Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERI

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian Mioma Uteri
Mioma uteri adalah neoplasma jinak, yang berasal dari otot uterus
yang disebut juga leiomioma uteri atau uterine fibroid. Dikenal dua tempat
asal mioma uteri yaitu serviks uteri dan korpus uteri. Yangada pada serviks
uteri hanya di temukan dalam 3 % sedangkan pada korpus uteri 97 %
mioma uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada
usia 35 tahun keatas dan belum pernah dilaporkan bahwa mioma uteri
terjadi sebelum menarche (prawirohardjo, sarwono 1994 ; 281 ).
Mioma Uteri adalah tumor jinak otot rahim dengan berbagai
komposisi jaringan ikat (Manuaba, 2001)
Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus, yang
dalam kepustakaan ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah
fibrimioma

uteri,

leiomyoma

uteri

atau

uterine

fibroid

(Prawirohardjo,1996)
Mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang berbatas tegas yang
terdiri dari otot polos dan jaringan fibrosa (Sylvia A.P, 1994)
Leiomioma adalah tumor uterus jinak tak berkapsul, berbatas tegas
otot polos dengan beberapa elemen jaringan penyambung fibrosa (Taber,
Ben Zion, 1994)
Myoma uteri adalah tumor jinak otot rahim dengan komposisi
jaringan ikat (http://hidayat2.wordpress.com diakses tanggal 18 september
2010, pukul 17.58 WIB)
B. Etiologi
Walaupun mioma uteri terjadi banyak tanpa penyebab, namun dari
hasil penelitian Meyer dan Lipschultz, yang mengutarakan bahwa
terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel imatur pada Cell nest
yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.

(Prawirohardjo, Sarwono 1994 ; 282 ).


Penyebab dari mioma uteri belum diketahui secara pasti. Namun
diduga ada beberapa faktor yang berhubungan dengan pertumbuhan
mioma uteri, antara lain:
1. Faktor Hormonal
Hormon estrogen dan progesteron berperan dalam perkembangan
mioma uteri. Mioma jarang timbul sebelum masa pubertas, meningkat
pada usia reproduktif, dan mengalami regresi setelah menopause.
Semakin lama terpapar dengan hormon estrogen seperti obesitas dan
menarche dini, akan meningkatkan kejadian mioma uteri.
2. Faktor genetik
Mioma memiliki sekitar 40% kromosom yang abnormal, yaitu
adanya translokasi antara kromosom 12 dan 14, delesi kromosom 7
dan trisomi dari kromosom 12.
3. Teori Cellnest atau Genitoblas
Terjadinya mioma uteri itu tergantung pada sel-sel otot imatur
yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus
menerus oleh estrogen. (Prawirohardjo, 1996)
4. Faktor Pertumbuhan
Faktor pertumbuhan berupa protein atau polipeptida yang
diproduksi oleh sel otot polos dan fibroblas, yang mengontrol
proliferasi sel dan merangsang pertumbuhan dari mioma.
5. Umur
Kebanyakan wanita mulai didiagnosis mioma uteri pada usia
diatas 40 tahun.
6. Menarche Dini
Menarche dini ( < 10 tahun) meningkatkan resiko kejadian
mioma 1,24 kali
7. Ras
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa wanita keturunan AfrikaAmerika memiliki resiko 2,9 kali lebih besar untuk menderita mioma

uteri dibandingkan dengan wanita Caucasian.


8. Riwayat Keluarga
Jika memiliki riwayat keturunan yang menderita mioma uteri,
akan meningkatkan resiko 2,5 kali lebih besar.
9. Berat Badan
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa resiko mioma meningkat
pada wanita yang memiliki berat badan lebih atau obesitas berdasarkan
indeks massa tubuh
C. Patofisiologi/pathways
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding
miometrium normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan
dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa
yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan
jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul.
Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor
keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian
besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma
uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum,
intramular dan subserosum.

