PENDAHULUAN
Kedaruratan medis yang dapat mengancam nyawa biasa terjadi dimana saja,
kapan saja dan bisa menimopa siapa saja. Keadaan ini dapat diesebabkan oleh suatu
penyakit atau pun suatu kecelakaan lalu lintas, tenggelam, keracunan dan lain
sebagainya. Keadaan ini sangat membutuhkan pertolongan segera sejak ditempat
kejadian, selama transportasi, sampai pasien diserahkan kepada petugas kesehatan di
rumah sakit.
Sumbatan jalan napas hipoventilasi, henti nafas, syok, bahkan henti jantung,
cepat sekali menyebabkan kematian bila tidak mendapat pertolongan yang cepat dan
tepat. Kematian pasien akibat hal-hal seperti tersebut di atas sesungguhnya dapat
dihindari bila tindakan pertolongan resusitasi cepat dikerjakan ditempat kejadian.
Kerusakan otak permanen dapat terjadi jika aliran darah terhenti lebih dari
beberapa menit (saat ini ditetapkan lebih dari 4-6 menit) atau sesudah terjadi suatu
trauma dengan hipoksia beratatau kehilangan banyak darah yang tidak dikoreksi.
Akan tetapi bila pertolongan resusitasi bisa diberikan dengan cepat dan
tepat,kematian otak bisa dicegah bahkan pasien bisa pulih seperti sediakala.
Tindakan resusitasi dapat dikerjakan dimana saja dan kapan saja tanpa
mempergunakan alat atau dengan alat oleh orang yang terlatih baik orang awam
maupun tenaga kesehatan perawat atau dokter spesialis. Kedaruratan medik dapat
menimpa siapa saja, tidak mengenal status sosial dan kejadiannya selalu mendadak.
Oleh karena itu sangat diperlukan individu atau petugas yang siap siaga menolong
korban yang membutuhkan pertolongan.
Yang dimaksud dengan resusitasi paru jantung (RPJ) adalah suatu usaha
kedokteran gawat darurat untuk memulihkan fungsi respirasi dan atau sirkulasi yang
mengalami kegagalan mendadak pada pasien yang masih mempunyai harapan hidup.
Mengapa hanya ada resusitasi paru jantung dan mengapa hanya yang
mengalami kegagalan mendadak dilakukan resusitasi dan bagaimana pula
menentukan keadaan pasien yang masih mempunyai harapan hidup??
Hal ini jelas bahwa manusia memerlukan oksigen untuk bisa hidup. Respirasi
sebagai salah satu sistem organ tubuh berfungsi memasok oksigen ke dalam sirkulasi
nafas "gargling"
Gambar 6: krikotiritomi
Gambar 7: trakeostomi
leher, tidak bisa bicara, tidak bisa nafas dan tidak bisa batuk. Beberapa saat
kemudian diikuti dengan sianosis dan penurunan kesadaran, bila tidak
segera diberikan pertolongan.
Usaha pertolongan yang dilakukan adalah: Bila pasien masih sadar,
penolong berdiri membelakangi korban, kedua tangan disilangkan di uluhati
kemudian lakukan hentakan 4 kali dengan kuat, atau bisa juga dengan
memukul punggung diantara tukang skapula (gambar 9).
Bila pasien tidak sadar, ditidurkan terlentang (gambar 10) dan dilakukan
hentakan pada uluhati atau pasien dimiringkan dan dilakukan hentakan pada
uluhati atau pasien dimiringkan dan dilakukan pukulan pada punggung
seperti tersebut di atas. Bila tindakan ini belum menolong segera dilakukan
laringoskopi (bila di RS.).
Udara ekspirasi penolong masih bisa diberikan karena udara ekspirasi ini masih
mengandung oksigen sebanyak 16 - 18 %. Walaupun di dalamnya terdapat CO 2,
akan tetapi CO2 ini tidak akan masuk ke dalam tubuh karena tekanan parsial
CO2 di dalam darah pasien yang henti nafas lebih tinggi dari udara ekspirasi
penolong.
Beberapa cara pemberian nafas buatan
1. Dari mulut penolong, ke mulut pasien (mulut ke mulut) atau ke hidung
pasien (mulut ke hidung) (gambar: 12)
Cara ini mempergunakan udara ekspirasi penolong. Udara ekspirasi
ditiupkan ke mulut atau ke hidung penderita sebanyak kira-kira 2 kali volume
tidal penderita dengan frekuensi nafas disesuaikan dengan kebutuhan
penderita. Diupayakan melakukan hiperventilasi. Proses ekspirasi penderita
dilakukan secara pasip dengan cara melepaskan mulut penolong dari
mulut/hidung penderita setelah selesai meniup.
Tangan
kanan
memompa
balon,
sedangkan
tangan
kiri
1. Faktor primer
Disebabkan oleh: penyakit pada jantung sendiri yaitu: kelainan pada sistem
konduksi jantung atau kelainan pada otot jantung seperti misalnya infark, yang
dapat menimbulkan fibrilasi ventrikel atau asistol. Keadaan yang lain yang
dapat digolongkan sebagai penyebab primer adalah trauma listrik atau petir
yang secara langsung dapat mempengaruhi fungsi konduksi jantung.
2. Faktor sekunder
Paling sering disebabkan oleh: (1) asfiksia akibat gagal nafas akut,
menyebabkan kegagalan pasokan oksigsn dan (2) perdarahan akut/masif akibat
trauma, menyebabkan kekosongan volume sirkulasi sehingga tidak ada curah
jantung.
bertumpuknya
produk-produk
intermedier
sehingga
terjadi
Tangan
yang
diletakkan
penolong
lain
di
atas
jari-
jari
terkunci dan lengan lurus serta ke dua bahu berada tepat di atas sternum korban.
Kemudian penolong memberikan tekanan vertikal ke bawah dengan mempergunakan
berat badan sampai menghasilkan pergerakan dada setinggi 4-5 cm. Setelah kompresi
harus ada relaksasi, tetapi ke dua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban.
Dianjurkan lama kompresi sama dengan lama relaksasi.
Kompresi yang dilakukan pada titik tersebut di atas akan menekan jantung
diantara tulang dada dan tulang belakang (gambar 18) sehingga pada saat penekanan
darah akan mengalir dari jantung keseluruh tubuh. Sebaliknya pada saat pelepasan
tekanan/relaksasi darah akan mengalir ke dalam jantung akibat mekanisme pompa
isap toraks.
Apabila ada 2 penolong, kompresi diberikan oleh salah satu penolong dengan
laju 60/menit dan nafas buatan oleh penolong kedua yang dilakukan pada akhir
hitungan ke limb, sehingga fre-kuensi nafas menjadi 12 kali, sehingga
perbandingannya menjadi 5: 1 (gambar 20).
sternum pada anak. Naik turunnya dada pada bayi saat menekan sternum
diusahakan agar mencapai 1,5 - 2,5 cm, sedangkan pada anak diperlukan
penekanan 2, 5 - 4 cm agar sirkulasinya efektif.
6. Kompresi pada bayi dapat dilakukan dengan mempergunakan kedua ibu jari atau
dengan dua jari yaitu telunjuk dan jari tengah, sedangkan pada anak yang lebih
besar dapat digunakan pangkal telapak tangan.
7. Selama henti jantung, pemberian kompresi diberikan dengan frekuensi
100x/menit (bayi) atau 80x/menit (anak-anak). Per-bandingan kompresi terhadap
ventilasi selalu 5: 1.
Tanda-tanda keberhasilan Bantuan Hidup Dasar.
Apabila bantuan hidup dasar dapat diberikan secara cepat dan tepat oleh
penolong yang terampil, tidak mustahil nyawa korban dapat diselamatkan. Oleh
karena itu bantuan hidup dasar harus dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dan
oleh siapa saja, tak terkecuali orang awam.
Tanda-tanda keberhasilan pemberian bantuan hidup dasar adalah:
1. Warna kulit berubah dari sianosis menjadi kemerahan.
2. Pupil akan mengecil.
3. Kalau penyebab henti jantung oleh karena hipoksia dan segera diberikan bantuan
hidup dasar, denyut. nadi spontan dapat dipulihkan.
Selama tanda-tanda tersebut di atas terutama butir 1 dan 2 masih ada, bantuan
hidup dasar tidak boleh dihentikan sampai penolong capai dan tidak ada pengganti
untuk melanjutkannya.
Apabila bantuan hidup dasar dianggap berhasil, harus segera dilanjutkan
dengan upaya bantuan hidup lanjut untuk mempercepat pemulihan denyut nadi
spontan.
Kegagalan upaya Bantuan Hidup Dasar
Kegagalan upaya memberikan bantuan hidup dasar pada umum-nya
disebabkan oleh ketidak-adekuatan upaya pemberian bantuan, baik pada upaya
ventilasi maupun pada kompresi jantung, sehingga pasokan dan edaran oksigen tidak
adekuat.
Parameter kegagalan bantuan hidup dasar terutama berdasarkan pada respons
perubahan diameter pupil. Apabila anoksia serebri telah berlangsung lama, maka
tidak akan ada respons perubahan diameter pupil, sehingga dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa korban telah berada pada keadaan mati otak permanen.
TAHAP II
BANTUAN HIDUP LANJUT
Bantuan Hidup Lanjut (BHL) ditujukan untuk segera dapat memulihkan dan
mempertahankan fungsi sirkulasi spontan, sehingga perfusi dan oksigenasi jaringan
dapat segera dipulihkan dan diper-tahankan. Tindakan ini segera dapat dikerjakan
secara simultan bersamaan dengan tindakan-tindakan pada tahap pertama (Bantuan
Hidup Dasar).
Tindakan pada tahap ke II ini rnemerlukan peralatan khusus dan obat-obatan,
agar segera dapat memulihkan dan mempertahankan sirkulasi spontan.
Alat-alat dan obat-obatan yang diperlukan pada tahap II.
Dalam rumah sakit, perlengkapan dan obat-obatan untuk bantuan hidup lanjut
biasanya disimpan pada kereta yang dapat ber-gerak dan diletakkan pada daerah
yang strategis. Kereta ini beserta isinya harus ada di ruang gawat darurat, ruang
terapi intensif, di kamar operasi dan di ruang pulih.
Perlengkapan pada kereta ini hendaknya mencakup tabung oksigen, alat jalan
nafas (pipa orofarings, nasofaring dan pipa endotrakea, sungkup muka, alat isap,
laringoskop, forsep Magil, dan perlengkapan untuk memasang infus, EKG monitor
dengan defibrilatornya dengan arus searah dan papan atau plastik yang datar dan kuat
untuk landasan resusitasi.
Obat-obatan yang diperlukan adalah: obat-obat simpatomimetik (adrenalin,
nor adrenalin, dopamin, efedrin, efortil, metaraminol dan isoproternol), obat
pelumpuh otot (suksinil kholin dan pankuronium atau derivat kurare yang lain),
sedatif dan anti kejang, lidokain, prokainamid, bretillium diuretik, natrium
3. Glukosa 40%.
Pemberian gukosa 49% ditujukan untuk mencegah hipoglikemia karena pada
keadaan metabolisme anaerob, tubuh tidak mam-pu menyediakan glukosa siap
pakai, sedangkan organ-organ seperti otak, jantung, ginjal dan sel darah merah
sangat memerlukan glukosa. Dosisnya: 1 g/kgBB, diberikan secara intra-vena.
4. Kalsium.
Kation ini sangat diperlukan pada henti jantung oleh karena disosiasi
elektromekanis, setelah gagal memulihkan sirkulasi spontan dengan pemberian
adrenalin. Juga di perlukan bila henti jantung disebabkan oleh karena obat-obatan
yang mendipresi otot jantung. Bentuk garam yang disukai adalah kalsium klorida
10 %, tetapi dapat juga diberikan kalsium glukosa 10 %. Dosisnya 5 ml untuk
orang dewasa dengan berat badan 70 kg, diberikan intravena.
Terapi cairan
Pada saat memulai langkah D, usaha kanulasi vena baik melalui vena perifer
maupun vena sentral segera harus dilakukan dengan tujuan untuk: menyediakan jalur
vena terbuka untuk memasukkan obat-obatan dan menambah volume sirkulasi darah
terutama pada penderita syok akibat perdarahan akut atau dehidrasi.
Pilihan vena yang akan dikanulasi adalah vena yang mudah diraba pada
ekstremitas (gambar 21) atau melalui vena kubiti langsung ke vena sentral (gambar
22) atau langsung pada vena sentral (gambar 23) misalnya melalui vena jugularis
interna atau vena subclavia. Apabila semua vena-vena tersebut susah didapat, bisa
dilakukan seksi vena pada vena di tungkai.
Jarum yang digunakan untuk kanulasi adalah jenis kateter atau kanul
intravena yang terbuat dari polivinil dengan ukuran yang paling besar yang bisa
masuk ke dalam vena yang dipilih. Apabila dilakukan kanulasi vena sentral, panjang
kanul yang dipilih disesuaikan dengan lokasi kanulasi.
Jenis cairan yang dipilih bisa cairan kristaloid (Ringer Laktat dan NaCI 0,9%)
atau koloid, yang dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi.
secara adekuat.
2) Lakukan pukulan prekordial.
3) Yakinkan bahwa gambaran tersebut bukan fibnlasi ventrikel.
4) Lakukan langkah D: berikanobat-obatan: adrenalin, natrium bikarbonat,
atropin yang dapat diulang sesuai kebutuhan. apabila belum berhasil segera
diberikan kalsium klorida atau glukonas.
5) Bila belum berhasil biasanya disebabkan oleh blokjantung, segera pasang
alat pacu jantung.
2. Disosiasi elektromekanik (komplek aneh).
Gambaran EKG ini sebenarnya adalah asistol mekanik yaitu ketiadaan
denyut dengan gambaran EKG agonal (aneh atau abnormal) atau kadang-kadang
relatif normal tetapi tidak terdapat pola QRS yang khas. Mekanisme kontraksi
tidak efektif sehingga denyut nadi tidak teraba.
Sebab-sebabnya adalah: hypovolemia, emboli paru masif, efusi perikardium
dengan tamponade, ruptur otot jantung atau aneurisma, asidosis parsisten,
hipotermi dan ventilasi tidak adekuat serta gangguan keseimbangan elektrolit.
Usaha pertolongannya adalah:
1. Bantuan hidup dasar (langkah-langkah A dengan pema-sangan PET, B dan C)
dilakukan secara adekuat.
2. Pemberian obat-obatan: adrenalin dan natrium bikarbonat.
3. Usahakan mencari penyebab yang mungkin bisa dikoreksi.
4. Terapi cairan yang adekuat.
3. Fibrilasi ventrikel
Fibrilasi ventrikel (FV) paling sering menyebabkan kematian jantung mendadak.
Keadaan ini merupakan gerak getar ventrikel jantung secara kontinyu dan tidak
teratur sehingga tidak bisa memompakan darah keseluruh tubuh. Pada EKG akan
tampak osilasi yang khas tanpa kompleks QRS.
Sebab-sebabnya: bisa primer atau sekunder dan mekanisme nya belum
diketahui dengan pasti. Penyebab primer yang paling sering adalah iskhemia otot
jantung, reaksi obat yang merugikan, tersengat listrik dan kateterisasi pada
jantung yang iritatif. Sedangkan penyebab sekunder adalah usaha resusitasi pada
asistol karena asfiksia, tenggelam dan akibat perdarahan.
Usaha pertolongannya adalah:
1. Tanpa menunggu EKG segera lakukan bantuan hidup dasar (langkah A
dengan pemasanga PET, B dan C)
2. Dilanjutkan dengan tindakan pukulan prekordial teru-tama pada fibrilasi
yang disaksikan.
3. Berikanobat-obatan: adrenalin dan natrium bikarbonat sesuai dosis dan kalau
perlu diulang
4. Evaluasi dengan EKG, bila gambaran EKG berupa fibrilasi halus, berikan
adrenalin lagi agar berubah men-jadi kasar, oleh karena fibrilasi kasar lebih
mudah di-kembalikan ke irama sinus dengan terapi fibrilasi, bila kasar segera
dilakukan langkah F.
H. Fibrilation Treatment. (Terapi Fibrilasi).
Terapi fibrilasi adalah usaha untuk segera mengakhiri disritmia
takhkikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel menjadi irama sinus normal dengan
mempergunakan syok balik listriK. Syok balik listrik ini menghasilkan
depolarisasi seretak semua serai otot jantung dan setelah itu jantung akan
berkontraksi spontan, asalkan otot jantung mendapatkan oksigen yang cukup dan
tidak menclerita asidosis. Terapi syok balik listrik dapat dilakukan dengan arus
bolak-balik atau arus searah melalui dada.
Pada saat ini terapi syok bolak - balik sudah tidak populer, karena cara ini
sangat tergantung pada lairan listrik PLN (tidak pcrtabel), kontraksi otot sangat
kuat, bisa menimbulkan fibrilasi pada jantung yang berdenyut spontan dan bisa
terjari bahaya pada. operator bila tidak memakai isolasi. Sedangkan yang arus
searah, tidak tergantung dengan PLN dan bisa dipakai secara portabei, lebih
efektif untuk kardioversi, dapat digunakan untuk kardioversi jantung yang masih
berdenyut dan tidak membahayakan operator.
Besarnya energi yang umum digunakan untuk syok AS adalah: 400 Joule
untuk orang dewasa, 100 - 200 Joule untuk anak dan 50 - 100 Joule untuk bayi.
Pada takhikardi ventrikel, energi yang dibutuhkan lebih kecil. Dosis yang tepat
tergantung berat badan. Untuk orang dewasa energi awal dibutuhkan 3J / kgBB,
sedangkan pada anak 2, J/kgBB dan dapat diulang dengan dosis ulangan tertinggi
adalah 5 J/kgBB.
Cara melakukan syok balik listrik AS.
Sebelum mulai terapi fibrilasi, alat defibrilator harus diperiksa dan dicoba
terlebih dahulu kemampuannya memberikan energi mulai dari energi rendah
sampai tinggi.
Pedal defibrilator luar (dada) hendaknya yang besar dengan diameter 14
cm untuk orang dewasa, 8 cm untuk anak-anak dan 4,5 cm untuk bayi, sedangkan
pedal untuk defibrilator dalam (jantung) pada dada terbuka dewasa adalah 6 cm,
4 cm untuk anak dan 2 cm untuk bayi. Gambar
Teknik syok balik listrik luar adalah sebagai berikut:
1. Bila FV yang terjadi disaksikan, segera lakukan terapi de-fibrilasi dalam 30
detik tanpa bantuan hidup dasar (ABC-RPJ), tetapi bila tidak disaksikan
lakukan ABC-RPJ terlebih dahulu.
2. Putar alat pemindahan sinkronisasi defibrilator ke tanda "off" dan nyalakan
tenaga utama.
3. Tentukan tingkat energi yang dikehendaki (sesuai dengan berat badan) dan isi
muatan pedal.
4. Kedua pedal elektrode diisi pelicin (jeli) dan kemudian pedal negatif tempelkan pada dada kanan bagian atas tepat disebelah kanan sternum dan di bawah
klavikula sedangkan pedal positif di dada kiri tepat di bawah dan disebelah
kiri puting susu kiri (gambar 25). Tekan kedua pedal dengan kuat pada dada.
5. Pastikan diagnosis pada EKG.
6. Usahakan operatortidak berhubungan dengan pasien agar tidak tersengat
aliran listrik.
7. Lepaskan muatan listrik dengan menekan tobol yang ada pada masing-masing
pedal.
8. Biarkan pedal menempeldi dada selama 5 detik untuk me-nentukan irama.
9. Bila denyut nadi belum teraba dalam 5 detik, teruskan ABC - RPJ, bila FV
masih berlanjut setelah 1 menit melakukan ABC, ulangi syok balik dengan
TAHAP III
BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANG
sesudah 30-60 menit terbukti tidak adanya denyut nadi pada keadaan
normotermi tanpa RJP).