Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunianya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini merupakan tugas yang diberikan
oleh dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia dan wajib dikerjakan oleh mahasiswa.
Penulisan makalah ini berjudul Bahasa Baku dan Bahasa Nonbaku. Alasan penulisan
makalah ini adalah sebagai tugas dari mata kuliah Bahasa Indonesia yang harus
dipresentasikan sebagai materi untuk dipelajari oleh mahasiswa.
Penulis menyadari akan keterbatasan dan kekurangan didalam penulisan makalah ini.
Karenanya penulis sangat menghargai kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga makalah yang jauh dari sempurna ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................... 1
DAFTAR ISI............................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 3
1. Latar Belakang.......................................................................................... 3
2. Batasan Masalah....................................................................................... 3
3. Rumusan Masalah...................................................................................... 3
4. Tujuan........................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................. 5
1. Landasan Teori........................................................................................... 5
2. Metodologi................................................................................................. 6
3. Hasil dan Analisa....................................................................................... 8
BAB III PENUTUP................................................................................................. 10
1. Kesimpulan.............................................................................................. 10
2. Saran....................................................................................................... 10
REFERENSI.......................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Salah satu struktur bawah tanah adalah basement. Semakin dalam besmen dituntut
penggunaan teknologi ekskavasi yang lebih canggih, baik dari pertimbangan kepraktisan
pelaksanaan maupun cost-nya. Penggunaan struktur penahan tanah (retaining wall)
dengan sheet-piling merupakan sistem yang biasa dijumpai. Retaining wall merupakan
sebuah keharusan untuk pembangunan sebuah gedung bertingkat tinggi dengan jumlah
basement lebih dari dua lapis. Munculnya galian tanah basement akan membuat
perubahan struktur tanah di sekitarnya.
Resiko yang paling awal adalah runtuhnya tanah di sekitar lokasi galian, sehingga
akan ada pergerakan gedung di sekitarnya. Bahayanya adalah, gedung akan bergeser.
Pergerakan gedung di sekitar lokasi galiian biasanya terlihat dari adanya retakan tanah di
sekitar gedung. Selanjutnya akan diikuti dengan miringnya gedung tersebut. Kejadian
seperti ini tentulah tidak dikehendaki. Untuk mengantisipasi faktor tersebut dan demi
kelancaran pekerjaan pembangunan, maka dibuatlah dinding penahan tanah atau
retaining wall. Ada dua jenis dinding penahan tanah, salah satunya yaitu dinding
diafragma.
Diafragma wall adalah dinding penahan tanah yang lazim digunakan dalam
pembuatan basement atau penahan tebing supaya tidak longsor atas beban diatasnya dan
mungkin bangunan khusus.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka pembahasan makalah ini dibatasi pada
diafragma wall sebagai dinding penahan tanah untuk basement.
3. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan diafragma wall?
2. Apa fungsi dan kegunaan diafragma wall?
3. Bagaimana tahap pelaksanaan diafragma wall?
4. Tujuan
1 Mengetahui apa itu diafragma wall
2 Mengetahui fungsi dan kegunaan diafragma wall
3 Mengetahui tahap pelaksanaan diafragma wall
BAB II
PEMBAHASAN
1. Landasan Teori
Diafragma wall merupakan dinding beton yang dapat dilaksanakan pada semua jenis
dan kondisi tanah tanpa harus menurunkan muka air tanah. Diafragma wall merupakan
salah satu jenis dinding penahan tanah yang telah digunakan sebagai elemen structural
utama suatu bangunan (Nashira, R.N, 2012).
Diafragma Wall adalah dinding penahan tanah (retaining wall) sekaligus digunakan
untuk dinding lantai Basement pada struktur bangunan yang memiliki lantai bawah
tanah, pengerjaanya dilakukan sebelum melakukan pekerjaan galian tanah dengan cara
melakukan pengeboran, pemasangan besi kemudian diakhiri dengan pengecoran. setelah
struktur Diafraghma Wall mencukupi umur serta kekuatanya maka bisa dilanjutkan
dengan pekerjaan galian tanah. Metode ini merupakan alternatif pengganti pekerjaan
dinding yang digunakan untuk menahan tanah seperti tiang pancang,turap,trucuk bambu
dll.