Sumber : Sarwono Prawiroharjo, 1996


Myoma awalnya dipengaruhi oleh faktor hormonal. Hormon yang
berpengaruh adalah Estrogen. Estrogen setiap bulannya dikeluarkan oleh
GnRH untuk proses ovulasi dan saat menstruasi. Apabila estrogen
dikeluarkan dalam jumlah berlebih dan mengenai sel-se immatur otot yang
ada pada rahim yang terjadi yaitu munculnya Myoma uteri. Maka dari itu,
myoma uteri sering ditemukan pada wanita yang pada masa reproduksi
dan sangat jarang ditemui pada wanita saat sebelum hamil. Selain faktor
hormonal, myoma uteri berkembang karena faktor-faktor lain seperti
umur, ras, menarche dini, keturunan, berat badan (Prawiroharjo, 1996)
D. Jenis Mioma Uteri
Berdasarkan posisi mioma terhadap lapisan-lapisan uterus dapat di
bagi menjadi tiga jenis yaitu :
1. Mioma Submukosum
Mioma ini berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam
rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai dan

menjadi polip, kemudian dapat dilahirkan melalui saluran serviks


( Myoma geburt).
2. Mioma Intramural
Yaitu mioma yang berada di dinding uterus di antara serabut
miometrium
3. Mioma Subserosum
Mioma jenis ini tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus dan diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat
pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum
atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari urerussehingga
sering disebut sebagai mioma wondering/ Parasitic Fibroid.
Jarang sekali ditemukan hanya satu macam mioma saja dalam
uterus. Mioma yang tumbuh pada serveks uteri dapat menonjol ke dalam
saluran serviks sehingga ostium uteri nampak berbentuk bulan sabit.
E. Gejala dan tanda
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaan ginekolog karena tumor ini tidak menganggu. Gejala
yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada
(serviks, intramural, submukus, subserosa), besarnya tumor, perubahan
dan komplikasi yang terjadi.
Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore,
menoragia atau dapat terjadi metroragi. Faktor yang menyebabkan
terjadi perdarahan . antara lain :

Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasanya


Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasia endometrium

sampai adenokarsinoma emdometrium


Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya
sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat

menjepit pembuluh darah yang melaluinya.


2. Rasa Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas pada mioma walaupun sering
terjadi. Rasa nyeri dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada
sarang mioma yang disertai nekrosis jaringan setempat dan
peradangan. Pada mioma submukosum yang akan dilahirkan biasanya
menimbulkan dismenore karena penyempitan kanalis servikalis akibat
mioma.
3. Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri.
Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri. Penekanan
pada uretra daoat menyebabkan retensio urine dan pada ureter dapat
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Penekanan pada rectum
menyebabkan obstipasi dan tenesmia. Dan penekanan pada pembuluh
darah dan pembuluh limfe mengakibatkan edema tungkai dan nyeri
panggul.
F. Perubahan Sekunder pada Myoma Uteri
Perubahan sekunder pada Myoma Uteri ini didasarkan atas
gambaran histopatologi dan terbagi menjadi 2 bagian besar:
a) Degenerasi Jinak
1. Atrofi
Tanda dan gejala-gejala berkurang atau menghilang sesuai
dengan ukuran myoma yang mengecil pada saat menopause atau
sesudah kehamilan.
2. Degenerasi Hialin
Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita usia
lanjut karena myoma telah menjadi matang. Tumor kehilangan
struktur aslinya menjadi homogen dimana tumor ini tetap berwarna
putih tapi di dalamnya berwarna kuning, lembut bahkan seperti
gel/agar-agar (bergelatin).
3. Degenerasi Kistik (Likuifikasi)
Merupakan kelanjutan dari degenerasi kistik sehingga
seluruh tumor menjadi mencair seolah-olah menyerupai uterus

yang gravid atau kista ovarium. Stress yang fisikal dapat


menyebabkan pecahnya tumor ini sehingga menyebabkan evakuasi
isi cairan tersebut ke dalam uterus, rongga peritoneum dan ruang
retroperitoneal. Dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan
bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma.
4. Klasifikasi (Degenerasi membatu)
Myoma jenis subserosa yang tersering

