Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

Trauma tumpul segmen


posterior

Disusun Oleh :
Rizki Anjar Pinanggih
110.2002.248
FK YARSI

Pembimbing :
Dr. AMALIA Y.L, Sp.M

DEPARTEMEN MATA
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT
SOEBROTO
JAKARTA
2008

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat
dan karunia-Nya lah saya dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul
TRAUMA TUMPUL SEGMEN POSTERIOR.
Tujuan dari pembuatan refrat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan di
Departemen Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
serta untuk menambah wawasan kami sebagai coass di bagian Ilmu Penyakit Mata
dan sebagai calon dokter umum mengenai TRAUMA TUMPUL SEGMEN
POSTERIOR.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. Amalia. Y.L ,Sp.M selaku pembimbing.
2. Staf medis fungsional departemen mata RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.
3. Kepada semua pihak dan teman-teman sejawat yang telah membantu penulisan
referat ini.
Dalam penyusunan referat ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saran
dan kritik yang membangun sangat saya harapkan, agar dapat memberikan karya yang
lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan saya semoga referat berjudul TRAUMA TUMPUL SEGMEN
POSTERIOR ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan setiap pembacanya.

Jakarta Juli 2008

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................

Daftar isi .................................................................................................

ii

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................


2.1 Trauma Tumpul pada Mata Segmen Posterior.....................
2.1.1 Trauma Tumpul Vitreus.....................................................
2.1.2 Trauma Tumpul Retina......................................................
2.1.3 Trauma Koroid...................................................................
2.1.4 Trauma Tumpul Saraf Optik..............................................
2.2 Perawatan Mata Pada Trauma Tumpul....................................
2.3 Pencegahan Trauma Mata.......................................................
2.4 Prognosis Trauma Tumpul Pada Mata....................................
BAB III. KESIMPULAN.......................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................

3
3
3
4
11
11
13
14
14
15
16

BAB I
PENDAHULUAN

Trauma tumpul segmen posterior mata merupakan trauma yang disebabkan


kekerasan benda tumpul yang mengenai segmen posterior dari mata yaitu mulai dari
tepi lensa bagian belakang sampai ke retina. 1 Suatu benturan tumpul bisa mendorong
mata ke belakang sehingga kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak
mata, konjungtiva, sklera, kornea dan lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina
dan persarafan). 3
Trauma tumpul segmen posterior dapat berupa perdarahan vitreus, edema
retina, macular hole, perdarahan retina, ablasio retina, ruptur koroid, avulsi papil saraf
optik, optik neuropati traumatik.2
Sekitar 10% dari pasien dengan trauma pada wajah, menderita cedera pada
mata. Meskipun banyak mekanisme protektif yang melindungi mata dari trauma
seperti reflek menutup kelopak mata, produksi air mata, efek bantalan dari jaringan
lemak retro orbital, perubahan bentuk mata, dan perlindungan dari tulang-tulang
rongga orbita. Secara insidens trauma tumpul segmen posterior antara lain ablasio
retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi 0,3 % dan
banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja
lebih banyak karena trauma.9 Insidens perdarahan vitreus sebanyak 7 kasus per
100.000, disebabkan rupture pembuluh darah seperti robekan retina (11-44%) dan
trauma (12-19%).4 Perkembangan pengetahuan akhir-akhir ini menyebutkan bahwa
kurangnya kewaspadaan sangat berpotensial untuk mengalami cedera pada mata, yang
mana 50% di antaranya mengindikasikan cedera mata yang serius yang memerlukan
penanganan yang baik.
Gejala trauma tumpul posterior dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu
penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan di dalam bola mata,
terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga
menimbulkan kebutaan menetap.3

Penderita yang mengalami perdarahan di dalam mata akibat trauma harus


menjalani tirah baring. Diberikan obat untuk mengurangi peningkatan tekanan di
dalam mata (misalnya asetazolamid). Untuk mengurangi perdarahan kadang diberikan

asam aminokaproat. Obat-obat yang mengandung aspirin harus dihindari karena bisa
menyebabkan meningkatnya perdarahan di dalam mata.3
Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang tidak dapat
diterapi jika terjadi lubang retina pada fovea. Penglihatan juga akan terganggu jika
koroid pada makula rusak. Dalam jangka panjang dapat timbul glaukoma sekunder
pada mata beberapa tahun setelah cedera awal jika jalinan trabekula mengalami
kerusakan.6
Kerusakan pada mata bagian dalam seringkali lebih serius dibandingkan
kerusakan pada permukaan mata.3 Oleh karena itu di kesempatan ini penulis secara
khusus akan membahas mengenai trauma tumpul segmen posterior mata.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Tumpul pada Mata Segmen Posterior


2.1.1

Trauma Tumpul Vitreus


Perdarahan Vitreus
Perdarahan vitreus menjadi salah satu penyebab penurunan tajam
penglihatan akut maupun subakut (Insidens sebanyak 7 kasus per 100.000).
Penyebab utama perdarahan vitreus pada trauma adalah ruptur pembuluh
darah seperti pada robekan retina (11-44%), dan trauma (12-19%).4
Gejala dari perdarahan vitreus bervariasi, pada perdarahan yang ringan,
pasien akan mengeluh adanya floaters unilateral atau adanya bayangan
sedangkan pada perdarahan sedang sampai berat, pasien akan mengeluh
penurunan tajam penglihatan dan lapang pandang yang sempit bahkan
menimbulkan

adanya

scotoma.

Umumnya

pasien

akan

mengeluh

penglihatannya pada pagi hari memburuk hal ini disebabkan darah yang
terposisi di bagian bawah sehingga menutupi makula. Perdarahan vitreus dapat
dideteksi dengan menggunakan slit lamp di mana darah akan terlihat di
belakang lensa. Bila bagian posterior tidak dapat terlihat, pada saat evaluasi
dua minggu post perdarahan vitreus, bagian posterior ini dievaluasi kembali
dengan B-scan USG untuk mendeteksi ada atau tidaknya robekan atau
lepasnya

retina.

Komplikasi

perdarahan

vitreus

adalah

proliferatif

vitreoretinopati, hemosiderosis bulbi, dan glaukoma.4


Pada perdarahan vitreus, pasien disarankan untuk istirahat, membatasi
atau apabila tidur dengan letak kepala lebih tinggi. Vitrektomi dilakukan bila
didapatkan adanya robekan atau lepasnya retina, serta adanya glaukoma.
Lepasnya retina dapat dilakukan krioterapi atau dengan laser fotokoagulasi.
Pada kasus perdarahan vitreus akibat neovaskularisasi, awal diberikan
intravitreal anti-VEGF, yang dapat meregresi neovaskularisasi sebelum di
laser fotokoagulasi.4

Gambar 2.2 Vitreous haemorrhage (http://www.AAO.org)

2.1.2 Trauma Tumpul Retina


Edema Retina
Edema retina adalah suatu edema retina di daerah polus posterior
fundus okuli yang timbul akibat trauma tumpul mata. 5 Edema retina
mengakibatkan penglihatan akan sangat menurun. Edema retina akan
memberikan warna retina yang lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan
koroid melalui retina yang sembab. Berbeda dengan oklusi arteri retina sentral
dimana terdapat edema retina kecuali daerah makula, sehingga pada keadaan
ini akan terlihat cherry red spot yang berwarna merah. Edema retina akibat
trauma tumpul juga mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat
cherry red spot.2 Bila edema menghilang akan terlihat degenerasi dan
proliferasi pigmen epitel yang akan menimbulkan kantung-kantung (cystoid
degeneration).5
Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema
makula atau edema berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas
sehingga seluruh polus posterior fundus okuli berwarna abu-abu. Umumnya
penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat
juga penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel
pigmen epitel.2

Gambar 2.3 Commotio retinae, Berlins Edema (www.kabarindonesia.com)

Gejala dan Tanda :5


1. Kehilangan penglihatan akut yang mengikuti trauma (acute visual loss
following trauma)
2. Tanda-tanda trauma : hemorrhage (perdarahan), lepasnya retina (retinal
detachment)
3. White discoloration to the outer retina: berlokasi di kutub posterior atau
retina perifer
4. Sering ditemukan penurunan visus sentral yang sebagian dan menetap
Terapi :5
1. Observasi (sebagai terapi nonfarmakologis)
2. belum ada terapi farmakologis yang direkomendasikan

Macular Hole
Suatu lubang dengan batas tegas dapat terbentuk pada daerah makula
dan merusak fovea. Lubang ini disebabkan traksi oleh vitreous pada retina
makula yang tipis. Dapat terjadi juga kehilangan penglihatan bermakna. Tahap
dini pembentukan lubang dapat dikaitkan dengan distorsi dan penglihatan
kabur yang ringan.6
Tidak seperti lubang retina perifer, lubang makula biasanya tidak
dikaitkan dengan ablasio retina. Kebanyakan penyebabnya idiopatik, namun
dapat disebabkan oleh trauma tumpul. Berbagai usaha telah dilakukan pada
terapi macular hole dengan pembedahan vitreous untuk menghilangkan traksi
pada retina. Tidak tersedia terapi lain.6

