Disusun oleh :
Muhammad Azka Fardani
Dini Rahmawati
Dena Setyo Utomo
A1L014153
A1L014165
A1L014166
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman jahe (Zingiber offichinale) merupakan salah satu tanaman rempahrempah yang diperdagangkan di dunia. Jahe diekspor dalam bentuk jahe segar,
jahe kering, jahe olahan dan minyak atsiri. Semakin berkembangnya perusahaan
jamu dalam negeri bahkan telah melakukan ekspor ke manca Negara, maka
peluang pengembangan jahe sebagai salah satu bahan baku pembuatan jamu
sangat terbuka.
Sebagai salah satu komoditas perkebunan yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat terutama sebagai bahan rempah-rempah dan obat-obatan tradisional,
sesungguhnya jahe mempunyai prospek pemasaran yang cukup baik untuk
dikembangkan. Dewasa ini jahe telah menjadi salah satu komoditas ekspor yang
permintaannya cukup tinggi dengan harga yang cukup tinggi dibandingkan
dengan biaya produksi. Adapun negara-negara tujuan ekspor adalah Amerika
Serikat, Belanda, Uni Emirat Arab, Pakistan, Jepang, Hongkong.
Melihat peluang pasar tersebut, peningkatan produksi jahe untuk memenuhi
kebutuhan lokal dan ekspor akan sangat baik, dengan syarat peningkatan produksi
ini harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan pasar. Teknik budidaya dan
pengolahan pasca panen yang baik akan menghasilkan jahe yang bermutu baik
pula. Pengelolaan pasca panen yang baik dapat menekan kerusakan jahe dalam
pengiriman dan penyimpanan kualitas jahe tersebut dapat dipertahankan.
B. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Mengetahui tanaman jahe dan produksi jahe di Indonesia.
2. Mengetahui pasca panen jahe dan penanganannya.
Halaman | 1
II. PEMBAHASAN
Nama ilmiah jahe diberikan oleh William Roxburgh dari kata Yunani zingiberi,
dari bahasa Sansekerta singaberi. Tanaman jahe memiliki klasifikasi sebagai
berikut menurut Wiyanto et, al. (2014) :
Kingdom : Plantae
Filum : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale
Batang jahe merupakan batang semu dengan tinggi 30 hingga 100 cm.
Akarnya berbentuk rimpang dengan daging akar berwarna kuning hingga
kemerahan dengan bau menyengat. Daun menyirip dengan panjang 15 hingga 23
mm dan lebar 8 hingga 15 mm. Tangkai daun berbulu halus. Bunga jahe tumbuh
dari dalam tanah berbentuk bulat telur dengan panjang 3,5 hingga 5 cm dan lebar
1,5 hingga 1,75 cm. Gagang bunga bersisik sebanyak 5 hingga 7 buah. Bunga
berwarna hijau kekuningan. Bibir bunga dan kepala putik ungu. Tangkai putik
berjumlah dua (Bustan, Ria dan Halomoan, 2008). Jahe dapat dipanen setelah
berumur 8 bulan untuk dijual atau industri, akan tetapi umur panen yang paling
optimal yaitu 10-12 bulan (Ruhnayat, 1995).
Pasar jahe di Indonesia sangat potensial. Permintaan terhadap komoditas
jahe masih lebih banyak dibandingkan hasil produksi jahe sehingga harga jualnya
Halaman | 2
bagus. Sejak tahun 2004 luas lahan untuk budidaya jahe di Indonesia menurun.
Namun dari tahun ke tahun produksinya justru terus meningkat, kecuali untuk
tahun 2010 dan 2011 produksinya sempat anjlok. Berikut ini tersaji data produksi
jahe dari tahun 2006-2014 (Tabel. 1).
