Anda di halaman 1dari 27

STATUS ANAK SAKIT

I. IdentitasPribadi

II.

Nama

Absah

Umur

12 tahun

JenisKelamin

Perempuan

Alamat

Jln. Ir H.juanda bo 183

BB Masuk

36 kg

TanggalMasuk

03 Januari 2015

Anamnesa Orang Tua


Nama
Umur
Agama
Pekerjaan
Alamat

III.

Ibu
mawar
34 tahun
Islam
IRT
Jln. Ir H.juanda bo

183

183

Riwayat Kelahiran Pasien


Cara Lahir

IV.

Ayah
Anwar
35 tahun
Islam
PNS
Jln. Ir H.juanda

Normal

TanggalLahir :

27 Juli 1997

TempatLahir

RS. Sundari

Penolong

Dokter

BB Lahir

3000 gr

Riwayat Bersaudara
Pasien merupakan anak ketiga (3 ) dari empat (4) bersaudara.

V.

Riwayat Imunisasi
BCG

: ada

DPT

: ada

VI.

Campak

: ada

Polio

: ada

Hepatitis B

: ada

Riwayat Tumbuh Kembang

VII.

0 bulan

lahir langsung menangis.

0 3 bulan

melihat/ mengikuti objek.

4 6 bulan

telungkup

7 8 bulan

mulai berbicara.

9 12 bulan

belajar berjalan

> 12 bulan

mulai berjalan

Anamnesa Makanan

VIII.

0 6 bulan

ASI.

7 8 bulan

ASI + MPASI

9 12 bulan

ASI + MPASI+biskuit

> 12 bulan

Menu keluarga.

ANAMNESIS (Auto-anamnesis)

Keluhan Utama
Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak pagi SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas disertai bunyi ngik dan terjadi
terus menerus. Sesak terjadi ketika pasien menghirup asap rokok dan pada cuaca dingin.
Pasien mengeluh batuk kental disertai lendir berwarna putih, tidak disertai darah dialami
sejak 2 hari yang lalu. Tidak ada demam, tidak mual dan muntah, serta tidak nyeri ulu
hati. Nafsu makan biasa dan tidak terjadi penurunan berat badan. Tidak ada riwayat
keringat pada malam hari.

BAK : Lancar, berwarna kuning


BAB : Biasa, berwarna coklat
Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Riwayat sesak napas sebelumnya (+) sejak usia 6 tahun


Memiliki riwayat asma dalam keluarga (+) yaitu paman pasien
Riwayat merokok (-)
Tidak memiliki riwayat DM dan Hipertensi
Tidak memiliki riwayat penyakit jantung dan kolesterol.
-

IX. Pemeriksaan Fisik


Sensorium

: Compos metis

Heart Rate

: 126 x / i.

Respitarory Rate

: 32 x / i.

Temp

: 36.6 oC.

Berat Badan

: 36 kg.

X. Status Gizi Kategori BMI


Berat Badan Sekarang : 36 kg.

Umur

: 12 tahun

Tinggi badan

: 137 cm

Berat Badan

: Normal

KEPALA
1. Ekspresi
2. Simetris muka
3. Deformitas
4. Rambut

: normal
: simetris kiri = kanan
: (-)
: hitam, keriting, sukar dicabut

MATA
1. Eksoftalmus/ endoftalmus
2. Gerakan
3. Kelopak mata
4. Konjungtiva
5. Sklera
6. Kornea
7. Pupil

: (-)
: normal ke segala arah
: ptosis (-)
: anemis (-)
: ikterus (-)
: refleks kornea +/+
: refleks cahaya +/+, isokor, 2,5 mm

TELINGA
1. Tophi
2. Nyeri tekan di proc. Mastoideus
3. Pendengaran

: (-)
: (-)
: baik, tinnitus (-), otore (-)

HIDUNG
1. Perdarahan
2. Sekret

: (-)
: (-)

MULUT
1. Bibir
: kering (-), sianosis (-)
2. Gigi geligi
: karies (-)
3. Gusi
: perdarahan (-)
4. Tonsil
: T1-T1, hiperemis (-)
5. Farings
: hiperemis (-)
6. Lidah
: kotor (-)
LEHER
1. Kelenjar getah bening
: tidak ada pembesaran
2. Kelenjar gondok
: tidak ada pembesaran
3. Massa tumor
: (-)
4. Nyeri tekan
: (-)
5. Deviasi trakea
: (-)
6. DVS
: R-2 cmH2O
7. Pembuluh darah
: (-)
8. Kaku kuduk
: (-)
THORAKS
1. Inspeksi
: simetris kiri = kanan, retraksi (+)
2. Palpasi
: VF kiri = kanan
3. Perkusi
: sonor
4. Auskultasi
: BP : bronkovesikuler
BT : Rh -/-, wh +/+
COR
1. Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
2. Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
3. Perkusi
: pekak, batas jantung dalam batas normal (batas jantung kanan pada
linea sternalis kanan, batas jantung kiri sesuai dengan ictus cordis terletak pada sela iga 5-6

linea medioclavicularis kiri)


4. Auskultasi
: BJ I/II murni reguler, bunyi tambahan : bising (-)
ABDOMEN
1. Inspeksi
: datar, ikut gerak napas
2. Palpasi
: MT(-), NT(-), hepar dan lien tidak teraba
3. Perkusi
: timpani (+)
4. Auskultasi
: Peristaltik (+) kesan normal
PUNGGUNG
1. Skoliosis
: (-)
2. Palpasi
: (-)
3. Nyeri ketok
: (-)
EKSTREMITAS
1. Edema
: (-)

XIV. Diagnosa Banding.


Asma bronkial
pneumonia
bronkitis
XV.

DiagnosaKerja

asma bronchial

XVI. Therapi
- diet MB
: O2 2-4 L/menit
- Nebulizer ventolin
-

IVFD RL 20 gtt/makro

Injeksi Dexametason ampul /12 jam

Salbutamol syr 3x1

Ambroxol tab 3x1

Ranitidine 1 amp 8 jam

Follow Up pasien
Tanggal
4-01-2015

Status Pasien

Terapi

KU: sesak napas (-),batuk (+),

Farmakologi

flu(+),

- diet MB

demam

(-),

nafsu

makan (-),mual (-), muntah(-),

: O2 2-4 L/menit

BAK (+) normal , BAB (+)

- Nebulizer ventolin

Normal

IVFD RL 20 gtt/makro

Injeksi Dexametason

THORAK
wheezing (-)

Auskultasi

ampul /12 jam

Vital Sign :

HR

: 80 / i.

RR

: 24 x / i.

Temp : 36.6oC.

BB

Salbutamol syr 3x1

Ambroxol tab 3x1

Ranitidine 1 amp 8 jam

: 36kg

Hasil Laboratorium:

5-01-2015

Hemoglobin: 12 g/dl

RBC: 4.03 x106 /uL

Hematokrit: 39.0%

PLT :200.000

WBC : 8.000 U/L

KU: sesak napas (-),batuk (+),

Farmakologi

flu(+),

- diet MB

demam

(-),

nafsu

makan (-),mual (-), muntah(-),


BAK (+) normal , BAB (+)

: IVFD RL 20 gtt/makro
-

Normal

ampul /12 jam

THORAK

Auskultasi

wheezing (-)
Vital Sign :

HR

: 76 / i.

RR

: 22 x / i.

Temp : 36.6oC.

BB

: 36kg

Hasil Laboratorium:

Injeksi Dexametason

Hemoglobin: 12 g/dl

Salbutamol syr 3x1

Ambroxol tab 3x1

Ranitidine 1 amp 8 jam

RBC: 4.03 x106 /uL

Hematokrit: 39.0%

PLT :200.000

WBC : 8.000 U/L

KU: sesak napas (-),batuk (-),

Farmakologi

flu(-), demam (-), nafsu makan

-diet MB

(-),mual (-), muntah(-), BAK

IVFD RL 20 gtt/makro

(+) normal , BAB (+) Normal

Injeksi Dexametason

THORAK

6-01-2015

Auskultasi

ampul /12 jam

wheezing (-)

Salbutamol syr 3x1

Vital Sign :

Ambroxol tab 3x1

Ranitidine 1 amp 8 jam

HR

: 72/ i.

RR

: 22 x / i.

Temp : 36.6oC.