Gambar 2.4 Macular Hole

Perdarahan retina
Perdarahan retina dapat timbul bila trauma tumpul menyebabkan
pecahnya pembuluh darah. Bentuk perdarahan tergantung lokasasinya. Bila
terdapat dilapisan serabut saraf tampak sebagai bulu ayam, bila letak lebih luar
tampak sebagai bercak yang berbatas tegas, perdarahan di depan retina
(preretina) mempunyai permukaan datar di bagian atas dan cembung di bagian
bawah. Darahnya dapat pula masuk ke dalam badan kaca. Penderita mengeluh
terdapat bayangan-bayangan hitam di lapangan penglihatannya, kalau banyak
dan masuk ke dalam badan kaca dapat menutup jalannya cahaya, sehingga
visus terganggu dengan sangat.7
Pengobatannya istirahat di tempat tidur, istirahat mata, diberi
koagulansia. Bila masuk ke dalam badan kaca, diobati sebagai perdarahan
badan kaca.7

Ablasio Retina
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya
sel kerucut dan batang retina dengan dari sel epitel pigmen retina. Pada
keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch.
Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu
perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan
titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.2

Gambar 2.5 Ablasio retina (Ilmu Penyakit Mata Prof.dr.H.Sidarta)

Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel
pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh
darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan
fungsi penglihatan yang menetap.2

Gambar 2.6 Sumber : http://www.medicastore.com

Patogenesis ablasio retina : 6


1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami
likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio
progresif (ablasio regmatogenosa).
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina,
dan penglihatan turun tanpa rasa sakit misalnya seperti pada trauma dan
perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. (ablasio retina
traksional).
Gejala dan tanda ablasio retina dapat didahului oleh gejala ablasi
vitreus posterior, termasuk floater dan cahaya berkilat. Dengan onset ablasi
retina itu sendiri pasien menyadari perkembangan progresif defek lapang
pandang yang sering dideskripsikan sebagai bayangan atau tirai. Progresi

dapat cepat bila terdapat ablasi superior. Jika macula terlepas maka terjadi
penurunan tajam penglihatan bermakna.8
Retina yang mengalami ablasi dapat terlihat pada oftalmoskopi sebagai
membran abu-abu merah muda yang sebagian menutupi gambaran vaskular
koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina,
didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak. Satu robekan
pada retina terlihat agak merah muda karena pembuluh darah koroid di
bawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari
darah ( perdarahan vitreus ) dan pigmen, atau kelopak lubang retina
(operculum) dapat ditemukan mengambang bebas.9
Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya yang berhubungan
dengan trauma, terdiri atas :2
1. Ablasio retina regmatogenosa
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat
adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel
pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca
cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina
ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis
epitel pigmen koroid.
Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan
penglihatan yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup.
Terdapatnya riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan
penglihatan.
Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat
berbahaya karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun
secara akut pada ablasio retina bila dilepasnya retina mengenai makula
lutea.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat
berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya
robekan retina berwarna merah.
Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio)
bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada
pupil terlihat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun.

Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi
neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama.

Gambar 2.7 terjadinya ablasio retina regmatogenosa. (a) Vitreous yang mengalami ablasio merobek
retina. Vitreous terus menarik retina yang mengelilingi robekan (traksi vitreous). (b) cairan dari ruang
vitreous masuk melalui robekan, melepaskan retina dari epitel pigmen retina di bawahnya.

2. Ablasio retina tarikan atau traksi


Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan
parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan
penglihatan turun tanpa rasa sakit. Pada badan kaca terdapat jaringan
fibrosis yang dapat disebabkan trauma dan perdarahan badan kaca akibat
infeksi bedah atau infeksi.
Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan
kembali lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya
dilakukan dengan pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat dilakukan
dengan cara :10,11
1. Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio
retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior
retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan
gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi
robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan
subretinal akan menghilang 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan

dengan

kryopeksi

sebelum

balon

disuntikkan.

Pasien

harus

mempertahankan posisi head precise selama 7-10 hari untuk meyakinkan


gelembung terus menutupi robekan retina.
2. Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa
terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang
digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Sabuk ini biasanya
terbuat dari spons silicon atau silicon padat.
3. Virektomi
Virektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio
akibat diabetes, ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau
hemoragik vitreus.
Komplikasi paling sering yang disebabkan oleh ablasio retina adalah
penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan. Penurunan penglihatan
terhadap gerakan tangan atau persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering
dari ablasio retina yang melibatkan makula.12
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya
ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.Terapi yang cepat
prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika
telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil
melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika
makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan
sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.6,13

2.1.3

Trauma Koroid

Ruptur Koroid
Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat
merupakan akibat ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior
bola mata dan melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik.2
Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea maka
tajam penglihatan akan sangat menurun. Ruptur ini bila tertutup oleh
perdarahan subretina maka akan sukar dilihat tetapi bila darah tersebut telah
diabsorpsi maka akan terlihat bagian berwarna putih karena sklera dapat
langsung dilihat tanpa tertutup koroid.2

Gambar 2.8 Choroidal rupture and haemorrhage

2.1.4 Trauma Tumpul Saraf Optik


Avulsi papil saraf optik
Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya
di dalam bola mata yang disebut avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir
dengan kebutaan. Pada penderita-penderita ini perlu dirujuk ke RS untuk
dinilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.2

Optik Neuropati Traumatik

Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik,


demikian pula perdarahan dan edema sekitar saraf optik.2
Penglihatan akan berkurang setelah cedera mata. Terdapat reaksi defek
aferen pupil (RAPD) tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain
adalah ditemukannya gangguan penglihatan dan gangguan lapang pandang.
Papil saraf optik dapat terlihat normal sebelum menjadi pucat.2
Diagnosa banding penglihatan menurun setelah suatu cedera adalah
truma retina, perdarahan badan kaca, atau truma yang mengakibatkan
kerusakan pada khiasma optikum.2
Pengobatannya adalah dengan merawat pasien dan pemberian steroid.
Bila penglihatan memburuk setelah pemberian steroid maka dipertimbangkan
untuk pembedahan.2
Ada 2 macam Neuropati optik traumatik yaitu bisa bersifat langsung
(direk)atau tidak langsung (indirek). Trauma direk disebabkan oleh trauma
orbita atau serebelum yang langsung mencederai nervus optikus, misalnya
luka tembak dan perlukaan akibat operasi. Trauma indirek disebabkan oleh
kekuatan yang diteruskan ke nervus optikus dari tempat yang jauh, misalnya
trauma tumpul pada dahi yang diteruskan ke nervus optikus intrakanalikular.
Trauma direk cenderung menyebabkan gangguan penglihatan yang berat dan
segera, serta sulit perbaikannya. Trauma indirek menyebabkan gangguan
penglihatan agak lambat (beberapa jam atau hari) dan tidak jarang mengalami
perbaikan.14
Secara anatomis neuropati optik traumatik dapat dibagi menjadi :
trauma diskus optikus (avulsi), neuropati optik traumatik anterior, neuropati
optik traumatik posterior dan neuropati optik traumatik kranial.14
Neuropati optik traumatik anterior terjadi pada bagian proksimal
nervus optikus pada daerah 10 mm dari bola mata, sebelah depan masuknya
arteri retina sentral pada nervus optikus. Neuropati optik traumatik posterior
terjadi di belakang masuknya arteri retina sentral dan keluarnya vena retina
sentral. Ini merupakan trauma yang paling banyak terjadi dan terutama terjadi
di kanalis optikus. Neuropati optik traumatik kranial menempati tempat kedua
untuk neuropati optik traumatik. Sering terjadi secara bilateral dan bersamaan
dengan trauma kiasma, sehingga memberi gambaran cacat lapang pandangan
hemianopia bitemporal.14

Oftalmoskopi pada avulsi nervus optikus terdapat gambaran cincin


perdarahan parsial pada diskus optikus dan kadang-kadang tempat avulsi dapat
diidentifikasi. Oftalmoskopi pada neuropati optik traumatik anterior pada
fundus memperlihatkan gejala oklusi arteri retina sentral, oklusi vena retina
sentral, dan neuropati optik iskemik anterior. Oftalmoskopi pada neuropati
optik traumatik posterior tidak begitu cepat memperlihatkan kelainan sampai
setelah 3-5 minggu, setelah itu papil menjadi pucat. Oftalmoskopi neuropati
optik traumatik kranial kalau terjadi pada kiasma akan menyerupai atrofi optik
kompresif karena lesi kiasma.14

2.2

Perawatan Mata Pada Trauma Tumpul 15

Terlebih dahulu beri kompres dingin untuk mengurangkan sakit dan


pembengkakan jaringan

Segera cari tempat pertolongan pertama bila mata sakit, penglihatan


mundur, mata menjadi hitam yang mungkin merupakan tanda kerusakan
bola mata bagian dalam