Tabel 1. Produksi Jahe di Indonesia
Tahun Jumlah Produksi Jahe (Kg)
2006
177 137 949
2007
174 556 589
2008
154 963 079
2009
122 181 084
2010
107 734 608
2011
94 743 139
2012
114 537 658
2013
155 286 288
2014
274 566 184
Sumber : http://bps.go.id
B. Pasca Panen Jahe dan Penanganannya
Jahe yang baru dipanen belum bisa dikatakan siap jual, sebab
penampilannya masih kotor. Untuk itulah perlu penanganan khusus agar jahe
menjadi bentuk yang siap jual. Jahe biasanya dipasarkan dalam bentuk jahe segar,
jahe kering, jahe asinan, jahe dalam sirup, jahe kristal, minyak atsiri (minyak
jahe), dan oleoresin (Paimin B. F., 1991). Uraian secara lebih terperinci tentang
pengolahan masing-masing bentuk di atas disajikan di bawah ini sebagai berikut.
1. Jahe segar
Jahe segar merupakan jahe yang baru dipanen tanpa ada perlakuan
khusus. Jahe setalah dipanen, sisa batang semu dan akar-akar serabutnya
dibersihkan (Pamuji dan Busri Saleh, 2010). Pencucian rimpang ini dapat
dilakukan dengan air bertekanan, disemprot ataupun direndam dalam air
sambil disikat pelan-pelan supaya kulitnya tidak terkelupas. Apabila
pencucian terlambat dilakukan, sebagian tanah akan melekat pada rimpang
sehingga cukup sulit membersihkan sekaligus mempengaruhi warna
Halaman | 3
Halaman | 4
Jahe kering yang dikenal dalam perdagangan ada dua, yaitu berbentuk
slice dan bentuk split. Jahe bentuk slice, dipotong secara melintang dengan
ukuran tebal 3-4 mm. Jahe bentuk split dipotong hanya dengan membelah
atau meniris jahe sejajar dengan permukaan yang datar. Berdasarkan cara
pengupasannya dibedakan menjadi jahe kering tanpa dikuliti, setengah
dikuliti dan dikuliti seluruhnya. Prosesnya berbeda sesuai cara
pengupasannya.
a. Tanpa dikuliti
Setelah panen, jahe dibersihkan lalu diiris. Suhu yang digunakan untuk
proses pengeringan diatur sesuai kebutuhan. Jika digunakan sebagai
rempah suhu anjurannya sebesar 57C. jika digunakan untuk pengambilan
atau penyulingan minyak asiri dan oleoresin suhunya 80C. Rendemen
jahe kering tanpa dikuliti ini berkisar antara 60-70 % dengan kadar air
antara 10-12 %. Jahe kering tanpa dikuliti dikenal sebagai jahe kering
hitam atau gaplek jahe hitam. Hasil yang diperoleh dari proses ini biasanya
sebesar 70% dari bahan basah.
b. Setengah dikuliti
Jahe yang setengah dikuliti hanya permukaan datarnya saja yang
dikupas. Jahe yang telah dikupas diiris sesuai dengan ukuran dan bentuk
yang diminta. Selanjutnya didihkan selam 15 menit. Rendam jahe dalam
air kurang lebih semalaman. Jahe ini disebut juga jahe kasar.
c. Dikuliti seluruhnya
Jahe dikupas seluruhnya hingga daging rimpang jahe yang berwarna
putih kekuningan terlihat. Pengupasan dilakukan secara hati-hati agar
lapisan dibawah kulit tidak banyak yang terkupas dan terbuang. Agar jahe
kering ini putih bersih, irisan jahe direndam air kapur yang jernih dengan
kadar CaO 1% selama semalam. Proses pembuatan jahe kering ini, sesaat
setelah dikuliti beratnya kira-kira 80% bahan asalnya, bahan keringnya
antara 50-60% bahan asalnya. Kadar yang baik untuk jahe kering ini
antara 7-12%.
3. Jahe Awet atau Jahe Olahan
Halaman | 5
Ditinjau dari bentuk olahannya, jahe awet biasanya berujud asinan jahe,
jahe dalam sirup, dan kristal jahe. Pasar terbesar jahe awet adalah Jepang
dan Timur Tengah.
a. Asinan jahe
Proses pembuatan asinan jahe diawali dengan pemotongan jahe
sesuai bagian-bagiannya, dikupas, dan dibentuk menurut kelas mutu.
Kemudian potongan ini dicampur garam dengan perbandingan 18 kg
garam untuk 60 kg jahe. Adonan campuran dimasukan ke dalam
wadah, kemudian ditutup rapat. Adonan didiamkan selama 24 jam
hingga terbentuk cairan garam. Cairan yang terbentuk dibuang dan
ditambahkan garam dan cuka lagi dengan perbandingan sama, yaitu 18
kg. Adonan ini didiamkan selama 7 hari dalam wadah yang tertutup
rapat. Di pasar dunia, produk asinan jahe dikelompokkan dalam kelaskelas mutu sebagai berikut :
Kelas dua : Choise Selected Stem Ginger, terdiri atas potonganpotongan rimpang, tetapi lebih kecil dari kelas satu
Kelas tiga : Fingers, terdiri atas potongan yang lebih kecik dari
kelas dua
Kelas lima : terbuat dari sisa rimpang yang sudah dipilih untuk
kelas yang lebih tinggi. Biasanya diberi nama Skins, Shavings,
Tops, dan Tails.
domestik,
jahe
asin
diawekan
dalam
sirup.
Cara
Halaman | 6
dan dicuci bersih. Jahe asin direndam di dalam air selama 2 hari
hingga airnya berubah. Tujuan perendaman untuk melarutkan garam
dam asam yang diserap oleh jahe. Perlakuan selanjutnya, jahe
dididihkan dalam air selama 10 menit. Setelah itu, potongan jahe
ditusuk-tusuk dengan garpu untuk memudahkan peresapan larutan gula
pada jahe. Setiap 60 kg jahe diberi 48 kg gula, lalu ditambah air
secukupnya hingga jahe terendam dalam air. Didihkan campuran itu
selama kurang lebih 45 menit (pendidihan pertama). Setelah
pendidihan pertama selesai, jahe dibiarkan terendam dalam larutan
sirup selama 2 hari atau lebih. Setelah ini, baru jahe dididihkan kedua
kalinya dengan menggunakan larutan sirup pertama selama 45 menit.
Setelah dingin, jadilah jahe awet dalam sirup yang siap untuk
dipasarkan.
c. Jahe Kristal
Jahe kristal merupakan perlakuan lanjutan dari jahe dalam sirup.
Setelah perlakuan jahe dalam sirup, jahe langsung ditiriskan kemudian
direndam dalam larutan gula pekat agar jahe terlapisi oleh gula.
Sesudah itu, jahe dilapisi dengan gula sukrosa dan dikeringkan dalam
dehydrator pada suhu 50oC selama 1-2 jam. Jahe ini biasanya dikemas
dalam tong, tetapi ada juga yang dikemas dalam peti yang berisi 24
guci atau 96 kaleng dengan isi 0,5 lb atau 227 gr jahe.
4. Minyak asiri
Minyak asiri merupakan minyak jahe yang berwarna kuning coklat
hingga kemerah-merahan. Berat jenisnya lebih kecil daripada air. Tiap
rimpang jahe mengandung 1-3% minyak asiri yang dapat diperoleh
dengan proses penyulingan. Proses penyulingan dapat dilakukan dengan
tiga cara yaitu penyulingan dengan air, penyulingan dengan air dan uap,
serta penyulingn dengan uap.
Proses penyulingan untuk jahe sebaiknya menggunakan jahe yang
tanpa dikuliti karena kandungan minyak atsisri banyak terdapat pada
jaringan dibawah kulit jahe. Jahe hanya dipotong-potong saja dalam
Halaman | 7
bentuk slice atau split. Agar mendapatkan minyak asiri yang baik, maka
jahe harus dibersihkan dari akar dan tanah (Djafar, 2010). Selanjutnya
digiling kasar atau digeprak dan dimasukkan dalam tangki atau ketel
penyulingan. Ketel diisi jangan terlalu penuh untuk memudahkan
terjadinya penguapan. Ketel kemudian ditutup rapat dan dijaga jangan
sampai bocor. Penyulingan yang terbaik adalah dengan menggunakan
penyulingan uap panas. Uap panas dialirkan ke dalam ketel yang berisi
gilingan umbi jahe. Uap terbentuk melalui ketel uap yang dididihkan.
