Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Konsep Family Caregiver

2.1.1 Definisi
Caregiver

menurut

Widyanti

(2009)

yaitu

individu

yang

memberikan perhatian, menyediakan kebutuhan dasar dan kebutuhan


sehari-hari,

memberikan

bantuan,

kenyamanan,

perlindungan

dan

pengawasan pada individu lain yang membutuhkan pertolongan karena


sedang dalam keadaan sakit ataupun dalam keadaan tidak mampu.
Selanjutnya menurut Widyanti (2009), jenis caregiver ada dua,
yaitu caregiver formal dan caregiver informal. Caregiver formal adalah
caregiver yang menerima bayaran untuk melakukan tugas-tugas seorang
caregiver. Caregiver formal biasanya bekerja dalam sebuah institusi
formal, misalnya rumah sakit dan panti werdha. Caregiver informal adalah
caregiver yang menyediakan bantuan pada individu lain yang memiliki
hubungan pribadi dengannya, seperti hubungan keluarga, teman, ataupun
tetangga. Caregiver informal biasanya tidak menerima bayaran.
Caregiver informal biasa disebut juga dengan family caregiver.
Duval dalam Zaidin (2010) menyatakan bahwa keluarga adalah
sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adaptasi,
dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya
yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, dan emosional
serta sosial dan individu yang ada didalamnya, dilihat dari interaksi yang
reguler dan ditandai dengan adanya ketergantungan dan hubungan untuk
mencapai tujuan umum.

Berdasarkan definisi diatas dapat peneliti garisbawahi bahwa


family caregiver merupakan sekumpulan orang yang memiliki ikatan
perkawinan baik didalam satu rumah ataupun berbeda rumah dengan
tujuan untuk memberikan perawatan dan kebutuhan dasar dari salah satu
anggota keluarga yang sedang sakit atau tidak mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri.
2.1.2

Peran Family Caregiver


Peran adalah pola tingkah laku yang diharapkan dari seseorang
yang menduduki suatu jabatan atau pelaksanasatu pekerjaan yang sesuai
dengan yang dilakukan oleh orang tersebut.
Zaidin (2010:10) berpendapat bahwa peran adalah seperangkat
perilaku interpersonal, sifat, dan kegiatan yang berhubungan dengan
individu dalam posisi dan satuan tertentu. Setiap anggota keluarga
mempunyai peran masing-masing. Ayah sebagai pemimpin keluarga,
pencari nafkah, pendidik, pelindung/pengayom, dan pemberi rasa aman
kepada
anggota
keluarga.
Selain
itu,
sebagai
anggota
masyarakat/kelompok sosial tertentu. Ibu sebagai pengurus rumah tangga,
pengasuh, pendidik anak-anak, pelindung keluarga, dan juga sebagai
pencari nafkah tambahan keluarga. Selain itu, sebagai anggota masyarakat.
Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan
fisik, mental, sosial, dan spiritual.
Digarisbawahi oleh peneliti bahwa setiap individu memiliki
perannya masing-masing termasuk peran dalam keluarga baik sebagai
anggota keluarga inti ataupun bukan. Peran tersebut menyangkut tugas,
kewajiban, dan hak suatu jabatan atau kedudukan seseorang itu berada.

2.1.3

Fungsi Keluarga
Menurut Friedman dalam Murwani, dkk (2008) mengidentifikasi
adanya lima fungsi dasar keluarga, sebagai berikut:
1. Fungsi afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal
keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif
berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan
melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan
kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga
saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dapat
dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam
keluarga.
2. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang
dilalui individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar
berperan dalam lingkungan sosial. Sosialisasi dimulai sejak manusia
lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar
bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia akan menatap ayah,
ibu, dan orang-orang yang disekitarnya. Kemudian beranjak balita dia
mulai belajar bersosialisasi dengan lingkungan sekitar meskipun
demikian keluarga tetap berperan penting dalam bersosialisasi.
Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui
interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan
dalam sosialisasi.
3. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan
menambah sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu
perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan biologis pada
pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah untuk meneruskan
keturunan.
4. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi
kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan
akan makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
5. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan
praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan
kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan
keluarga dalam memberi asuhan kesehatan mempengaruhi status
kesehatan
keluarga.
Kesanggupan
keluarga
melaksanakan
pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga

10

yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas


kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.
2.1.4

Tugas keluarga
Setiap peran tidak lepas dari tugas, begitupun dengan keluarga
tentu saja memiliki tugas yang tidak kalah penting terutama dalam
melakukan perawatan kesehatan dirumah. Adapun tugas keluarga adalah
sebagai berikut:
1. Menurut Achajar (2010), ketidakmampuan keluarga mengenal
masalah kesehatan, termasuk bagaimana persepsi keluarga terhadap
tingkat keparahan penyakit, pengertian, tanda dan gejala, faktor
penyebab dan persepsi keluarga terhadap masalah yang dialami
keluarga. Sejalan dengan pernyataan Friedmann (2010), kesehatan
merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena
tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena
kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana
keluarga habis.
2. Friedmann (2010) menyatakan bahwa memutuskan tindakan
kesehatan yang tepat bagi keluarga, merupakan upaya keluarga yang
utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan
keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan
keluarga.
3. Tugas keluarga di bidang kesehatan selanjutnya menurut Achajar
(2010) yaitu, ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga

11

yang sakit, seperti bagaimana keluarga mengetahui keadaan


sakitnya, sifat dan perkembangan perawatan yang diperlukan,
sumber-sumber yang ada dalam keluarga serta sikap keluarga
terhadap yang sakit.
4. Menurut Friedmann tugas keluarga berikutnya adalah memodifikasi
lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga. Sesuai
yang dituturkan oleh Achajar (2010) bahwa ketidakmampuan
keluarga memodifikasi lingkungan, seperti pentingnya hygiene
sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan penyakit yang dilakukan
keluarga, upaya pemeliharaan lingkungan yang dilakukan keluarga,
kekompakkan anggota keluarga dalam menata lingkungan dalam dan
luar rumah yang berdampak terhadap kesehatan keluarga.
5. Tugas keluarga yang terakhir menurut Friedmann (2010) adalah
Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi
keluarga.

Ketidakmampuan

keluarga

memanfaatkan

fasilitas

pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan keluarga terhadap petugas


kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas
kesehatan yang ada, keuntungan keluarga terhadap penggunaan
fasilitas kesehatan, apakah pelayanan kesehatan terjangkau oleh
keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik yang dipersepsikan
keluarga.
2.2
2.2.1

Konsep Skizofrenia
Definisi Skizofrenia
Menurut Sadock dalam Hawari, (2012:3) Skizofrenia adalah

12

istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik


mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran,
efek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu
dapat berkembang kemudian.
Gejala skizofrenia secara garis besar dapat dibagi dalam dua
kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negative. Gejala positif berupa
delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh
atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau
mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, sedikit kontak
emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh, sulit
berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif.
2.2.2

Etiologi
Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa
penyebab skizofrenia, antara lain :
1.

Faktor Genetik
Menurut Maramis dalam Hawari (2012:36) faktor keturunan
juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan
dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia
terutama anak-anak kembar satu telur. Skizofrenia melibatkan lebih
dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait loci.
Sejalan dengan penuturan Durand & Barlow dalam Hawari
(2012:10) skizofrenia yang paling sering terjadi disebabkan oleh

13

beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di


seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasi mengapa ada gradasi
tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini
(dari ringan sampai berat) dan mengapa resiko untuk mengalami
skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah
anggota keluarga yang memiliki penyakit ini.
2.

Faktor Biokimia
Durand dalam Hawari, (2012:38) skizofrenia mungkin
berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut
neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuronneuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan
bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine
yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan
sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang
berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak
cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti
serotin dan neropinephirine tampaknya juga memainkan peranan.

3.

Faktor Psikologis dan Sosial


Wiraminaradja
menyebutkan

faktor

&

Sutarjo

psikososial

dalam

Hawari

(2012:43)

meliputi

adanya

kerawanan

14

herediter yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang


bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua anak yang patogenik,
serta interaksi yang patogenik dalam keluarga. Sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Durand & Barlow dalam Hawari
(2012:44)

mempelajari

bagaimana

interaksi

dalam

keluarga

mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah


schizophregenic

mother

kadang-kadang

digunakan

untuk

mendeksripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan,


dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada
anak-anaknya.
Menurut Coleman dan Maramis dalam Baihaqi et al (2005)
keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam
pembentukan kepribadian. Orang tua terkadang bertindak terlalu
banyak untuk anak dan tidak member kesempatan anak untuk
berkembang, ada kalanya orang tua bertindak terlalu sedikit dan
tidak merangsang anak, atau tidak meberi bimbingan dan anjuran
yang dibutuhkannya.

