama 3 x 24 jam klien dapat
mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria Hasil :
a.

Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.

b.

BB stabil.

c.

TTV dalam batas normal (RR: 16-24 x/menit; N: 60-100 x/menit; TD:

120/80; T: 36,5-37,5 0C)


d.

Tidak ada edema

e.

Turgor kulit baik

f.

Membran mukosa lembab


Intervensi
Mandiri :

Rasional

a.

a.

Identifikasi faktor penyebab

Untuk menentukan tindakan

keperawatan
b.

Batasi masukan cairan

b.

Pembatasan

menentukan

berat

cairan

akan

tubuh

ideal,

haluaran urin, dan respon terhadap


c.

Anjurkan

melakukan

klien

aktifitas

untuk terapi.

pergerakan c. Agar tidak terjadi imobilitasi

seperti berdiri, meninggikan kaki


d.

Kurangi

asupan

garam,

pertimbangkan penggunaan garam d. Agar tidak terjadi peningkatan


pengganti

natrium

5.
HE :
e.

Jelaskan pada pasien dan e.

Pemahaman

keluarga tentang pembatasan cairan. kerjasama

pasien

meningkatkan
dan

keluarga

dalam pembatasan cairan


f.

Bantu

menghadapi

pasien

dalam f.

Kenyamanan

pasien

ketidaknyamanan meningkatkan kepatuhan terhadap

akibat pembatasan cairan.

pembatasan diet.

Kolaborasi :
g.

Berikan diuretic

g.

furosemide,

spironolakton, g.

hidronolakton
h.

Diuretic

bertujuan

menurunkan volume plasma dan

Adenokortikosteroid, golongan menurunkan

prednisone

jaringan
resiko

retensi

sehingga
terjadinya

cairan

Observasi :

predison

di

menurunkan
edema

Adenokortikosteroid,
h.

untuk

digunakan

paru.

golongan
untuk

Kaji status cairan dengan menurunkan proteinuri.

menimbang berat badan perhari,


keseimbangan
pengeluaran,

masukan
turgor

kulit

dan h.

Pengkajian merupakan dasar

dan dan data dasar berkelanjutan untuk

adanya edema, distensi vena leher.

memantau

i.

mengevaluasi intervensi.

Kaji tanda tanda vital

i.

perubahan

dan

Untuk mengetahui kondisi

pasien

4.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa


mulut.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat
mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil :
-

Nafsu makan meningkat

Tidak ada keluhan anoreksia, nausea.

Porsi makan dihabiskan

BB meningkat
Intervensi

Rasional

Mandiri :
a.

Berikan makanan dalam porsi a.

kecil tapi sering


b.

Memenuhi kebutuhan nutrisi

dengan meminimalkan rasa mual

Beri nutrisi dengan diet lunak, dan muntah

tinggi kalori tinggi protein

b.

HE :

adekuat

c.

Memenuhi kebutuhan nutrisi

Anjurkan kepada orang tua

klien/keluarga untuk memberikan


makanan yang disukai
d.

c.

Menambah selera makan dan

Anjurkan kepada orang tua dapat menambah asupan nutrisi

klien/keluarga untuk menghindari yang dibutuhkan klien


makanan

yang

mengandung d.

Dapat

meningkatkan

asam

gas/asam, pedas

lambung yang dapat memicu mual

Kolaborasi :

dan

e.

muntah

dan

menurunkan

Berikan antiemetik, antasida asupan nutrisi

sesuai indikasi
e.

Mengatasi

mual/muntah,

Observasi :

menurunkan asam lambung yang

f.

dapat memicu mual/muntah

Kaji kemampuan makan klien

f.

Untuk mengetahui perubahan

nutrisi klien dan sebagai indikator


intervensi selanjutnya

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel,


dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia(retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah).
Penyebab : Infeksi misalnya pielonefritis kronik, Penyakit peradangan
misalnya glomerulonefritis, Penyakit vaskuler hipertensif, Gangguan jaringan
penambung, Gangguan kongenital dan herediter, Penyakit metabolic dan
Nefropati toksik.
Tanda dan gejala : Wajah terlihat pucat, oedema anasarka, malaise, nafas
terasa sesak, gatal-gatal, keluar darah dari hidung, turgor kulit kering, rambut
kusam dan kemerahan dan tremor.
Komplikasi : Hiperkalemia dan Asidosis metabolic.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti yang paling baik, akan tetapi
mempunyai beberapa kendala seperti keterbatasan donor, biaya mahal, efek
samping obat-obatan imunosupresi dan rejeksi kronik yang belum bisa diatasi.
Keuntungan transplantasi ginjal ialah menghasilkan rehabilitas paling baik
dibandingkan dialysis.
B. Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah kami susun ini,
dan dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam
praktik, khususnya pada pasien yang menagalami gangguan sistem urinari dan
mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Ayi,

Dian.

2013.

Askep

Gagal

Ginjal

Kronik.

http://smilebeautyfull.blogspot.com/2013/01/askep-gagal-ginjal-kronik.html
. Diakses pada tanggal 26 Mei 2016 pukul 20.05 WIB
Hendra.

2013.

Askep

Gagal

Ginjal

Kronik.

http://riwayataskep.blogspot.com/2013/02/askep-gagal-ginjal-kronik.html .
Diakses pada tanggal 26 Mei 2016 pukul 20.22 WIB
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konep Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Ridho Muhammad. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik.
http://ridhoinhealthy.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-padapenderita-gagal_31.html . Diakses pada tanggal 26 Mei 2016 pada pukul
20.30 WIB
Sibuea, Dr.W.Herdin. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Rineka Cipta
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Tollen,

Zainal.

2013.

Askep

Gagal

Ginjal

Kronik.

http://zallien.blogspot.com/2013/06/asykep-gagal-ginjal.html . Diakses pada


tanggal 26 Mei 2016 pada pukul 20.34 WIB

Anda mungkin juga menyukai