1. Pendahuluan
Ventilasi mekanis merupakan salah satu modalitas manajemen anak sakit
kritis dalam perawatan intensif . Modalitas ini memiliki komplikasi tersendiri. Salah
satu komplikasi tersebut adalah berkembangnya pneumonia yang disebut VentilatorAssociated Pneumonia (VAP).1
VAP didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi pada pasien dengan alat
napas ventilator mekanik dalam 48 jam, sebelum awitan infeksi. Secara keseluruhan,
VAP terjadi pada 3 sampai 10% pasien dengan ventilator mekanik di PICU.
Studi surveilans di NICU dan PICU menyebutkan pneumonia mengkontribusi
sekitar 6,8 hingga 32,3% infeksi nosokomial.2,3 Kejadian VAP pada neonatus anakanak dan neonatus cukup besar. Sebuah penelitian surveilans dari International
Nosocomial Infection Control Consortium (INICC) menyebutkan angka VAP lebih
tinggi pada rumah sakit akademik dibandingkan dengan rumah sakit nonakademik.
Penelitian yang sama melaporkan angka VAP yang lebih tinggi pada negara
berkembang dibandingkan dengan negara maju. Sebuah studi multisenter Eropa
menemukan bahwa 23,6% anak dirawat di PICU berkembang menjadi VAP. Sebuah
penelitian di Italia mengidentifikasi 6,6% anak, dan di Australia terdapat 6,7% dengan
ventilator mekanik mengalami VAP.4
Ketepatan diagnosis VAP masih menjadi masalah karena standar diagnosis
pneumonia seperti demam, takikardi, leukositosis, sputum purulen, dan gambaran
rontgen thoraks tidak selalu tepat pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik. 4
CDC merekomendasikan diagnosis VAP berdasarkan radiologi, klinis, dan
mikrobiologi untuk anak-anak.1 Diagnosis dini VAP penting dilakukan agar dapat
diberikan terapi sedini mungkin.
Terapi untuk pasien suspek VAP adalah antibiotika empiris sesuai dengan pola
kuman setempat dan berspektrum luas diikuti de-eskalasi spesifik antibiotk setelah
didapatkan hasil kultur atau penghentian antibiotic saat VAP membaik. 2,4 Upaya
pencegahan sangat penting dilakukan untuk mengurangi kejadian VAP pada pasien
anak. Tinjauan ini meringkas faktor risiko, patogenesis, mikrobiologi, diagnosis,
terapi, dan strategi pencegahan VAP pada anak.
1
2. Faktor Risiko
Durasi penggunaan ventilator mekanik merupakan faktor resiko terbesar
terjadinya VAP. Walaupun tidak ada data lengkap pada anak, pada pasien dewasa
didapatkan resiko VAP sebesar 6,5% pada pemakaian ventilator mekanik selama 10
hari, dan meningkat 1% setiap hari berikutnya. Studi lain menyebutkan dari 1.014
orang dewasa ditemukan bahwa risiko VAP maksimal terjadi pada hari ke 5 pemakaian
ventilator mekanik tapi menurun
setelah itu.
Faktor risiko lain yang berperan dalam terjadinya VAP pada anak-anak adalah
genetik, defisiensi imun, reintubation trakea, transportasi keluar dari PICU, operasi
pembedahan, makanan enteral, bronkoskopi, dan obat-obatan, khususnya steroid,
antagonis reseptor H2, imunosupresan, agen neuromuscular blocking, narkotika , dan
antibiotik sebelumnya. Infeksi sistemik
masuk ke dalam jalan napas lebih distal sesuai dengan arus insprasi dari ventilasi
mekanik. Patogen yang terdapat pada sirkuit ventilator, peralatan suction, pelembab
ruangan, nebulizer, dan terutama tangan tenaga kesehatan serta orang yang merawat
pasien16adalah sumber kontaminasi eksogen yang dapat menyebabkan VAP. Semua
hal-hal tersebut dapat mejadi sumber eksogen dari organisme penyebab VAP.
4. Mikrobiologi
Tipe mikroorganisme dan kepekaan terhadap antibiotik pada VAP bervariasi di
berbagai daerah. Patogen gram negative merupakan yang dominan ditemukan, dan
kontribusinya sangat tinggi di daerah Asia. Secara keseluruhan, patogen yang paling
sering ditemukan adalah Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter baumannii, and
Enterobacteriaceae. Di Eropa dan Amerika Utara sering ditemukan Staphylococcus
aureus. Di daerah Asia, sebagian besar pathogen merupakan multidrug-resistant.
Pada pasien dewasa dan anak yang dapat diambil kultur didapatkan
Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif (Pseudomonas aeruginosa,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Enterobacter species, dan Acinetobacter
species) sebagai patogen yang paling sering menyebabkan VAP.6
Penelitian yang dilakukan di Cina mendapatkan hasil mikroorganisme gram
negatif terbanyak adalah Klebsiella spp (21%), gram positif Staphylococcus aureus
(8%), dan jamur Cryptococcus (3,8%). Antibiotik yang banyak digunakan adalah
cefalosporin (61,2%), golongan penisilin (45,5%), aminoglikosida (13,4%),
metronidazole (20,1%), makrolide (11,2%), quinolone (17,8%), vankomisin (11,6%),
golongan sulfa (8,1%), obat golongan lain (14,2%), antijamur (8,9%), dan antivirus
(8,6%). Penelitian tersebut juga menemukan organisme dengan resistensi multidrug
terutama
Pseudomonas
aeruginosa
resisten
terhadap
sefalosporin
generasi
Radiologi
infeksi lain.
- Kultur cairan pleura tumbuh positif.
- Kultur kuantitatif positif dengan kontaminan minimal spesimen LRT
(BAL 104 CFU/ml atau PSB 103 CFU/ml).
- 5% BAL dengan intraselular bakteria dengan pemeriksaan
mikroskop langsung (contoh pengecatan gram).
- Pemeriksaan histopatologi menunjukan salah satu kriteria
pneumonia:
Formasi abses atau fokus konsolidasi dengan akumulasi PMN
di bronkiolus dan alveoli.
Kultur positif kuantitatif pada jaringan paru ( 10 4 CFU/ g
jaringan atau bukti jaringan jamur diinvasi fungal hyphae atau
pseudophypae.
WBC = white blood cells, LRT = lower respiratory tract, CFU = colony forming units
Dimodifikasi dari: CDC. 2015.
spesifisitasnya
lebar. Penelitian
menunjukan
hubungan
rendah
antara
rawat di rumah sakit, kondisi klinis yang menyerupai gejala salah satu infeksi
pathogen, serta terapi antibiotik saat ini dan sebelumnya.
Saat pemberian terapi antibiotik empiris untuk pasien suspek VAP pada anak,
sebagian besar diberikan antibiotik yang tidak sesuai. Sampai dengan 33% pasien
menerima terapi antimikroba yang tidak sesuai pada kasus yang diduga VAP. Pola
peresepan juga telah bergeser ke arah antibiotik lebih mahal dan spectrum lebih luas
pada anak-anak dirawat di rumah sakit dalam beberapa tahun terakhir, dengan
proporsi total pengeluaran antibiotik digunakan untuk vankomisin meningkat dari
0,2% pada tahun 1984 menjadi 17,2% pada tahun 1994. Selain itu, sefalosporin
spektrum yang luas menyumbang 17,7 % dari pengeluaran antibiotik pada tahun 1984
dan 49,6% pada tahun 1994. Dengan demikian, resep pola terapi empiris untuk
tersangka VAP harus menjaga keseimbangan antara memadai meliputi pasien yang
berpotensi terinfeksi dan meminimalkan paparan yang tidak perlu dan terlalu lama
untuk antimikroba.
Pada terapi empiris umumnya digunakan agen anti pseudomonal seperti
piperacillin/tazobactam atau ticarcillin/clavulanate untuk memberikan cakupan baik
terhadap organisme gram negatif maupun gram positif. Karbapenem mungkin lebih
sesuai untuk terapi empiris awal jika flora lokal terdiri dari organisme penghasil
betalaktamase ekstensif. Cakupan gram negatif tambahan dengan aminoglikosida
bersifat kontroversial, namun dapat diindikasikan saat dicurigai ada bakteremia atau
gejala sistemik yang signifikan. Jika gejala sistemik tidak ada dan hasil kutlur darah
negatif, terapi de-eskalasi dengan menghentikan aminoglikosida dapat dilakukan.
Cakupan gram-positif untuk S.aureus yang resisten terhadap methicillin mungkin
dibutuhkan jika data epidemiologik lokal mendukung penggunannya.6,7
8. Pencegahan
Beberapa pedoman telah dierikan untuk menurunkan angka kejadian VAP.
CDC dan Healthcare Infection Control Practices Advisory menyarankan penggunaan
orotracheal tube (dibandingkan nasogastic tube) pada pasien dengan ventilator
mekanik. Penggantian sirkuit ventilator dilakukan hanya saat terjadi malfungsi atau
secara jelas terkontaminasi, dan menggunakan ETT dengan lumen dorsal agar sekret
pernapasan dapat dialirkan.9
8.1 Head-of-Bed Elevation (Elevasi kepala bed)
dengan
peningkatan
GERD
dan
aspirasi.
Pasien
diposisikan
Pengaruh pemberian antibiotic topical pada pipa ETT telah lama diteliti.
Selective digestive tract decontamination (SDD) dengan antimikroba yang tidak dapat
diabsorbsi dan diaplikasikan secara langsung ke orofaring dapat menurunkan
kolonisasi gastrointestinal dan berpotensi mengurangi infeksi saluran pernafasan dari
mikroaspirasi organisme gastrointestinal. CDC tidak memberikan rekomendasi untuk
dekontaminasi selektif pada saluran pencernaan.Pada penelitian studi kohort tanpa
randomisasi yang mendapat oral polimiksin B, tobramisin, dan nistatin tidak ada tanda
dekolonisasi dan tidak dijelaskan pengaruh langsung pada VAP.
8.6. Prevention Bundle
Prevention Bundle menurukan VAP dari 7.8/1000 menjadi 0.5/1000 hari pemakaian
ventilator (P < 0.001) dan menurunkan biaya rumah sakit pada pasien PICU di US.
Prevention Bundle terdiri dari penggantian sirkuit ventilatior rutin setiap 7 hari, oral
suctioning, cuci tangan, perawatan mulut menggunakan chlorhexidin, dan elevasi
kepala.
9. Simpulan
VAP merupakan penyebab terbesar kedua hospital-acquired infection pada
pasien yang dirawat di PICU. Terapi antibiotik empiris terhitung sekitar 50% dari
penggunaan antibiotic di PICU. Meskipun angka kematian oleh karena VAP tidak
disebutkan dengan pasti, VAP jelas meningkatkan durasi penggunaan ventilator
mekanik, lama rawat di ruang intensif dan cukup untuk menambah biaya perawatan
rumah sakit.
Diagnosis VAP merupakan masalah kritis dan pendekatan untuk diagnosis
VAP pada anak-anak tidak memadai. Temuan klinis sering ambigu dan diagnosis
mikrobiologis umumnya terbatas pada kultur darah dan aspirasi trakea, yang keduanya
kurang spesifik.
Nilai potensial biomarker seperti protein C-reaktif dan prokalsitonin juga harus
diselidiki. Terapi empiris pengobatan pasien kritis namun dengan imun yang
kompeten sebaiknya diawali dengan antibiotik yang mencakup kedua macam bakteri
Gram positif (paling sering S. aureus) dan Gram negatif (paling sering Pseudomonas).
Pada anak-anak, intervensi pendidikan dan upaya untuk meningkatkan
kepatuhan terhadap kebersihan tangan telah dikaitkan dengan penurunan kejadian
VAP. Prevention Bundle merupakan intervensi sederhana yang secara substansial
10
11