2.2.3.

Perjalanan Penyakit
Sadock dan Buchanan dalam Hawari (2012:76) menyatakan
perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu.

15

Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan,


meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal,
fase aktif dan keadaan residual. Pola gejala premorbid merupakan tanda
pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala yang ada dikenali hanya
secara retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada
masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti dengan
perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari sampai
beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal yang berlangsung beberapa
hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia
dapat berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi.
Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan
bahwa sebagian penderita mengeluh gejala somatic, seperti nyeri kepala,
nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan.
Lebih lanjut menurut Hawari (2012:80) fase aktif skizofrenia
ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis, yaitu adanya
kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien
skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan)
buruk sampai tidak ada. Fase residual ditandai dengan menghilangkannya
beberapa gejala klinis skizofrenia. Sisa satu atau dua gejala ang tidak
terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal)
dan perilaku aneh. Sedangkan menurut Yosep (2009 : 212) menjelaskan
bahwa skizofenia menyerang secara tiba-tiba, perubahan perilaku yang
sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Serangan yang
mendadak selalu memicu terjadinya periode akut secara cepat.
Kebanyakan didapati bahwa mereka dikucilkan, menderita depresi yang
hebat, dan tidak dapat berfungsi sebagaimana layaknya orang normal dan
2.2.4

lingkungannya
Tipe Tipe Skizofrenia
Diagnosa skizofrenia berawal dari diagnostic and statistical
Manual of Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American

16

Psychiatric Assosiation, 1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American


Psychiatric Assosiation, 1994) dan DSM-IV-TR (American Psychiatric
Assosiation, 2000). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR2000. Dalam Hawari (2012:22) diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
yang dominan yaitu:
1. Tipe Paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok
atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif
dan efektif yang relative masih terjaga. Waham biasanya adalah
waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham
dengan tema lain (misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau
somalisis) mungkin juga muncul. Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas,
kemarahan, menjaga jarak dan suka berargumentasi, dan agresif.
2. Tipe Disorganized (Tidak terorganisasi)
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan
kacau, tingkah laku kacau dan efek yang datar atau inappropriate.
Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang
tidak erat kaitannya dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah
laku dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai
aktivitas hidup sehari-hari.
3. Tipe Katatonik
Ciri Utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada
psikomotor yang dapat meliputi ketidak bergerakan motorik (waxy
flexibility). Aktifitas motor yang berlebihan, negativism yang
ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism),
gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain
(echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia).

4.

5.

Tipe Undifferentiated
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang
menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat
menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang
sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat
dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang
berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar,
autism seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang
menunjukkan ketakutan.
Tipe Residual

17

Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari


skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau
sisa, seperti keyakinan-keyakinan negative, atau mungkin masih
memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional.
Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri secara sosial,
pikiran-pikiran ganjil,inaktivitas, dan efek datar.
2.2.5

Perawatan Skizofrenia
Hawari (2012) menyebutkan bahwa bagi penderita gangguan jiwa
Skizofrenia yang berulang kali kambuh dan berlanjut kronis dan
menahun selain program terapi, diperlukan program rehabilitasi sebagai
persiapan penempatan kembali ke keluarga dan masyarakat (re-entry
program). Program rehabilitasi biasanya dilakukan di lembaga (institusi)
rehabilitasi, misalnya di bahagian penderita yang kronis.
Menurut Durand dalam Hawari, (2012:45) selain perawatan di
rumah sakit dan rawat jalan, ada cara alternatif perawatan yaitu dirawat
hanya pada siang hari atau malam hari saja di rumah sakit, selebihnya pasien
berada di rumah bersama dengan keluarga atau di sekolah maupun di tempat
kerja bersama teman-temannya. Selain itu, ada terapi residensial yaitu
tempat semacam asrama bagi pasien skizofrenia yang sudah relative tenang
atau mencapai keadaan remisi tetapi masih memerlukan rehabilitasi dan
keterampilan lebih lanjut.
Tetapi ada juga terapi holistik yang memerlukan perhatian baik
untuk fisiknya (makanan, istirahat, medikasi, dan latihan fisik), mental
emosional (psikoterapi dan konseling psikologi), dan bimbingan sosial dan
keluarga yang mendukung. Terapi okupasional (kegiatan untuk mengisi

waktu) dan terapi rehabilitasi atau vokasional (melatih keterampilan kerja

18

tertentu yang dapat digunakan pasien untuk mencari nafkah) juga dapat
diberikan pada pasien skizofrenia.
2.2.6

