Anda di halaman 1dari 7

UU No.

11 Tahun 2014
Tentang Keinsinyuran
UU No. 11 tahun 2014 merupakan turunan dari
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C, Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 31 ayat (5)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 2
Pengaturan Keinsinyuran berdasarkan Pancasila dan berasaskan:
a. profesionalitas;
b. integritas;
c. etika;
d. keadilan;
e. keselarasan;
f. kemanfaatan;
g. keamanan dan keselamatan;
h. kelestarian lingkungan hidup; dan
i. keberlanjutan.
Pasal 5
Cakupan keinsinyuran
Keinsinyuran mencakup disiplin teknik:
a. kebumian dan energi;
b. rekayasa sipil dan lingkungan terbangun;
c. industri;
d. konservasi dan pengelolaan sumber daya alam;
e. pertanian dan hasil pertanian;
f. teknologi kelautan dan perkapalan; dan
g. aeronotika dan astronotika.
(2) Keinsinyuran mencakup bidang:
a. pendidikan dan pelatihan teknik/teknologi;
b. penelitian, pengembangan, pengkajian, dan komersialisasi;
c. konsultansi, rancang bangun, dan konstruksi;
d. teknik dan manajemen industri, manufaktur, pengolahan, dan proses produk;
e. ekplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral;
f. penggalian, penanaman, peningkatan, dan pemuliaan sumber daya alami; dan
g. pembangunan, pembentukan, pengoperasian, dan pemeliharaan aset.

Pasal 24
Insinyur dan Insinyur Asing berhak:
a. melakukan kegiatan Keinsinyuran sesuai dengan standar Keinsinyuran;
b. memperoleh jaminan pelindungan hukum selama melaksanakan tugasnya sesuai dengan kode etik
insinyur dan standar Keinsinyuran;
c. memperoleh informasi, data, dan dokumen lain yang lengkap dan benar dari Pengguna Keinsinyuran
sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. menerima imbalan hasil kerja sesuai dengan perjanjian kerja; dan
e. mendapatkan pembinaan dan pemeliharaan kompetensi profesi Keinsinyuran.
Pasal 25
Insinyur dan Insinyur Asing berkewajiban:
a. melaksanakan kegiatan Keinsinyuran sesuai dengan keahlian dan kode etik Insinyur;
b. melaksanakan tugas profesi sesuai dengan keahlian dan kualifikasi yang dimiliki;
c. melaksanakan tugas profesi sesuai dengan standar Keinsinyuran;
d. menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan perjanjian kerja dengan Pengguna Keinsinyuran;
e. melaksanakan profesinya tanpa membedakan suku, agama, ras, gender, golongan, latar belakang
sosial,
politik, dan budaya;
f. memutakhirkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengikuti Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan;
g. mengutamakan kaidah keselamatan, kesehatan kerja, dan kelestarian lingkungan hidup;
h. mengupayakan inovasi dan nilai tambah dalam kegiatan Keinsinyuran secara berkesinambungan;
i. menerapkan keberpihakan pada sumber daya manusia Keinsinyuran nasional, lembaga kerja
Keinsinyuran nasional, dan produk hasil Keinsinyuran nasional dalam kegiatan Keinsinyuran;
j. melaksanakan secara berkala dan teratur kegiatan Keinsinyuran terkait dengan darma bakti
masyarakat
yang bersifat sukarela; dan
k. melakukan pencatatan rekam kerja Keinsinyuran dalam format sesuai dengan standar Keinsinyuran.
BAB XI
PERSATUAN INSINYUR INDONESIA
Pasal 36
(1) Insinyur Indonesia berhimpun dalam wadah organisasi PII.
(2) Kekuasaan tertinggi PII berada pada kongres.
(3) Pimpinan PII dipilih oleh kongres.
(4) PII berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia.
Pasal 37
PII mempunyai fungsi pelaksanaan Praktik Keinsinyuran.
Pasal 38
PII mempunyai tugas:
a. melaksanakan pelayanan Keinsinyuran sesuai dengan standar;
b. melaksanakan Program Profesi Insinyur bersama dengan perguruan tinggi sesuai dengan standar;
c. melaksanakan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan;
d. melakukan pengendalian dan pengawasan bagi terpenuhinya kewajiban Insinyur;
e. melaksanakan registrasi Insinyur;
f. menetapkan, menerapkan, dan menegakkan kode etik Insinyur;
g. menjalin perjanjian kerja sama Keinsinyuran internasional; dan
h. memberikan advokasi bagi Insinyur.
Pasal 39
PII mempunyai wewenang:
a. menyatakan terpenuhi atau tidaknya persyaratan registrasi Insinyur sesuai dengan jenjang kualifikasi
Insinyur;

b. menerbitkan, memperpanjang, membekukan, dan mencabut Surat Tanda Registrasi Insinyur;