2. Metodologi
Metoda pelaksanaan Diafragma Wall
A. Persiapan.
Persiapan diperlukan agar pada pelaksanaan utama diafragma wall dapat berjalan
dengan baik dan lancar sehingga waktu penyelesaian pekerjaan dapat sesuai jadwal
dengan kualitas yang baik. Beberapa hal berikut adalah yang menyangkut kegiatan
persiapan.
1. Melakukan marking area yang akan dikerjakan diafragma wall.
2. Jika pada proses marking sudah benar dan mendapat persetujuan pihak yang
terkait pada proyek tersebut, maka dilanjutkan dengan membuat guide line, yaitu
mengali pada area marking dengan kedalam sekitar 100 cm dan memberikan
perkuatan dengan beton mutu rendah ( K125) dengan tebal 20 30 cm. Guide
line ini diperlukan agar alat pengali ( yaitu mesin Grab ) dapat mudah mengikuti
5
alur galian yang ditentukan .Seperti pada gambar dibawah ini. Konstruksi Guide
Wall berfungsi sebagai rel untuk membatasi sekaligus memudahkan pelaksanaan
pekerjaan diafraghma wall, metode pelaksanaanya kurang lebih seperti ini
Penggalian tanah.
Pemasangan besi.
B. Pelaksanaan.
Seperti halnya pekerjaan dinding penahan pada umumnya maka step pertama adalah
melakukan penggalian. Penggalian dengan mengunakan mesin grab.Lebar galian adalah
setebal dinding diafragma antara 30 50 cm sedangkan panjang galian adalah sekitar 5
meter. Kedalaman galian disesuaikan dengan kebutuhan kedalaman basement.Misalnya
untuk 2 basement maka kedalaman minimal adalah 10 meter.Bersamaan dengan
melakukan pengalian ini harus juga dialirkan campuran air + bentonite secara continue,
agar tidak terjadi keruntuhan.Sebelum rangkaian tulangan besi (reinforcement )
dimasukkan ( untuk cor insitu ) atau panel precast masuk, harus dicek dulu dengan
ultrasonic sonding untuk diketahui adanya keruntuhan atau tidak.Sistem pengalian
dilakukan secara selang-seling. (misalnya galian diberi nomor 1,2, 3 dst maka pengalian
pertama adalah nomor 1, pengalian kedua adalah nomor 3 dst ). Hal ini dilakukan untuk
meminimalkan terjadinya keruntuhan pada dinding galian.
Pekerjaan rangkaian pembesian ( reinforcement ) harus disiapkan secara simultan
dengan penggalian, sehingga saat galian sudah siap maka rangkaian pembesian juga
sudah siap.( Karena galian hanya boleh dibiarkan maximal 2 x 24 ).Model rangkaian
tulangan adalah double reinforced ( tulangan rangkap ) yang berfungsi menahan gaya
geser dan momen lentur pada diafragma wall.Rangkaian pembesian ini pada sisi-sisi
tebalnya diberi end plate yang berfungsi untuk penyambung antar diafragma wall.
Setelah pengecekan dengan ultrasonic dilakukan dan menunjukan tidak ada
keruntuhan pada dinding galian maka melangkah pada tahap berikutnya yaitu :
Untuk Cor In Situ.
(reinforcement) pada sisi yang nantinya menjadi dinding dalam basement dipasang juga
terpal supaya tampilan diafragma wallnya bisa bagus/rata.
-
memasukan
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Persentase kandungan silika dalam abu sekam padi cukup tinggi yaitu 72,28%
b. Pemilihan abu sekam padi sebagai bahan stabilisator memiliki keuntungan dari
bahan stabilitas lainnya (dalam hal keekonomisan dan kandungan silika) namun
akan lebih baik jika dicampur dengan bahan stabilisasi lain
c. Dengan pemanfaatan abu sekam padi sebagai bahan stabilisasi maka menunjang
pemanfaatan limbah pertanian
2. Saran
Setelah mengetahui kandungan dan pengaruh abu sekam padi sebagai pilihan bahan
stabilisasi maka abu sekam padi baik untuk dijadikan sebagai bahan stabilisator,sehingga
permasalahan terkait dengan tanah ekspansif dapat ditangani lebih lanjut.
REFERENSI
10