BB

: 36 kg

Hasil Laboratorium:

Hemoglobin: 12 g/dl

RBC: 4.03 x106 /uL

Hematokrit: 39.0%

PLT :200.000
WBC : 8.000 U/L

ASMA BRONKIAL

I. Difinisi
Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan
dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan. 1,2
Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon saluran nafas yang menimbulkan gejala
episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di dada serta batuk terutama malam hari dan
atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan dengan pengurangan arus udara yang luas tapi
bervariasi yang biasanya reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. 3
Menurut United States National Tuberculosis Association 1967, asma bronkial
merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus
terhadap berbagai macam rangsangan berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh
penyempitan dari saluran napas. Penyempitan saluran napas ini bersifat dinamis, dan derajat
penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat, dan kelainan
dasarnya merupakan gangguan imunologi1.

Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak
napas. Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan, dan
bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan
kesulitan bernapas yang akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas,
edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga
obstruksi maupun peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi
saluran napas2.

II. Epidemiologi
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah kesehatan
baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat inap penyakit
asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Perbedaan prevalensi,
angka kesakitan dan kematian asma bronkial berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam
berbagai penelitian. Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma
bronkial dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia.
Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner namun mendapatkan
hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar

5-15% pada populasi umum

dengan prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data
epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%.4
Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi) dan 50%
pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial atopi ditandai dengan
timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti debu, tungau rumah, bulu binatang
dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai respon terhadap alergen.
Prevalensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka 10%. Asma bronkial merupakan
interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Data pada penelitian saudara
kembar monozigot dan dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan
sebesar 60-70%.4
II. ETIOLOGI

Menurut The Lung Association of Canada, ada 2 faktor yang menjadi pencetus
asma 2:
1. Faktor yang menyebabkan bronkokonstriksi
Bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut yang belum berarti asma,
tapi bisa menjurus

menjadi

asma

jenis

intrinsik. Gejala yang ditimbulkan

cenderung tiba-tiba, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah di atasi
dalam waktu singkat. Namun saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap
pemicu apabila sudah terjadi peradangan.
Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus
sehari-hari seperti :
Perubahan cuaca dan suhu udara
Polusi udara
Asap rokok
Infeksi saluran pernapasan
Gangguan emosi
Olahraga yang berlebihan
2. Faktor yang menyebabkan inflamasi pada saluran pernapasan
Faktor ini merupakan penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis
ekstrinsik. Gejala yang ditimbulkan berlangsung lebih lama (kronis) dan lebih sulit
di atasi dibanding yang diakibatkan oleh pemicu.
Umumnya penyebab asma adalah alergen yang bisa dalam bentuk :
Ingestan : alergen

yang

masuk

ke

dalam

tubuh

melalui

mulut

(dimakan/diminum). Ingestan yang utama adalah makanan dan obat-obatan


Inhalan : alergen yang dihirup masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau
mulut seperti serbuk bunga, tungau, serpih/kotoran binatang, jamur, dan lainlain.
Kontak dengan kulit contohnya bedak, lotion, beberapa metal dalam bentuk
perhiasan, juga karena bersentuhan dengan barang-barang berbahan lateks.
III. Patofisiologi

Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi saluran
nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang berlebihan, rinitis,
sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan kehamilan.1
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE dependent
dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin, prostaglandin,
leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut
ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiper
responsif terhadap bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul
oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.
Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan
pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran pernafasan.1,6

Gambar 1 bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial6


Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh inflamasi
saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos bronkioler merupakan gejala serangan
asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi aliran, hiper inflasi pulmoner, dan
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. 1
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif)
terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka
jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah
keadaan dimana6

Otot

polos

yang

menghubungkan

cincin

tulang

rawan

akan

berkontraksi/memendek/mengkerut

Produksi kelenjar lendir yang berlebihan

Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi

sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang
kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara
dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar
keras terutama saat mengeluarkan napas.1,6

Gambar 2 Patofisiologi Asma7


Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma akut.
Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat dinilai
dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) dan FEV1

(Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatif
cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil untuk mencegah kembalinya
tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi hiper inflasi dinamik. Besarnya
hiper inflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume
cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran
volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.1
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot
pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiper inflasi paru
akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena peningkatan efek kompresi
langsung terhadap pembuluh darah paru.1
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan
mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi
karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan
udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi
peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional dan pasien akan bernapas pada volume
yang tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas
tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini
diperlukan otot-otot bantu napas.8
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang,
maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan
pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.8
IV. KLASIFIKASI
Klasifikasi asma berdasarkan level terkontrolnya menurut Global Initiative for Asthma
(GINA) 2011 yakni 3:
Tabel 1. Level Kontrol Asma.
No

Karakteristi

Terkontrol

Terkontrol parsial

k
1
2
3

Gejala siang
Hambatan
aktivitas
Gejala
malam/ bangun

Tidak
ada
atau 2x /
minggu
Tidak ada
Tidak ada

> 2x / minggu
Ada
Ada

Tidak
Terkontrol
3 atau lebih
keadaan terkontrol
parsial*

4
5

waktu malam
Perlu
Tidak
ada
> 2x / minggu
reliever / bantuan atau 2x /
inhalasi
minggu)
Fungsi paru
Normal
< 80% prediksi atau
PEF
atau
hasil terbaik (bila ada)
FEV1)**

*secara definisinya, bila terjadi eksaserbasi maka disebut sebagai asma tidak terkontrol.
**tanpa pemberian bronkodilator, pemeriksaan fungsi paru tidak dapat digunakan pada anak usia 5
tahun.

Selain itu, asma dapat dibedakan berdasarkan derajat beratnya serangan asma menurut
GINA 20113:
Tabel 2. Derajat serangan asma.
Parameter
Aktifitas

Ringan
Dapat
berjalan

Dapat
berbaring
Bicara
Beberapa
kalimat
Kesadaran
Mungkin
terganggu
Frekuensi
Meningka
napas
t
Retraksi ototUmumnya
otot pernapasan
tidak ada
Mengi
Frekuensi
nadi
Pulsus
paradoksus

Lemah
sampai
sedang
< 100

Tidak ada
<10
mmHg
PEF sesudah
> 80%
bronkodilator
inisial

Sedang
Dapat
berbicara
Lebih
suka duduk
Kalimat
terbatas
Biasanya
terganggu
Meningka
t
Biasanya
Keras
100-120
Mungkin
ada
10-25
mmHg
60-80%

Berat

Respiratory
arrest imminent

Saat istirahat
Duduk
membungkuk ke
depan
Kata
demi
kata
Biasanya
terganggu
Sering
> 30x/menit
Biasanya
Biasanya
keras
>120
Sering ada
> 25 mmHg
<60%
(<100 lpm)
atau
respon
bertahan < 2 jam

Terganggu

Gerakan
paradoksikal
torako-abdominal
Tidak ada
Bradikardi
Tidak
(kelemahan
pernapasan)

ada
otot

PaO2 (on air)

Dan/atau
PaCO2
SaO2 (on air)

Normal
>
(biasanya
mmHg
tidak
perlu
diperiksa)
<
mmHg

45

> 95%

60

< 60 mmHg
Bisa terjadi
sianosis

> 45 mmHg;
<
45 bisa terjadi gagal
mmHg
napas
91-95%
< 90%

Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe 8


1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic)
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari

allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran nafas dan kodisi lingkungan yang buruk
seperti kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan serta aktivitas
olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan ini tidak ada hubungannya dengan paparan
(exposure) terhadap allergen dengan sifat-sifat:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi
asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan keadaan
yang peka bagi penderita.
2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi
penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen
lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau uji
provokasi bronchial. Pada tipe mempunyai sifat-sifat:
a. Timbul sejak kanak-kanak

b. Keluarga ada yang menderita asma


c. Adanya eksim saat bayi
d. Sering menderita rhinitis
e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari bunga rumput.
3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic maupun
ekstrinsik.

Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:4

1. Intermiten
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam < 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan berlangsung singkat
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE < 20%
2. Persisten ringan
a. Gejala klinis > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari
b. Gejala malam > 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan dapat menggangu aktivitas tidur dan tidur
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE 20%-30%

3. Persisten sedang
a. Gejala setiap hari
b. Gejala malam > 2 kali/minggu
c. Sering dapat menggangu aktivitas dan tidur
d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60%-80% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) 60%-80% nilai terbaik
e. Variabilitas APE > 30%
4. Persisten berat
a. Gejala terus menerus
b. Gejala malam sering
c. Sering kambuh
d. Aktivitas fisik terbatas
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 60% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) < 60% nilai terbaik
f. Variabilitas APE > 30%

V. Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan
asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.9
Keluhan yang timbul : 6,9,10

Nafas berbunyi

Sesak nafas

Batuk

Tanda-tanda fisik : 6,9,10

Cemas/gelisah/panik/berkeringat

Tekanan darah meningkat

Nadi meningkat

Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu
inspirasi

Frekuensi pernafasan meningkat

Sianosis

Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi


Paru :

Didapatkan ekspirium yang memanjang

Wheezing

VI. Diagnosis
Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala yang
episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang
berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru,
akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.11
a. Anamnesis

Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap asma, riwayat


keluarga dan riwayat adanya alergi.12

b. Pemeriksan fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran nafas.
Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut nadi juga
meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi (wheezing) dapat dijumpai
pada pasien asma.12

c. Pemeriksaan laboratorium

Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot
Leyden).12
d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat dinilai dengan
peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC)
sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.13
2.

Uji provokasi bronkus


Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan
gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji
provokais bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran
nafas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu Uji
provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti
metakolin dan histamin.10, 11

3.

Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan
gejala

serupa

seperti

gagal

jantung

kiri,

obstruksi

saluran

nafas,

pneumothoraks,

pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14

VII. Diagnosis Banding

Bronkitis kronis
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan
dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disetai sputum dan
perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan
menurunkan kemampuan jasmani.

Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya.

Gagal Jantung kiri


Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari
disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba terbangun pad malam hari karena
sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan kardiomegali dan edema paru.

Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala

sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).


Suatu konsep yang memberikan arahan dan perlu dipahami benar ialah pengertian dasar
bahwa wheezing bukanlah semata-mata disebabkan oleh asma, walaupun wheezing itu sendiri
sering dianggap patognomonis bagi asma. Karena itu setiap penderita dengan keluhan wheezing
perlu dilakukan pemeriksaan fisis dan laboratorium yang diteliti sebelum diagnosis ditegakkan1.
Bronkitis akut. Proses peradangan sementara pada trakea dan bronkus dengan gejala
batuk kering-non produktif dan biasanya tanpa pengobatan akan sembuh dalam waktu 2 minggu.
Biasanya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, kadang ditemukan ronki basah kasar,
wheezing5.
Emfisema paru. Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi
jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada emfisema tidak pernah
ada fase remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisis ditemukan
dada kembung, peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara napas
sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi2.
Diagnosis banding yang perlu dipikirkan1:
1. Asma kardial
2. Bronkitis akut ataupun yang menahun
3. Bronkiektasis
4. Keganasan
5. Infeksi paru
6. Penyakit granuloma
7. Farmers lung disease
8. Alergi bahan industri

9. Hernia diafragmatika atau esofagus


10. Tumor atau pembesaran kelenjar mediastinum
11. Edema laring
12. Tumor trakeo-bronkial
13. Tumor atau kista laring
14. Aneurisma aorta
15. Kecemasan

VIII. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas
hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma: 10
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
g. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa dan
pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non medikamentosa 9,10
Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :
-

Penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pengendalian emosi

Pemakaian oksigen

2. Pengobatan medikamentosa 1,9,10


Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu antiinflamasi
merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan

dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan untuk
mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan pelega.
1. Antiinflamasi (pengontrol)
-

Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan merupakan anti
inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya secara umum adalah untuk
mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan gejala asma, memperbaiki aliran udara,
mengurangi hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma, dan mengurangi
remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri dari kortikosteroid inhalasi dan sistemik.

Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui merupakan
antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan mediator dari sel mast.

Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi.

Agonis beta-2 kerja lama


Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol
yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian jangka lama mempunyai efek anti
inflamasi walau pun kecil.

Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Selain
bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.

Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial 10

2.

Bronkodilator (pelega)

Agonis beta 2 kerja singkat


Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah
beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian secara inhalasi
mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping yang minimal.

Metilxantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibanding
agonis beta 2.
-

Antikolinergik
Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin

dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus
vagal intrinsik, selain itu juga menghambat reflek bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.
Tabel 2. obat-obat bronkodilator pada Asma bronkial10

IX. Komplikasi 9,15

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :


1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
X. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta.
Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali
lipat penderita asma pria. Juga suatu kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma
dengan usia lebih tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanakkanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak
sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan commond cold 29%
akan mengalami serangan ulangan.4
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan) angka
kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus
menerus angka kematiannya 9%. 4

Anda mungkin juga menyukai