c. menyatakan terpenuhi atau tidaknya persyaratan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan sesuai
dengan jenjang kualifikasi Insinyur;
d. menyatakan terjadi atau tidaknya suatu pelanggaran kode etik Insinyur berdasarkan hasil investigasi;
e. menjatuhkan sanksi terhadap Insinyur yang tidak memenuhi standar Keinsinyuran;
f. menjatuhkan sanksi terhadap Insinyur yang melakukan pelanggaran kode etik Insinyur;
g. memberikan akreditasi keprofesian pada himpunan keahlian Keinsinyuran; dan
h. melakukan perjanjian kerja sama Keinsinyuran internasional.
Pasal 40
(1) Untuk menegakkan kode etik Insinyur, PII membentuk majelis kehormatan etik.
(2) Struktur, fungsi, dan tugas majelis kehormatan etik diatur dalam suatu anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga PII.
Pasal 41
(1) Untuk menjamin kelayakan dan kepatutan Insinyur dalam melaksanakan Praktik Keinsinyuran,
ditetapkan
kode etik Insinyur sebagai pedoman tata laku profesi.
(2) Kode etik Insinyur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh PII.
(3) Seseorang yang akan menjadi Insinyur wajib menyatakan kesanggupan untuk mematuhi kode etik
Insinyur.
Pasal 42
Kode etik Insinyur harus dijadikan pedoman dan landasan tingkah laku setiap Insinyur dalam
melaksanakan
Praktik Keinsinyuran.
Pasal 43

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 18 TAHUN 1999
TENTANG
JASA KONSTRUKSI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
2. Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan
pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan
konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan
konstruksi;
3. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian
kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan
yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal,
dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya,
untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain;
4. Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai
pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan
layanan jasa konstruksi;
5. Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang
kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi;
6. Kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang
mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia
jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi;
8. Forum jasa konstruksi adalah sarana komunikasi dan konsultasi
antara masyarakat jasa konstruksi dan Pemerintah mengenai halhal
yang berkaitan dengan masalah jasa konstruksi nasional yang
bersifat nasional, independen, dan mandiri;
10. Perencana konstruksi adalah penyedia jasa orang
perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang
profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu

mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan


bangunan atau bentuk fisik lain;
11. Pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang
perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang
profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil
perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain;
12. Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang
perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang
profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu
melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.

BAB III
USAHA JASA KONSTRUKSI
Bagian Pertama
Jenis, Bentuk, dan Bidang Usaha
Pasal 4
(1) Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi,
usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi yang
masing-masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana
konstruksi, dan pengawas konstruksi.
(2) Usaha perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan
dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau
bagianbagian
dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan
penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi.
(3) Usaha pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan
dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau
bagianbagian
dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan
penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi.
(4) Usaha pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik

keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari


penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil konstruksi.
Pasal 5
(1) Usaha jasa konstruksi dapat berbentuk orang perseorangan atau badan
usaha.
(2) Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) selaku pelaksana konstruksi hanya dapat
melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang berteknologi
sederhana, dan yang berbiaya kecil.
(3) Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) selaku perencana konstruksi atau pengawas
konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan bidang
keahliannya.
(4) Pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang berteknologi tinggi
dan/atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang
berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan.
Pasal 6
Bidang usaha jasa konstruksi mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil
dan/atau mekanikal dan/atau elektrikal dan/atau tata lingkungan,
masingmasing
beserta kelengkapannya.
Pasal 7
Ketentuan tentang jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),
bentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan bidang usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
PENGIKATAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
Bagian Pertama
Para Pihak
Pasal 14
Pasal 16
(1) Penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b terdiri dari:
a. perencana konstruksi;
b. pelaksana konstruksi;
c. pengawas konstruksi.
(2) Layanan jasa yang dilakukan oleh penyedia jasa sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan oleh tiap-tiap penyedia jasa secara terpisah dalam
pekerjaan konstruksi.
(3) Layanan jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dapat dilakukan
secara terintegrasi dengan memperhatikan besaran pekerjaan atau biaya,
penggunaan teknologi canggih, serta risiko besar bagi para pihak ataupun
kepentingan umum dalam satu pekerjaan konstruksi.
Pasal 18
(1) Kewajiban pengguna jasa dalam pengikatan mencakup :
a. menerbitkan dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang
memuat ketentuan-ketentuan secara lengkap, jelas dan benar
serta dapat dipahami;
b. menetapkan penyedia jasa secara tertulis sebagai hasil
pelaksanaan pemilihan.
(2) Dalam pengikatan, penyedia jasa wajib menyusun dokumen penawaran
berdasarkan prinsip keahlian untuk disampaikan kepada pengguna jasa.
(3) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat
mengikat bagi kedua pihak dan salah satu pihak tidak dapat mengubah
dokumen tersebut secara sepihak sampai dengan penandatanganan kontrak
kerja konstruksi.
(4) Pengguna jasa dan penyedia jasa harus menindaklanjuti penetapan tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan suatu kontrak kerja
konstruksi untuk menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak yang
secara adil dan seimbang serta dilandasi dengan itikad baik dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Anda mungkin juga menyukai