Case Fix
Case Fix
PENDAHULUAN
Tubuh sebagian besar terdiri dari air. Air dan zat-zat yang terkandung
didalamnya yang terdapat didalam tubuh disebut juga cairan tubuh berfungsi
menjadi pengangkut zat makanan ke seluruh sel tubuh dan mengeluarkan bahan
sisa dari hasil metabolisme sel untuk menunjang berlangsungnya kehidupan.
Jumlah cairan tubuh berbeda-beda tergantung dari usia, jenis kelamin, dan banyak
atau sedikitnya lemak tubuh. Tubuh kita terdiri atas 60 % air, sementara 40 %
sisanya merupakan zat padat seperti protein, lemak, dan mineral. Proporsi cairan
tubuh menurun dengan pertambahan usia, dan pada wanita lebih rendah
dibandingkan pria karena wanita memiliki lebih banyak lemak disbanding pria,
dan lemak mengandung sedikit air. Sementara neonatus atau bayi sangat rentan
terhadap kehilangan air karena memiliki kandungan air yang paling tinggi
dibandingkan dengan dewasa. Kandungan air pada bayi lahir sekitar 75 % berat
badan, usia 1 bulan 65 %, dewasa pria 60 %, dan wanita 50 %.
Zat-zat yang terkandung dalam cairan tubuh antara lain adalah air,
elektrolit, trace element, vitamin, dan nutrien-nutrien lain seperti protein,
karbohidrat, dan lemak. Dengan makan dan minum maka tubuh kita akan
tercukupi akan kebutuhan nutrient-nutrien tersebut. Air dan elektrolit yang masuk
ke dalam tubuh akan dikeluarkan dalam waktu 24 jam dengan jumlah yang kirakira sama melalui urin, feses, keringat, dan pernafasan. Tubuh kita memiliki
kemampuan untuk mempertahankan atau memelihara keseimbangan ini yang
dikenal dengan homeostasis. Namun demikian, terapi cairan parenteral
dibutuhkan jika asupan melalui oral tidak memadai atau tidak dapat mencukupi.
Sebagai contoh pada pasien koma, anoreksia berat, perdarahan banyak, syok
hipovolemik, mual muntah yang hebat, atau pada keadaan dimana pasien harus
puasa lama karena akan dilakukan pembedahan. Selain itu dalam keadaan
tertentu, terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan untuk memasukkan obat
dan zat makanan secara rutin atau untuk menjaga keseimbangan asam-basa.
Dengan demikian, secara garis besar tujuan dari terapi cairan adalah :
1. Mengatur keseimbangan air dan elektrolit tubuh
2. Dukungan nutrisi
3. Akses intravena
4. Mengatasi syok
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat
berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada
bayi usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi
usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan
seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun
yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa
50 % berat badan. Hal ini terlihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Perubahan cairan tubuh total sesuai usia
USIA
Bayi premature
3 bulan
6 bulan
1-2 tahun
11-16 tahun
Dewasa
Dewasa dengan obesitas
Dewasa kurus
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah,
maka resiko penderita menjadi lebih besar. Seluruh cairan tubuh didistribusikan
ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh
kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.1
- Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada
orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di
intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan
sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya
merupakan cairan intraselular.
- Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar
setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,
jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total.
3
Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70
kg. Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 1112 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi
baru lahir dibandingkan orang dewasa.
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L dimana 3
liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih
dan platelet.
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran
pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1
liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang
transeluler.
Water
60%
(100)
Intracellular
space
40% (60)
Tissue
40%
Extracelluler space
20% (40)
Interstitial space
15% (30)
Intravascular
space
5% (10)
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.1
- Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus
listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).
Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam
miliekuivalen).
o Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem
pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium
ini.
o Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion
fosfat (PO43-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial
pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari
cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135145mEq/liter. Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5 mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5
mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter,
faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (615 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan
interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan
natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi
keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium
dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila
kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila
volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.2
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubahubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan
protein didalam sel. Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari
1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+
ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter
dan keringat 10 mEq/liter.
c. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium
sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da
hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
e. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit
sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh
paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
- Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam
cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
Proses Pergerakan Cairan Tubuh
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak
membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi.
Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme
transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.3
jenis aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible
loss), traktus gastrointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai
3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses.