mengalami

klasifikasi ini karena sirkulasi darah yang terganggu dan terutama


pada wanita berusia lanjut. Hal ini terjadi karena presipitasi CaCO3
(calcium carbonate) dan fosfat sebagai kelanjutan dari sirkulasi
darah yang terganggu itu. Dengan rontgen, dapat terlihat dengan
jelas (opak) dan dikenal sebagai Womb Stone.
5. Degenerasi Merah (Red or Carneous)
Terutama terjadi pada kehamilan dan nifas dikarenakan
trombosis vena dan kongesti dengan perdarahan interstitial
(nekrosis sub akut) sehingga pada irisan melintang tampak seperti
daging mentah dan merah yang diakibatkan penumpukan pigmen
hemosiderin dan hemofusin. Selama kehamilan, ketika degenerasi
merah ini terjadi juga diikuti edema dan hipertrofi myometrium.
Degenerasi merah ini merupakan degenerasi dan infark yang
aseptik. Biasanya pada degenerasi merah juga menimbulkan rasa
sakit yang biasanya akan sembuh sendiri dan tampak khas apabila
terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam,
kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan.
Tanda dan gejala ini mirip dengan torsi tumor ovarium dan torsi
mioma yang bertangkai. Komplikasi potensial dari degenerasi
dalam kehamilan meliputi kelahiran preterm dan sangat jarang
mencetuskan DIC (Disseminated Intravascular Coagulation).
6. Degenerasi Lemak (Myxomatous or Fatty)
Merupakan degenerasi asimtomatik yang jarang terjadi dan
adalah kelanjutan dari degenerasi hialin dan kistik.
b) Degenerasi Malignansi/Sarcomatosa/Ganas
Myoma uteri yang menjadi leiomyosarkoma ditemukan hanya
0,32 0,6% dari seluruh myoma serta merupakan 50-75% dari semua

jenis sarkoma uteri. Kecurigaan malignansi apabila myoma uteri cepat


membesar dan terjadi pembesaran myoma pada menopause.
G. Pemeriksaan dan Diagnosis
1. Anamnesa tentang riwayat penyakit
2. Palpasi abdomen. Didapatkan benjolan di daerah perut bagian perut
bagian bawah dengan konsistensi padat, kenyal dan berbatas jelas.
3. Pemeriksaan bimanual , didapatkan benjolan menyatu dengan rahim,
sulit dilakukan untuk pasien yang gemuk
4. Test kehamilan, untuk memastikan diagnosa akan kemungkinan
kehamilan dengan adanya pembesaran uterus.
5. Pemeriksaan USG, untuk menentukan jenis, lokasi dan penyebaran
mioma uteri
6. Biopsi endometrium, untuk mendeteksi ada tidaknya keganasan.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. USG abdominal dan transvaginal
2. Laparaskopi
I. Penatalaksanaan
Rawat inap darurat diindikasikan apabila perdarahan mengancam
jiwa atau nyeri akut abdomen. Adapun perencanaan tata laksana yang
spesifik harus meliputi berbagai pertimbangan diantaranya :
1. Besar kecilnya tumor
2. Ada tidaknya keluhan dan komplikasi
3. Umur dan paritas klien.
4. Penatalaksanaan Medis
Pilihan pengobatan myoma tergantung umur pasien, paritas, status
kehamilan, keinginan untuk mendapatkan keturunan lagi, keadaan
umum dan gejala serta ukuran lokasi serta jenis myoma uteri itu
sendiri.
a.

Konservatif dengan Pemeriksaan Periodik

Tidak semua myoma uteri memerlukan pengobatan bedah


ataupun medikamentosa terutama bila myoma itu masih kecil dan
tidak menimbulkan gangguan atau keluhan. Walaupun demikian
myoma uteri memerlukan pengamatan 3-6 bulan, maksudnya
setiap 3-6 bulan pemeriksaan pelvic dan atau USG pelvic
seharusnya diulang.
Pada wanita menopause, myoma biasanya tidak memberikan
keluhan

Bahkan

pertumbuhan

myoma

dapat

terhenti

pertumbuhannya atau menjadi lisut Estrogen harus digunakan


dengan dosis yang terkecil-kecilnya pada wanita post menopause
dengan myoma atau mengontrol gejala-gejala dan ukuran myoma
harus diperiksa dengan pemerikaan pelvic dan USG pelvic setiap 6
bulan. Perlu diingat bahwa penderita myoma uteri sering
mengalami

menopause

yang

terlambat.

