Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.11Latar Belakang
Pelaksanaan otonomi daerah menciptakan kebebasan kepada setiap daerah
otonom untuk membuat kebijakan dan peraturan daerah yang melibatkan pihakpihak terkait yang sesuai dengan pemahaman dan kebutuhan masyarakat masingmasing daerah tersebut, tidak terkecuali dalam hal pembangunan kesejahteraan
sosial.
Permasalahan pembangunan kesejahteraan sosial di Samarinda tercermin
dari keberadaan Pengemis, Anak Jalanan, dan Gelandangan. Bertambahnya
jumlah anak jalanan dan pengemis akan berpeluang membuat gangguan
keamanan dan ketertiban umum.
Berdasarkan hasil pendataan Dinas Kesejahteraan dan Sosial (Dinkesos)
Samarinda tahun 2011 yang melibatkan petugas kelurahan dan kecamatan
samarinda,

didapat

hasil

sebanyak

8.902

anak

terlantar

di

kota

Samarinda(http://kaltim.antaranews.com/berita/8733/terdapat-8902-anakterlantar-di-samarindaDiakses 26 Maret 2015). Anak- anak yang mengalami


ketelantaran ini disebabkan oleh keterbatasan ekonomi yang dialami keluarganya,
sehingga mereka harus mengais rezeki dengan mengamen, berjualan koran, dan
mengemis. Anak- anak yang mayoritas di bawah umur ini kehilangan hak-hak
dasarnya untuk mendapatkan pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan yang
baik,serta mendapatkan pembinaan jasmani dan rohani.
Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Samarinda untuk
mencegah bertambahnya jumlah anak jalanan dari hari kehari, dengan membuat
suatu Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 tentang
penertiban dan penanggulangan Pengemis, Anak Jalanan, dan Gelandangan di
Kota Samarinda.

1.21

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

KAPITA SELEKTA~ PENERTIBAN DAN PENANGANAN ANAK JALANAN DI SAMARINDA

1.

Bagaimana Penertiban dan Penanggulangan Anak Jalanan di Kota Samarinda

2.

berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002?


Apa sajakah yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dari
Penertiban dan Penanggulangan Anak Jalanan di Kota Samarinda
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002?
Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, maka tujuan penulisan sebagai

1.31

berikut:
1. Untuk

mengetahui

Penertiban

dan

Penanggulangan

Anak

Jalanan

diKotaSamarinda berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16


2.

Tahun 2002.
Untuk mengetahui

faktor-faktor

penghambat

dan

pendukung

dari

Penertiban dan Penanggulangan Anak Jalanan di Kota Samarinda


berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.11Penertiban dan Penanggulangan
Penertiban yang dimaksud dalam Peraturan No.16 Tahun 2002 tersebut
yaitu kegiatan razia yang bertujuan untuk meminimalisir keberadaan anak jalanan
yang dapat mengganggu ketertiban umum. Sedangkan penanggulangan yaitu
dalam Bab II Ketentuan Umum Pasal 2 Peraturan daerah Kota Samarinda Nomor
16 Tahun 2002 ayat 1. Penanggulangan Pengemis dan Anak Jalanan dapat

KAPITA SELEKTA~ PENERTIBAN DAN PENANGANAN ANAK JALANAN DI SAMARINDA

dilakukan melalui pembinaan oleh Pemerintah atau perorangan dan atau Badan
Hukum.
Dalam Bab II Ketentuan Umum Pasal 2 Peraturan daerah Kota Samarinda
Nomor 16 Tahun 2002 ayat 2 yaitu Pembinaan dimaksud pada ayat (1) pasal ini
dapat berbentuk Yayasan, Panti-Panti Sosial dan lain sebagainya yang tujuannya
untuk memberikan perbaikan mental baik rohani maupun jasmaninya, agar
pengemis dan atau anak jalanan dimaksud tidak mengulangi perbuatannya untuk
meminta-minta belas kasihan orang lain di jalan yang dapat mengganggu
ketertiban umum.
2.21
Pengertian Anak Jalanan
Departemen Sosial Republik Indonesia (1995) mendefinisikan anak jalanan
sebagai anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan
kegiatan hidup sehari-hari dijalanan baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran
dijalan dan tempat-tempat umum lainnya.
Menurut Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 Tentang
Penangulangan dan Penertiban Pengemis, Anak Jalanan dan Gelandangan. Anak
Jalanan merupakan orang-orang atau anak manusia dengan batasan usia 19 tahun
ke bawah yang melakukan aktifitasnya di simpang-simpang jalan dan atau di
jalan-jalan umum dalam wilayah Kota Samarinda dengan tujuan untuk memintaminta uang baik atas kehendaknya sendiri, kelompok dan atau disuruh orang lain
kepada setiap orang lain atau setiap pengemudi (sopir) atau penumpang
kendaraan bermotor, yang dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban umum.
Jadi, Anak Jalanan merupakan manusia yang berusia 19 tahun kebawah yang
meminta-minta di simpang-simpang jalan atau di jalan-jalan umum kepada setiap
pengguna jalan yang dapat menganggu ketentraman dan ketertiban umum Kota
Samarinda.
Surbakti dalam Suyanto (2002: 41) membagi pengelompokan anak jalanan
tersebut sebagai berikut :
Pertama, Children On The Street; yakni anak-anak yang mempunyai
kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalanan, namun mempunyai hubungan
yang kuat dengan orang tua mereka. Fungsi anak jalanan dalam kategori ini
adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena
beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung dan tidak dapat

KAPITA SELEKTA~ PENERTIBAN DAN PENANGANAN ANAK JALANAN DI SAMARINDA

diselesaikan sendiri oleh orang tuanya.


Kedua, Children Of The Street; yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di
jalanan, baik secara sosial dan ekonomi, beberapa diantara mereka masih
mempunyai hubungan dengan orang tua mereka tetapi frekuensinya tidak
menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab,
biasanya kekerasan, lari, atau pergi dari rumah.
Ketiga, Children From Families Of The Street ; yakni anak-anak yang
berasal dari keluarga yang hidup dijalanan, walaupun anak-anak ini mempunyai
hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing
dari suatu tempat ketempat yang lain dengan segala resikonya.
2.31
Dasar Hukum
Produk hukum yang menjadi Dasar Hukum Penertiban dan Penanggulangan
Anak

Jalanan

di

Samarinda

adalah

PERATURAN

DAERAH

KOTA

SAMARINDA NOMOR 16 TAHUN 2002. Dalam Perda tersebut memuat 7


(tujuh) ketentuan yang mengatur penertiban dan penanggulangan Anak Jalanan,
Pengemis, dan Gelandangan yang diantaranya Ketentuan larangan bagi anak
jalanan untuk meminta-minta dijalan umum atau simpang jalan yang terletak di
samarinda,Ketentuan Pidana bagi pelanggar perda ini yakni 3 (tiga bulan)
kurungan atau denda sebesar Lima Juta Rupiah, atau Ketentuan Penyidikan yang
dilakukan oleh Pejabat Penyidik Umum .
BAB III
PEMBAHASAN
3.11Penertiban Anak Jalanan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 16
tahun 2002
Kondisi tingginya peredaran uang di Kota Samarinda menjadi salah satu
faktor pendorong suburnya anak jalanan di Samarinda.Data menunjukkan bahwa
keberadaan Anak Jalanan (anjal) di Kota Samarinda menunjukan angka
penurunan mulai 233 orang pada tahun 2011, menurun menjadi 197 orang di
tahun 2012, hingga 187 orang pada tahun 2013 lalu.
(http://www.tribunnews.com/regional/2012/09/02/nasib-8.902-anak-terlantar-disamarinda-akan-dibahas-Diakses pada 27 maret 2015)
Sementara itu, Prof Sarosa Hamongpranoto, SH. Mhum, Guru Besar Fakultas

KAPITA SELEKTA~ PENERTIBAN DAN PENANGANAN ANAK JALANAN DI SAMARINDA

Hukum Universitas Mulawarman Samarinda mengatakan, masih adanya anjal ini


diakibatkan kurang tegasnya Pemkot Samarinda dalam menegakkan aturan.
Untuk bertindak, sudah ada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 tahun 2002
tentang Penertiban dan penanggulangan pengemis, anak jalanan dan gelandangan
dalam wilayah kota Samarinda.
(http://www.tribunews.com/regional/2014/04/15kota-samarinda-jadi-idolagepeng-dan-anjal-Diakses pada 26 Maret 2015)
Sebagai tindak lanjut dari pernyataan tersebut.dalam Bab II Ketentuan Anak
jalanan Pasal 4 Peraturan daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002
menyebutkan, Untuk melaksanakan ketentuan pada pasal 3 (wewenang kepala
daerah melarang anak jalanan mengemis) tersebut perlu dilakukan dengan
penertiban atau razia. Kegiatan razia tersebut bertujuan agar dapat meminimalisir
keberadaan anak jalanan di Kota Samarinda yang melakukan aktifitasnya di
badan jalan, simpang simpang jalan atau di jembatan jembatan yang dapat
mengganggu keamanan dan ketertiban umum khususnya bagi masyarakat
pengguna jalan,yang merupakan pelanggaran peraturan daerah.
Satuan Polisi Pamong Praja sebagai instansi utama dalam kegiatan razia
tersebut. Dari hasil di lapangan menyatakan bahwa masyarakat pengguna jalan
sampai saat ini masih melihat dan merasakan maraknya anak jalanan serta
gangguan yang ditimbulkan atas aktivitas mereka. Gangguan yang dirasakan
yaitu diantaranya anak jalanan yang mengemis kepada supir taxi hingga kepada
penumpangnya. Ditambah lagi anak jalanan tersebut mengemis dengan cara
memaksa seperti ketika pengendara atau orang yang diminta uang telah
mengatakan tidak ada anak tersebut tetap tidak pergi dan terus mengikuti.
3.21

Penanganan Anak Jalanan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor

16 tahun 2002
Berdasarkan Bab II Ketentuan Umum Pasal 2 Peraturan daerah Kota
Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 ayat 1. Menyebutkan bahwa Penanggulangan
Pengemis dan Anak Jalanan dapat dilakukan melalui pembinaan oleh Pemerintah
atau perorangan dan atau Badan Hukum.
Pembinaan dilakukan melalui dua cara yaitu bagi anak jalanan yang berasal

KAPITA SELEKTA~ PENERTIBAN DAN PENANGANAN ANAK JALANAN DI SAMARINDA

dari luar Samarinda akan dipulangkan ke daerah asal mereka sedangkan bagi
yang berasal dari Kota Samarinda akan dibina oleh Dinas Kesejahteraan Sosial.
Anak jalanan yang berasal dari luar Samarinda dipulangkan kedaerah asal mereka
masing-masing yang diantar oleh pihak Satpol-PP dan Dinkessos Kota Samarinda
hingga sampai tujuan.
Kendatipun sudah ditertibkan dan dipulangkan ke kampung asal, sebagian
besar anjal ini tetap kembali ke jalanan di Samarinda sehingga masalah ini tidak
bisa tuntas.(http://www.tribunews.com/regional- Diakses 29 Maret 2015). Hal ini
disebabkan oleh tidak tegasnya penindakan hukum bagi anak jalanan maupun
masyarakat yang memberikan sesuatu (sumbangan) kepada oknum anak jalanan
yang bersangkutan.
Untuk pembinaan bagi anak jalanan yang berasal dari Kota Samarinda dibina
oleh pihak Dinas Kesejahteraan dan Sosial (Dinkessos) Samarinda. Karena
Dinkessos belum memiliki tempat penampungan maka para anak jalanan tersebut
setelah melalui proses razia diberikan pembinaan sementara di kantor Dinkesos
lalu,setelah itu anak tersebut akan dibina lagi bekerjasama dengan yayasan
borneo insan mandiri. Pembinaan yang dilakukan yayasan Borneo Insan Mandiri
meliputi:
1.

Pembinaan Fisik
Pembinaan fisik dimaksudkan untuk memelihara pertumbuhan dan jasmani.

Pembinaan ini misalnya dapat berupa pemberian makanan tambahan yang bergizi
pelayanan kesehatan dan olahraga. Pembinaan fisik yang diberikan ketika
ditampung sementara oleh Dinkesos yaitu pemberian makanan dan apabila ada
anak yang menderita sakit akan diberikan layanan kesehatan berupa pengobatan.
Sedangkan yayasan borneo insan mandiri melakukan pembinaan yang
mencakup fisik yaitu bimbingan kesehatan seperti penyuluhan dan praktek cara
agar hidup sehat seperti cara-cara mencuci tangan dan menggososk gigi yang
benar. Selain itu, ada materi pencegahan sebelum penyakit menyerang dan di
setiap minggunya mereka juga melakukan senam bersama agar mereka sehat dan
badan yang bugar.
2.

Pembinaan Mental Sosial

KAPITA SELEKTA~ PENERTIBAN DAN PENANGANAN ANAK JALANAN DI SAMARINDA

Pembinaan Mental Sosial di lakukan dengan tujuan untuk meningkatkan


fungsi sosial anak dan pengembangan kepribadian serta kemapuan dalam bidang
sosial kemasyaraktan dan hubungan sosial. Membentuk pribadi mandiri serta
memperbaiki prilaku anak jalanan yang sebelumnya kurang baik pengaruh dari
lingkungan hidupnya sewaktu dijalanan menjadi pribadi yang berprilaku sopan
dan tahu nilai serta norma-norma yang ada di masyarakat dan wajib
mematuhinya.
3.

Pembinaan Keterampilan
Keterampilan

atau

skill

dapat

dikategorikan

sebagai

sekumpulan

pengetahuan dan kemampuan yang harus dikuasai. Ia dapat dipelajari,


dideskripsikan dan divertifikasi. Dengan demikian keterampilan pembinaan
adalah sekumpulan pengetahuan dan kemampuan yang harus dikuasai dan
dimiliki oleh mereka yang akan terjun dalam berbagai bidang pekerjaan. (Drs. Ali
Imron M.Pd, 1995:52)
Pelatihan yang diberikan seperti pelatihan menjahit, tata rias dan pelatihan
tentang perbengkelan/otomotif ini dimaksudkan agar anak-anak menerima
pelayanan keterampilan kewirausahaan. Anak yang seharusnya mengeyam
jenjang pendidikan sebagai bekal hidup memilih mengais rezeki di jalan raya
serta bekerja membahayakan keselamatan jiwanya dengan pekerjaan yang
beresiko untuk anak-anak. Upaya pembinaan ini diharapkan memberikan
semangat kepada mereka sekaligus penetralisir stigma negative masyarakat
terahadap keberadaan anak jalanan, menimbulkan kesadaran bagi masyarakat
bahwa anak jalananpun harus senantiasa berhak mendapatkan perhatian serta
apresiasi dan kehidupan yang layak seperti anak-anak yang lain dan mengurangi
serta menghilangkan semua aktifitas negative anak jalanan dari segi penanaman
akidah dan akhlak, serta pemberian bekal berupa kreatifitas dan pendidikan yang
bermanfaat bagi kemajuan anak-anak jalanan di masa depan,serta berguna bagi
nusa bangsa dan Negara. (e-Journal.an.fisip-unmul.ac.id/...Ejournal1%Lisa
%20- Diakses pada 28Maret 2015)
3.31

Faktor Penghambat dan Faktor pendukung dalam Implementasi

Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2002 terutama dalam hal penertiban

KAPITA SELEKTA~ PENERTIBAN DAN PENANGANAN ANAK JALANAN DI SAMARINDA

dan penanggulangan anak jalanan di Kota Samarinda


Berdasarkan realita yang terjadi dilapangan sebenarnya penertiban dan
penanggulangan anak jalanan di Samarinda sudah dilaksanakan namun,dalam
pelaksanaanya ditemuka hambatan seperti:
1. Pemberian sanksi yang belum optimal yaitu masih mempertimbangkan
aspek kemanusiaan.
2. Sarana dalam melaksanakan kegiatan seperti kendaraan razia dan tempat
penampungan untuk membina terbatas jumlahnya.
3. Budaya masyarakat Kota Samarinda yang suka memberi ketika anak
jalanan tersebut mengemis.
Selsin ditemuksn faktor penghambat,terdapat pula faktor pendukung
kegiatan tersebut:
1. Adanya komitmnen dari pemkota samarinda yang dibuktikan dengan adanya
Peraturan

daerah

nomor

16

tahun

2002

tentang

penertiban

dan

penanggulangan pengemis, anak jalanan dan gelandangan di Kota Samarinda


yang didalamnya tercantum larangan bagi pelanggar yang melanggar
2.

ketentuan di dalam Peraturan Daerah tersebut. D


alam Peraturan Daerah tersebut juga terdapat perlindungan hukum bagi pihak
instansi pelaksana Peraturan Daerah tersebut. Selain faktor adanya peraturan
daerah tersebut, adanya komitmen yang dimiliki oleh instansi penegak

3.

peraturan daerah.
Dengan adanya komitmen tersebut maka tercipta koordinasi yang baik antara
Satpol-PP dan Dinkesos dalam melaksanakan kegiatan .

KAPITA SELEKTA~ PENERTIBAN DAN PENANGANAN ANAK JALANAN DI SAMARINDA

BAB IV
PENUTUP
4.11Kesimpulan
Dalam hal Penertiban dan Penanggulangan Anak jalanan di Kota Samarinda
sudah dapat dilaksanakan namun belum berjalan maksimal. Belum maksimalnya
implementasi peraturan daerah tersebut disebabkan ketidakoptimalan dalam
kegiatan Penertiban dan Penanggulangan.
Penertiban dilakukan melalui kegiatan razia dan penanggulangan dilakukan
melalui pembinaan dengan pemulangan ke daerah asal dan pembinaan yang
meliputi fisik, sosial dan keterampilan.
Kegiatan razia merupakan kegiatan

yang

bertujuan

meminimalisir

keberadaan anak jalanan yang dianggap menganggu keamanan dan ketertiban


khususnya bagi masyarakat pengguna jalan di Kota Samarinda. Akan tetapi
kegiatan razia tersebut dirasa belum optimal dalam meminimalisir keberadaaan
anak jalanan di Kota Samarinda.
Hal itu ditandai dengan berkeliarannya kembali anak jalanan yang telah
mendapat pembinaan dari Dikessoske kejalanan untuk mengemis, mengamen dan
berjualan koran.
Pembinaan yang berupa fisik, sosial dan keterampilan dilakukan oleh
Dinkesos hanya bersifat sementara karena belum memiliki tempat penampungan.
Sedangkan pembinaan oleh Dinkesos Bekerjasama dengan yayasan borneo insan
mandiri, pembinaan yang dilakukan sudah berjalan dan dirasa cukup optimal
karena hingga saat ini tidak ada data atau informasi yang menyatakan bahwa
adanya anak jalanan yang kembali ke aktivitas di jalan raya setelah melalui
proses pembinaan di yayasan borneo insan mandiri.

KAPITA SELEKTA~ PENERTIBAN DAN PENANGANAN ANAK JALANAN DI SAMARINDA

4.21

Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka penulis memberikan saran yang

diharapkan dapat memberi manfaat adalah:


1. Perlu adanya pengajuan penambahan dana untuk mengoptimalkan penertiban
dan penanggulangan anak jalanan di Kota Samarinda. Selain itu juga perlu
adanya pengajuan pembuatan peraturan daerah mengenai zona bebas pekerja
2.

anak.
Dalam

proses

penertiban,

diharapkan

kedua

instansi

dapat

terus

meningkatkan kinerja terutama pihak Satpol-PP sebagai instasi penertib anak


jalanan seperti dengan memperluas jaringan lokasi-lokasi dalam kegiatan
razia serta meningkatkan pengawasan dilokasi-lokasi tersebut seperti
menempatkan personil Satpol-PP dilokasi-lokasi rawan anak jalanan agar
tidak memberi ruang kepada anak jalanan tersebut untuk melakukan
3.

aktivitasnya.
Dalam proses

kegiatan

pembinaan

yang

meliputi

fisik,sosial

dan

keterampilan sebaiknya pihak Dinkesos dapat mendirikan rumah singgah


atau tempat penampungan khusus yang menangani pemasalahan anak jalanan
dan diberikan pendidikan, kesehatan dan pelatihan-pelatihan keterampilan.
4.

Khusus dalam hal pendidikan sebaiknya melibatkan pihak Dinas Pendidikan.


Mensosialisasikan lebih gencar lagi tentang Peraturan Daerah No.16 tersebut
agar masyarakat memberikan bantuan kepada anak jalanan pada tempattempat khusus seperti Panti Sosial atau Rumah Singgah yang khusus
menampung anak jalanan. Agar masyarakat tidak memberikan bantuan
kepada anak jalanan yang beraktivitas di badan-badan jalan. Sehingga
masyarakat juga terlibat dalam upaya mengurangi jumlah anak jalanan di
Kota Samarinda.

KAPITA SELEKTA~ PENERTIBAN DAN PENANGANAN ANAK JALANAN DI SAMARINDA

10

Anda mungkin juga menyukai