Kapita Selekta Jilid 3
Kapita Selekta Jilid 3
PENDAHULUAN
1.11Latar Belakang
Pelaksanaan otonomi daerah menciptakan kebebasan kepada setiap daerah
otonom untuk membuat kebijakan dan peraturan daerah yang melibatkan pihakpihak terkait yang sesuai dengan pemahaman dan kebutuhan masyarakat masingmasing daerah tersebut, tidak terkecuali dalam hal pembangunan kesejahteraan
sosial.
Permasalahan pembangunan kesejahteraan sosial di Samarinda tercermin
dari keberadaan Pengemis, Anak Jalanan, dan Gelandangan. Bertambahnya
jumlah anak jalanan dan pengemis akan berpeluang membuat gangguan
keamanan dan ketertiban umum.
Berdasarkan hasil pendataan Dinas Kesejahteraan dan Sosial (Dinkesos)
Samarinda tahun 2011 yang melibatkan petugas kelurahan dan kecamatan
samarinda,
didapat
hasil
sebanyak
8.902
anak
terlantar
di
kota
1.21
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1.
2.
1.31
berikut:
1. Untuk
mengetahui
Penertiban
dan
Penanggulangan
Anak
Jalanan
Tahun 2002.
Untuk mengetahui
faktor-faktor
penghambat
dan
pendukung
dari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.11Penertiban dan Penanggulangan
Penertiban yang dimaksud dalam Peraturan No.16 Tahun 2002 tersebut
yaitu kegiatan razia yang bertujuan untuk meminimalisir keberadaan anak jalanan
yang dapat mengganggu ketertiban umum. Sedangkan penanggulangan yaitu
dalam Bab II Ketentuan Umum Pasal 2 Peraturan daerah Kota Samarinda Nomor
16 Tahun 2002 ayat 1. Penanggulangan Pengemis dan Anak Jalanan dapat
dilakukan melalui pembinaan oleh Pemerintah atau perorangan dan atau Badan
Hukum.
Dalam Bab II Ketentuan Umum Pasal 2 Peraturan daerah Kota Samarinda
Nomor 16 Tahun 2002 ayat 2 yaitu Pembinaan dimaksud pada ayat (1) pasal ini
dapat berbentuk Yayasan, Panti-Panti Sosial dan lain sebagainya yang tujuannya
untuk memberikan perbaikan mental baik rohani maupun jasmaninya, agar
pengemis dan atau anak jalanan dimaksud tidak mengulangi perbuatannya untuk
meminta-minta belas kasihan orang lain di jalan yang dapat mengganggu
ketertiban umum.
2.21
Pengertian Anak Jalanan
Departemen Sosial Republik Indonesia (1995) mendefinisikan anak jalanan
sebagai anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan
kegiatan hidup sehari-hari dijalanan baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran
dijalan dan tempat-tempat umum lainnya.
Menurut Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 Tentang
Penangulangan dan Penertiban Pengemis, Anak Jalanan dan Gelandangan. Anak
Jalanan merupakan orang-orang atau anak manusia dengan batasan usia 19 tahun
ke bawah yang melakukan aktifitasnya di simpang-simpang jalan dan atau di
jalan-jalan umum dalam wilayah Kota Samarinda dengan tujuan untuk memintaminta uang baik atas kehendaknya sendiri, kelompok dan atau disuruh orang lain
kepada setiap orang lain atau setiap pengemudi (sopir) atau penumpang
kendaraan bermotor, yang dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban umum.
Jadi, Anak Jalanan merupakan manusia yang berusia 19 tahun kebawah yang
meminta-minta di simpang-simpang jalan atau di jalan-jalan umum kepada setiap
pengguna jalan yang dapat menganggu ketentraman dan ketertiban umum Kota
Samarinda.
Surbakti dalam Suyanto (2002: 41) membagi pengelompokan anak jalanan
tersebut sebagai berikut :
Pertama, Children On The Street; yakni anak-anak yang mempunyai
kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalanan, namun mempunyai hubungan
yang kuat dengan orang tua mereka. Fungsi anak jalanan dalam kategori ini
adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena
beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung dan tidak dapat
Jalanan
di
Samarinda
adalah
PERATURAN
DAERAH
KOTA
16 tahun 2002
Berdasarkan Bab II Ketentuan Umum Pasal 2 Peraturan daerah Kota
Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 ayat 1. Menyebutkan bahwa Penanggulangan
Pengemis dan Anak Jalanan dapat dilakukan melalui pembinaan oleh Pemerintah
atau perorangan dan atau Badan Hukum.
