Definisi
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang diakibatkan oleh kurangnya besi
yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin.
Epidemiologi
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini
adalah ADB dan terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu haml dan menyusui. Di
Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain kurang kalori protein, vitamin A
dan yodium. Penelitian di Indonesiamendapatkan prevalensi ADB pada anak balita
sekitar 30-40%, pada anak sekolah 25-35%, sedangkan hasil survey SKRT 1992
prevalensi ADB pada balita sebesar 55,5%.
Etiologi
Beberapa penyebab anemia defisiensi besi menurut umur:
Patogenesis
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negative besi yang
berlangsung lama. Tahapan defisiensibesi dibagi menjadi:
Tahap deplesi besi ditandai dengan berkurangnya besi atau tidak adanya cadangan
besi.
Tahap defisiensi besi didapatkan suplai besi yang tidak cukup untukmenunjang
eritropoesis.
Tahap anemia defisiensi besi yaitu keadaan yang terjadi saat besi yang menuju
eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar
hemoglobin. Pada darah tepi didaptkan mikrositosis hipokromik yang progresif.
Diagnosis
Anamnesis
o Pucat yang berlangsung lama tanpa manifestasi perdarahan.
o Mudah lelah, lemas, mudah marah tidak ada nafsu makan, daya tahan tubuh
terhadap infeksi menurun, serta gangguan perilaku dan prestasi belajar.
o Gemar memakan makanan yang tidak biasa (PICA) seperti es batu, kertas,
tanah, rambut, batubata.
o Memakan bahan makanan yang kurang mengandung zat besi, bahan
makanan yang menghambat penyerapan zat besi seperti kalsium dan pitat
(beras, gandum, serta konsumsi susu sebagai sumber energi utama sejak
bayi sampai usia 2 tahun)
o Infeksi malaria, infestai parasit seperti ankilostoma, schistosoma.
Pemeriksaan fisis
o Klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh keluarga.
Bila kadar Hb< 5 g/dL ditemukan gejala iritabel dan anoreksia.
o Pucat ditemukan bila kadar Hb < 7 g/dL.
o Tanpa Organomegali
o Dapat ditemukan koilonikia, glositis, stomatitis angularis, takikardia, gagal
jantung, protein- losing enteropathy.
Pemeriksaan Penunjang
o Darah lengkap terdiri dari: hemoglobin rendah, MCV, MCH dan MCHC
rendah. Red cell distribution width (RDW) yang lebar dan MCV yang rendah
merupakan salah satu skrining defisiensi besi.
o Nilai RDW tinggi >14,5 % pada defisiensi besi, bila RDW normal (<13%) pada
talasemia trait.
o Ratio MCV/RBC (Mentzer index) >13 dan bila RDW index (MCV/RBCX RDW)
220, merupakan tanda anemia defisiensi besi, sedangkan jika kurang dari
220 merupakan tanda talasemia trait.
o Apusan darah tepi: mikrositik, hipokromik, anisositosis dan poikilositosis.
Kriteria ini harus dipenuhi paling sedikit kriteria nomer 1,3, dan 4. Tes yang paling
efisien untuk mengukur cadangan besi tubuh yaitu feritin serum. Bila sarana terbatas,
diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
Anemia tanpa perdarahan
Tanpa organomegali
Gambaran darah tepi: mikrositik, hipokromik, anisositosis, sel target.
Respon terhadap pemberian terapi besi.
Diagnosis banding
Semua keadaan yang dapat memberikan gambaran anemia hipokrom-mikrositik seperti
talasemia minor dan anemia karena penyakit kronis. Keadaan lainnya adalah
keracunan timbale dan anemia sideroblastik. Untuk membedakannya diperlukan
anamnesis, pemeriksaan fisis dan ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium.
Pengelolaan
Mengetahui faktor penyebab: riwayat nutrisi dan kelahiran, adanya perdarahan yang
abnormal, pasca pembedahan.
Preparat besi
Preparat besi yang tersedia ferosus sulfat, ferosus glukonat, ferous fumarat, da ferrous
suksinat. Dosis elemental besi 4-6 mg/kgBB/hari. Respon terapi dengan menilai
kenaikan kadar Hb/Ht setelah satu bulan yaitu kenaikan Hb sebesar 2g/dL atau lebih.
Bila ditemukan respon, terapi dilanjutkan sampai 2-3 bulan.
Komposisi besi elemental:
Transfusi darah
Jarang diperlukan, hanya diberi pada keadaan anemia yang sangat berat dengan
kadar Hb < 4 g/dL. Komponen darah yang diberi adalah PRC.
Pencegahan
Pencegahan primer
Pencegahan Skunder
Skrining ADB
o Skrining ADB dilakukan dengan pemeriksaan HB atau Ht, waktunya
disesuaikan dengan berat badan lahir dan usia bayi. Waktu yangtepat masih
controversial. American Academy of Pediatrics (AAP) menganjurkan antara
usia 9-12 bulan, 6 bulan kemudian, dan usia 24 bulan. Pada daerah dengan
risiko tinggi dilakukan tiap tahun sejak usia 1 tahun sampai 5 tahun.
o Skrining dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan MCV, RDW, feritin serum,
dan trial besi. Skrining dilakukan sampai usia remaja.
o Nilai MCV yang rendah dengan RDW yang lebar merupakan salah satu alat
skrining ADB.
o Skrining yang paling sensitive , mudah dan dianjurkan yaitu zinc erythrocyte
protoporphyrin (ZEP)
o Bila bayi dan anak diberi susu sapi sebagai menu utama dan berlebihan
sebaiknya dipikirkan melakukan skrining untuk deteksi ADB dan segera
member terapi.
Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala
anemia dan manifestasiklinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat.