Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
Tubuh sebagian besar terdiri dari air. Air dan zat-zat yang terkandung
didalamnya yang terdapat didalam tubuh disebut juga cairan tubuh berfungsi
menjadi pengangkut zat makanan ke seluruh sel tubuh dan mengeluarkan bahan
sisa dari hasil metabolisme sel untuk menunjang berlangsungnya kehidupan.
Jumlah cairan tubuh berbeda-beda tergantung dari usia, jenis kelamin, dan banyak
atau sedikitnya lemak tubuh. Tubuh kita terdiri atas 60 % air, sementara 40 %
sisanya merupakan zat padat seperti protein, lemak, dan mineral. Proporsi cairan
tubuh menurun dengan pertambahan usia, dan pada wanita lebih rendah
dibandingkan pria karena wanita memiliki lebih banyak lemak disbanding pria,
dan lemak mengandung sedikit air. Sementara neonatus atau bayi sangat rentan
terhadap kehilangan air karena memiliki kandungan air yang paling tinggi
dibandingkan dengan dewasa. Kandungan air pada bayi lahir sekitar 75 % berat
badan, usia 1 bulan 65 %, dewasa pria 60 %, dan wanita 50 %.
Zat-zat yang terkandung dalam cairan tubuh antara lain adalah air,
elektrolit, trace element, vitamin, dan nutrien-nutrien lain seperti protein,
karbohidrat, dan lemak. Dengan makan dan minum maka tubuh kita akan
tercukupi akan kebutuhan nutrient-nutrien tersebut. Air dan elektrolit yang masuk
ke dalam tubuh akan dikeluarkan dalam waktu 24 jam dengan jumlah yang kirakira sama melalui urin, feses, keringat, dan pernafasan. Tubuh kita memiliki
kemampuan untuk mempertahankan atau memelihara keseimbangan ini yang
dikenal dengan homeostasis. Namun demikian, terapi cairan parenteral
dibutuhkan jika asupan melalui oral tidak memadai atau tidak dapat mencukupi.
Sebagai contoh pada pasien koma, anoreksia berat, perdarahan banyak, syok
hipovolemik, mual muntah yang hebat, atau pada keadaan dimana pasien harus
puasa lama karena akan dilakukan pembedahan. Selain itu dalam keadaan
tertentu, terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan untuk memasukkan obat
dan zat makanan secara rutin atau untuk menjaga keseimbangan asam-basa.

Dengan demikian, secara garis besar tujuan dari terapi cairan adalah :
1. Mengatur keseimbangan air dan elektrolit tubuh
2. Dukungan nutrisi
3. Akses intravena
4. Mengatasi syok

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat
berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada
bayi usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi
usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan
seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun

yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa
50 % berat badan. Hal ini terlihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Perubahan cairan tubuh total sesuai usia
USIA
Bayi premature
3 bulan
6 bulan
1-2 tahun
11-16 tahun
Dewasa
Dewasa dengan obesitas
Dewasa kurus

Kilogram Berat (%)


80
70
60
59
58
58-60
40-50
70-75

Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah,
maka resiko penderita menjadi lebih besar. Seluruh cairan tubuh didistribusikan
ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh
kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.1

- Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada
orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di
intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan
sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya
merupakan cairan intraselular.
- Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar
setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,
jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total.
3

Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70
kg. Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 1112 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi
baru lahir dibandingkan orang dewasa.
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L dimana 3
liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih
dan platelet.
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran
pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1
liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang
transeluler.

Diagram 1. Distribusi Cairan Tubuh


Body
100%

Water
60%
(100)
Intracellular
space
40% (60)

Tissue
40%

Extracelluler space
20% (40)

Interstitial space
15% (30)

Intravascular
space
5% (10)

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.1
- Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus
listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).
Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam
miliekuivalen).
o Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem
pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium
ini.
o Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion
fosfat (PO43-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial
pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari
cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135145mEq/liter. Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin

- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5 mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5
mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter,
faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (615 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan
interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan
natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi
keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium
dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila
kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila
volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.2
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubahubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan
protein didalam sel. Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari
1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+
ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter
dan keringat 10 mEq/liter.
c. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium
sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da
hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.

e. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit
sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh
paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
- Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam
cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
Proses Pergerakan Cairan Tubuh
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak
membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi.
Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme
transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.3

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:


a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membrane
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju
larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan
kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh
kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui
air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein. Tekanan
osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik
kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat).

Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades),


sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan
hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati poripori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan
hidrostatik.
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa
ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion
kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk
mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.
Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah
oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya
cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal,
seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam
bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan ratarata 250 ml
dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak
disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru. Kepustakaan lain
menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari karbohidrat,
protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap
hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml
tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml
tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik),
kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang
dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu
100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37
derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan

jenis aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible
loss), traktus gastrointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai
3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses.
Tabel.2 Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa
Fluid Gains
Oxidative metabolism 300 ml
Oral fluids 1100-1400 ml
Solid foods 800-1000 ml

Fluid Loses
Kidneys 1200-1500 ml
Skin 500-600 ml
Lungs 400 ml
GI tract 100-200 ml
TOTAL 2200-2700 ml
TOTAL 2200-2700 ml
Dengan perhitungan yang lebih akurat lagi dapat dicari :

Volume urin normal : 0,5-1 cc/kg/jam

Air metabolisme : Dewasa : 5 cc/kg/hari, anak 12-14 th : 5-6 cc/kg/hari,


7-11 th : 6-7 cc/kg/hari, balita : 8 cc/kg/hari
Insensible water loss IWL : Dewasa : 15 cc/kg/hari, Anak : 30-usia(th)

cc/kg hari. Jika ada kenaikan suhu : IWL + 200

Kebutuhan air dan elektrolit per hari


Pada orang dewasa :
Air : 30-40 ml/kg/hr atau 2 ml/kg/jam atau (60 ml + 1 ml/kg setiap diatas 20
kg)/jam
Kenaikan 1 derajat celcius ditambah 10-15%
Kebutuhan homeostatis Kalium : 20-30 mEq/kg/hr
Na : 2 mEq/kg/hr
K : 1 mEq/kg/hr
Pada anak dan bayi :
Air

0-10 kg

: 4 ml/kg/jam (100 ml/kg/hr)

10-20 kg

: (40 ml + 2 ml/kg setiap kg diatas 10 kg)/jam


(1000 ml + 50 ml/kg diatas 10 kg)/hr
9

>20 kg

: (60 ml + 1 ml/kg setiap kg diatas 20 kg)/jam


(1500 ml + 20 ml/kg diatas 20 kg)/hr

Na : 2 Meq/kg/hr
K : 2 Meq/kg/hr
Faktor-faktor modifikasi kebutuhan cairan
Kebutuhan ekstra / meningkat pada :

Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C )

Hiperventilasi

Suhu lingkungan tinggi

Aktivitas ekstrim

Setiap kehilangan abnormal ( ex: diare, poliuri, dll )

Kebutuhan menurun pada :

Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu 1C )

Kelembaban sangat tinggi

Oligouri atau anuria

Aktivitas menurun / tidak beraktivitas

Retensi cairan ( ex: gagal jantung, gagal ginjal, dll )

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :


1. Perubahan volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh
yang paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah
kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare
dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera
jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka
bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda
gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang
lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang
berat terjadi.4
10

* Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling
sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar
5-10% dari kasus. Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan
cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular
maupun kompartemen ekstravaskular. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi
ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah
(kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang
lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah,
air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular,
sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular. Dehidrasi hipertonis
(hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih
sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena
kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen
intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.
Tabel.3 Tanda-tanda klinis dehidrasi5
Symptom/Sign

Mild

Moderate

Severe

Dehydration

Dehydration

Dehydration

Level of

Alert

Lethargic

Obtunded

consciousness*
Capillary refill*

2 Seconds

2-4 Seconds

Greater than 4

Mucous

Normal

Dry

seconds, cool limbs


Parched, cracked

membranes*
Tears*

Normal

Decreased

Absent

Heart rate

Slight increase

Increased

Very increased

11

Respiratory rate

Normal

Increased

Increased and

Blood pressure

Normal

Normal, but

hyperpnea
Decreased

Pulse

Normal

orthostasis
Thready

Faint or impalpable

Skin turgor

Normal

Slow

Tenting

Fontanel

Normal

Depressed

Sunken

Eyes

Normal

Sunken

Very sunken

Urine output

Decreased

Oliguria

Oliguria/anuria

* Best indicators of hydration status


Tabel. 4 Derajat dehidrasi
Dehidrasi
Ringan
Sedang
Berat
Shock

Dewasa
4%
6%
8%
15-20%

Anak
4%-5%
5 % - 10 %
10 % - 15 %
15-20%

Terapi untuk dehidrasi (rehidrasi) dilakukan dengan mempertimbangkan


kebutuhan cairan untuk rumatan, defisit cairan dan kehilangan cairan yang sedang
berlangsung. Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit
cairan, cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang
berlangsung disesuaikan . Cara rehidrasi :
1. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D)
= derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam
atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)

12

3. Pemberian cairan6 :
o 6 jam I = D + M atau 8 jam I = D + M (menurut Guillot)
o 18 jam II = D + M atau 16 jam II = D + M (menurut Guillot)
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan
air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan
kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada
GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat
terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
- Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L
maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh
euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal,
diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).
Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl
3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi
hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahan-lahan,
sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum
yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :
Na= (Na1 Na0) x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)

13

Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan


Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
- Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat
berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini
adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x
BB x 0,6}: 140.
- Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut
kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar
total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,
perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,
kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat
berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infus
potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau
infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk
hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).
Rumus untuk menghitung defisit kalium :
K = (K1 K0) x BB / 3
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
- Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi
renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf
pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,

14

perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium


klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit,
atau diuretik, hemodialisis.
3. Perubahan komposisi
- Asidosis respiratorik (pH< 7,35 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk
menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan
akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis,
pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan
penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang
adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila
perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif
adalah sangat penting.
- Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan
ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan
alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan
untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai,
analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit
potasium yang terjadi.
- Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau
kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare,
fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal
yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling
umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan
keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang
mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat
dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.
- Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)

15

Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan


bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada
pasien bedah adalah hipokloremik,

hipokalemik

akibat defisit volume

ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan


penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode
24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.
TERAPI CAIRAN
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh
dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intravena. Terapi cairan berfungsi untuk mengganti
defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan
rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan
yang pindah ke rongga ketiga.
1. Terapi Cairan Resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut
cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki
perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan
resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer
Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada
syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
2. Terapi Cairan Rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan
nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan
elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan
tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine,
sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau
dikenal dengan insensible water losses. Untuk anak digunakan rumus Holiday
Segar 4:2:1.
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan
karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan

16

elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran +


saline, Ringers dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung
hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar
dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam
hipovolemik.
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan
karena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat
menimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional RL
atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN
dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Pada pembedahan akan
menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar tubuh.
Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :

6-8 ml/kg untuk bedah besar


4-6 ml/kg untuk bedah sedang
2-4 ml/kg untuk bedah kecil

JENIS CAIRAN
Cairan Kristaloid
Merupakan larutan dengan air (aqueous) yang terdiri dari molekul-molekul
kecil yang dapat menembus membran kapiler dengan mudah. Biasanya volume
pemberian lebih besar, onset lebih cepat, durasinya singkat, efek samping lebih
sedikit dan harga lebih murah.
Yang termasuk cairan kristaloid antara lain salin (salin 0,9%, ringer laktat,
ringer asetat), glukosa (D5%, D10%, D20%), serta sodium bikarbonat. Masingmasing jenis memiliki kegunaan tersendiri, dimana salin biasa digunakan untuk
memenuhi kebutuhan cairan tubuh sehari-hari dan saat kegawat daruratan,
sedangkan glukosa biasa digunakan pada penanganan kasus hipoglikemia, serta
sodium bikarbonat yang merupakan terapi pilihan pada kasus asidosis metabolik
dan alkalinisasi urin. Mekanisme secara umum larutan kristaloid menembus
membran kapiler dari kompartemen intravaskuler ke kompartemen interstisial,

17

kemudian didistribusikan ke semua kompartemen ekstra vaskuler. Hanya 25%


dari jumlah pemberian awal yang tetap berada intravaskuler, sehingga
penggunaannya membutuhkan volume 3-4 kali dari volume plasma yang hilang.
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah cairan kedalam pembuluh
darah dengan segera dan efektif untuk pasien yang membutuhkan cairan segera.
Cairan kristaloid bersifat mudah keluar dari intravaskuler, terutama pada
kasus dimana terjadi peningkatan resistensi kapiler seperti pada sepsis. Pada
kondisi tersebut, penting untuk dipikirkan penggantian cairan yang memiliki
molekul lebih besar, yaitu jenis koloid.
1. Normal Saline
Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154.
Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml.
Indikasi :
a. Resusitasi
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor, diikuti oleh
keluarnya molekul protein besar ke kompartemen interstisial, diikuti air dan
elektrolit yang bergerak ke intertisial karena gradien osmosis. Plasma expander
berguna untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada intravaskuler.
b. Diare
Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah banyak,
cairan NaCl digunakan untuk mengganti cairan yang hilang tersebut.
c. Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi
kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler dalam jumlah besar dari
permukaan tubuh yang terbakar. Untuk mempertahankan cairan dan elektrolit
dapat digunakan cairan NaCl, ringer laktat, atau dekstrosa.
d. Gagal Ginjal Akut
Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal menjaga
homeostasis tubuh. Keadaan ini juga meningkatkan metabolit nitrogen yaitu
ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pemberian normal saline dan glukosa menjaga cairan ekstra seluler dan elektrolit.

18

Kontraindikasi : hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan


dengan pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema perifer
dan edema paru.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya
paru-paru), penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi natrium.
2. Ringer Laktat (RL)
Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-110, Basa
= 28-30 mEq/l.
Kemasan : 500, 1000 ml.
Cara Kerja Obat : keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah
komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang
dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma
darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di
plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi
untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk
menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk
syok perdarahan.
Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan
syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan
hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan
asam laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya
paru-paru.
Peringatan dan Perhatian : Not for use in the treatment of lactic acidosis. Hatihati pemberian pada penderita edema perifer pulmoner, heart failure/impaired
renal function & pre-eklamsia.
3. Dekstrosa
Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
Kemasan : 100, 250, 500 ml.

19

Indikasi : sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan
hidrasi selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan
sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml).
Kontraindikasi : Hiperglikemia.
Adverse Reaction : Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat
menyebabkan iritasi pada pembuluh darah dan tromboflebitis.
4. Ringer Asetat (RA)
Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak
diteliti. Larutan RA berbeda dari RL (Ringer Laktat) dimana laktat terutama
dimetabolisme di hati, sementara asetat dimetabolisme terutama di otot. Sebagai
cairan kristaloid isotonik yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan
plasma, RA dan RL efektif sebagai terapi resusitasi pasien dengan dehidrasi berat
dan syok, terlebih pada kondisi yang disertai asidosis. Metabolisme asetat juga
didapatkan lebih cepat 3-4 kali dibanding laktat. Dengan profil seperti ini, RA
memiliki

manfaat-manfaat

tambahan

pada dehidrasi

dengan kehilangan

bikarbonat masif yang terjadi pada diare. Penggunaan Ringer Asetat sebagai
cairan resusitasi sudah seharusnya diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Hal ini dikarenakan adanya laktat
dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi
dalam hati menjadi bikarbonat. Ringer Asetat telah tersedia luas di berbagai
negara. Cairan ini terutama diindikasikan sebagai pengganti kehilangan cairan
akut (resusitasi), misalnya pada diare, DBD, luka bakar/syok hemoragik;
pengganti cairan selama prosedur operasi; loading cairan saat induksi anestesi
regional; priming solution pada tindakan pintas kardiopulmonal; dan juga
diindikasikan pada stroke akut dengan komplikasi dehidrasi. Hasil studi juga
memperlihatkan RA dapat mempertahankan suhu tubuh lebih baik dibanding RL
secara signifikan pada menit ke 5, 50, 55, dan 65, tanpa menimbulkan perbedaan
yang signifikan pada parameter-parameter hemodinamik (denyut jantung dan
tekanan darah sistolik-diastolik).
Tabel 5. Komposisi Beberapa Cairan Kristaloid

20

Solution

Tonicity

Na+

Cl-

K+

Ca2

Glucose

Lactate

(mEq/L)

(mEq/L)

(mEq/L)

(mEq/L)

(g/L)
50

(mEq/L)

5% Dextrose

(mosml/L)
Hypo (253)

Iso (308)
Iso (330)
Hyper (407)
Hyper (561)
Iso (273)

154
38,5
77
154
130

154
38,5
77
154
109

Hyper (525)

130

109

in water
(D5W)
Normal saline
D5 NS
D5 NS
D5NS
Lactated

50
50
50
28

Ringers
Injection (RL)
D5LR

50

28

Cairan Koloid
Merupakan larutan yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit
menembus membran kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler.
Umumnya pemberian lebih kecil, onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek
samping lebih banyak, dan lebih mahal. Mekanisme secara umum memiliki sifat
seperti protein plasma sehingga cenderung tidak keluar dari membran kapiler dan
tetap berada dalam pembuluh darah, bersifat hipertonik dan dapat menarik cairan
dari pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaannya membutuhkan volume yang
sama dengan jumlah volume plasma yang hilang. Digunakan untuk menjaga dan
meningkatkan tekanan osmose plasma.
1. Albumin
Komposisi : Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-kDa
yang dimurnikan dari plasma manusia (cotoh: albumin 5%).
Albumin merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena : volume yang
dibutuhkan lebih kecil, efek koagulopati lebih rendah, resiko akumulasi di dalam
jaringan pada penggunaan jangka lama yang lebih kecil dibandingkan starches
dan resiko terjadinya anafilaksis lebih kecil.

21

Indikasi :

Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok hipovolemia,


hipoalbuminemia, atau hipoproteinemia, operasi, trauma, cardiopulmonary
bypass, hiperbilirubinemia, gagal ginjal akut, pancretitis, mediasinitis,
selulitis luas dan luka bakar.

Pengganti volume plasma pada ARDS (Acute Respiratory Distress


Syndrome). Pasien dengan hipoproteinemia dan ARDS diterapi dengan
albumin dan furosemid yang dapat memberikan efek diuresis yang
signifikan serta penurunan berat badan secara bersamaan.

Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan malnutrisi,


kebakaran, operasi besar, infeksi (sepsis syok), berbagai macam kondisi
inflamasi, dan ekskresi renal berlebih.

Pada spontaneus bacterial peritonitis (SBP) yang merupakan komplikasi


dari sirosis. Sirosis memacu terjadinya asites/penumpukan cairan yang
merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Terapi antibiotik
adalah pilihan utama, sedangkan penggunaan albumin pada terapi tersebut
dapat mengurangi resiko renal impairment dan kematian. Adanya bakteri
dalam darah dapat menyebabkan terjadinya multi organ dysfunction
syndrome (MODS), yaitu sindroma kerusakan organ-organ tubuh yang
timbul akibat infeksi langsung dari bakteri.

Kontraindikasi : gagal jantung, anemia berat.


Produk : Plasbumin 20, Plasbumin 25.
2. HES (Hydroxyetyl Starches)
Komposisi : Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan
amilopektin.
Indikasi : Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga dapat menurunkan resiko kebocoran
kapiler.
Kontraindikasi : Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan resiko perdarahan
setelah operasi, hal ini terjadi karena HES berefek antikoagulan pada dosis

22

moderat (>20 ml/kg). Sepsis, karena dapat meningkatkan resiko acute renal failure
(ARF). Penggunaan HES pada sepsis masih terdapat perdebatan.
Muncul spekulasi tentang penggunaan HES pada kasus sepsis, dimana suatu
penelitian menyatakan bahwa HES dapat digunakan pada pasien sepsis karena :

Tingkat efikasi koloid lebih tinggi dibandingkan kristaloid, disamping itu


HES tetap bisa digunakan untuk menambah volume plasma meskipun
terjadi kenaikan permeabilitas.

Pada syok hipovolemia diperoleh innvestigasi bahwa HES dan albumin


menunjukkan manifestasi edema paru yang lebih kecil dibandingkan
kristaloid.

HES

juga

mempunyai

kemampuan

farmakologi

yang

sangat

menguntungkan pada kondisi sepsis yaitu menekan laju sirkulasi dengan


menghambat adesi molekuler.

Sementara itu pada penelitian yang lain, disimpulkan HES tidak boleh digunakan
pada sepsis karena :

Edema paru tetap terjadi baik setelah penggunaan kristaloid maupun


koloid (HES), yang manifestasinya menyebabkan kerusakan alveoli.

HES tidak dapat meningkatkan sirkulasi splanchnic dibandingkan dengan


gelatin pada pasien sepsis dengan hipovolemia.

HES mempunyai resiko lebih tinggi menimbulkan gangguan koagulasi,


ARF, pruritus, dan liver failure. Hal ini terutama terjadi pada pasien
dengan kondisi iskemik reperfusi (contoh: transplantasi ginjal).

Resiko nefrotoksik pada HES dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan
gelatin pada pasien dengan sepsis.

Adverse reaction : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika
digunakan dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan pruritus.
Contoh : HAES steril, Expafusin.
3. Dextran

23

Komposisi : dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari bakteri
Leuconostoc mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media sukrosa.
Indikasi :

Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis, iskemia


miokard, iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler perifer.

Mempunyai efek anti trombus, mekanismenya adalah dengan menurunkan


viskositas darah, dan menghambat agregasi platelet. Pada suatu penelitian
dikemukakan bahwa dextran-40 mempunyai efek anti trombus paling
poten jika dibandingkan dengan gelatin dan HES.

Kontraidikasi

pasien

dengan

tanda-tanda

kerusakan

hemostatik

(trombositopenia, hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal jantung, gangguan


ginjal dengan oliguria atau anuria yang parah.
Adverse Reaction : Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis, dextran juga
sering dilaporkan dapat menyebabkan gagal ginjal akibat akumulasi molekulmolekul dextran pada tubulus renal. Pada dosis tinggi, dextran menimbulkan efek
pendarahan yang signifikan.
Contoh : hibiron, isotic tearin, tears naturale II, plasmafusin.
4. Gelatin
Komposisi : Gelatin diambil dari hidrolisis kolagen bovine.
Indikasi : Penambah volume plasma dan mempunyai efek antikoagulan,
Pada sebuah penelitian invitro dengan tromboelastropgraphy diketahui bahwa
gelatin memiliki efek antikoagulan, namun lebih kecil dibandingkan HES.
Kontraindikasi : haemacel tersusun atas sejumlah besar kalsium, sehingga harus
dihindari pada keadaan hiperkalsemia.
Adverse reaction : dapat menyebabkan reaksi anafilaksis. Pada penelitian dengan
20.000 pasien, dilaporkan bahwa gelatin mempunyai resiko anafilaksis yang
tinggi bila dibandingkan dengan starches.
Tabel 6. Perbandingan Kristaloid vs Koloid
Advantages

Crystalloid
Inexpensive

Colloid
More

Promotes urinary flow

intravascullar increase

sustained

24

intravascular volume)

(1/3 still intravascullar at

Fluid of choice for initial

24 hr)

resuscitation of

Maintain or

trauma/hemorrhage.

colloid oncotic

Expands

plasma

intravascular pressure.

volume

Requires smaller volume

(1/4 volume given retained

for equal

intravascularly)

effect

Restores third space losses

Less

peripheral

edema

(more fluid
remains intravascullar)
May
Disadvantages

lower

intracranial

Dillutes colloid osmotic

pressure
Expensive

pressure

May produce coagulopathy

Promotes peripheral edema

(dextrans

Higher

incidence

of and helastarch)

pulmonary

With capilary leak may

edema

potentiate

Requires large volume

fluid

Effects are transient

interstitium

loss

to

the

Impairs subsequent cross


matching of
bool (dextrans)
Dilutes cloting factors and
platelets
platelets adhesiveness
(absorption
onto

platelet

membrane

receptor)
Potential blocking of renal

25

tubules and
reticuloendhotelial cells in
the liver.
Possible

anaphylactoid

reaction with
dextrans.

BAB III
KASUS & PEMBAHASAN
3.1. Identitas Pasien
Nama Pasien

:X

Umur

: 6 bulan

Berat Badan

: 8 kg

3.2. Kronologis Kasus


Pasien datang ke UGD karena mengalami diare dengan dehidrasi
berat, dari pemeriksaan fisik ditemukan nafas cuping hidung (+) dan cutis
marmorata (+). Bagaimana manajemen terapi cairan dan perawatan post
resusitasi pada pasien ini.

26

3.6.

Perencanaan Penatalaksanaan
1. Resusitasi Cairan

Terapi cairan mencakup 3 faktor :


1. Rehidrasi
2. Mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung
3. Rumatan (maintenance) Holliday Segar
Cara rehidrasi :
Nilai status dehidrasi
Dehidrasi
Ringan
Sedang
Berat
Shock

Dewasa
4%
6%
8%
15-20%

Anak
4%-5%
5 % - 10 %
10 % - 15 %
15-20%

Kasus : anak usia6 bulan, BB 8 kg


Dehidrasi berat : defisit cairan 15%
Banyak cairan yang diberikan:
(D) = derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
=15% x 8 kg x 1000 cc
= 1.200 cc
Cairan rumatan : holliday segar
8 kg x 4 mg/kgBB/jam = 32 mg/jam = 768 mg/hari 800 mg/hari
Jumlah cairan yang harus diberikan dalam 24 jam = 1.200 cc + 800 cc =
2000 cc
cairan dalam 8 jam I : 1000 ml 120 ml/jam
cairan dalam 16 jam II :1000 ml 60 ml/jam
2. Manajemen Post Resusitasi
- Nilai keberhasilan resusitasi
-Perfusi jaringan baik
-Pulse 100 - 120 bpm
-Urin outputAnak = 1.0 ml/kg/hr
- Maintenance cairan
- Monitoring hemodinaik
- Pemberian antibitotik tidak dianjurkan karena kebanyakan penyebab GE adalah
virus self limiting disease

27

DAFTAR PUSTAKA
1. 1. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri: Elsevier-mosby; 2005.p3-227
2. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada
pembedahan. Ed. Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.
2002
3. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.
4. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New
york: McGraw-Hill; 1999:53-70.
5. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online] 2006
Mar [accessed 3 june 2016]. Tersedia dari: URL:

http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.
6. Graber MA. Terapi cairan, elektrolit dan metabolik. Ed.2. Farmedia; 2003:
17-40.

28

Anda mungkin juga menyukai