Tabel.2 Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa
Fluid Gains
Oxidative metabolism 300 ml
Oral fluids 1100-1400 ml
Solid foods 800-1000 ml
Fluid Loses
Kidneys 1200-1500 ml
Skin 500-600 ml
Lungs 400 ml
GI tract 100-200 ml
TOTAL 2200-2700 ml
TOTAL 2200-2700 ml
Dengan perhitungan yang lebih akurat lagi dapat dicari :
0-10 kg
10-20 kg
>20 kg
Na : 2 Meq/kg/hr
K : 2 Meq/kg/hr
Faktor-faktor modifikasi kebutuhan cairan
Kebutuhan ekstra / meningkat pada :
Hiperventilasi
Aktivitas ekstrim
* Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling
sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar
5-10% dari kasus. Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan
cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular
maupun kompartemen ekstravaskular. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi
ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah
(kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang
lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah,
air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular,
sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular. Dehidrasi hipertonis
(hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih
sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena
kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen
intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.
Tabel.3 Tanda-tanda klinis dehidrasi5
Symptom/Sign
Mild
Moderate
Severe
Dehydration
Dehydration
Dehydration
Level of
Alert
Lethargic
Obtunded
consciousness*
Capillary refill*
2 Seconds
2-4 Seconds
Greater than 4
Mucous
Normal
Dry
membranes*
Tears*
Normal
Decreased
Absent
Heart rate
Slight increase
Increased
Very increased
11
Respiratory rate
Normal
Increased
Increased and
Blood pressure
Normal
Normal, but
hyperpnea
Decreased
Pulse
Normal
orthostasis
Thready
Faint or impalpable
Skin turgor
Normal
Slow
Tenting
Fontanel
Normal
Depressed
Sunken
Eyes
Normal
Sunken
Very sunken
Urine output
Decreased
Oliguria
Oliguria/anuria
Dewasa
4%
6%
8%
15-20%
Anak
4%-5%
5 % - 10 %
10 % - 15 %
15-20%
12
3. Pemberian cairan6 :
o 6 jam I = D + M atau 8 jam I = D + M (menurut Guillot)
o 18 jam II = D + M atau 16 jam II = D + M (menurut Guillot)
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan
air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan
kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada
GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat
terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
- Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L
maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh
euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal,
diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).
Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl
3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi
hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahan-lahan,
sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum
yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :
Na= (Na1 Na0) x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
13
14
15
hipokalemik
16
JENIS CAIRAN
Cairan Kristaloid
Merupakan larutan dengan air (aqueous) yang terdiri dari molekul-molekul
kecil yang dapat menembus membran kapiler dengan mudah. Biasanya volume
pemberian lebih besar, onset lebih cepat, durasinya singkat, efek samping lebih
sedikit dan harga lebih murah.
Yang termasuk cairan kristaloid antara lain salin (salin 0,9%, ringer laktat,
ringer asetat), glukosa (D5%, D10%, D20%), serta sodium bikarbonat. Masingmasing jenis memiliki kegunaan tersendiri, dimana salin biasa digunakan untuk
memenuhi kebutuhan cairan tubuh sehari-hari dan saat kegawat daruratan,
sedangkan glukosa biasa digunakan pada penanganan kasus hipoglikemia, serta
sodium bikarbonat yang merupakan terapi pilihan pada kasus asidosis metabolik
dan alkalinisasi urin. Mekanisme secara umum larutan kristaloid menembus
membran kapiler dari kompartemen intravaskuler ke kompartemen interstisial,
17
18
19
Indikasi : sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan
hidrasi selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan
sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml).
Kontraindikasi : Hiperglikemia.
Adverse Reaction : Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat
menyebabkan iritasi pada pembuluh darah dan tromboflebitis.
4. Ringer Asetat (RA)
Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak
diteliti. Larutan RA berbeda dari RL (Ringer Laktat) dimana laktat terutama
dimetabolisme di hati, sementara asetat dimetabolisme terutama di otot. Sebagai
cairan kristaloid isotonik yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan
plasma, RA dan RL efektif sebagai terapi resusitasi pasien dengan dehidrasi berat
dan syok, terlebih pada kondisi yang disertai asidosis. Metabolisme asetat juga
didapatkan lebih cepat 3-4 kali dibanding laktat. Dengan profil seperti ini, RA
memiliki
manfaat-manfaat
tambahan
pada dehidrasi
dengan kehilangan
bikarbonat masif yang terjadi pada diare. Penggunaan Ringer Asetat sebagai
cairan resusitasi sudah seharusnya diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Hal ini dikarenakan adanya laktat
dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi
dalam hati menjadi bikarbonat. Ringer Asetat telah tersedia luas di berbagai
negara. Cairan ini terutama diindikasikan sebagai pengganti kehilangan cairan
akut (resusitasi), misalnya pada diare, DBD, luka bakar/syok hemoragik;
pengganti cairan selama prosedur operasi; loading cairan saat induksi anestesi
regional; priming solution pada tindakan pintas kardiopulmonal; dan juga
diindikasikan pada stroke akut dengan komplikasi dehidrasi. Hasil studi juga
memperlihatkan RA dapat mempertahankan suhu tubuh lebih baik dibanding RL
secara signifikan pada menit ke 5, 50, 55, dan 65, tanpa menimbulkan perbedaan
yang signifikan pada parameter-parameter hemodinamik (denyut jantung dan
tekanan darah sistolik-diastolik).