Pengobatan Skizofrenia
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan salah satu penyakit yang
cenderrung berlanjutan (kronis menahun). Oleh karenanya terapi pada
skizofrenia memerlukan waktu relative lama, berbulan bahkan bertahun.
Hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan
(relaps). Terapi yang komprehensif dan holistic atau terpadu dewasa ini
sudah

dikembangkan

sehingga

penderita

skizofrenia

tidak

lagi

mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi daripada


sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi terapi obat-obatan anti
skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi psikososial, dan terapi
psikoreligius.

2.3

Peran Keluarga Dalam Pemulihan Pasien skizofrenia


Skizofrenia merupakan gangguan sindroma kompleks yang dapat
menimbulkan efek merusak pada kehidupan penderita maupun anggota
keluarganya. Gangguan ini dapat menganggu persepsi, pikiran,
pembicaraan dan gerakan seseorang. Semua aspek aktivitasnya
terganggu, bahkan di kalangan masyarakat sering memandang rendah
mereka.

19

Keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam diri kita


Rakhmat dalam Hawari (2012:98). Suasana keluarga yang saling
menghargai dan mempunyai dukungan positif dalam kreativitas sehingga
menimbulkan suasana yang positif. Mead dalam Rakhmat, (2008)
kehangatan keluarga dapat menimbulkan perasaan positif. Ejekan,
cemoohan dan hadikkan membuat perasaan negatif.
Adapun peran keluarga dalam pemulihan klien skizofrenia
menurut Rasmun dalam Hawari, (2012:102) yaitu:
1. Membantu klien minum obat secara teratur.
Keluarga membantu klien dalam cara benar minum obat yaitu benar
pasien, benar dosis, benar obat, benar rute, benar waktu.
2. Perhatikan semua kebutuhan klien berkomunikasi, makan, minum,
aktivitas sehari-hari.
Peran keluarga penting dalam kebutuhan sehari-hari klien serta
pemenuhan asupan gizi klien untuk peningkatan kesembuhan
kesehatan klien.
3. Perhatikan hal-hal yang menimbulkan rasa sedih atau marah klien.
Memperhatikan klien dalam keadaan bagaimna pun dan tanyakan
perasaan yang dirasakan klien.
4. Membantu klien dalam kehidupan sehari-hari.
Membantu klien dalam pengobatannya, aktivitasnya serta semua
kebutuhannya.
5. Libatkan klien dalam kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh
keluarga.
Ikut sertakan klien dalam kegiatan keluarga jangan tumbulkan rasa
malu terhadap klien, berikan rasa peduli dan tanggapan bahwa klien
juga mempunyai fungsi seperti manusia normal.
6. Tanggapi apa yang ingin dikemukakan/disampaikan klien dengan
penuh perhatian.
Memberikan kesempatan pada klien untuk memberikan keinginan
yang ingin dikemukakandisampaikannya dengan penug perhatian
jangan tunjukkan rasa tidak peduli kepada pasien.
7. Memberi obat sesuai dengan dosis/petunjuk dokter.
Membantu klien dalam meminum obat dan melihat petunjuk dokter
yang ada agar tidak terjadi kesalahan dalam pengobatan.
8. Beri reinforcemen : bila klien dapat melakukan tugasnya.
Memberikan pujian (reinforcemen) atas semua tugas dan kegiatan
yang dilakukan klien untuk merangsang akan keinginan untuk
melakukan kembali.

20

9.

2.4

Menemani klien ke pelayanan kesehatan atau rumah sakit terdekat


untuk berobat jalan secara rutin.
Keluarga mempunyai peran dalam pemenuhan dana dan transportasi
serta menemani klien ke pelayanan kesehatan atau rumah sakit
terdekat untuk berobat jalan secara rutin.

Kerangka Teori

Genetik
Biokimia
Psikologi dan

Sosial

Skizofreni
a

Stigma
Negatif
Masyarakat

Pengalaman
Family caregiver
dalam merawat
orang dengan
skizofrenia

21

Sumber : Maramis, Durand & Barlow, Wiraminaradja & Sutarjo dalam Hawari
2012

Anda mungkin juga menyukai