Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Bedah

Oleh
Milana Yunus (406148126)

Pembimbing
Dr. Surya Andi Pohan, Sp.B

Bagian kepanitraan klinik ilmu Bedah


Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Peritonitis Primer
Muhammad faisal khilji1

Departemen of surgery medicine, Sultan Qaboos University hospital, Muscat, Oman

Abstrak
Peritonitis primer adalah suatu penomena yang langka di era antibiotik.
Ditemukannya kasus pada anak kecil dengan gejala nyeri perut dan muntah, pada
pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan dan tahanan pada perut, di diagnosis dengan
apendisitis akut dan dilakukan tindakan laparaskopi apendiktomi. Kemudian, setelah
dilakukan analisis cairan asites dan apendiks histopatologi ditemukan ini merupakan
kasus peritonitis primer.

Pendahuluan
Peritonitis primer adalah infeksi cavum peritoneal yang tidak disebabkan
langsung oleh abnormalitas organ intra abdomen. Secara prevalensi peritonitis primer
merupakan 10% kasus emergensi abdomen pada anak kecil dan sangat jarang dapat
didiganosis sebelum di operasi. Antibiotik dengan spektrum gram negatif, explorasi
laparatomi dengan apendiktomi merupakan salah satu pilihan terapi jaman dulu.
Sekarang diganti dengan antibiotik spektrum luas, laparaskopi explorasi dengan atau
tanpa apendiktomi.

Laporan Kasus
Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun dibawa ke unit emergensi dengan
gajala nyeri difus abdomen secara kontinyu, satu episode diare dan muntah, juga
mengalami nafsu makan menurun. Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri
tekan dan nyeri lepas, bising usus terdengar normal pada auskultasi. Investigasi
laboratorium leukosit normal, urin dipstik glukosa , dan fungsi renal normal. Pada
rontgen abdomen didapatkan tidak ada udara dibawah diagfragma, Beberapa usus
terlihat distensi. Diagnosa apendisitis di buat, anak tersebut di berikan hidrasi cairan
intravena, serta dilakukan operasi laparaskopi apendiktomi dengan pemberian
antibiotik spektrum luas. Selama operasi, dilakukan explorasi untuk mengetahui
adanya divertikulum pada usus, tetapi tidak ditemukan, dan dilakukan explorasi untuk
mengetahui adanya suatu fokus primer penyebab nyeri perut tetapi tidak ditemukan,
melainkan cairan asites berwarna seperti strawberry sebanyak 50 mL yang dikirim ke

labolatorium untuk dilakukan analisis. Pada pemeriksaan cairan asites didapatkan


hasil hitung leukosit 25 x 109/L dengan dominan sel-sel neutrophil, pada hasil kulture
tidak didapatkan pertumbuhan mikroorganisme, pemeriksaan histopatologis apendiks
tidak ada tanda-tanda inflamasi, membuktikan hal ini merupakan kasus peritonitis
primer karena sebelumnya anak tersebut sudah diberikan antibiotik spektrum luas
sebelum dilakukan laparaskopi apendiktomi.

(A) Pada rontgen abdomen didapatkan tidak ada udara dibawah diagfragma, dilatasi
usus terlihat. (B) potongan apendik normal tidak ditemukan inflamasi pada muskulus
propia atau serosa.

Diskusi
Peritonitis primer di definisikan dengan infeksi spontan cavum peritoneal
dengan atau tanpa sumber intra-abdomen. Perubahan insiden, mortalitas, rata-rata
umur pasien dan bakteriologi sudah diamati beberapa dekade terakhir. Hal tersebut
dapat menyebabkan 10% kasus emergensi abdomen pada anak kecil pada tahun 1920,
dan secara dramatis menurun sejak era antibiotik. Antara tahun 1059 dan tahun 1970
terjadi penurunan kejadian emergensi abdomen yang disebabkan oleh peritonitis
primer menjadi 2%, meskipun dapat terjadi pada semua usia akan tetapi hal ini hanya
diamati pada rentan usia 2 sampai 9 tahun. Gross melaporkan 58 kasus terjadi pada
rata-rata usia 2 tahun, fowler melaporkan 14% kasus terjadi dibawah usia 12 tahu,
Kimber dan Houston meloporkan 26 pasien semuanya berumur dibawah 2 tahun,

Ofori-Kuma melaporkan 70% anak kacil dengan peritonitis primer berusia 6 sampai
10 tahun.
Peritonitisi primer jarang terjadi pada populasi orang dewasa, dan lebih sering
terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Anak kecil dengan gangguan
medis seperti sindrom neprotik, sirossis hepar, dan imunodefisiensi adalah yang lebih
rentang menderita peritonitis primer. Hematogen, limpatik, gastrointestinal, dan
genital/tuba fallopi (perempuan) adalah rute infeksi yang dapat menyebakan
peritonitis primer. Saluran pencernaan dan benda asing intra abdomen juga dapat
memungkinkan sebagai jalur infeksi.
Peritonititis primer sering didapatkan nyeri abdomen, demam, diare dan
muntah. Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan, nyeri lepas difus
serta regio abdomen tegang. Pada pemeriksaan kultur didapatkan satu jenis
mikroorganisme pada lebih dari 90% kasus, Kebanyakan mikroorganisme yang
ditemukan

yaitu Streptococus pneumoniae, Escherchia coli, dan Klebsiela

pneumoniae. Pada kasus yang jarang dapat juga ditemukan Staphylococus aureus
yaitu sekitar 2% sampai 4% kasus pada peritonitis primer. Infeksi Neisseria
gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Mycobacterium tuberculosis, dan Coccidioides
immitis pada peritonitis primer juga dapat disebabkan karena pekerjaan.
Peritonitis primer dengan kultur negatif pada cairan asites jarang ditemukan,
pada kasus ini diagnosis berdasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium, cairan peritoneal dengan leukosit lebih dari 0,5 x 109/L
dengan dominan sel-sel neutofil dan corakan gram positif adalah diagnosis, PH cairan
peritoneal kurang dari 7.35 dan laktat lebih dari 2,8 mmol/L juga membantu
diagnosis. Kasus lain dari akut abdomen, terutama akut apendisitis dan perforasi ulkus
harus di singkirkan, seperti pada kasus ini, pemeriksaan hisyopatologi apendiks
normal dan explorasi rongga abdomen tidak ditemukan fokus kelainan.
Antibiotik spektrum luas yang dapat mengobati infeksi gram negatif maupun
gram positif digunakan sampai hasil kultur keluar. Generasi tiga cephalosporin
merupakan golongan empirik yang sering digunakan, disamping itu kondisi pasien
harus

di observasi 24 jam saat penggunaan antibiotik. Beberapa study

merekomendasikan dilakukan apendiktomi, beberapa lagi melarang untuk membuang


organ tubuh yang sehat.
Peritonal lavage berguna untuk diagnostik, serta dapat digunakan untuk
mengurangi bakteri berlebih pada cairan peritoneal. Tehnik laparoskopi lebih aman

dan sering digunakan pada pasien dengan dugaan peritonitis primer dibandingkan
dengan laparotomi, akan tetapi untuk dibridement lebih sulit dilakukan dengan
laparaskopi

Kesimpulan
Peritonitis primer adalah penomena yang jarang saat ditemukannya antibiotik,
frekuensinya terus menurun. Analisis cairan ascites digunakan sebagai diagnosis. Dan
berespon baik pada penggunaan antibiotik, pada kebanyakan kasus yang diduga
sebagai peritonitis, cairan asites sebaiknya di periksa sebelum dilakukan prosedur
bedah. Apendiktomi masih kontroversial. Secara umum morbiditas dan mortalitas
rendah

Referensi
1. Wilcox CM, Dismukes WE. Spontaneous bacterial peritonitis. A review of
pathogenesis,

diagnosis,

and

treatment.

Medicine

(Bal-

timore)

1987;66(6):447456
2. Hemsley C, Eykyn SJ. Pneumococcal peritonitis in previously healthy adults:
case report and review. Clin Infect Dis 1998; 27(2):376379
3. Gorensek MJ, Lebel MH, Nelson JD. Peritonitis in children with nephrotic
syndrome. Pediatrics 1988;81(6):849856
4. West KW. Primary peritonitis. In: ONeill JA, Roe MI, Grosfeld JL, eds.
Pediatric Surgery, 5th ed. St. Louis, MO: Mosby; 1988: 13451348
5. Sheckman P, Onderdonk AB, Bartlett JG. Anaerobes in spontaneous
peritonitis. [letter]Lancet 1977;2(8050):1223
6. Guarner C, Soriano G. Spontaneous bacterial peritonitis. Semin Liver Dis
1997;17(3):203217
7. Strauss RM, Dienstag JL. Ascites and its complications. In: Morris PJ, Malt
RA eds. Oxford Textbook of Surgery. New York, NY: Oxford University
Press; 1994:12651271
8. Block SL, Adams G, Anderson M. Primary pneumococcal peritonitis
complicated by exudative pleural effusion in an adolescent girl. J Pediatr Surg
1998;33(9):14161417

Anda mungkin juga menyukai