Perawatan khusus diperlukan untuk melihat kelainan di bagian dalam


bola mata bila sakit tidak berkurang, penglihatan mundur atau berkurang

Trauma tumpul dapat mengakibatkan kelainan pada jaringan di luar


dan di dalam bola mata

Jangan memegang mata atau membersihkan mata tanpa kelengkapan alat,


bebat mata dengan kain kassa bersih

2.3

Pencegahan Trauma Mata 2

Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada


masyarakat untuk menghindarikan terjadinya trauma pada mata, seperti :

Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali trauma


tumpul perkelahian.

Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindari terjadinya trauma


tajam.

Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya


mengerti bahan apa yang ada di tempat kerjanya.

Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan


percikan bahan las dengan memakai kaca mata.

Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk


matanya.

2.4

Prognosis Trauma Tumpul Pada Mata


Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang tidak
dapat diterapi jika terjadi lubang retina pada fovea. Penglihatan juga akan
terganggu jika koroid pada makula rusak. Dalam jangka panjang dapat timbul
glaukoma sekunder pada mata beberapa tahun setelah cedera awal jika jalinan
trabekula mengalami kerusakan.6

BAB III

KESIMPULAN

Trauma tumpul segmen posterior mata merupakan trauma yang


disebabkan kekerasan benda tumpul yang mengenai segmen posterior dari
mata yaitu mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina.

Trauma tumpul segmen posterior dapat berupa perdarahan vitreus, edema


retina, macular hole, perdarahan retina, ablasio retina, ruptur koroid, avulsi
papil saraf optik, optik neuropati traumatik.

Gejala trauma tumpul posterior dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu


penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan di dalam
bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf
penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap.

Perawatan mata pada trauma tumpul : terlebih dahulu beri kompres dingin
untuk mengurangkan sakit dan pembengkakan jaringan, segera cari tempat
pertolongan pertama bila mata sakit, penglihatan mundur, mata menjadi
hitam yang mungkin merupakan tanda kerusakan bola mata bagian dalam.
Perawatan khusus diperlukan untuk melihat kelainan di bagian dalam bola
mata bila sakit tidak berkurang, penglihatan mundur atau berkurang.
Trauma tumpul dapat mengakibatkan kelainan pada jaringan di luar dan di
dalam bola mata. Jangan memegang mata atau membersihkan mata tanpa
kelengkapan alat, bebat mata dengan kain kassa bersih.

Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang tidak


dapat diterapi jika terjadi lubang retina pada fovea. Penglihatan juga akan
terganggu jika koroid pada makula rusak. Dalam jangka panjang dapat
timbul glaukoma sekunder pada mata beberapa tahun setelah cedera awal
jika jalinan trabekula mengalami kerusakan.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://rsmyap.com diakses 28 Juni 2008 dengan judul Trauma Mata.


2. Ilyas S, 2004, Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3, FKUI, Jakarta.
3. http://www.medicastore.com diakses 28 Juni dengan judul Cedera Mata.
4. http://www.AAO.org

diakses

29

Juni

2008

dengan

judul

Vitreous

Hemorrhage: Diagnosis and Treatment.


5. http://www.kabarindonesia.com diakses 29 Juni 2008 dengan judul Mutiara
Oftalmologi : Edema Berlin.
6. James B, dkk, 2003, Oftalmologi, edisi ke-9, Penerbit Erlangga, Jakarta.
7. Wijana N, 1993, Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-6, Abadi Tegal, Jakarta.
8. http://www.netra-klinik.co.id diakses 29 Juni 2008 dengan judul Ablasio
Retina.
9. http://www.medicastore.com diakses 29 Juni 2008 dengan judul Ablasio
Retina.
10. Friedman NJ, Kaiser PK, 2005, Review of Ophthalmology, Elsevier Saunders,
Philadelphia.
11. Kanski JJ, 2003, Clinical Ophthalmology, 5th ed, Butterworth Heinemann,
Philadelphia.
12. http://www.emedicine.com diakses 29 Juni dengan judul Retinal Detachment.
13. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, 2006, Oftalmologi Umum, 14 th ed, Widya
Medika, Jakarta.
14. Hartono, 2007, Oftalmoskopi Dasar & Klinis, Pustaka Cendekia Press,
Yogyakarta.
15. Ilyas S, 2004, Ilmu Perawatan Mata, Cetakan ke I, CV. Sagung Seto, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai