Anda di halaman 1dari 12

Bila aliran darah otak berhenti dalam waktu tertentu, akan

menimbulkan perubahan-perubahan sebagai berikut:


1. Berhenti selama 15 detik, penderita koma.
2. Berhenti selama 15-30 detik, EEG isoelektris.
3. Berhenti selama 30 - 60 detik, pasien henti nafas dan pupil mengalami
dilatasi maksimal.
4. Berhenti selama 5 menit, terjadi kerusakan otak permanen.
Kompresi Jantung
Kompresi jantung adalah bantuan sirkulasivans dapat dilakukan
dari luar atau kompresi jantung luar (KJL) dan dapat pula dilakukan
kompresi jantung dari dalam rongga dada atau kompresi jantung "dalam
(KJD) melalui torakotomi, bila kejadiannya di kamar operasi.
KJL Caranya adalah sebagai berikut:
Pasien ditidurkan terlentang di atas lantai atau tempat tidur yang
beralas keras dan padat dGGengan kedua tungkai ditinggikan. Penolong
mengambil posisi berlutut disamping korban dan meletakkan salah satu
tumit telapak tangannya di atas permukaan sternum pada titik 2/3 dari
atas jarak antara manubrium sterni dan prsesus sifoideus atau 2-3 jari
sefalad dari pertemuan tulang sternum dengan prosesus sifoideus
(gambar 17).
Tangan penolong yang lain diletakkan di atas tangan pertama
dengan jari-jari terkunci dan lengan lurus serta ke dua bahu berada tepat
di atas sternum korban. Kemudian penolong memberikan tekanan vertikal
ke bawah dengan mempergunakan berat badan sampai menghasilkan
pergerakan dada setinggi 4-5 cm. Setelah kompresi harus ada relaksasi,
tetapi ke dua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban. Dianjurkan
lama kompresi sama dengan lama relaksasi.
Kompresi yang dilakukan pada titik tersebut di atas akan menekan
jantung diantara tulang dada dan tulang belakang (gambar 18) sehingga

pada saat penekanan darah akan mengalir dari jantung keseluruh tubuh.
Sebaliknya pada saat pelepasan tekanan/relaksasi darah akan mengalir
ke dalam jantung akibat mekanisme pompa isap toraks.
Apabila hanya satu penolong, diberikan kompresi sebanyak 15 kali
dan diikuti pemberian 2 kali nafas dalam dengan cepat dan dalam. Dalam
satu menit harus ada 4 siklus kompresi dan ventilasi (yaitu: 60 kompresi
dan 8 nafas) (gambar 19).
Apabila ada 2 penolong, kompresi diberikan oleh salah satu
penolong dengan laju 60/menit dan nafas buatan oleh penolong kedua
yang dilakukan pada akhir hitungan ke limb, sehingga fre-kuensi nafas
menjadi 12 kali, sehingga perbandingannya menjadi 5: 1 (gambar 20).
Kompresi harus dilakukan secara halus dan berirama. Apabila
dilakukan dengan benar, kompresijantungluardapat menghasilkan tekanan
sistolik lebih dari 100 mm Hg dan tekanan rata-rata pada arteri karotis 40
mm Hg.
Teknik pada bayi dan anak-anak.
Pada prinsipnya bantuan hidup dasar pada bayi dan anak sama
dengan pada orang dewasa. Akan tetapi karena perbedaan ukuran,
diperlukan modifikasi teknik seperti yang disebutkan di atas.
Modifikasinya adalah:
1. Ekstensi kepala yang berlebihan dapat menyebabkan sumbatan jalan
nafas pada bayi dan anak kecil, oleh karena itu kepala hendaknya
dijaga dalam posisi netral selama diusahakan membuka jalan nafas.
2. Pada bayi dan anak kecil ventilasi mulut ke mulut dan hidung lebih
sesuai dari pada ventilasi mulut ke mulut atau mulut kehidung.
Pemberian nafas harus lebih kecil volumenya dan frekuensi ventilasi
harus ditingkatkan menjadi 1 nafas tiap 3 detik untuk bayi dan 1 nafas
tiap 4 detik untuk anak-anak.
3. Pukulan punggung dapat diberikan pada bayi dengan korban

telungkup dan mengangkang pada lengan penolong dan hentakan


dada diberikan dengan bayi terlentang dengan kepala terletak di
bawah melintang pada paha penolong.
4. Pukulan punggung pada anak yang lebih besar dapat dilakukan
dengan korban telungkup melintang di atas paha penolong dengan
kepala lebih rendah dari badan, dan hentakan dada dapat dilakukan
dengan anak terlentang di atas lantai.
5. Pada bayi dan anak letak jantung dalam rongga toraks lebih tinggi
dibandingkan orang dewasa, oleh karena itu kompresi dada luar
hendaknya dilakukan pada titik 2 atau 3 jari di bawah garis antara
putting susu pada bayi dan pada pertengahan sternum pada anak.
Naik turunnya dada pada bayi saat menekan sternum diusahakan agar
mencapai 1,5 - 2,5 cm, sedangkan pada anak diperlukan penekanan 2,
5 - 4 cm agar sirkulasinya efektif.
6. Kompresi pada bayi dapat dilakukan dengan mempergunakan kedua
ibu jari atau dengan dua jari yaitu telunjuk dan jari tengah, sedangkan
pada anak yang lebih besar dapat digunakan pangkal telapak tangan.
7. Selama henti jantung, pemberian kompresi diberikan dengan frekuensi
100x/menit

(bayi)

atau

80x/menit

(anak-anak).

Per-bandingan

kompresi terhadap ventilasi selalu 5: 1.


Tanda-tanda keberhasilan Bantuan Hidup Dasar.
Apabila bantuan hidup dasar dapat diberikan secara cepat dan
tepat oleh penolong yang terampil, tidak mustahil nyawa korban dapat
diselamatkan. Oleh karena itu bantuan hidup dasar harus dapat dilakukan
dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja, tak terkecuali orang awam.
Tanda-tanda keberhasilan pemberian bantuan hidup dasar adalah:
1. Warna kulit berubah dari sianosis menjadi kemerahan.
2. Pupil akan mengecil.
3. Kalau penyebab henti jantung oleh karena hipoksia dan segera

diberikan bantuan hidup dasar, denyut. nadi spontan dapat dipulihkan.


Selama tanda-tanda tersebut di atas terutama butir 1 dan 2 masih
ada, bantuan hidup dasar tidak boleh dihentikan sampai penolong capai
dan tidak ada pengganti untuk melanjutkannya.
Apabila bantuan hidup dasar dianggap berhasil, harus segera
dilanjutkan dengan upaya bantuan hidup lanjut untuk mempercepat
pemulihan denyut nadi spontan.
Kegagalan upaya Bantuan Hidup Dasar
Kegagalan upaya memberikan bantuan hidup dasar pada umumnya disebabkan oleh ketidak-adekuatan upaya pemberian bantuan, baik
pada upaya ventilasi maupun pada kompresi jantung, sehingga pasokan
dan edaran oksigen tidak adekuat.
Parameter kegagalan bantuan hidup dasar terutama berdasarkan
pada respons perubahan diameter pupil. Apabila anoksia serebri telah
berlangsung lama, maka tidak akan ada respons perubahan diameter
pupil, sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa korban telah
berada pada keadaan mati otak permanen.

TAHAP II
BANTUAN HIDUP LANJUT
Bantuan Hidup Lanjut (BHL) ditujukan untuk segera dapat memulihkan
dan mempertahankan fungsi sirkulasi spontan, sehingga perfusi dan oksigenasi
jaringan dapat segera dipulihkan dan diper-tahankan. Tindakan ini segera dapat
dikerjakan secara simultan bersamaan dengan tindakan-tindakan pada tahap
pertama (Bantuan Hidup Dasar).
Tindakan pada tahap ke II ini rnemerlukan peralatan khusus dan obatobatan, agar segera dapat memulihkan dan mempertahankan sirkulasi spontan.
Alat-alat dan obat-obatan yang diperlukan pada tahap II.
Dalam rumah sakit, perlengkapan dan obat-obatan untuk bantuan hidup
lanjut biasanya disimpan pada kereta yang dapat ber-gerak dan diletakkan pada
daerah yang strategis. Kereta ini beserta isinya harus ada di ruang gawat darurat,
ruang terapi intensif, di kamar operasi dan di ruang pulih.
Perlengkapan pada kereta ini hendaknya mencakup tabung oksigen, alat
jalan nafas (pipa orofarings, nasofaring dan pipa endotrakea, sungkup muka, alat
isap, laringoskop, forsep Magil, dan perlengkapan untuk memasang infus, EKG
monitor dengan defibrilatornya dengan arus searah dan papan atau plastik yang
datar dan kuat untuk landasan resusitasi.
Obat-obatan

yang

diperlukan

adalah:

obat-obat

simpatomimetik

(adrenalin, nor adrenalin, dopamin, efedrin, efortil, metaraminol dan isoproternol),


obat pelumpuh otot (suksinil kholin dan pankuronium atau derivat kurare yang
lain), sedatif dan anti kejang, lidokain, prokainamid, bretillium diuretik, natrium
bikarbonat, kalsium giukonas, digitalis, kortikosteroid, atropin, morfin atau
petidin, nalokson, bronkodilator (aminofilin), cairan infus dan jangan lupa pada
oksigen.
D. Drugs and Fluids" (Obat-obatan dan Cairan)

Obat-obatan.
Walaupun banyak jenis obat seperti yang telah disebutkan di atas
digunakan untuk tindakan pada langkah D ini, namun obat esensial yang harus
segera diberikan pada setiap henti jantung adalah:
1. Adrenalin.
Adrenalin adalah obat yang harus segera diberikan bila henti jantung yang
terjadi kurang dari 2 (dua) menit dan disaksikan. Dosisnya: 0,5 - 1,0 mg (dosis
untuk orang dewasa), diberikan langsung intravena atau dapat diencerkan
dengan akuades menjadi 10 ml. Pada anak-anak dosisnya adalah 10 mcg/kg.
Apabila jalurvena belum ada, dapat diberikan intratrakea lewat pipa
endotrakea (1 ml adrenalin 1: 1000 diencerkan dengan 9 ml akuades steril).
Apabila keadaan sangat mendesak, bisa diberikan intrakardiak. Tetapi
belakangan ini cara intrakardiak tidak dianjurkan lagi. Pemberiannya dapat
diulang setelah 3-5 menit pemberian pertama dengan dosis sama seperti dosis
pertama.
2. Natrium Bikarbonat.
Natrium bikarbonatdiberikan pertama kali bila henti jantungnya diperkirakan
lebih dari 2 (dua) menit, karena pada keadaan ini asidosis yang terjadi sangat
berat. Pada henti jantung yang kurang dari 2 (dua) menit tidak perlu diberikan
obat ini karena asidosis yang terjadi masih ringan dan hal ini dapat segera
dikoreksi dengan pemberian nafas buatan yang adekuat.
Dosis permulaan: 1 mEq/kg, kemudian dapat diuiang setiap 10 menit
dengan dosis 0,5 mEq /kg sampai jantung berdenyut spontan. Obat ini
dikemas dalam ampul berisi 50 ml dan 1 ml mengandung 1 mEq/L.
Pemberiannya hanya boleh dilakukan secara intravena.
Untuk mengoreksi asidosis secara tepat hams dilakukan pemeriksaan
analisis gas darah sehingga diketahui defisit basa yang terjadi. Perhitungan
natrium bikarbonat yang diperlukan adalah:
Dosis bikarbonat = defisit basa x 0,25 berat badan.

3. Glukosa 40%.
Pemberian gukosa 49% ditujukan untuk mencegah hipoglikemia karena pada
keadaan metabolisme anaerob, tubuh tidak mam-pu menyediakan glukosa siap
pakai, sedangkan organ-organ seperti otak, jantung, ginjal dan sel darah merah
sangat memerlukan glukosa. Dosisnya: 1 g/kgBB, diberikan secara intra-vena.
4. Kalsium.
Kation ini sangat diperlukan pada henti jantung oleh karena disosiasi
elektromekanis, setelah gagal memulihkan sirkulasi spontan dengan
pemberian adrenalin. Juga di perlukan bila henti jantung disebabkan oleh
karena obat-obatan yang mendipresi otot jantung. Bentuk garam yang disukai
adalah kalsium klorida 10 %, tetapi dapat juga diberikan kalsium glukosa 10
%. Dosisnya 5 ml untuk orang dewasa dengan berat badan 70 kg, diberikan
intravena.
Terapi cairan
Pada saat memulai langkah D, usaha kanulasi vena baik melalui vena
perifer maupun vena sentral segera harus dilakukan dengan tujuan untuk:
menyediakan jalur vena terbuka untuk memasukkan obat-obatan dan menambah
volume sirkulasi darah terutama pada penderita syok akibat perdarahan akut atau
dehidrasi.
Pilihan vena yang akan dikanulasi adalah vena yang mudah diraba pada
ekstremitas (gambar 21) atau melalui vena kubiti langsung ke vena sentral
(gambar 22) atau langsung pada vena sentral (gambar 23) misalnya melalui vena
jugularis interna atau vena subclavia. Apabila semua vena-vena tersebut susah
didapat, bisa dilakukan seksi vena pada vena di tungkai.
Jarum yang digunakan untuk kanulasi adalah jenis kateter atau kanul
intravena yang terbuat dari polivinil dengan ukuran yang paling besar yang bisa
masuk ke dalam vena yang dipilih. Apabila dilakukan kanulasi vena sentral,
panjang kanul yang dipilih disesuaikan dengan lokasi kanulasi.
Jenis cairan yang dipilih bisa cairan kristaloid (Ringer Laktat dan NaCI

0,9%) atau koloid, yang dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi.
E. Electrocardiography.
Alat pantau EKG adalah alat pantau standar yang harus tersedia di Unitunit Gawat Daurat. Diagnostik henti jantung mutlak harus ditegakkan melalui
pemeriksaan EKG, sehingga dengan demikian bantuan hidup lanjut dapat
dila*kukan

secara

tepat

sesuai

dengan

gambaran

EKG.

Gambaran

EKGsangatmenentukan langkah-langkah terapi pemuiihan yang akan dilakukan.


Ada 3 (tiga) pola EKG pada henti jantung, yaitu (gambar 24):
1. Asisto! Ventrikel
Adalah ketiadaan denyut jantung dengan gambaran EKG yang isoelektris,
yang paling sering disebabkan oleh hipoksia, asfiksia dan blok jantung.
Usaha pertolongannya adalah:
1) Bantuan hidup dasar (langkah A dengan memasang PET, B dan C)
dilakukan secara adekuat.
2) Lakukan pukulan prekordial.
3) Yakinkan bahwa gambaran tersebut bukan fibnlasi ventrikel.
4) Lakukan langkah D: berikanobat-obatan: adrenalin, natrium bikarbonat,
atropin yang dapat diulang sesuai kebutuhan. apabila belum berhasil
segera diberikan kalsium klorida atau glukonas.
5) Bila belum berhasil biasanya disebabkan oleh blokjantung, segera pasang
alat pacu jantung.
2. Disosiasi elektromekanik (komplek aneh).
Gambaran EKG ini sebenarnya adalah asistol mekanik yaitu ketiadaan
denyut dengan gambaran EKG agonal (aneh atau abnormal) atau kadangkadang relatif normal tetapi tidak terdapat pola QRS yang khas. Mekanisme
kontraksi tidak efektif sehingga denyut nadi tidak teraba.
Sebab-sebabnya

adalah:

hypovolemia,

emboli

paru

masif,

efusi

perikardium dengan tamponade, ruptur otot jantung atau aneurisma, asidosis

parsisten, hipotermi dan ventilasi tidak adekuat serta gangguan keseimbangan


elektrolit.
Usaha pertolongannya adalah:
1. Bantuan hidup dasar (langkah-langkah A dengan pema-sangan PET, B
dan C) dilakukan secara adekuat.
2. Pemberian obat-obatan: adrenalin dan natrium bikarbonat.
3. Usahakan mencari penyebab yang mungkin bisa dikoreksi.
4. Terapi cairan yang adekuat.
3. Fibrilasi ventrikel
Fibrilasi ventrikel (FV) paling sering menyebabkan kematian jantung
mendadak. Keadaan ini merupakan gerak getar ventrikel jantung secara
kontinyu dan tidak teratur sehingga tidak bisa memompakan darah keseluruh
tubuh. Pada EKG akan tampak osilasi yang khas tanpa kompleks QRS.
Sebab-sebabnya: bisa primer atau sekunder dan mekanisme nya belum
diketahui dengan pasti. Penyebab primer yang paling sering adalah iskhemia
otot jantung, reaksi obat yang merugikan, tersengat listrik dan kateterisasi
pada jantung yang iritatif. Sedangkan penyebab sekunder adalah usaha
resusitasi pada asistol karena asfiksia, tenggelam dan akibat perdarahan.
Usaha pertolongannya adalah:
1. Tanpa menunggu EKG segera lakukan bantuan hidup dasar (langkah A
dengan pemasanga PET, B dan C)
2. Dilanjutkan dengan tindakan pukulan prekordial teru-tama pada fibrilasi
yang disaksikan.
3. Berikanobat-obatan: adrenalin dan natrium bikarbonat sesuai dosis dan
kalau perlu diulang
4. Evaluasi dengan EKG, bila gambaran EKG berupa fibrilasi halus, berikan
adrenalin lagi agar berubah men-jadi kasar, oleh karena fibrilasi kasar
lebih mudah di-kembalikan ke irama sinus dengan terapi fibrilasi, bila
kasar segera dilakukan langkah F.

H. Fibrilation Treatment. (Terapi Fibrilasi).


Terapi fibrilasi adalah usaha untuk segera mengakhiri disritmia
takhkikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel menjadi irama sinus normal
dengan mempergunakan syok balik listriK. Syok balik listrik ini menghasilkan
depolarisasi seretak semua serai otot jantung dan setelah itu jantung akan
berkontraksi spontan, asalkan otot jantung mendapatkan oksigen yang cukup
dan tidak menclerita asidosis. Terapi syok balik listrik dapat dilakukan dengan
arus bolak-balik atau arus searah melalui dada.
Pada saat ini terapi syok bolak - balik sudah tidak populer, karena cara
ini sangat tergantung pada lairan listrik PLN (tidak pcrtabel), kontraksi otot
sangat kuat, bisa menimbulkan fibrilasi pada jantung yang berdenyut spontan
dan bisa terjari bahaya pada. operator bila tidak memakai isolasi. Sedangkan
yang arus searah, tidak tergantung dengan PLN dan bisa dipakai secara
portabei, lebih efektif untuk kardioversi, dapat digunakan untuk kardioversi
jantung yang masih berdenyut dan tidak membahayakan operator.
Besarnya energi yang umum digunakan untuk syok AS adalah: 400
Joule untuk orang dewasa, 100 - 200 Joule untuk anak dan 50 - 100 Joule
untuk bayi. Pada takhikardi ventrikel, energi yang dibutuhkan lebih kecil.
Dosis yang tepat tergantung berat badan. Untuk orang dewasa energi awal
dibutuhkan 3J / kgBB, sedangkan pada anak 2, J/kgBB dan dapat diulang
dengan dosis ulangan tertinggi adalah 5 J/kgBB.
Cara melakukan syok balik listrik AS.
Sebelum mulai terapi fibrilasi, alat defibrilator harus diperiksa dan
dicoba terlebih dahulu kemampuannya memberikan energi mulai dari energi
rendah sampai tinggi.
Pedal defibrilator luar (dada) hendaknya yang besar dengan diameter
14 cm untuk orang dewasa, 8 cm untuk anak-anak dan 4,5 cm untuk bayi,
sedangkan pedal untuk defibrilator dalam (jantung) pada dada terbuka dewasa
adalah 6 cm, 4 cm untuk anak dan 2 cm untuk bayi. Gambar

Teknik syok balik listrik luar adalah sebagai berikut:


1. Bila FV yang terjadi disaksikan, segera lakukan terapi de-fibrilasi dalam
30 detik tanpa bantuan hidup dasar (ABC-RPJ), tetapi bila tidak
disaksikan lakukan ABC-RPJ terlebih dahulu.
2. Putar alat pemindahan sinkronisasi defibrilator ke tanda "off" dan
nyalakan tenaga utama.
3. Tentukan tingkat energi yang dikehendaki (sesuai dengan berat badan) dan
isi muatan pedal.
4. Kedua pedal elektrode diisi pelicin (jeli) dan kemudian pedal negatif
tempel- kan pada dada kanan bagian atas tepat disebelah kanan sternum
dan di bawah klavikula sedangkan pedal positif di dada kiri tepat di bawah
dan disebelah kiri puting susu kiri (gambar 25). Tekan kedua pedal dengan
kuat pada dada.
5. Pastikan diagnosis pada EKG.
6. Usahakan operatortidak berhubungan dengan pasien agar tidak tersengat
aliran listrik.
7. Lepaskan muatan listrik dengan menekan tobol yang ada pada masingmasing pedal.
8. Biarkan pedal menempeldi dada selama 5 detik untuk me-nentukan irama.
9. Bila denyut nadi belum teraba dalam 5 detik, teruskan ABC - RPJ, bila FV
masih berlanjut setelah 1 menit melakukan ABC, ulangi syok balik dengan
dosis berikutnya yaitu 4-5 Joule/kgBB.
Bila belum berhasil berikan lidokain 1-2 mg/kg BB secara intravena dan
kalau perlu diteruskan dengan infus. Ulangi syok balik listrik seperti tersebut di
atas. Bila belum berhasil juga, dapat diberi-kan prokainamid 1-2 mg/kg BB
intravena dan kemudian lakukan syok lagi. Bila belum berhasil.juga, berikan
bretilium 5 mg/kg BB intravena dan selanjutnya syok lagi. Bila berlum berhasil
dosis bretilium dapat ditinggikan 10 mg/kg sampai dosis total 30 mg/kg. Bretilium
ini merupakan obat terakhir yang tersedia pada saat ini. Bila ini juga tidak berhasil
maka dapat ditegakkan diagnosis kema-tian jantung.

Sebaliknya, bila usaha syok balik listrik sudah berhasil mengem-balikan


irama jantung ke irama sinus, keadaan ini dipertahankan dengan memberikan
obat-obat seperti tersebut di atas (lidokain atau prokainamid atau bretilium)
dengan dosis 1-2 img/kg berat badan.
Tindakan selanjutnya, setelah berhasil memulihkan dan mem-pertahankan
sirkulasi spontan adalah melakukan bantuan hidup jangka panjang yang
berorientasi pada pemulihan fungsi otak di Unit Terapi Intensif.
Pada kasus-kasus/kejadian khusus yang disaksikan oleh penolong dan
segera memperoleh pertolongan yang tepat dan cepat, penderita dapat pulih
kembalisecara penuh, artinya: jantung segera berdenyut spontan dengan irama
sinus, pernafasan segera pulih secara spontan dan adekuat serta kesadaran kembali
pulih seperti semula. Pada pasien seperti ini hanya memerlukan pemantauan ketat
dan perawatan pasca resusitasi.

Anda mungkin juga menyukai