Tabel 5. Komposisi Beberapa Cairan Kristaloid
20
Solution
Tonicity
Na+
Cl-
K+
Ca2
Glucose
Lactate
(mEq/L)
(mEq/L)
(mEq/L)
(mEq/L)
(g/L)
50
(mEq/L)
5% Dextrose
(mosml/L)
Hypo (253)
Iso (308)
Iso (330)
Hyper (407)
Hyper (561)
Iso (273)
154
38,5
77
154
130
154
38,5
77
154
109
Hyper (525)
130
109
in water
(D5W)
Normal saline
D5 NS
D5 NS
D5NS
Lactated
50
50
50
28
Ringers
Injection (RL)
D5LR
50
28
Cairan Koloid
Merupakan larutan yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit
menembus membran kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler.
Umumnya pemberian lebih kecil, onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek
samping lebih banyak, dan lebih mahal. Mekanisme secara umum memiliki sifat
seperti protein plasma sehingga cenderung tidak keluar dari membran kapiler dan
tetap berada dalam pembuluh darah, bersifat hipertonik dan dapat menarik cairan
dari pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaannya membutuhkan volume yang
sama dengan jumlah volume plasma yang hilang. Digunakan untuk menjaga dan
meningkatkan tekanan osmose plasma.
1. Albumin
Komposisi : Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-kDa
yang dimurnikan dari plasma manusia (cotoh: albumin 5%).
Albumin merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena : volume yang
dibutuhkan lebih kecil, efek koagulopati lebih rendah, resiko akumulasi di dalam
jaringan pada penggunaan jangka lama yang lebih kecil dibandingkan starches
dan resiko terjadinya anafilaksis lebih kecil.
21
Indikasi :
22
moderat (>20 ml/kg). Sepsis, karena dapat meningkatkan resiko acute renal failure
(ARF). Penggunaan HES pada sepsis masih terdapat perdebatan.
Muncul spekulasi tentang penggunaan HES pada kasus sepsis, dimana suatu
penelitian menyatakan bahwa HES dapat digunakan pada pasien sepsis karena :
HES
juga
mempunyai
kemampuan
farmakologi
yang
sangat
Sementara itu pada penelitian yang lain, disimpulkan HES tidak boleh digunakan
pada sepsis karena :
Resiko nefrotoksik pada HES dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan
gelatin pada pasien dengan sepsis.
Adverse reaction : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika
digunakan dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan pruritus.
Contoh : HAES steril, Expafusin.
3. Dextran
23
Komposisi : dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari bakteri
Leuconostoc mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media sukrosa.
Indikasi :
Kontraidikasi
pasien
dengan
tanda-tanda
kerusakan
hemostatik
Crystalloid
Inexpensive
Colloid
More
intravascullar increase
sustained
24
intravascular volume)
24 hr)
resuscitation of
Maintain or
trauma/hemorrhage.
colloid oncotic
Expands
plasma
intravascular pressure.
volume
for equal
intravascularly)
effect
Less
peripheral
edema
(more fluid
remains intravascullar)
May
Disadvantages
lower
intracranial
pressure
Expensive
pressure
(dextrans
Higher
incidence
of and helastarch)
pulmonary
edema
potentiate
fluid
interstitium
loss
to
the
platelet
membrane
receptor)
Potential blocking of renal
25
tubules and
reticuloendhotelial cells in
the liver.
Possible
anaphylactoid
reaction with
dextrans.
BAB III
KASUS & PEMBAHASAN
3.1. Identitas Pasien
Nama Pasien
:X
Umur
: 6 bulan
Berat Badan
: 8 kg
26
3.6.
Perencanaan Penatalaksanaan
1. Resusitasi Cairan
Dewasa
4%
6%
8%
15-20%
Anak
4%-5%
5 % - 10 %
10 % - 15 %
15-20%
27
DAFTAR PUSTAKA
1. 1. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri: Elsevier-mosby; 2005.p3-227
2. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada
pembedahan. Ed. Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.
2002
3. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.
4. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New
york: McGraw-Hill; 1999:53-70.
5. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online] 2006
Mar [accessed 3 june 2016]. Tersedia dari: URL:
http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.
6. Graber MA. Terapi cairan, elektrolit dan metabolik. Ed.2. Farmedia; 2003:
17-40.
28