Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pada bab ini, penulis akan memaparkan tentang konsep dan teori yang terkait atau
berhubungan terhadap judul yang penulis ambil.
2.1 Balita
2.2. Pengertian Balita
Balita adalah bayi dan anak yang berusia tahun kebawah (Hanum Marimbi,
2010). Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam
pencapaian keoptimalan fungsinya (Supartini,2004).
2.3 Klasifikasi Perkembangan Balita
1. Usia Bayi (0-1 tahun)
Bayi memiliki sistem kekebalan tubuh yang primitive dengan kekebalan pasif
yang didapat dari ibunya selama dalam kandungan. Pada saat bayi kontak dengan
antigen yang berbeda ia akan memperoleh

antibodinya

sendiri.

Imunisasi

diberikan untuk kekebalan terhadap penyakit yang dapat membahayakan bayi


berhubungan secara alamiah (Lewer, 1996 dalam Supartini, 2004). Bila dikaitkan
dengan status gizi bayi memerlukan jenis makananASI,

susu

formula,

dan

makanan padat. Kebutuhan kalori bayiantara 100-200 kkal/kg BB. Pada empat
bulan pertama, bayi yang lebih baik hanya mendapatkan ASI saja tanpa diberikan
susu formula. Usia lebih dari enam bulan baru dapat diberikan makanan pendamping
ASI (Supartini, 2004).

2. Usia toddler (1-3 tahun)


Secara fungsional biologis masa umur 6 bulan hingga 2-3 tahun adalah rawan. Masa
itu tantangan karena konsumsi zat makanan yang
yang

kurang, disertai minuman buatan

encer dan terkontaminasi kuman menyebabkan diare dan marasmus. Selain

itu dapat juga terjadi sindrom kwashiorkor karena penghentian ASI mendadak dan
pemberian makanan padat yang kurang memadai (Jelife, 1989 dalam Supartini,
2004). Imunisasi pasif yang diperoleh melalui ASI akan menurun dan kontak
dengan lingkungan akan makin bertambah secara cepat dan menetap tinggi selama
tahun kedua dan ketiga kehidupan. Infeksi dan diet adekuat kan tidak banyak
berpengaruh pada status gizi yang cukup baik (Akre, 1994 dalam Supartini, 2004).
Bagi

anak dengan

gizi

kurang, setiap

tahapan

infeksi

lama dan akan berpengaruh yang cukup besar pada kesehatan,

akan berlangsung
petumbuhan

dan

perkembangan. Anak 1-3 tahun membutuhkan kalori kurang lebih 100 kkal/kg
BB dan bahan makanan lain yang mengandung berbagai zat gizi (Supartini,
2004).
3. Usia Pra Sekolah (3-5 tahun)
Pertumbuhan anak usia ini semakin lambat. Kebutuhan kalorinya adalah 85 kkal/kg
BB. Karakteristik pemenuhan kebutuhan nutrisi pada usia pra sekolah yaitu nafsu
makan berkurang, anak lebih tertarik pada aktivitas bermain dengan teman, atau
lingkungannya dari pada makan dan anak mulai sering mencoba jenis makanan
yang baru (Supartini, 2004).
2.4. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Balita
Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu (Supriasa,
2002):
1. Faktor Internal (Genetik)
Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil proses pertumbuhan.
Melalui genetik yang berada didalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan

kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Faktor internal (Genetik) antara lain termasuk
berbagai faktor bawaan yang normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras
atau suku bangsa (Jellife, 1989 dalam Supriasa, 2002).
2. Faktor Eksternal (Lingkungan)
Faktor lingkungan sangat menentukan tercapainya potensi genetik yang optimal.
Apabila kondisi lingkungan kurang mendukung, maka

potensi genetikyang

optimal tidak akan tercapai. Lingkungan ini meliputi lingkungan bio-fisikopsikososial yang akan mempengaruhi setiap individu mulai dari masa konsepsi
sampai akhir hayatnya. Faktor lingkungan pascalnatal adalah faktor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan anak setelah lahir, meliputi;

1) Lingkungan biologis yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah ras, jenis


kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap

penyakit,

penyakit kronis, fungsi metabolisme yang saling terkait satu dengan yang lain.
2) Lingkungan

fisik

yang

dapat

mempengaruhi

pertumbuhan adalah cuaca,

keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan rumah dan radiasi.


3) Faktor psikososial yan berpengaruh pada tumbuh kembang anak adalah
stimulasi (rangsangan), motivasi, ganjaran atau hukuman, kelompok sebaya,
stres, cinta dan kasih sayang serta kualitas interaksi antara anak dan orang tua.
4) Faktor keluarga dan adat istiadat yang berpengaruh pada tumbuh kembang
anak antara lain: pekerjaan atau pendapatan keluarga, stabilitas rumah tangga,
adat istiadat, norma dan urbanisasi.

2.5 Tahapan Perkembangan Balita


Berdasarkan psikoanalisa Sigmud Freud (1956-1939) dalam Siswanto, 2010
membagi tahapan perkembangan balita, yaitu:
1. Masa Oral (0-1 tahun)
Di dalam masa ini fokus kepuasan baik fisik maupun emosional berada pada sekitar
mulut (oral). Kebutuhan untuk makan, minum sifatnya harus dipenuhi.
2. Masa Anal (1-3 tahun)
Pada fase ini kesenangan atau kepuasan berpusat disekitar anus dan segala aktivitas
yang berhubungan dengan anus. Anak pada faseini diperkenalkan dengan
training, yaitu anak

toilet

mulai diperkenalkan tentang ingin buang air besar dengan

buang air kecil.


3. Fase Phalic (3-6 tahun)
Pada fase ini alat kelamin merupakan bagian paling penting, anak sangat

senang

dan hatinya merasa puas memainkan alat kelaminnya. Pada fase ini anak lakilaki menujukkan sangat dekat dan merasa mencintai ibunya (Oedipus complex),
sebaliknya anak perempuan sangat mencintai ayahnya (electra complex).

2.6 Karakter Sifat Balita


Sifat-sifat yang khas tetap perlu di intervensi agar dapat menempati porsinya yang
pas dan memberi kesempatan kepada sifat lain yang lebih baik untuk berkembang
sebagai karakter, ada lima karakter sifat pada balita yaitu (Indriyani, 2008):

1. Ergosentris
Sifat yang umumnya muncul pada usia 15 bulanan atau saat anak sudah sadar akan
dirinya (self awaraness) ini disebabkan oleh ketidakmampuan balita dalam melihat
suatu hal dari sudut pandang orang lain.
2. Suka perintah atau bossy
Bossy sebenarnya masih berhubungan dengansifat ergonosentris. Sifatini merupakan
kelanjutan dari usia bayi dimana anak sebelumnya selalu ingin diperhatikan
demi mendapatkan apa yang diinginkan.
3. Agresif
Sifat ini tampak sejak usia bayi namun sering dijumpai pada usia balita terutama
saat keinginannya tidak dipahami oleh orang dewasa.
4. Pemalu
Umumnya,

sifat

pemaluanak

karena pembawaan pribadi diturunkan

dari

orang tua yang tidak suka bersosoalisasi akan terbawa sampai dewasa. Meskipun
tidak ada dampak buruk namun akan berakibat dalam mengembangkan diri dan
beradaptasi dengan lingkungan.
5. Penyendiri
Sifat penyendiri pada anak balita selain dikarenakan perkembangan kognitif dalam
melihat sesuatu masih dari sudut pandangnya sendiri.

2.1 Susu Formula


2.1.1 Pengertian Susu Formula
Menurut Roesli (2010), susu formula adalah cairan yang berisi zat yang
mati didalamnya,tidak ada sel yang hidup seperti sel darah putih, zat
pembunuh bakteri, antibodi, serta tidak mengandung enzim maupun
hormon yang mengandung faktor pertumbuhan.

2.1.2

Jenis Susu Formula


Ada beberapa jenis susu formula menurut Khasanah (2011), yaitu:
2.1.2.1 Susu Formula Adaptasi atau Pemula
Susu formula adaptasi (adapted) atau pemula adalah susu
formula yang biasa digunakan sebagai pengganti ASI oleh bayi
baru lahir sampai umur 6 bulan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisinya (Kodrat, 2010).
Susu formula adaptasi ini disesuaikan dengan keadaan
fisiologis bayi. Komposisinya hampir mendekati komposisi
ASI sehingga cocok diberikan kepada bayi baru lahir hingga
berusia 4 bulan (Bambang, 2011).

Tabel 2.1
Perbandingan Komposisi Susu Formula dengan Komposisi ASI
Zat Gizi
Formula Adaptasi
Lemak (g)
3,4 3,64
Protein (g)
1,5 1,6
Whey (g)
0,9 0,96
Kasein (g)
0,6 0,64
Karbohidrat (g)
7,2 7,4
Energi (kkal)
67 67,4
Mineral (g)
0,25 0,3
Natrium (g)
15 - 24
Kalium (mg)
55 - 72
Kalsium (mg)
44,4 - 60
Fosfor (mg)
28,3 - 34
Klorida (mg)
37 - 41
Magnesium (mg)
4,6 5,3
Zat Besi (mg)
0,2 0,5
Sumber : Pudjiadi (2001)

ASI
3 5,5
1,1 1,4
0,7 0,9
0,4 0,5
6,6 7,1
65 70
0,2
10
40
30
30
30
4
0,2

Untuk bayi yang lahir dengan pertimbangan khusus untuk


fisiologisnya dengan syarat rendah mineral, digunakan lemak
tumbuhan sebagai sumber energi dan susunan zat gizi yang
mendekati ASI. Susu jenis ini merupakan susu dengan jenis

terbanyak yang mengalami penyesuaian dan beredara dipasaran


(Febry, 2008).
2.1.2.2 Susu Formula Awal Lengkap
Formula awal lengkap (complete starting formula) yaitu
susunan zat gizinya lengkap dan dapat diberikan setelah bayi
lahir. Keuntungan dari formula bayi ini terletak pada harganya.
Pembuatannya sangat mudah maka ongkos pembuatan juga
lebih murah hingga dapat dipasarkan dengan harga lebih rendah
(Kodrat, 2010)
Susu formula ini dibuat dengan bahan dasar susu sapi dan
komposisi zat gizinya dibuat mendekati komposisi ASI (Nasar,
dkk, 2005). Komposisi zat gizi yang dikandung sangat lengkap,
sehingga diberikan kepada bayi sebagai formula permulaan
(Bambang, 2011).
2.1.2.3 Susu Formula Follow-Up (lanjutan)
Susu formula lanjutan yaitu susu formula yang menggantikan
kedua susu formula yang digunakan sebelumnya dan untuk
bayi yang berusia 6 bulan ke atas, sehingga disebut susu
formula lanjutan ( Bambang, 2011).
Susu formula ini dibuat dari susu sapi yang sedikit dimodifikasi
dan telah ditambah vitamin D dan zat besi (Praptiani, 2012).
Susu formula ini dibuat untuk bayi yang berumur sampai 1
tahun meskipun ada juga yang menyebutkan sampai umur 3
tahun (Nasar, dkk 2005). Sedangkan menurut Febry (2008),
juga menjelaskan susu formula ini dibuat untuk bayi usia 6-12
bulan.
2.1.2.4 Susu Formula Prematur
Bayi yang lahir prematur atau belum cukup bulan belum
tumbuh dengan sempurna. Menjelang dilahirkan cukup bulan,

bayi mengalami pertumbuhan fisik yang pesat. Sehingga dibuat


susu formula prematur untuk mengejar tertinggalnya berat
badan prematurnya (Nadesul, 2008).
Susu formula ini harus dengan petunjuk dokter karena fungsi
saluran cerna bayi belum sempurna, maka susu formula ini
dibuat dengan merubah bentuk karbohidrat, protein dan lemak
sehingga mudah dicerna oleh bayi ( Nasar, dkk, 2005).
2.1.2.5 Susu Hipoalergenik (Hidrolisat)
Susu
formula
hidrolisat
digunakan

apabila

tidak

memungkinkan ibu menyusui bayinya karena mengalami


gangguan pencernaan protein. Susu formula ini dirancang
untuk mengatasi alergi dan ada beberapa yang disusun untuk
mencegah alergi. Susu formula ini hanya diberikan berdasarkan
resep dari dokter ( Praptiani, 2012).
2.1.2.6 Susu Soya (kedelai)
Department of Health merekomendasikan agar susu soya hanya
diberikan jika bayi tidak toleran terhadap susu sapi atau laktosa
karena terdapat kekhawatiran tentang kemungkinan efek
senyawa yang diproduksi oleh kacang kedelai dan tingkat
mangandung sera alumunium yang tidak dapat diterima dalam
formula tersebut (Praptiani, 2012).
Bayi yang terganggu penyerapan protein maupun gula susunya
membutuhkan susu yang terbuat dari kacang kedelai.
Gangguan metabolisme protein juga sering bersamaan dengan
gangguan penyerapan gula susu (Nadesul, 2008).
2.1.2.7 Susu Rendah Laktosa atau Tanpa Laktosa
Apabila usus bayi tidak memproduksi lactase gula susu akan
utuh tidak dipecah menjadi glukosa dan galaktosa sehingga
menyebabkan bayi mencret, kembung, mulas dan pertumbuhan
bayi tidak optimal. Selama mengalami gangguan pencernaan

gula susu, bayi perlu diberikan formula rendah laktosa (LLM)


agar pertumbuhannya optimal (Nadesul, 2008).
2.1.2.8 Susu Formula dengan Asam Lemak MCT ( Lemak Rantai
Sedang) yang Tinggi
Susu formula dengan lemak MCT tinggi untuk bayi yang
menderita kesulitan dalam menyerap lemak. Sehingga, lemak
yang diberikaan harus banyak mengandung MCT (Lemak
Rantai Sedang) tinggi agar mudah dicerna dan diserap oleh
tubuhnya (Khasanah, 2011).
2.1.2.9 Susu Formula Semierlementer
Untuk bayi yang mengalami gangguan pencernaan yakni gula
susu, protein dan lemak sehingga membutuhkan formula
khusus yang dapat ditoleransi oleh ususnya (Nadesul, 2008).

Tabel 2.2
Perbedaan ASI, Susu Sapi, dan Susu Formula
Properti
Kontaminasi

ASI
Tidak ada

Susu Sapi
Mungkin ada

Susu Formula
Mungkin ada bila

bakteri
Faktor anti

ada

Tidak ada

di campurkan
Tidak ada

infeksi
Faktor

ada

Tidak ada

Tidak ada

pertumbuhan

Protein

Lemak

Jumlah

Terlalu banyak

Sebagian

sesuai dan

dan sukar

diperbaiki

mudah

dicerna

dicerna
Cukup

Kurang ALE,

Kurang ALE, tidak

mengandung tidak ada lipase

ada DHA dan AA,

asam lemak

tidak ada lipase

esensial
(ALE),
DHA, dan
Zat Besi

Vitamin
Air

AA
Mengandun

Jumlah lebih

Ditambahkan

g lipase

banyak tapi tidak

ekstra tidak

jumlah kecil

diserap dengan

diserap dengan

tapi mudah

baik

baik

di cerna
Cukup

Tidak cukup

Vitamin

Cukup

Vit.A dan Vit.C


Perlu tambahan

ditambahkan
Mungkin perlu
tambahan

Sumber : Suradi dan H.K.P (2007)


Keterangan :
Susu formula yang dimaksud dalam tabel adalah susu formula
selain yang berbahan dasar susu sapi, terdiri dari susu formula
berbahan dasar kedelai dan susu formula hidrolisa.
2.1.3

Kandungan Susu Formula


Susu formula yang dibuat dari susu sapi telah diproses dan diubah
kandungan komposisinya sebaik mungkin agar kandungannya sama
dengan ASI tetapi tidak 100% sama. Proses pembuatan susu formula,
kandungan karbohidrat, protein dan mineral dari susu sapi telah diubah
kemudian ditambah vitamin serta mineral sehingga mengikuti komposisi

yang dibutuhkan sesuai untuk bayi berdasarkan usianya (Suririnah,


2009).
Menurut Khasanah (2011) ada beberapa kandungan gizi dalam susu
formula yaitu, lemak disarankan antara 2,7-4,1 g tiap 100 ml, protein
berkisar antara 1,2-1,9 g tiap 100 ml dan karbohidrat berkisar antara 5,48,2 g tiap 100 ml.
2.1.4

Kelemahan Susu Formula


Praptiani (2012) menjelaskan telah teridentifikasi adanya kerugian
berikut ini untuk bayi yang diberikan susu formula yaitu:
1. Susu formula kurang mengandung beberapa senyawa nutrien.
2. Sel-sel yang penting dalam melindungi bayi dari berbagi jenis
patogen.
3. Faktor antibodi, antibakteri dan antivirus ( misalnya IgA, IgG, IgM
dan laktoferin).
4. Hormon (misalnya hormon prolaktin dan hormon tiroid).
5. Enzim dan prostaglandin.
Sutomo dan Anggraini (2010) menjelaskan susu formula mempunyai
beberapa kelemahan, antara lain; kurang praktis karena harus
dipersiapkan terlebih dahulu, tidak dapat bertahan lama, mahal dan tidak
selalu tersedia, cara penyajian harus tepat dapat menyebabkan alergi.
Susu formula banyak kelemahannya karena terbuat dari susu sapi
sehingga dijelaskan Khasanah (2011) antara lain; kandungan susu
formula tidak selengkap ASI, pengenceran yang salah, kontaminasi
mikroorganisme, menyebabkan alergi, bayi bisa diare dan sering
muntah, menyebabkan bayi terkena infeksi, obesitas atau kegemukan,
pemborosan, kekurangan zat besi dan vitamin, mengandung banyak
garam.
2.1.5

Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Susu Formula

Arifin (2004), menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi


pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan, yaitu:
1. Faktor pendidikan
Seseorang yang berpendidikan tinggi dan berpengetahuan luas akan
lebih bisa menerima alasan untuk memberikan ASI eksklusif karena
pola pikirnya yang lebih realistis dibandingkan yang tingkat
pendidikan rendah (Arifin, 2004).
2. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif adalah hal yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang, salah satunya kurang memadainya
pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI yang menjadikan
penyebab atau masalah dalam peningkatan pemberian ASI (Roesli,
2008).

3. Pekerjaan
Bertambahnya pendapatan keluarga atau status ekonomi yang tinggi
serta lapangan pekerjaan bagi perempuan berhubungan dengan
cepatnya pemberian susu botol. Artinya mengurangi kemungkinan
untuk menyusui bayi dalam waktu yang lama (Amirudin, 2006).
Penelitian Erfiana (2012), ibu yang tidak memberikan susu formula
sebagian besar oleh ibu yang tidak bekerja yaitu sebanyak 32
responden (88,9%) sehingga status pekerjaan dapat mempengaruhi
pemberian susu formula pada bayi.
4. Ekonomi
Hubungan antara pemberian ASI dengan ekonomi/ penghasilan ibu
dimana ibu yang mempunyai ekonomi rendah mempunyai peluang
lebih memilih untuk memberikan ASI dibanding ibu dengan sosial
ekonomi tinggi kerena ibu yang ekonominya rendah akan berfikir
jika ASI nya keluar maka tidak perlu diberikan susu formula karena
pemborosan (Arifin, 2004).

5. Budaya
Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat
mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air
susu buatan atau susu formula sebagai jalan keluarnya (Arifin,
2004).
6. Psikologis
Ibu yang mengalami stres dapat menghambat produksi ASI
sehingga ibu kurang percaya diri untuk menyusui bayinya
(Kurniasih, 2008). Ibu yang tidak memberikan susu formula
sebagian besar dilakukan oleh ibu yang kondisi psikologi baik yaitu
sebanyak

33

responden

(89,2)

sehingga

psikologis

ibu

mempengaruhi pemberian susu formula pada bayi (Erfiani, 2012).


7. Informasi susu formula
Ibu yang tidak memberikan susu formula sebagian besar yang tidak
terpapar produk susu formula sebanyak 4 responden (36,4%)
sehingga iklan produk susu formula dapat mempengaruhi
pemberian susu formula.
8. Kesehatan
Ibu yang menderita sakit tertentu seperti ginjal atau jantung
sehingga harus mengkonsumsi obat-obatan yang dikhawatirkan
dapat mengganggu pertumbuhan sel-sel bayi, bagi ibu yang sakit
tetapi masih bisa menyusui maka diperbolehkan untuk menyusui
bayinya (Kurniasih, 2008).
9. Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita
Terdapat anggapan bahwa ibu yang menyusui akan merusak
penampilan. Padahal setiap ibu yang mempunyai bayi selalu
mengalami perubahan payudara, walaupun menyusui atau tidak
menyusui (Arifin, 2004).

10. Ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI


Cara menyusui yang benar dan pemasaran yang dilancarkan secara
agresif oleh para produsen susu formula merupakan faktor
penghambat terbentuknya kesadaran orang tua dalam memberikan
ASI eksklusif (Nuryati, 2007).

11. Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan


susu botol
Persepsi masyarakat gaya hidup mewah membawa dampak
menurutnya kesediaan menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi
kalangan tertentu bahwa susu botol sangat cocok untuk bayi dan
dipengaruhi oleh gaya hidup yang selalu ingin meniru orang lain
(Khasanah, 2011).
12. Peran petugas kesehatan
Masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang
manfaat pemberian ASI (Roesli, 2008).
2.2. Konsep Berat Badan
2.2.1 Pengertian Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling
sering digunakan. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan
untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat
kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema, dan adanya tumor.
Disamping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar
perhitungan dosis obat dan makanan.
Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral
pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat dan protein
otot menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan

cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan
otot khususnya orang kekurangan gizi (Supariasa, 2012).

2.2.2 Penambahan Berat Badan


Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling
sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Pada masa bayi balita,
berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun
status gizi. Pertumbuhan sebagai suatu peningkatan dalam ukuran
fisik tubuh secara keseluruhan atau sebagai peningkatan dalam setiap
bagiannya, berkaitan dengan suatu peningkatan dalam jumlah atau ukuran
sel (Supariasa,2012).
Bayi yang lahir cukup bulan, berat badan waktu lahir akan kembali pada
hari ke-10. Pertambahan berat rata-rata bayi selama 3 bulan pertama sekitar
sekitar 200 g/minggu, pada 3 bulan kedua 150g/minggu dan pada tahun
kedua 42 g/minggu (Sacharin, 2010).
Kenaikan berat badan anak pada tahun pertama kehidupan,

bila

anak

mendapat gizi yang baik adalah berkisar antara :


1. 700-1000 gram/bulan pada triwulan I
2. 500-600 gram/bulan pada triwulan II
3. 350-450 gram/bulan pada triwulan III
4. 250-350 gram/bulan pada triwulan IV
2.2.2. Alasan Pemilihan Berat Badan Sebagai Pengukur Laju Pertumbuhan
Menurut Supariasa (2012), beberapa pertimbangan mengenai Berat badan
merupakan parameter yang menjadi pilihan utama pengukur laju
pertumbuhan, antara lain:

1.

Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu


singkat

karena

perubahan-perubahan

konsumsi

makanan

dan

2.

kesehatan.
Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara

3.

periodik memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan.


Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan
luas di Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan

4.

penjelasan secara meluas.


Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh ketrampilan

5.

pengukur.
KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik
untuk pendidikan dan memonitor kesehatan anak menggunakan juga

6.

berat badan sebagai dasar pengisian.


Karena masalah umur merupakan faktor penting untuk penilaian status
gizi, berat badan terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana

7.

sebagai indeks yang tidak tergantung pada umur.


Alat pengukur dapat diperoleh di daerah pedesaan dengan ketelitian
yang tinggi dengan menggunakan dacin yang juga sudah dikenal oleh
masyarakat.

2.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Berat Badan


Dalam proses pertumbuhan, setiap individu akan mengalami siklus yang
berbeda pada kehidupan manusia. Peristiwa tersebut dapat secara cepat
maupun lambat tergantung dari individu atau lingkungan. Proses
percepatan dan perlambatan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor
herediter, faktor lingkungan, atau faktor hormonal.
1. Faktor Herediter
Faktor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar
dalam mencapai tumbuh kembang anak di samping faktor-faktor lain.
Faktor herediter meliputi bawaan, jenis kelamin, ras, suku bangsa.
Pertumbuhan anak dengan jenis kelamin laki-laki setelah lahir akan
cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak perempuan serta
akan bertahan sampai usia tertentu.

Baik anak laki-laki maupun

perempuan akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat ketika


mereka mencapai masa pubertas.
Ras atau suku bangsa juga memiliki peran dalam memengaruhi
pertumbuhan. Hal ini dapat dillihat pada suku bangasa tertentu yang
memiliki kecenderungan lebih besar atau tinggi seperti orang Asia
cenderung lebih pendek dan kecil dibandingkan dengan orang Eropa
atau lainnya.
2.

Faktor Lingkungan
2.1 Budaya Lingkungan
Budaya lingkungan dalam hal ini adalah budaya di masyarakat
yang memengaruhi pertumbuhan anak. Budaya lingkunga dapat
menentukan

bagaimana

seseorang

atau

masyarakat

mempersepsikan pola hidup sehat, hal ini dapat terlihat apabila


kehidupan atau perilaku mengikuti budaya yang ada sehingga
kemungkinan besar dapat menghambat dalam aspek pertumbuhan.
Sebagai contoh, anak yang dalam usia tumbuh kembang
membutuhkan makanan bergizi, namun karena terdapat adat atau
budaya tertentu yang melarang makan dalam masa tertentu akan
2.2

mengganggu atau menghambat masa tumbuh kembang.


Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi juga dapat memengaruhi pertumbuhan anak.
Anak dengen keluarga yang memiliki sosial ekonomi tinggi
umumnya

pemenuhan

kebutuhan

gizinya

cukup

baik

dibandingkan dengan anak dengan sosial ekonomi rendah.


Demikian juga anak berpendidikan rendah, tentu akan sulit untuk
menerima arahan dalam pemenuhan gizi dan mereka sering tidak
mau atai tidak meyakini pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi
atau pentingnya pelayanan kesehatan lain yang menunjang dalam
membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.
2.3. Nutrisi

Nutrisi adalah salah satu komponen yang penting dalam


menunjang

keberlangsungan

proses

pertumbuhan

dan

perkembangan. Nutrisi menjadi kebutuhan untuk tumbuh dan


berkembang selama masa pertumbuhan. Dalam nutrisi terdapat zat
gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan air.
Apabila kebutuhan nutrisi seseorang tidak atau kurang terpenuhi
maka dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangannya.
2.4 Iklim dan Cuaca
Iklim dan cuaca dapat berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan. Misalnya pada saat musim tertentu kebutuhan gizi
dapat dengan mudah diperoleh, namun pada saat musim yang lain
justru

sebaliknya.

Sebagai

contoh,

saat

musim

kemarau

penyediaan air bersih atau sumber makanan sangatlah sulit.

2.5 Olahraga dan Latihan Fisik


Untuk melakukan aktifitas fisik, manusia membutuhkan sejumlah
energi. Jika kalori masuk kurang dari kalori keluar, maka
simpanan kalori (lemak) akan digunakan untuk menutupi defisit
energi. Kalori masuk adalah kalori yang diperoleh dari makanan
sedangkan kalori keluar adalah kebutuhan kalori untuk Basic
Metabolite Rate (BMR) ditambah dengan kalori peraktivitas.
2.6 Posisi Anak dalam Keluarga
2.7 Status Kesehatan
Status kesehatan dapat berpengaruh pada pencapaian pertumbuhan
dan perkembangan. Hal ini dapat terlihat apabila anak dalam
kondisi sehat dan sejahtera makan percempatan untuk tumbuh
kembang menjadi sangat mudah dan sebalikya. Sebagai contoh,
pada saat tertentu anak seharusnya mencapai puncak dalam
pertumbuhan dan perkembangan, namun apabila saat itu pula

terjadi penyakit kronis yang ada pada diri anak maka pencapaian
kemampuan untuk maksimal dalam tumbuh kembang akan
terhambat karena anak memiliki masa kritis.
3.

Faktor Hormonal
Faktor hormonal yang berperan dalam tumbuh kembang anak antara
lain hormon somatotropin, tiroid, dan glukokortikoid. Hormon
somatotropin

(growth

hormon)

berperan

dalam

memengaruhi

pertumbuhan tinggi badan dengan menstimulasi terjadinya proliferasi


sel kartilago dan sistem skeletal.

Hormon tiroid berperan daam

menstimulasi metabolisme tubuh. Hormon glukokortikoid berfungsi


menstimulasi pertumbuhan sel interstisial dari testis dan ovarium,
selanjutnya hormon tersebut akan menstimulasi perkembangan seks,
baik pada anak laki-laki maupun perempuan yang sesuai dengan peran
hormonnnya.
2.2.4 Alat Ukur Berat Badan
Menurut Supriasa (2012) penentuan berat badan dilakukan dengan cara
menimbang.

Alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi

beberapa persyaratan:
1. Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain.
2. Mudah diperoleh dan relatif murah harganya.
3. Ketelitian penimbangan sebagiknya maksimum 0,1kg.
4. Skalanya mudah dibaca.
5. Cukup aman untuk menimbang anak balita.
Alat yang memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan dianjurkan
untuk digunakan dalam penimbangan anak balita adalah dacin.
Penggunaan dacin mempunyai beberapa keuntungan antara lain :
1. Dacin sudah dikenal umum sampai di pelosok pedesaan.
2. Dibuat di Indonesia, bukan import, dan mudah didapat.
3. Ketelitian dan ketepatan cukup baik.
Jenis timbangan lain yang digunakan adalah detecto yang terdapat di
Puskesmas.

Timbangan kamar mandi (Bath Room Scale) tidak dapat

dipakai menimbang anak balita karena menggunakan per, sehingga


hasilnya dapat berubah-bah menurut kepekaan pernya.
2.2.5 Cara Mengukur Berat Badan (Menimbang)
Periksalah dacin dengan seksama, apakah masih dalam kondisi baik atau
tidak. Dacin yang baik adalah apabila bandul geser berada pada posisi
skala 0,0 kg, jarum penunjuk berada pada posisi seimbang. Setelah alat
timbang lainnya (celana/sarung timbang) dipasang pada dacin, lakukan
peneraan yaitu dengan cara menambah beban pada ujung tangkai dacin,
misalnya plastik berisi pasir.
Dalam buku kader (1995), diberikan petunjuk bagaimana menimbang
balita dengan menggunakan dacin, langkah-langkah tersebut dikenal
dengan 9 langkah penimbangan, yaitu :
2.2.5.1 Langkah 1
Gantung dacin pada :
1. Dahan pohon
2. Palang rumah, atau
3. Penyangga kaki tiga
2.2.5.2 Langkah 2
Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat. Tarik batang dacin
ke bawah kuat-kuat.
2.2.5.3 Langkah 3
Sebelum dipakai letakkan bandul geser pada angka 0 (nol). Batang
dacin dikaitkan dengan tali pengaman.
2.2.5.4 Langkah 4
Pasanglah celana timbang, kotak timbang atau sarung timbang yang
kosong pada dacin. Ingat bandul geser pada angka 0 (nol).
2.2.5.5 Langkah 5
Seimbangkan dacin yang sudah dibebani celana timbang, sarung
timbang atau kotak timbangan dengan cara memasukkan pasir ke
dalam kantong plastik.

2.2.5.6 Langkah 6
Anak ditimbang, dan seimbangkan dacin.
2.2.5.7 Langkah 7
Tentukan berat badan anak, dengan membaca angka di ujung bandul
geser.
2.2.5.8 Langkah 8
Catat hasil penimbangan diatas dengan secarik kertas.
2.2.5.9 Langkah 9
Geserlah bandul ke angka 0 (nol), letakkan batang dacin dalam tali
pengaman, setelah itu bayi atau anak dapat diturunkan.
2.2.6 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Penimbangan
Menurut supariasa (2012) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penimbangan berat badan bayi/balita.
2.2.6.1 Pemeriksaan alat timbang
Sebelum digunakan, dacin harus diperiksa secara seksama, apakah
masih dalam kondisi baik atau tidak.

Dacin yang baik adalah

apabila bandul bergeser berada pada posisi 0,0 kg, jarum penunjuk
berada pada posisi seimbang. Disamping itu keadaan bandul geser
tidak longgar terhadap tangkai dacin, oleh karena itu perlu pula
dilakukan peneraan terhadap timbangan yang sudha dipakai agak
lama. Untuk penelitian, peneraan alat timbang ini sangat penting
untuk mendapatkan data dengan validitas tinggi.
2.2.6.2 Anak balita yang ditimbang
Pengalaman di lapangan cukup banyak anak balita yang takut
ditimbang, oleh karena itu dilakukan terlebih dahulu penimbangan
pada balita yang tidak merasa takut. Apabila anak yang ditimbang
pertama takut dan menangis, maka akan mempengaruhi anak yang
akan ditimbang berikutnya.

Kadang-kadang anak yang belum

ditimbang sudah menangis terlebih dahulu, karena melihat


pengalaman sebelumnya.

Balita yang akan ditimbang sebaiknya memakai pakaian yang


seminim dan seringan mungkin. Sepatu, baju, dan topi sebaiknya
dilepaskan.

Apabila hal ini tidak memungkinkan, maka hasil

penimbangan harus dikoreksi dengan berat kain balita yang ikut


tertimbang. Bila keadaan ini memaksa dimana anak balita tidak
mau ditimbang tanpa ibunya atau orang tua yang menyertainya,
maka timbangan dapat dilakukan dengan menggunakan timbangan
injak dengan cara pertama, timbang balita beserta ibunya. Kedua,
timbang ibunya saja.

Ketiga, hasil timbangan dihitung dengan

mengurangi berat ibu dan anak, dengan berat ibu sendiri.


2.2.6.3 Keamanan
Faktor keamanan penimbangan sangat perlu diperhatikan. Tidak
jarang petugas di lapangan kurang memperhatikan keamanan itu.
Misalnya langkah ke-2 dari 9 langkah penimbangan tidak
dilakukan, maka kemungkinan dacin dan anak yang ditimbang bisa
jatuh, karena dacin tidak tergantung kuat. Oleh karena itu, segala
sesuatu menyangkut keamanan harus diperhatikan termasuk lantai
dimana dilakukan penimbangan.
licin,berkerikil atau bertangga.

Lantai tidak boleh terlalu


Hal itu dapat mempengaruhi

keamanan, baik yang ditimbang maupun petugas.

2.2.6.4 Pengetahuan dasar petugas


Untuk memperlancar proses penimbangan, petugas dianjurkan
untuk mengetahui berat badan anak secara umum pada umur-umur
tertentu.

Hal

ini

sangat

penting

diketahui

untuk

dapat

memperkirakan posisi bandul geser yang mendekati skala berat


pada dacin sesuai dengan umur anak yang ditimbang. Cara ini
dapat menghemat waktu, jika penimbangan dilakukan dengan
memindah-mindahkan bandul geser secara tidak menentu.

2.2.7 Interpretasi Hasil Penimbangan


Berat badan merupakan indikator sederhana yang digunakan dilapangan
atau puskesmas untuk menentukan status gizi anak, yaitu dengan
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS). Pada KMS dapat di ketahui
apakah keadaan gizi anak tergolong normal, kurang atau buruk.
Tabel 2.2.7.1
Berat Badan dan Tinggi Badan Balita Usia 2-5 Tahun
USIA
2 tahun

Jenis Kelamin
Perempuan
Laki laki
3 tahun
Perempuan
Laki-Laki
4 tahun
Perempuan
Laki-Laki
5 tahun
Perempuan
Laki-Laki
Sumber : Adzania (2004, 3)

Berat Badan
10,4 13,6 kg
10,9 15 kg
11,8 - 15,9 kg
12,7 - 17,2 kg
13,6 - 18,1 kg
13,8 - 19,1 kg
15 - 20,9 kg
15,9 - 21,8 kg

Tinggi Badan
81,387 cm
81,991 cm
88,9-99,1 cm
90,2-100,3 cm
95,3-106 cm
96,5108 cm
101,6-114,3 cm
102,9-114,9 cm

Berdasarkan tabel 2.1 dan kurva pada KMS, status gizi anak dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Status gizi normal, bila BB anak antara 90-100% dari BB standar atau
pada KMS posisi BB berada pada garis titik-titik.
2. Status gizi kurang, bila BB anak antara 80-90% dari BB standar atau
pada KMS posisi BB berada di bawah garis titik-titik.
Pengertian
3. Status gizi buruk,1.bila
BB anak Berat
kurang atau sama dengan 80% dari BB
Badan
standar atau pada2.KMS
posisi BB Berat
berada dibawah garis merah.
Penambahan
Badan
3.
Alasan Pemilihan
1. Pengertian
Berat Badan sebagai
Balita Teori
2.4 Kerangka
Pengukur
Laju
2. Klasifikasi
Gambar
2.4.1
Pertumbuhan
Kerangka
Teori Pengaruh Pemberian Susu Formula Terhadap Penambahan
Perkembang
4. Faktor yang
1. Pengertian Susu
an Balita
Berat Badan Balita Usia 0-5 Tahun
Mempengaruhi
Formula
3. Faktor yang
Berat
Badan
2. Jenis Susu Formula
Mempengar
Konsep
Berat
Konsep
Balita
5.
Alat
Ukur
Berat
3.Konsep
Kandungan
Susu
Susu Formula
uhi Tumbuh
Badan
Badan
Formula
Kembang
6. Cara Mengukur
4. Kelemahan Susu
Balita
Berat Badan
Formula
4. Tahapan
7. Hal-hal yang Perlu
5. Faktor yang
Perkembang
Diperhatikan dalam
Mempengaruhi
an Balita
Penimbangan
Pemberian Susu
5. Karakter
8. Interpretasi Hasil
Formula
Sifat Balita
Penimbangan

Sumber : dimodifikasi Notoatmodjo (2010) Arief dan Kristiyanasari (2009)

Anda mungkin juga menyukai