Anda di halaman 1dari 38

1

PENYUSUN:
Direktorat Bioenergi
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan
Konservasi Energi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Alamat:
Jl. Pegangsaan Timur No.1, Menteng Jakarta 10320
Tlp: (021) 39830077, 31924583, Faks: (021) 31924585
Website : www.ebtke.esdm.go.id

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji Syukur kami ucapkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Kuasa, KUMPULAN REGULASI
TEKNIS (SK DIRJEN EBTKE) BIDANG BIOENERGI TAHUN
2013 ini dapat kami susun dan terbitkan. Buku kumpulan

regulasi ini kami harapkan dapat dipergunakan sebagai


panduan praktis bagi seluruh kalangan/ pemangku
kepentingan yang bergerak dalam bidang bioenergi.
Terkait pengembangan Bioenergi, Pemerintah melalui
kementerian ESDM Cq Direktorat Bioenergi, Direktorat
Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi
Energi, akan terus mendorong pengembangan dan
pemanfaatan Bioenergi, melalui kebijakan, regulasi dan
program pengembangan yang lebih kondusif bagi semua
pemangku kepentingan.
Kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan buku
ini masih banyak kekurangan dan sangat jauh dari
sempurna, untuk itu kami akan terus memperbaiki diri
dan mengharapkan saran dan masukan dari semua
pihak.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang membantu dalam penyusunan dan
terbitnya buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan
manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan dalam
pengembangan bioenergi sebagai pengganti energi fosil.
Jakarta, Agustus 2013
Penyusun.

DAFTAR ISI
1. KEPUTUSAN DIRJEN EBTKE
Nomor
: 722 K/ 10/DJE/2013
Tentang
: STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI)
BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS
BIOETANOL SEBAGAI BAHAN
BAKAR
LAIN YANG DIPASARKAN DI
DALAM
NEGERI
Halaman
: 1 dari 34
2. KEPUTUSAN DIRJEN EBTKE
Nomor
: 723 K/ 10/DJE/2013
Tentang
: STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI)
BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS
BIODIESEL SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN
YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI
Halaman
: 7 dari 34
3. KEPUTUSAN DIRJEN EBTKE
Nomor
: 830 K/10/DJE/2013
Tentang
: STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI)
BAHAN BAKAR NABATI TERESTERIFIKASI PARSIAL UNTUK MOTOR DIESEL
PUTARAN SEDANG
Halaman
: 13 dari 34
4. KEPUTUSAN DIRJEN EBTKE
Nomor
: 902 K/10/DJE/2013
Tentang
: PETUNJUK TEKNIS UJI KADAR BAHAN
BAKAR NABATI (BBN) DI DALAM
CAMPURAN DENGAN BAHAN BAKAR
MINYAK (BBM).
Halaman
: 18 dari 34
5. KEPUTUSAN DIRJEN EBTKE
Nomor
: 903 K/10/DJE/2013
Tentang
: STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI)
BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS
MINYAK NABATI MURNI UNTUK BAHAN
BAKAR
MOTOR
DIESEL
PUTARAN
SEDANG.
Halaman
: 30 dari 34

ii

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,


TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
NOMOR : 722 K/ 10/DJE/2013
TENTANG
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR
NABATI (BIOFUEL) JENIS BIOETANOL SEBAGAI BAHAN
BAKAR LAIN
YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI

1 dari 34

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN
KONSERVASI ENERGI
NOMOR : 722 K/ 10/DJE/2013
TENTANG
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL)
JENIS BIOETANOL SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN
YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI
DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI,
Menimbang

Mengingat

: bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 10


Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
32 Tahun 2008, tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata
Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar
Lain,
perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal
Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi tentang
Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel)
Jenis Bioetanol Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri;
:

1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak


dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor
136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152;
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4746);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang
Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4436);
4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tanggal 25
Januari 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional;
5. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati
(Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain;
6. Keputusan
Presiden
Republik
Indonesia
14/M/2013 tanggal 25 Januari 2013;

Nomor

7. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral


Nomor : 0048 Tahun 2005 Tentang Standar dan Mutu
(Spesifikasi) serta Pengawasan Bahan Bakar Minyak,
Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain, LPG, LNG, dan
Hasil Olahan Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri;

2 dari 34

8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral


Nomor
32
Tahun
2008
tentang
Penyediaan,
Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati
(Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain;
9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
10.Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Nomor 3674 K/24/DJM/2006 tentang Standar dan
Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin
yang Dipasarkan Di Dalam Negeri;
11.Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor
182/KEP/BSN/12/2012 Tentang Penetapan Revisi 2
(Dua) Standar Nasional Indonesia;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN
DIREKTUR
JENDERAL
ENERGI
BARU,
TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI TENTANG STANDAR
DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL)
JENIS BIOETANOL SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN YANG
DIPASARKAN DI DALAM NEGERI.
KESATU

: Menetapkan dan memberlakukan Standar dan Mutu


(Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Bioetanol
Sebagai Bahan Bakar Lain Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Direktur
Jenderal ini yang mengacu pada SNI 7390:2012.

KEDUA

: Bahan Bakar Nabati (Biofuel) jenis Bioetanol yang dipasarkan


di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu
dapat digunakan sebagai campuran Bahan Bakar Jenis Bensin
sampai dengan 10% dari total campuran.

KETIGA

: Pada saat Keputusan ini mulai berlaku, Keputusan Direktur


Jenderal
Minyak
dan
Gas
Bumi
Nomor
23204.K/10/DJM.S/2008
tentang
Standar
dan
Mutu
(Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Bioetanol
Sebagai Bahan Bakar Lain Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri
dicabut
dan
dinyatakan
tidak
berlaku.

3 dari 34

KEEMPAT

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 02 Mei 2013
Direktur Jenderal Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi,
Ttd
Rida Mulyana

Tembusan :
1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
2. Menteri Perindustrian;
3. Menteri Perdagangan;
4. Menteri Lingkungan Hidup;
5. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
6. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
7. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi;
8. Kepala BPH Migas.

4 dari 34

Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan


Konservasi Energi
Nomor
: 722 K/ 10/DJE/2013
Tanggal
: 02 Mei 2013
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL)
JENIS BIOETANOL
NO

PARAMETER UJI

Kadar etanol

Kadar metanol

Kadar air

Kadar
denaturan
Hidrokarb
on
atau
Denatoniu
m Benzoat
Kadar tembaga
(Cu)

b)

Keasaman
sebagai asam
asetat

Tampakan

Kadar ion
klorida (Cl-)

METODE UJI
ASTM D5501 atau
Lihat bagian 11.1 SNI
7390:2012

ASTM D5501 atau


Lihat bagian 11.1 SNI
7390:2012
ASTM D1744 atau
ASTM E203 atau Lihat
bagian 11.2 SNI
7390:2012
ASTM D7304 atau IP
391 atau Lihat bagian
11.3 SNI 7390:2012

ASTM D1688 atau


Lihat bagian 11.4 SNI
7390:2012
ASTM D1613 atau BS
6392-1 atau Lihat
bagian 11.5 SNI
7390:2012
pengamatan visual

ASTM D512 atau


Lihat bagian 11.6 SNI
7390:2012

5 dari 34

PERSYARATANa)
99,5 (setelah
didenaturasi
dengan
denatonium
benzoat),
94,0 (setelah
didenaturasi
dengan
hidrokarbon)
0,5
0,7

SATUAN,
Min/Max
%-v, min.

%-v, maks.
%-v, maks.

25

%-v

4 - 10

mg/l

0,1

mg/kg,
maks.

30

mg/L,
maks.

jernih dan terang,


tidak ada
endapan dan
kotoran
20

mg/L,
maks.

NO

PARAMETER UJI

Kandungan
belerang (S)

10

Kadar getah
purwa dicuci
(washed gum)

METODE UJI
ASTM D2622 atau
ASTM D5453 atau BS
EN ISO 14596 atau
Lihat bagian 11.7 SNI
7390:2012
ASTM D381 atau
Lihat bagian 11.8 SNI
7390:2012

PERSYARATANa)
50

5,0

SATUAN,
Min/Max
mg/L,
maks.

mg/100ml,
maks.

a)

Jika tidak diberikan catatan khusus, nilai batasan (spesifikasi)


yang tertera adalah nilai untuk bioetanol yang sudah
didenaturasi dan akan dicampurkan ke dalam bensin pada
kadar sampai dengan 10%-v.

b)

FGE umumnya memiliki berat jenis dalam rentang 0,7936 0,7961 pada kondisi 15,56/15,56 C, atau dalam rentang
0,7871 - 0,7896 pada kondisi 25/25 C, diukur dengan cara
piknometri atau hidrometri yang sudah sangat lazim diterapkan
di dalam industri alkohol.

Direktur Jenderal Energi Baru,


Terbarukan dan Konservasi Energi,
Ttd
Rida Mulyana

6 dari 34

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,


TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
NOMOR : 723 K/10/DJE/2013
TENTANG
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR
NABATI (BIOFUEL) JENIS BIODIESEL SEBAGAI
BAHAN BAKAR LAIN
YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI

7 dari 34

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK


INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI
ENERGI
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN
KONSERVASI ENERGI
NOMOR : 723 K/10/DJE/2013
TENTANG
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL)
JENIS BIODIESEL SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN
YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI
DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI
ENERGI,
Menimbang

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 10


Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
32 Tahun 2008, Tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata
Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar
Lain, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal
Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi tentang
Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel)
Jenis Biodiesel Sebagai Bahan Bakar Lain Yang Dipasarkan
Di Dalam Negeri;

Mengingat

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak


dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor
136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152;
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4746);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang
Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4436);
4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tanggal 25
Januari 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional;
5. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati
(Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain;
6. Keputusan
14/M/2013

Presiden
Republik
tanggal
25

8 dari 34

Indonesia
Januari

Nomor
2013;

7. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral


Nomor 0048 Tahun 2005 Tentang Standar dan Mutu
(Spesifikasi) serta Pengawasan Bahan Bakar Minyak,
Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain, LPG, LNG, dan
Hasil Olahan Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri;
8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan,
dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai
Bahan Bakar Lain;
9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
10.Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Nomor 3675 K/24/DJM/2006 tentang Standar dan
Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak
Solar yang Dipasarkan Di Dalam Negeri;
11.Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor
182/KEP/BSN/12/2012 tentang Penetapan Revisi 2
(Dua) Standar Nasional Indonesia;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN
DIREKTUR
JENDERAL
ENERGI
BARU,
TERBARUKAN
DAN
KONSERVASI
ENERGI
TENTANG
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI
(BIOFUEL) JENIS BIODIESEL SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN
YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI.
KESATU

: Menetapkan dan memberlakukan Standar dan Mutu


(Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel
Sebagai Bahan Bakar Lain Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Direktur
Jenderal ini yang mengacu pada SNI 7182 : 2012.

KEDUA

: Bahan Bakar Nabati (Biofuel) jenis Biodiesel yang dipasarkan


di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu
dapat digunakan sebagai campuran Bahan Bakar Minyak
Jenis Minyak Solar sampai dengan 10% dari total campuran.

9 dari 34

KETIGA

: Pada saat Keputusan ini mulai berlaku, Keputusan Direktur


Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Nomor
13483
K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi)
Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel Sebagai Bahan
Bakar Lain Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

KEEMPAT

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 02 Mei 2013
Direktur Jenderal Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi,
Ttd
Rida Mulyana

Tembusan :
1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
2. Menteri Perindustrian;
3. Menteri Perdagangan;
4. Menteri Lingkungan Hidup;
5. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
6. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
7. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi;
8. Kepala BPH Migas.

10 dari 34

Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan


Konservasi Energi
Nomor : 723 K/10/DJE/2013
Tanggal : 02 Mei 2013
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL)
JENIS BIODIESEL
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

PARAMETER UJI

METODE UJI

Massa jenis pada


40 C

ASTM D-1298 atau ASTM


D 4052 atau lihat bagian
9.1 pada SNI 7182:2012
Viskositas
ASTM D-445 atau lihat
kinematik pd 40 C bagian 9.2 pada SNI
7182:2012
Angka setana
ASTM D-613 atau ASTM D
6890 atau lihat bagian 9.3
pada SNI 7182:2012
Titik nyala
ASTM D-93 atau lihat
(mangkok tertutup) bagian 9.4 pada SNI
7182:2012
Titik kabut
ASTM D-2500 atau lihat
bagian 9.5 pada SNI
7182:2012
Korosi lempeng
ASTM D 130 - 10 atau
tembaga (3 jam
lihat bagian 9.6 pada SNI
pada 50 C)
7182:2012
Residu karbon
dalam percontoh
ASTM D 4530 atau ASTM
asli atau
D 189 atau lihat bagian
dalam 10 % ampas 9.7 pada SNI 7182:2012
distilasi
Air dan sedimen
ASTM D 2709 atau lihat
bagian 9.8 pada SNI
7182:2012
Temperatur
ASTM D 1160 atau lihat
distilasi 90 %
bagian 9.9 pada SNI
7182:2012
Abu tersulfatkan
ASTM D-874 atau lihat
bagian 9.10 pada SNI
7182:2012
Belerang
ASTM D 5453 atau
ASTM D-1266, atau ASTM
D 4294 atau ASTM D 2622
atau lihat

11 dari 34

PERSYARATAN
850 890
2,3 6,0
51
100
18

SATUAN,
Min/Max
kg/m3
mm2/s
(cSt)
Min
C, min
C, maks

nomor 1

0,05
0,3

%-massa,
maks

0,05

%-vol.,
maks

360

C, maks

0,02

%-massa,
maks

100

mg/kg,
maks

NO

PARAMETER UJI

METODE UJI

SATUAN,
Min/Max

PERSYARATAN

bagian 9.11 pada SNI


7182:2012
12
13

14

15

16
17
18
-

Fosfor

AOCS Ca 12-55 atau lihat


bagian 9.12 pada SNI
7182:2012
Angka asam
AOCS Cd 3d-63 atau
ASTM D-664 atau lihat
bagian 9.13 pada SNI
7182:2012
Gliserol bebas
AOCS Ca 14-56 atau
ASTM D-6584 atau lihat
bagian 9.14 pada SNI
7182:2012
Gliserol total
AOCS Ca 14-56 atau
ASTM D-6584 atau lihat
bagian 9.14 pada SNI
7182:2012
Kadar ester metil
lihat bagian 9.15 pada
SNI 7182:2012
Angka iodium
AOCS Cd 1-25 atau lihat
bagian 9.16 pada SNI
7182:2012
Kestabilan oksidasi EN 15751 atau lihat
Periode induksi
bagian
metode rancimat
9.17.1 pada SNI
atau
7182:2012
Periode induksi
ASTM D 7545 atau lihat
metode petro oksi
bagian 9.17.2 pada SNI
7182:2012

10

mg/kg,
maks

0,6

mgKOH/g,
maks

0,02

%-massa,
maks

0,24

%-massa,
maks

96,5

%-massa,
min
%-massa
(g-I2/100 g),
maks

115

360
27

menit

Direktur Jenderal Energi Baru,


Terbarukan dan Konservasi Energi,
Ttd
Rida Mulyana

12 dari 34

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,


TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
NOMOR : 830 K/10/DJE/2013
TENTANG
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR
NABATI TERESTERIFIKASI PARSIAL UNTUK MOTOR
DIESEL PUTARAN SEDANG

13 dari 34

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN
KONSERVASI ENERGI
NOMOR : 830 K/10/DJE/2013
TENTANG
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI
TERESTERIFIKASI PARSIAL UNTUK MOTOR DIESEL PUTARAN SEDANG
DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI
ENERGI,
Menimbang

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun
2008, Tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga
Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain,
perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Energi
Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi tentang Standar
Dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati Teresterifikasi
Parsial Untuk Motor Diesel Putaran Sedang;

Mengingat

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak


dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor
136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152);
2. Undang-Undang 30 Tahun 2007 tentang Energi
(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4746);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang
Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4436);
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional;
5. Keputusan
Presiden
Republik
Indonesia
14/M/2013 tanggal 25 Januari 2013;

Nomor

6. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun


2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar
Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain;
7. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 0048 Tahun 2005 Tentang Standar dan Mutu
(Spesifikasi) serta Pengawasan Bahan Bakar Minyak,
Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain, LPG, LNG, dan
Hasil Olahan Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri;
8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan,

14 dari 34

dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel)


Bahan Bakar Lain;

sebagai

9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral


Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN
DIREKTUR
JENDERAL
ENERGI
BARU,
TERBARUKAN
DAN
KONSERVASI
ENERGI
TENTANG
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI
TERESTERIFIKASI PARSIAL UNTUK MOTOR DIESEL PUTARAN
SEDANG.
KESATU

: Menetapkan
Standar
Dan
Mutu
(Spesifikasi)
Bahan
Bakar Nabati Teresterifikasi Parsial Untuk Motor Diesel
Putaran Sedang sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
Direktur Jenderal ini.

KEDUA

: Bahan Bakar Nabati Teresterifikasi Parsial untuk Motor Diesel


Putaran Sedang sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu
memiliki spesifikasi paling sedikit setara dengan bahan bakar
Minyak Nabati Murni sesuai SNI 7431:2008.

KETIGA

: Bahan Bakar Nabati Teresterifikasi Parsial untuk Motor Diesel


Putaran Sedang sebagaimana dimaksud dalam Diktum
Kesatu dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk
pembangkit listrik yang dicampur dengan Bahan Bakar
Minyak
Jenis
Minyak
Solar paling besar 50% dan
dipanaskan dengan suhu 60-70C.

KEEMPAT

: Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal


ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Juni 2013
Direktur Jenderal Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi,
Ttd
Rida Mulyana

15 dari 34

Tembusan :
1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
2. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
3. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
4. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi;
5. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan;
6. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian ESDM;
7. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian ESDM;
8. Kepala BPH Migas.

16 dari 34

Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan


Konservasi Energi
Nomor
: 830 K/10/DJE/2013
Tanggal
: 17 Juni 2013
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI
TERESTERIFIKASI PARSIAL UNTUK MOTOR DIESEL PUTARAN SEDANG
NO

PARAMETER UJI

SATUAN,
Min/Max

PERSYARATAN

METODE
UJI
SNI
7431:2008
Sub Pasal
9.1

Angka asam

mg-KOH/g,
maks

2,0

Kadar Fosfor

mg/kg,
maks

10

Kadar Air dan sedimen

%-vol., maks

0,075*

Kadar Bahan tak


tersabunkan
Viskositas kinematik pd
50 C

%-berat,
maks
mm2/s
(cSt), maks
%-massa,
maks

4
5

2,0
36

Kadar Abu tersulfatkan

0,02

Angka Penyabunan

mg KOH/g

180 - 265

Angka iodium

115

Titik nyala (mangkok


tertutup)

g-I2/100 g,
maks
C, min

100

10

Kadar Residu karbon

%-massa,
maks

0,4

11

Massa jenis pada 50 C

Kg/m3

870 - 920

12

Angka setana

Min

39

13

Kadar Belerang

%-massa,
maks

0,01

Sub Pasal
9.2
Sub Pasal
9.3, 9.4, dan
9.5
Sub Pasal
9.6
Sub Pasal
9.7
Sub Pasal
9.8
Sub Pasal
9.9
Sub Pasal
9.10
Sub Pasal
9.11
Sub Pasal
9.12
Sub Pasal
9.13
Sub Pasal
9.14
Sub Pasal
9.15

* Catatan dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen


maksimum 0,01 %-berat
Direktur Jenderal Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi,
Ttd
Rida Mulyana

17 dari 34

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,


TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
NOMOR : 902 K/10/DJE/ 2013
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS UJI KADAR BAHAN BAKAR
NABATI (BBN) DI DALAM CAMPURAN DENGAN
BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)

18 dari 34

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK


INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN
DAN KONSERVASI ENERGI
NOMOR : 902 K/10/DJE/2013
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS UJI KADAR BAHAN BAKAR NABATI (BBN) DI
DALAM CAMPURAN DENGAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)
DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI,
Menimbang

a. bahwa pelaksanaan monitoring pencampuran Bahan


Bakar Nabati (BBN) di dalam campuran dengan
Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat penting
dilakukan
untuk
memastikan
mandatori
penggunaannya dilaksanakan dengan baik serta
dana subsidi tersalurkan dan dimanfaatkan dengan
benar;
b. bahwa metode uji yang digunakan untuk mengukur
kandungan BBN di dalam campuran dengan BBM
merupakan faktor penting dalam menghasilkan data
yang akurat sehingga harus seragam dan sudah
tervalidasi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas, perlu
menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Energi
Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi tentang
Petunjuk Teknis Uji Kadar Bahan Bakar Nabati
(BBN) di Dalam Campuran Dengan Bahan Bakar
Minyak (BBM);

Mengingat

1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang


Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun
2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4152;
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang
Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4152);
3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional;
4. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan

19 dari 34

Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar


Lain;
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14/M
Tahun 2013 tanggal 25 Januari 2013;
6. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan,
Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati
(Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain;
7. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
MEMUTUSKAN
Menetapkan

: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,


TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI TENTANG
PETUNJUK TEKNIS UJI KADAR BAHAN BAKAR NABATI
(BBN) DI DALAM CAMPURAN DENGAN BAHAN BAKAR
MINYAK (BBM).

KESATU

: Memberlakukan Petunjuk Teknis Uji Kadar Bahan


Bakar Nabati (BBN) di dalam Campuran dengan Bahan
Bakar Minyak (BBM) sebagaimana tercantum dalam
lampiran Keputusan Direktur Jenderal ini.

KEDUA

: Petunjuk Teknis sebagaimana dimaksud dalam Diktum


KESATU merupakan acuan bagi lembaga/laboratorium
uji yang melaksanakan kegiatan uji kadar Bahan Bakar
Nabati (BBN) di dalam campuran dengan Bahan Bakar
Minyak (BBM);

KETIGA

: Lembaga/laboratorium uji sebagaimana yang dimaksud


dalam Diktum KEDUA harus sudah terakreditasi oleh
Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk pengujian BBM;

KEEMPAT

: Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada


tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Juni 2013
Direktur Jenderal Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi,
ttd
Rida Mulyana

20 dari 34

Tembusan :
1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
2. Menteri Perindustrian;
3. Menteri Perdagangan;
4. Menteri Lingkungan Hidup;
5. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral;
6. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral;
7. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi;
8. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM;
9. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan ESDM;
10. Kepala BPH Migas.

21 dari 34

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,


TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
Nomor : 902 K/10/DJE/2013
Tanggal : 20 Juni 2013
PETUNJUK TEKNIS
UJI KADAR BAHAN BAKAR NABATI (BBN) DI DALAM
CAMPURANNYA DENGAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)
I.

Umum
A. Ruang Lingkup
Petunjuk Teknis ini berisi metode-metode uji penentuan
kadar BBN di dalam BBM, yaitu :

1. Penentuan kadar biodiesel EMAL/FAME (Ester Metil


Asam Lemak / Fatty Acid Methyl Ester) di dalam minyak
solar

pada

kadar

menggunakan

sampai

kombinasi

dengan

spektrometri

10

%-v/v,

inframerah

pertengahan (mid infrared spectrometry) dan analisis


angka penyabunan;

2. Penentuan kadar bioetanol di dalam gasohol (campuran


bensin dengan bioetanol) pada kadar sampai dengan 10
%-v/v, yaitu metode ekstraksi dengan air.
B. Ikhtisar Metode Uji
1.

Penentuan Kadar Biodiesel di dalam Minyak Solar


Spektrum absorpsi inframerah pertengahan dari satu
bagian percontoh campuran biodiesel EMAL/ FAME
dengan minyak solar direkam dengan spektrometer
inframerah dan diukur absorbansi puncak tertingginya,
yaitu pada bilangan gelombang 1745 5 cm-1. Percontoh
yang

sama

juga

dianalisis

22 dari 34

angka

penyabunannya.

Berdasarkan nilai absorbansi dan angka penyabunan


yang diperoleh, kadar biodiesel EMAL/FAME kemudian
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
yang diberikan dalam lampiran ini.
2.

Penentuan Kadar Bioetanol di dalam Gasohol


Penentuan kadar bioetanol di dalam gasohol secara
sederhana (Ekstraksi). Percontoh gasohol dikocok dalam
gelas

ukur

dengan

akuades

untuk

mengekstraksi

bioetanol yang dikandungnya. Pengukuran volume fasa


air sesudah ekstraksi menunjukkan kadar bioetanol di
dalam gasohol tersebut.
II.

METODE UJI
A. Penentuan Kadar Biodiesel di dalam Minyak Solar
1.

Cara Pengambilan dan Penanganan Percontoh


Percontoh

diambil

menuruti

SNI

19-0429-1989

Petunjuk Pengambilan Contoh Cairan dan Semi Padat.


Jika tidak langsung diuji, percontoh harus disimpan
dalam wadah inert bertutup rapat dan di tempat/ruang
yang gelap dan tidak panas.
2.

Reagen-Reagen dan Bahan-Bahan


2.1.

Asam khlorida 0,5 N yang sudah terstandarkan


(normalitas eksaknya diketahui).

2.2.

Larutan 1,0 N kalium hidroksida di dalam


metanol; larutkan 56,10 gram KOH p.a. ke
dalam 500 ml metanol p.a. dan kemudian buat
volume

larutan

menjadi

penambahan metanol p.a.-nya.

23 dari 34

liter

dengan

2.3.

Larutan indikator fenolftalein 1%-b/v dalam


etanol 95%-v.

3.

Peralatan
3.1.

Spektrometer inframerah bertipe dispersif atau


interferometer (FTIR) yang mampu beroperasi
dalam rentang bilangan gelombang dari sekitar
400 cm-1 sampai kira-kira 4000 cm-1, dengan
tebal sel percontoh (cell path length) 1 mm dan
dapat digunakan untuk mengukur campuran
biodiesel EMAL/FAME dengan minyak solar
pada kadar biodiesel 1 sampai dengan 10 %-v/v
melalui penentuan absorbansi pada 1745 cm-1
atau 5,73 m.

3.2.

Gelas ukur 50 ml berketelitian pengukuran 0,5


ml.

3.3.

Pipet gondok (volumetric pipette) 20 ml.

3.4.

Labu

Erlenmeyer,

kapasitas

250

ml

dan

berleher sambungan asah (N/S 24/40, 24/29


atau 29/32).
3.5.

Kondensor berpendingin udara dengan panjang


minimum 65 cm (atau kondensor berpipa
dalam lurus dan berpendingin air) yang ujung
bawahnya bersambungan asah yang N/S-nya
cocok dengan labu Erlenmeyer tersebut pada
3.3.

3.6.

Bak pemanas air atau pelat pemanas yang


temperatur atau laju pemanasannya dapat
dikendalikan.

3.7.

Dua buret berkapasitas 50 ml masing-masing


untuk titran larutan asam dan basa.

24 dari 34

4.

Pengukuran Absorbansi Inframerah


Ikuti dengan seksama semua instruksi atau petunjuk
di

dalam

manual

pabrik/perusahaan

yang

spektrometer

diberikan

oleh

inframerah

yang

digunakan dan ukur puncak absorbansi percontoh


(yaitu campuran biodiesel dengan minyak solar) pada
bilangan gelombang 1745 5 cm-1 atau panjang
gelombang 5,73 0,02 m.
5.

Prosedur Pengukuran Angka Penyabunan


5.1.

Masukkan 20 ml percontoh (yaitu campuran


biodiesel dengan minyak solar) yang akan
dianalisis ke dalam sebuah labu Erlenmeyer
250 ml.

5.2.

Tambahkan 20 ml larutan 1,0 N KOH metanolik


dengan pipet gondok 20 ml atau buret 50 ml.
Letakkan

labu

Erlenmeyer

di

pemanas

(atau

di

bak

dalam

atas

pelat

pemanas),

sambungkan/ pasangkan kondensor, alirkan


air

pendingin

jika

yang

dipakai

adalah

kondensor berpendingin air, dan refluks isi labu


secara

pelahan

selama

jam.

Perhatikan

bahwa selama refluks, cincin uap di dalam


kondensor tidak boleh naik melampaui puncak
kondensor

(jika

ini

terjadi,

analisis

harus

diulang).
5.3.

Sementara menunggu operasi refluks selesai,


tambahkan 20 ml larutan 1,0 N KOH ke sebuah
labu Erlenmeyer lain, bubuhi dengan beberapa
tetes indikator fenolftalein, dan titrasi dengan
larutan asam khlorida 0,5 N sampai warna

25 dari 34

merah jambu persis hilang. Catat volume titran


yang dihabiskan dalam titrasi blanko.
5.4.

Sesudah

jam

operasi

refluks

usai,

hentikan/singkirkan pemanasan dan biarkan


isi labu sampai dingin.
5.5.

Bilas kondensor dengan beberapa ml metanol,


lepaskan

kondensor

dari

labu,

bubuhkan

beberapa tetes indikator fenolftalein, dan titrasi


isi labu dengan larutan HCl 0,5 N sampai
warna merah jambu persis hilang. Catat volume
titran yang dihabiskan dalam titrasi contoh.
5.6.

Hitung angka penyabunan percontoh yang diuji


dengan rumus berikut (dalam mg-KOH/ml) :

AP =

56,10(Vtb Vtc )NHCl


VC

dengan :

6.

Vtb

= volume
titran
yang
dihabiskan pada titrasi
blanko, ml.
Vtc =
volume
titran
yang
dihabiskan pada titrasi
contoh, ml.
NHCl = normalitas eksak larutan
HCl 0,5 N.
VC = volume percontoh bahan
bakar (20 ml).

Penentuan Kadar Biodiesel EMAL/FAME


Berdasarkan nilai absorbansi inframerah (bagian 4) dan
angka

penyabunan

biodiesel

AP

EMAL/FAME,

persamaan berikut :

26 dari 34

(bagian
dalam

5),

hitung

%-volume,

kadar
dengan

Keterangan :
z

= konsentrasi biodiesel (%-volume)

y = nilai absorbansi
x = angka penyabunan (mg KOH/g biodiesel)
7.

Pelaporan Hasil
Laporkan nilai %-volume biodiesel EMAL/FAME yang
diperoleh dalam angka satu desimal terdekat. Hasil
pengukuran tersebut dapat diterima jika masih berada
dalam batas ketelitian berikut :
V (4% x V), dengan V = persen volume biodiesel yang
diharapkan.
Contoh : jika V = 7,5%-volume, maka 7,5 (4% x 7,5),
sehingga hasil pengukuran masih dapat diterima jika
nilainya masih berada antara 7,2 7,8 %-volume.

B. Penentuan Kadar Bioetanol di dalam Gasohol


1.

Cara Pengambilan dan Penanganan Percontoh


Percontoh

diambil

menuruti

SNI

19-0429-1989

Petunjuk Pengambilan Contoh Cairan dan Semi Padat.


Jika tidak langsung diuji, percontoh harus disimpan
dalam wadah inert bertutup rapat dan di tempat/ruang
yang gelap dan tidak panas.
2.

Bahan dan Peralatan


2.1.

Aquades secukupnya.

2.2.

Gelas Ukur 100 ml berketelitian pengukuran


0,5 ml, dan bertutup asah.

2.3.

Pipet ukur 10 ml.

27 dari 34

3.

Prosedur Pengukuran Menggunakan Metode Ekstraksi


dengan Air
3.1.

Masukkan 100 ml gasohol yang diuji ke dalam


sebuah gelas ukur 100 ml yang bertutup asah.

3.2.

Pipet 10 ml akuades ke dalam gelas ukur.

3.3.

Tutup gelas ukur erat-erat, kocok isinya selama


1 menit dan diamkan minimal selama 5 menit.

3.4.

Baca volume lapisan bawah, dalam ml, seteliti


mungkin.

3.5.

Lakukan pengukuran paling sedikit 2 kali


(duplo) dan beda pembacaan volume lapisan
bawah pada kedua pengujian tersebut tidak
lebih dari 0,5 ml. Ulangi pengukuran jika beda
pembacaan hasil pengukuran lebih dari 0,5 ml.

3.6.

Hitung nilai rata-rata volume lapisan bawah


dari nilai-nilai yang diperoleh pada 3.5.

3.7.

Peroleh %-volume etanol dalam gasohol dengan


memasukkan hasil 3.6. ke dalam grafik pada
Gambar 1.

28 dari 34

Gambar 1. Kurva kalibrasi penentuan kadar bioetanol dalam gasohol


dengan cara ekstraksi oleh air.
(Sumber
:
Fuel
Ethanol
Industry
Guidelines,
Specifications, and Procedures (US) Renewable Fuels
Association, December 2010, setelah diverikasi dan
3.8.

Laporkan kadar bioetanol dalam gasohol hasil


pengukuran dengan format satu angka di
belakang koma dan ketelitian 0,5 %-volume.
Contoh: 8,3 0,5 %-vol.
Direktur Jenderal Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi,
Ttd
Rida Mulyana

29 dari 34

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,


TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
NOMOR : 903 K/10/DJE/ 2013
TENTANG
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR
NABATI (BIOFUEL) JENIS MINYAK NABATI MURNI
UNTUK BAHAN BAKAR MOTOR DIESEL PUTARAN
SEDANG

30 dari 34

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN
DAN KONSERVASI ENERGI
NOMOR : 903 K/10/DJE/ 2013
TENTANG
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL)
JENIS MINYAK NABATI MURNI UNTUK BAHAN BAKAR MOTOR DIESEL
PUTARAN SEDANG
DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN
KONSERVASI ENERGI,
Menimbang

bahwa untuk melaksanakan ketentuan


Pasal 10 ayat 1 Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral Nomor 32
Tahun
2008
tentang
Penyediaan,
Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar
Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain,
perlu menetapkan Keputusan Direktur
Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan
Konservasi Energi tentang Standar dan
Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati
(Biofuel) Jenis Minyak Nabati Murni Untuk
Bahan Bakar Motor Diesel Putaran
Sedang;

Mengingat

1.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun


2007 tentang Energi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor
4746);

2.

Peraturan
Presiden
Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2006
tanggal 25 Januari 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional;

3.

Peraturan
Presiden
Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas, dan
Fungsi Kementerian Negara serta

31 dari 34

Susunan Organisasi, Tugas, dan


Fungsi Eselon I Kementerian Negara.
4.

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun


2006
tentang
Penyediaan
dan
Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati
(Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain;

5.

Keputusan
Presiden
Republik
Indonesia Nomor 14/M/2013 tanggal
25 Januari 2013;

6.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber


Daya Mineral Nomor 0048 Tahun
2005 Tentang Standar dan Mutu
(Spesifikasi) serta Pengawasan Bahan
Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas,
Bahan Bakar Lain, LPG, LNG, dan
Hasil Olahan Yang Dipasarkan di
Dalam Negeri;

7.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber


Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008
tentang Penyediaan, Pemanfaatan,
dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati
(Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain;

8.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber


Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral;

M E M U T U S K A N:
Menetapkan

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI


BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI
ENERGI TENTANG STANDAR DAN MUTU
(SPESIFIKASI)
BAHAN
BAKAR
NABATI
(BIOFUEL) JENIS MINYAK NABATI MURNI
UNTUK BAHAN BAKAR MOTOR DIESEL
PUTARAN SEDANG.

KESATU

Menetapkan dan memberlakukan Standar


dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati
(Biofuel) Jenis Minyak Nabati Murni Untuk
Bahan Bakar Motor Diesel Putaran Sedang
Yang
Dipasarkan
di
dalam
negeri
sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan Direktur Jenderal ini.

32 dari 34

KEDUA

Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Minyak


Nabati Murni Untuk Bahan Bakar Motor
Diesel Putaran Sedang yang dipasarkan di
dalam negeri sebagaimana dimaksud pada
Diktum Kesatu dapat digunakan sebagai
campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak
Solar sampai dengan 50% (lima puluh
perseratus) dari total campuran untuk bahan
bakar motor diesel non otomotif dengan
putaran sedang sampai dengan 1500 (seribu
lima ratus) rpm.

KETIGA

Bahan Bakar Jenis Minyak Nabati Murni


Untuk Bahan Bakar Motor Diesel Putaran
Sedang sebagaimana dimaksud pada Diktum
Kedua wajib memenuhi standar dan mutu
(spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis
Minyak Solar yang berlaku berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Migas.

KEEMPAT

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal


ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Juni 2013
Direktur Jenderal Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi,
ttd
Rida Mulyana

Tembusan :
1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
2. Menteri Perindustrian;
3. Menteri Perdagangan;
4. Menteri Lingkungan Hidup;
5. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral;
6. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral;
7. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi;
8. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM;
9. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan ESDM;
10. Kepala BPH Migas.

33 dari 34

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,


TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
Nomor : 903 K/10/DJE/ 2013
Tanggal : 20 Juni 2013
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI
(BIOFUEL) JENIS MINYAK NABATI MURNI UNTUK BAHAN BAKAR
MOTOR DIESEL PUTARAN SEDANG
NO

PARAMETER UJI

SATUAN,
Min/Max

PERSYARA
TAN
2,0

Sub Pasal 9.1

10
0,075*

Sub Pasal 9.2


Sub Pasal 9.3,
9.4, dan 9.5

Angka asam

Kadar Fosfor

mg-KOH/g,
maks
mg/kg, maks

Kadar Air dan sedimen

%-vol., maks

11

Kadar Bahan tak


%-berat, maks
tersabunkan
Viskositas kinematik pd mm2/s (cSt),
50 C
maks
%-massa,
Kadar Abu tersulfatkan
maks
Angka Penyabunan
mg KOH/g
g-I2/100 g,
Angka iodium
maks
Titik nyala (mangkok
C, min
tertutup)
%-massa,
Kadar Residu karbon
maks3
Massa jenis pada 50 C
Kg/m

12

Angka setana

13

Kadar Belerang

4
5
6
7
8
9
10

Min
%-massa,
maks

METODE UJI
SNI 7431:2008

2,0

Sub Pasal 9.6

36

Sub Pasal 9.7

0,02

Sub Pasal 9.8

180 - 265

Sub Pasal 9.9

115

Sub Pasal 9.10

100

Sub Pasal 9.11

0,4

Sub Pasal 9.12

900 - 920

Sub Pasal 9.13

39

Sub Pasal 9.14

0,01

Sub Pasal 9.15

*Catatan dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen


maksimum 0,01 %-berat
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan
dan Konservasi Energi,
ttd
Rida Mulyana

34 dari 34

Anda mungkin juga menyukai