Pembinaan dilakukan melalui dua cara yaitu bagi anak jalanan yang berasal
dari luar Samarinda akan dipulangkan ke daerah asal mereka sedangkan bagi
yang berasal dari Kota Samarinda akan dibina oleh Dinas Kesejahteraan Sosial.
Anak jalanan yang berasal dari luar Samarinda dipulangkan kedaerah asal mereka
masing-masing yang diantar oleh pihak Satpol-PP dan Dinkessos Kota Samarinda
hingga sampai tujuan.
Kendatipun sudah ditertibkan dan dipulangkan ke kampung asal, sebagian
besar anjal ini tetap kembali ke jalanan di Samarinda sehingga masalah ini tidak
bisa tuntas.(http://www.tribunews.com/regional- Diakses 29 Maret 2015). Hal ini
disebabkan oleh tidak tegasnya penindakan hukum bagi anak jalanan maupun
masyarakat yang memberikan sesuatu (sumbangan) kepada oknum anak jalanan
yang bersangkutan.
Untuk pembinaan bagi anak jalanan yang berasal dari Kota Samarinda dibina
oleh pihak Dinas Kesejahteraan dan Sosial (Dinkessos) Samarinda. Karena
Dinkessos belum memiliki tempat penampungan maka para anak jalanan tersebut
setelah melalui proses razia diberikan pembinaan sementara di kantor Dinkesos
lalu,setelah itu anak tersebut akan dibina lagi bekerjasama dengan yayasan
borneo insan mandiri. Pembinaan yang dilakukan yayasan Borneo Insan Mandiri
meliputi:
1.
Pembinaan Fisik
Pembinaan fisik dimaksudkan untuk memelihara pertumbuhan dan jasmani.
Pembinaan ini misalnya dapat berupa pemberian makanan tambahan yang bergizi
pelayanan kesehatan dan olahraga. Pembinaan fisik yang diberikan ketika
ditampung sementara oleh Dinkesos yaitu pemberian makanan dan apabila ada
anak yang menderita sakit akan diberikan layanan kesehatan berupa pengobatan.
Sedangkan yayasan borneo insan mandiri melakukan pembinaan yang
mencakup fisik yaitu bimbingan kesehatan seperti penyuluhan dan praktek cara
agar hidup sehat seperti cara-cara mencuci tangan dan menggososk gigi yang
benar. Selain itu, ada materi pencegahan sebelum penyakit menyerang dan di
setiap minggunya mereka juga melakukan senam bersama agar mereka sehat dan
badan yang bugar.
2.
Pembinaan Keterampilan
Keterampilan
atau
skill
dapat
dikategorikan
sebagai
sekumpulan
daerah
nomor
16
tahun
2002
tentang
penertiban
dan
3.
peraturan daerah.
Dengan adanya komitmen tersebut maka tercipta koordinasi yang baik antara
Satpol-PP dan Dinkesos dalam melaksanakan kegiatan .
BAB IV
PENUTUP
4.11Kesimpulan
Dalam hal Penertiban dan Penanggulangan Anak jalanan di Kota Samarinda
sudah dapat dilaksanakan namun belum berjalan maksimal. Belum maksimalnya
implementasi peraturan daerah tersebut disebabkan ketidakoptimalan dalam
kegiatan Penertiban dan Penanggulangan.
Penertiban dilakukan melalui kegiatan razia dan penanggulangan dilakukan
melalui pembinaan dengan pemulangan ke daerah asal dan pembinaan yang
meliputi fisik, sosial dan keterampilan.
Kegiatan razia merupakan kegiatan
yang
bertujuan
meminimalisir
4.21
Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka penulis memberikan saran yang
anak.
Dalam
proses
penertiban,
diharapkan
kedua
instansi
dapat
terus
aktivitasnya.
Dalam proses
kegiatan
pembinaan
yang
meliputi
fisik,sosial
dan
10