Tekanan uap yang digunakan sebaiknya 8 atmosfer. Pengontrolan tekanan
dilihat dengan menggunakan manometer ketel uap, yang umumnya sudah
terdapat pada alat. Sebelum tekanan uap mencapai 8 atmosfir, kran
pengeluaran uap tetap tertutup. Lama proses penyulingan antara 16-36
jam, tergantung pada kapasitas tangki penyulingan.
Minyak jahe antara serat gilingan akan menguap karena terjadi aliran
uap panas dalam ketel penyuling, kemudian masuk pipa pendingin.
Pendinginan terjadi karena ada aliran air dingin di luar pipa yang terus
mengalir, uap tersebut mengembun dan menetes masuk ke dalam silinder
penampung yang juga sebagai pemisah minyak dan air. Minyak asiri akan
mengapung di atas air. Setelah uap yang mengembun tertampung banyak,
minyak yang terpisah akan mencapai lubang pengeluaran dan mengalir
keluar dari silinder penampung. Air yang terpisah dari minyak akan keluar
dari lubang yang letaknya lebih rendah dari lubang pengeluaran minyak.
Kadar minyak yang baik untuk mendapatkan minyak asiri dengan
rendemen yang tinggi sebesar 2.6-3 % adalah 10-12%. Kualitas minyak
jjahe haruslah berwarna kuning kecoklat-coklatan, berat jenisnya 0.8760.892 pada suhu 25C.
5. Oleoresin
Kegiatan ekspor jahe sering kali mengalami masalah. Jahe dapat
mengalami penurunan kualitas saat diolah, penyimpanan, bahkan
Halaman | 8
Halaman | 9
III. PENUTUP
Halaman | 10
DAFTAR PUSTAKA
Amir, A.N., dan Puspita. 2013. Pengambilan Oleoresin dari Limbah Ampas Jahe
Industri Jamu (PT. Sido Muncul) dengan Metode Ekstraksi. Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri. Vol. 2, no. 3 : 88-95.
Anam, Choirul. 2010. Ekstraksi Oleoresin jahe (Zingiber officinale) Kajian dari
Ukuran, Bahan, Pelarut, Waktu dan Suhu. Jurnal Pertanian MAPETA.
Vol. XII, No. 2 : 72-144.
Astriani, D., Wafit Dinarto, dan Warmanti Mildaryani. 2013. Penerapan
Agroteknologi Tanaman Jahe dan Pengolahan Rimpangnya Sebagai
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani di Dusun Sorogaten dan
Kaliberot. Jurnal AgriSains. Vol. 4, No. 7 : 56-64.
BPS. 2016. [online] http://bps.go.id/ . diakses tanggal 24 Mei 2016, Pukul 14:08
WIB.
Bustan, M. Djoni, Ria Febriyani dan Halomoan Pakpahan. 2008. Pengaruh Waktu
Ekstraksi dan Ukuran Partikel Terhadap Berat Oleoresin Jahe yang
Diperoleh dalam Berbagai Jumlah Pelarut Organik (Methanol). Jurnal
Teknik Kimia. Vol. 15, No. 4.
Djafar, F., M. Dani Supardan, dan Asri Gani. 2010. Pengaruh Ukuran Partikel, Sf
Rasio dan Waktu Proses Terhadap Rendemen pada Hidrodistilasi Minyak
Jahe. Jurnal Hasil Penelitian Industri. Vol. 23, No. 2 : 47-54.
Fakhrudin, M. Irfan. 2008. Kajian Karakteristik Oleoresin Jahe Berdasarkan
Ukuran dan Lama Perendaman Serbuk Jahe dalam Etanol. Skripsi,
fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Januwati, M., N. Heryana dan H.T. Luntungan. 2000. Pertumbuhan dan Produksi
Jahe Gajah (Zingiber officinale Rosc) sebagai Tanaman Sela di antara
Tegakan Pohon Kelapa (Cocos mucifera L.). Habitat. Vol. 2, No. 3 : 6570.
Paimin, B.F, dan Murhananto. 1991. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe.
Penebar Swadaya : Jakarta.
Pamuji, S., dan Busri Saleh. 2010. Pengaruh Intensitas Naungan Buatan dan Dosis
Pupuk K Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jahe Gajah. Akta Agrosia.
Vol. 13, No. 1 : hlm 62-69.
Halaman | 11
Halaman | 12