Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang
disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang
ditularkan melalui udara (Asih, 2004). Penyakit ini ditandai dengan
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Komplikasi. Penyakit
TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi
seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis dan TB usus.
Penderita tuberkulosis di kawasan Asia terus bertambah. Sejauh ini, Asia
termasuk kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia.
Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia meninggal dunia akibat penyakit ini.
Sebelas dari 22 negara dengan angka kasus TB tertinggi berada di Asia, di
antaranya Banglades, China, India, Indonesia, dan Pakistan. Empat dari lima
penderita TB di Asia termasuk kelompok usia produktif (Kompas, 2007). Di
Indonesia, angka kematian akibat TB mencapai 140.000 orang per tahun atau 8
persen dari korban meninggal di seluruh dunia. Setiap tahun, terdapat lebih dari
500.000 kasus baru TB, dan 75 persen penderita termasuk kelompok usia
produktif. Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan ketiga terbesar di
dunia setelah India dan China.
Laporan WHO (global reports 2010), menyatakan bahwa pada tahun 2009
angka kejadian TB di seluruh dunia sebesar 9,4 juta (antara 8,9 juta hingga 9,9
juta jiwa) dan meningkat terus secara perlahan pada setiap tahunnya dan
1

menurun lambat seiring didapati peningkatan per kapita. Prevalensi kasus TB


di seluruh dunia sebesar 14 juta (berkisar 12 juta sampai 16 juta). Jumlah
penderita TB di Indonesia mengalami penurunan, dari peringkat ke tiga
menjadi peringkat ke lima di dunia, namun hal ini dikarenakan jumlah
penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria melebihi dari jumlah penderita TB
di Indonesia. Estimasi prevalensi TB di Indonesia pada semua kasus adalah
sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per
tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahun.
Selain itu, kasus resistensi merupakan tantangan baru dalam program
penanggulangan TB. Pencegahan meningkatnya kasus TB yang resistensi obat
menjadi prioritas penting. (Universitas Sumatera Utara)
Laporan WHO tahun 2007 menyatakan persentase resistensi primer di
seluruh dunia telah terjadi poliresistensi 17,0%, monoresistensi terdapat 10,3%,
dan Tuberculosis - Multidrug Resistant (TB-MDR) sebesar 2,9 %. Sedangkan
di Indonesia resistensi primer jenis MDR terjadi sebesar 2%. Kontak penularan
M. tuberculosis yang telah mengalami resistensi obat akan menciptakan kasus
baru penderita TB yang resistensi primer, pada akhirnya mengarah pada kasus
multi-drug resistance (MDR). Ketika dilaporkan adanya beberapa kasus
resistensi obat TB di beberapa wilayah di dunia hingga tahun 1990-an, masalah
resistensi ini belum dipandang sebagai masalah yang utama. Penyebaran TBMDR telah meningkat oleh karena lemahnya program pengendalian TB,
kurangnya sumber dana dan isolasi yang tidak adekuat, tindakan pemakaian

ventilasi dan keterlambatan dalam menegakkan diagnosis suatu TB-MDR.


(Universitas Sumatera Utara)
Rao dan kawan-kawan di Karachi-Pakistan pada tahun 2008, melakukan
penelitian resistensi primer pada penderita tuberkulosis paru kasus baru.
Didapatkan dengan hasil pola resisten sebagai berikut: resistensi terhadap
Streptomisin sebanyak 13 orang (26%), Isoniazid 8 orang (16%), Etambutol 8
orang (16%), Rifampisin 4 orang (8%) dan Pirazinamid 1 (0,2%). Sedangkan
di Indonesia TB-MDR telah diperoleh sebanyak 2 orang (0,4%) pasien. Angka
resistensi/TB-MDR paru dipengaruhi oleh kinerja program penanggulangan
TBC parudi kabupaten setempat/kota setempat terutama ketepatan diagnosis
mikroskopik untuk menetapkan kasus dengan BTA (+), dan penanganan kasus
termasuk peran Pengawas Menelan Obat (PMO) yang dapat berpengaruh pada
tingkat

kepatuhan

penderita

untuk

minum

obat.

Faktor

lain

yang

mempengaruhiangka resistensi/ MDR adalah ketersediaan OAT yang cukup


dan berkualitas ataupun adanya OAT yang digunakan untuk terapi selain TBC.
(Universitas Sumatera Utara)
Semakin jelas bahwa kasus resistensi merupakan masalah besar dalam
pengobatan pada masa sekarang ini. WHO memperkirakan terdapat 50 juta
orang di dunia yang telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis yang
telah resisten terhadap OAT dan dijumpai 273.000 (3,1%) dari 8,7 juta TB
kasus baru pada tahun 2000. Berdasarkan wilayah administratif di Indonesia,
Provinsi Jawa Timur menempati urutan ke 8 angka temuan kasus TBC paru
terbesar tahun 2007, meskipun belum mencapai target yang ditetapkan.

Sebaran angka temuan kasus tersebut yaitu DKI Jakarta(88,14%), Sulawesi


Utara (81,36%), Banten (74,62%), Jawa Barat (67,57%), Sumatra Utara
(65,48%), Gorontalo (62,15%), Bali (61,39%), Jawa Timur (59,83%), DI
Yokyakarta (53,23%), Sumatra Barat (51,36%) (Depkes RI, 2007). (Universitas
Sumatera Utara)
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 19831993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2
(0,65%). Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang
dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun
2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46%
diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Perkiraan prevalensi,
insidensi dan kematian akibat TBC dilakukan berdasarkan analisis dari semua
data yang tersedia, seperti pelaporan kasus, prevalensi infeksi dan penyakit,
lama waktu sakit, proporsi kasus BTA positif, jumlah pasien yang mendapat
pengobatan dan yang tidak mendapat pengobatan, prevalensi dan insidens HIV,
angka kematian dan demografi.
Saat ini Survei Prevalensi TBC yang didanai GFATM telah dilaksanakan
oleh National Institute for Health Research & Development (NIHRD) bekerja
sama dengan National Tuberculosis Program (NTP), dan sedang dalam proses
penyelesaian. Survei ini mengumpulkan data dan dilakukan pemeriksaan dahak
dari 20.000 rumah tangga di 30 propinsi. Studi ini akan memberikan data
terbaru yang dapat digunakan untuk memperbarui estimasi insidensi dan

prevalensi, sehingga diperoleh perkiraan yang lebih akurat mengenai masalah


TBC.
Dari data tahun 1997-2004 terlihat adanya peningkatan pelaporan kasus
sejak tahun 1996. Yang paling dramatis terjadi pada tahun 2001, yaitu tingkat
pelaporan kasus TBC meningkat dari 43 menjadi 81 per 100.000 penduduk,
dan pelaporan kasus BTA positif meningkat dari 25 menjadi 42 per 100.000
penduduk. Sedangkan berdasarkan umur, terlihat angka insidensi TBC secara
perlahan bergerak ke arah kelompok umur tua (dengan puncak pada 55-64
tahun), meskipun saat ini sebagian besar kasus masih terjadi pada kelompok
umur 15-64 tahun.
Meskipun saat ini data mengenai kekebalan obat ganda/MDR di Indonesia
belum tersedia, namun telah disiapkan sebuah survei untuk dilaksanakan pada
akhir tahun 2005. Data mengenai hal ini dianggap penting karena beberapa
alasan:
-

Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS
dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi

alat pemantau dan indikator program yang amat penting.


Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC
melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih
banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan
Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko
tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan
obat.

Karena belum adanya jaringan laboratorium nasional dengan standar dan


kualitas yang memadai, generalisasi dan kualitas dari data yang tersedia tidak
dapat ditentukan.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk menulis dan
melakukan asuhan keperawatan dengan judul laporan asuhan keperawatan
pada Tn. X dengan TBC paru

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dan etiologi dari TBC?
2. Bagaimana tanda dan gejala penyakit TBC?
3. Bagaimana patofisiologi dan pathway dari penyakit TBC?
4. Apa pemeriksaan diagnostik pada penyakit TBC?
5. Komplikasi apa yang dapat terjadi pada penyakit TBC?
6. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan pada penyakit TBC?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien TBC?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui gambaran umum tentang gangguan sistem
pernapasan TBC dan proses keperawatannya.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya adalah :
a. Mengetahui tentang pengertian dan etiologi TBC

b. Mengetahui tanda dan gejala TBC


c. Mengetahui tentang patofisiologi dan pathway dari penyakit TBC
d. Mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik pada penyakit TBC
e. Mengetahui tentang komplikasi yang terjadi pada penyakit TBC
f. Mengetahui tentang penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
keperawatan pada penyakit TBC
g. Melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit TBC

Anda mungkin juga menyukai