Bila

didapatkan

pembesaran myoma pada masa post menopause, harus dicurigai


kemungkinan keganasan dan pilihan terapi dalam hal ini adalah
histerektomi total.
b.

Pengobatan Medikamentosa dengan GnRH


Pada umumnya, pengobatan mioma uterus dilakukan secara
operatif (miomektomi atau histerektomi), karena dahulu memang
belum ditemukan pengobatan medikamentosa yang efektif untuk
mioma uterus. Seperti diketahui bahwa pertumbuhan mioma dapat
dipicu oleh estrogen, sehingga dewasa ini terlah tersedia jenis obat
yang dapat menekan pertumbuhan serta mengurangi pembesaran
mioma. Obat tersebut adalah analog GnRH. Perlu ditekankan
bahwa pemberian GnRH bukan untuk menghilangkan mioma
melainkan untuk mepermudah tindakan operatif dan mengurangi
histerektomi. Oleh karena itu GnRH diberikan sebelum tindakan
peratif. Efek maksimal dari analog GnRH baru terlihat setelah 3
bulan. Pada 3 bulan berikutnya tidak terjadi pengurangan yang
berarti. Setiap mioma memberikan hasil yang berbeda-beda

terhadap pemberian analog GnRH. Ada mioma uterus yang sama


sekali tidak memberikan respon terhadap analog GnRH. Makin
tinggi kadar reseptor estrogen suatu mioma, makin tinggi pula
respon terhadap analog GnRH. Pemberian analog GnRH
menyebabkan perubahan degeneratif dari mioma, sehingga
sensitivitas steroid menurun. Setelah selesai pemberian analog
GnRH, maka sintesis steroid yang tadinya terhambat, akan muncul
kembali, sehingga 4 bulan setelah pengobatan, mioma membesar
kembali seperti semula.
Mioma submukosum merupakan mioma uterus yang paling
responsif terhadap pemberian analog GnRH. Mioma uterus yang
kromosomnya menunjukkan penyimpangan dari yang normal
merupakan mioma yang paling tidak responsif terhadap pemberian
GnRH analog. Mioma subserosum merupakan mioma yang paling
banyak mengalami penyimpangan, sehingga mioma jenis ini paling
tidak responsif terhadap pemberian analog GnRH. Mioma
submukosum dan intramural tidak banyak mengalami aberasi
kromosom
Keuntungan pemberian analog GnRH preoperasi adalah untuk:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Memudahkan pelepasan perlekatan denagn jaringan sekitar


Pada pascaoperasi jarang ditemukan perlekatan usus
Mengurangi volume uterus dan vilome mioma uterus
Mengurangi anemia akibat perdarahan
Mengurangi perdarahan pada saat operasi
Dengan mengecilnya mioma maka dapat dilakukan tindakan
laparoskopi, atau bila tidak mungkin melakukan tindakan
laparoskopi, maka laparotomi dapat dilakukan dengan sayatan

pfannenstiel
7) Pada pengangkatan mioma uterus tidak diperlukan insisi yang
luas sehingga kerusakan miometrium menjadi minimal
8) Mempermudah pengangkatan mioma submukosum dengan
histeroskopi
9) Mempermudah melakukan vaginal histerektomi. Analog GnRH
sebaiknya diberikan pada mioma yang besarnya sesuai usia

kehamilan 14 sampai 18 minggu. Bila besarnya melampaui 18


minggu, maka pemberian GnRH tidak relevan lagi
10) Bila situasi pasien yang ada tidak memungkinkan untuk
dilakukan tindakan operatif, maka dapat dicoba lakukan
pemberian analog GnRH jangka panjang untuk sekedar
menekan pertumbuhan mioma uterus lebih jauh. Perlah
dilakukan publikasi pemberian analog GnRH selama 2 tahun
pada 51 wanita premenopause dengan mioma utersu yang
menolak dilakukan tindakan operatif. Untuk mengatasi efek
samping dari jangka panjang pemberian analog GnRH berupa
hipoestrogen, maka diberikan estrogen-progesteron sebagai
addback theraphy. Untuk mencegah osteoporosis dapat juga
diberikan kalsium atau bifosfonat.
c. Tindakan Operatif
1) Myomectomi
Myomectomi adalah pengambilan sarang mioma saja
tanpa pengangkatan uterus. Myomectomi dilakukan bila masih
menginginkan keturunan dan syaratnya harus dilakukan dilatasi
kuretase dulu untuk menghilangkan kemungkinan keganasan
Myomectomi cukup berhasil untuk mengontrol perdarahan
kronik akibat myoma.
Tindakan myomectomi dapat dikerjakan misalnya
dengan extirpasi melalui vagina pada myom geburt. Malah
sekarang ini myomectomi dapat dikerjakan dengan histeroskopi
untuk kasus myoma submucosa dan dengan laparaskopi untuk
kasus myoma subserosa Angka kemungkinan terjadi kehamilan
setelah myomectomi adalah 30-50%.
Perlu diingat untuk dilakukan pemeriksaan patologi
anatomi segera setelah dilatasi kuretase dan myomectomi untuk
menyingkirkan myosarcoma atau mixed mesodermal sarcoma.
Kerugian myomectomi adalah:
a) Melemahkan dinding uterus ruptura uteri pada waktu
hamil
b) Menyebabkan perlekatan

2) Histerektomi
Histerektomi

adalah

pengangkatan

uterus, yang

umumnya merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dapat


dilaksanakan perabdominan atau per vaginam. Histerektomi
pervaginam sulit karena uterus harus lebih kecil dari telur
angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Histerektomi
pervaginam diperlukan bila ada perbaikan cystocele, rectocele
atau enterocele dan akan lebih mudah bila disertai prolapsus
uteri.
Histerektomi secara umum dilakukan pada myoma
yang besar dan multiple. Histerektomi total umumnya
dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma
servisis uteri. Histerektomi supra vaginal (sub total) hanya
dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat
uterus keseluruhannya dan bila histerektomi supravaginal ini
dilakukan maka pemeriksaan pap smear harus dilakukan 1
tahun sekali.
Pada wanita muda sebaiknya ditinggalkan 1 atau ke-2
ovarium, maksudnya untuk:
a) Menjaga jangan terjadi menopause sebelum waktunya
b) Menjaga gangguan coronair atau aterosclerosis umum
3) Radioterapi
Tindakan ini bertujuan untuk agar ovarium tidak
berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause dan
diharapkan akan menghentikan perdarahan nantinya.
Syarat-syarat dilakukan radioterapi adalah:
a) Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi
b)
c)
d)
e)

(bad risk patient)


Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan
Bukan jenis submucosa
Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rectum
Tidak dilakukan pada wanita muda sebab dapat

menyebabkan menopause
f) Tidak ada keganasan uterus
4) Uteri Fibroid Embolization

Sinonim dari uterine artery embolization dilakukan oleh


ahli radiologi. Terapi ini dilakukan dalam keadaan pasien sadar
tetapi diberi sedatif dan anti nyeri. Terapi ini tidak memerlukan
anestesi umum. Dilakukan dengan memasukan kateter ke
dalam arteri femoralis. Dengan gambaran imaging radiologis
memasukan kateter ke dalam artery dan melepaskan partikel ke
dalam arteri yang memberi suplai darah kepada mioma uteri
tersebut. Hal tersebut dapat membuat mioma menjadi mengecil
dan akhirnya mati.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1.
Keluhan Utama
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah
rasa nyeri karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan
organ.Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam.
Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah :
a.
b.
c.
d.

Lokasi nyeri
Intensitas nyeri
Waktu dan durasi
Kwalitas nyeri.
2.
Riwayat Reproduksi
a. Haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma
uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami
atrofi pada masa menopause
b. Hamil dan Persalinan
1) Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma
uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan
hormon estrogen, pada masa ii dihasilkan dalam jumlah yang
besar.
2) Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi

psikologi klien dan keluarga terhadap hilangnya oirgan


3.

kewanitaan.
Data Psikologi.
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh
terhadap emosional klien dan diperlukan waktu untuk memulai
perubahan yang terjadi. Organ reproduksi merupakan komponen
kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambang
feminitas, sehingga berhentinya menstruasi bias dirasakan sebgai
hilangnya perasaan kewanitaan. Perasaan seksualitas dalam arti
hubungan seksual perlu ditangani . Beberapa wanita merasa cemas
bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangnya kepuasan.
Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu
persiapan psikologi klien.

4.

Status Respiratori
Respirasi bias meningkat atau menurun. Pernafasan yang
ribut dapat terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah
jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar
merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk
dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien yang memakai
anaestesi general.

5.

Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana
yang harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan
perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai
ngantuk, harus diobservasi dan penurunan tingkat kesadaran
merupakan gejala syok.

6.

Status Urinari
Retensi urine paling umum terjadi setelah

pembedahan

ginekologi, klien yang hidrasinya baik biasanya baik biasanya


kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah pembedahan. Jumlah autput
urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi,

muntah akibat anestesi.


7.

Status Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih

pada 24-74 jam

setelah pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada


penekanan intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan
untuk menghilangkan gas dalam usus.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat
nekrosis dan peradangan.
2. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam
berlebihan.
4. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat
anemia.
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis dan
peradangan.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil:
-

Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5)

Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks.

Tanda vital dalam batas normal :

Suhu : 36-37 0C
N

: 80-100 x/m

RR : 16-24x/m
TD

: Sistole

: 100-130

mmHg
Diastole : 70-80

mmHg
Intervensi :
-

Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan


intensitas (kala 0-10) dan tindakan pengurangan yang dilakukan.

Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin.

Monitor tanda-tanda vital

Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri


misalnya dengan teknik relaksasi, tertawa, mendengarkan musik
dan sentuhan terapeutik.

Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri

Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.

Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.

2. Cemas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan


kebutuhan pengobatan.
Tujuan

Setelah

diberikan

asuhan

keperawatan

diharapkan

pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah dan cemas


berkurang.
Kriteria Hasil :
-

Klien mengatakan rasa cemas berkurang

Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi.

Klien mengerti tentang penyakitnya.

Klien tampak rileks.

Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 oC, Nadi : 80100x/m, R: 16-24 x/m TD.: Sistole: 100-130 mmHg, Diastole : 7080 mmHg

Intervensi :
-

Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakitnya.

Tanyakan tentang pengalaman klien sendiri/ orang lain sebelumnya


yang pernah mengalami penyakit yang sama.

Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya

Ciptakan lingkungan tenang dan terbuka dimana pasien meraa


aman unuk mendiskusikan perasaannya.

Berikan informasi tentang penyakitnya, prognosi, dan pengobatan


serta prosedur secara jelas dan akurat.

Monitor tanda-tanda vital.

Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang


belum jelas.

Minta pasien untuk umpan balik tentang apa yang telah dijelaskan.

Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan.

3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh b.d. perdarahan


pervaginam berlebihan.
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh.


Kriteria Hasil :
-

Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan cairan seperti turgor kulit


kurang, membran mukosa kering, demam.

Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam.

Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-370C, Nadi : 80


100 x/m, RR :16-24 x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole :
70-80 mmHg

Intervensi :
-

Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.

Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24 jam.

Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer.

Observasi pendarahan

Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari

Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral dan kalau perlu


transfusi sesuai indikasi, pemeriksaan laboratorium. Hb, leko,
trombo, ureum, kreatinin.

4. Resiko tinggi infeksi b.d. pertahanan tubuh tidak adekuat akibat


penurunan haemoglobin (anemia).

Tujuan

: setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan infeksi

tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
-

Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, color, dolor,


tumor dan fungsiolesia.

Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14 gr%

Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370 C

Intervensi :
-

Kaji adanya tanda-tanda infeksi.

Lakukan cuci tangan yang baik sebelum tindakan keperawatan.

Gunakan teknik aseptik pada prosedur perawatan.

Monitor tanda-tanda vital dan kadar haemoglobin serta leukosit.

Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Batasi pengunjung untuk menghindari pemajanan bakteri.

Kolaborasi dengan medis untuk pemberian antibiotika.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Rahmah, Nikmatur dan Saiful
walid. 2009; 89).
E. Evaluasi Keperawatan
Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid (2009; 94-96) menjelaskan
bahwa evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenitto, Linda Jual. 2000. Asuhan Keperawatan, Edisi 2. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marillyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3, Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.
Wiknjosastro, Hanifa dkk. 1999. Ilmu Kandungan, Edisi II, Cetakan 3. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai