Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Medik
1. Pengertian
Tifoid abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit akut
yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7
hari, gangguan pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran (Mansjoer,
2008).
Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut
yang di sebabkan oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini di tandai oleh panas
berkepanjangan, di topang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke
dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan
peyers patch (Sumarmo S.dkk 2008).
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan
penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu
atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995).
Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman
yang terkontaminasi.
Demam Typhoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella Enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi
terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah
penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia,
mulai

dari

usia

balita,

anak-anak

dan

dewasa

(Penyakit:

http://www.infopenyakit.com/2008/08/penyakit-demam-tifoid.html).
2. Anatomi dan Fisiologi
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter
panjang dalam keadaan hidung. Usus halus memanjang dari lambung
sampai katup ileo-kolika, tempat bersambung dengan usus besar.
Usus halus terletak didaerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus
besar. Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang 25 cm
panjangnya, berbentuk sepatu kuda, dan kepalanya mengelilingi kepala
pankreas. Saluran empedu dan saluran pankreas masuk kedalam

duodenum pada sesuatu lubang yang disebut ampala hepatopankreatika,


atau ampula vateri, sepuluh sentimeter dari pylorus.
Jejenum menempati dua perlima sebelah atas dari usus halus yang
selebihnya. Ileum menempati tiga perlima akhir. Struktur dinding usus halus
terdiri atas keempat lapisan yang sama dengan lambung. Dinding lapisan
luar adalah membrane serosa, yaitu peritoneum yang membalut usus
dengan erat. Dinding lapisan berotot terdiri atas dua lapisa serabut saja :
lapisan luar terdiri atas serabut longitudinal, dan dibawah ini ada lapisan
tebal terdiri atas serabut sirkuler. Diantara kedua lapisan serabut otot ini
terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe dan plexus saraf.
Dinding submukosa terdapat antara otot sirkuler dan lapisan yang
terdalam yang merupakan pembatasaannya. Dinding submukosa ini terdiri
atas jaringan areolar dan berisi banyak pembuluh darah, saluran limfe,
kelenjar, dan plexus saraf yang disebut plexus meissner. Didalam
duodenum terdapat beberapa kelenjar khas yang dikenal sebagai kelenjar
brunner,

kelenjar-kelenjar

ini

adalah

jenis

kelenjar

tendon

yang

mengeluarkan sekret cairan kental alkali yang bekerja untuk melindungi


lapisan duodenum dari pengaruh isi lambung yang asam.
Dinding submukosa dan mukosa dipisahkan oleh selapis otot datar
yang disebut mukosa muskularis, serabut-serabut berasal dari sini naik ke
vili dan dengan berkontraksi membantu mengosongkan semua lacteal.
Dinding mukosa dalam yang menyelaputi sebelah dalamnya, disusun
berupa kerutan tetap seperti jala, yang disebut valvulae koniventes, yang
memberi kesan anyaman halus. Lapisan mukosa ini berisi banyak lipatan
lieberkiihn yang bermuara diatas permukaan ditengah-tengah vili. Lipatan
lierkihn ini berupa kelenjar sederhana yang diselaputi epitellium silinders.
3. Patofisiologi
Kuman Salmonella Typhi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan
makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimushnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke dalam usus halus dan
mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang
mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi
dapat terjadi. Kuman Salmonella typhi kemudian menembus kelamina
propia, masuk aliran limfe dam mencapai kelenjar limfe mesentrial yang

juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini


Salmonella typhi masuk aliran darah melalui ductrus thoracicus.
Kuman-kuman Salmonella Typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi
porta usus. Salmonella tuphi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan
bagian-bagian dari system retikulo endothelial, yang menyebabkan hhati
dan limfa membesar sehingga menekan organ sekitar. Kuman melalui
aliran darah menyebar ke seluruh tubuh kemudian mengeluarkan
endotoksin. Endotoksin salmonella typhi berperan pada pathogenesis
demam tifoid, karena membantu terjadinya proses infllamasi local pada
jaringan tempat Salmonella typhi berkembang biak. Demam pada tifoid
disebabkan karena salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang
sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang
meradang.
Kuman

Salmonella

Typhi

menyerang

halus

yang

kemudian

menyebabkan iritasi dan nekrosis pada usus halus. Jika terjadi penurunan
produk mucus yang disebabkan karena darah ke usus menurun sehingga
terjadi hipoksia lapisan mukrosa, cedera atau kematian sel-sel penghasil
mucus hal ini dapat menyebabkan ulkus atau tukak pada plaque peyeri.
Iritasi dan nekrosis pada usus halus oleh suatu pathogen mempengaruhi
lapisan

mukosa

sekrotorik,

usus

termasuk

menyebabkan

sehingga
mucus.

terjadi

peningkatan

Peningkatan

produksi

motilitas usus terganggu dan dapat

produk-produk
sekresi

dapat

mengakibatkan

peningkatan atau penurunan peristatik (sarwo, 1999 : 436 dan Corwin,


2001 : : 519 522).
4. Etiologi
Salmonella typhii, basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora. Mempunyai sekurangnya empat macam antigen, yaitu
antigen O (somatik), H (flagela), Vi, dan protein membran hialin (Mansjoer,
2008).
Salmonella typhi sama dengan Salmonella lain adalah bakteri Gram
negatif mempunyai flagela tidak berkapsul dan tidak membentuk spora
fakultatif anaerob. Mempunyai anti gensomatik ( O ) yang terdiri dari
oligosakarida, flagelar antigen ( H ) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen ( K ) yang tediri dari polisakarida. Mempunyai makromolekuler
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari diding sel

yang di namakan endotoksin. Salmonella Typhi juga dapat memperoleh


plasmid faktor R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel
antibiotik (Sumarmo S.dkk 2008).
5. Komplikasi
1) Perdarahan usus
2) Perforasi usus
3) Peritonitis
4) Meningitis
5) Kolesistitis
6) Ensefalopati
7) Bronkopneumonia
8) Hepatitis (Mansjoer, 2008).
Dibedakan menjadi 2 bagian :
1) Komplikasi pada usus
a. Perdarahan usus
Diagnosis dapat ditegakkan dengan penurunan tekanan darah,
denyut nadi cepat dan kecil, kulit pucat, penurunan suhu tubuh,
nyeri perut dan peningkatan leukosit pada waktu singkat.
b. Perforasi usus
Terjadi pada minggu ke 3 serta lokasinya

diilleum

terminalis.diagnosis dengan manifestasi klinis dan pemeriksaan


radiologi.
Gejala: nyeri perut, perut kembung,tekanan darah turun, pekak hati
berkurang, peningkatan leukosit.
2) Komplikasi diluar usus
a. Bronkitis dan Bronkopeneumonia : Terjadi akhir minggu pertama
b. Kolesistitis : Pada anak jarang terjadi, terjadi pada minggu ke 2
c. Encelopati: Gejala: kesadaran menurun, kejang, muntah, demam tinggi.
d. Meningitis : Sering terjadi pada neonatus maupun bayi. Gejala: bayi tidak
mau menetek, kejang, sianosis,demam, diare dan kelainan neurologis.
e. Miokarditis : Terutama pada anak kurang dari 7 tahun. Gejala: takikardi,
bunyi jantung melemah, pembesaran jantung, aritmia.
6. Manifestasi Klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3-30) hari. Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodromal berupa rasa tidak enak badan.
Pada kasus khas terdapat demam remiten pada minggu pertama,
biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam
hari. Dalam minggu ke dua, pasien terus dalam keadaan demam, yang
turun secara berangsur angsur pada minggu ke tiga.
Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi
kemerahan, jarang disertai tremor. Hati dan limfa membesar yang nyeri

pada perabaan. Biasanya terdapat kontipasi, tetapi mungkin normal


bahkan dapat diare (Mansjoer, 2008).
Biasanya yang dialami pada siang hari demam berkurang bahkan
terkadang tidak demam namun panas dialami pada saat sore dan malam
hari. Ini merupakan tanda yang khas demam typhoid.
a. Minggu I : infeksi akut (demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, mual,
b. Minggu II

diare)
: Gejala lebih jelas (demam, bradikardia relatif, lidah kotor,
nafsu makan menurun, hepatomegali, ggn kesadaran).

7. Pemeriksaan Diagnostik
A. Pemeriksaan laboratorium
a. Jumlah leukosit normal / Leukopenia / Leukositisis
b. Anemia ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT dan Fosfatase alkali
meningkat
c. Dalam minggu pertama biakan darah Salmonella typhi positif 75
85 %
d. Biakan darah positif terhadap S. Typhi pada minggu pertama
e. Biakan Tinja dalam minggu kedua dan ke tiga
f. Reaksi widal
Aglutinin O
Aglutinin H
Diagnosis
Aglutinin Vi
Makin tinggi titernya makin besar kemungkinan klien menderita
tyfoid. Pada infeksi aktif, titer reaksi widal akan meningkat pada
pemeriksaan ulang.
Faktor faktor Yang mempengaruhi reaksi widal:
Keadaan umum
Gizi buruk menghambat pembentukan antibodi
Pemeriksaan terlalu awal
Aglutinin baru di jumpai dalam darah setelah 1 minggu dan
mencapai puncaknya minggu ke 6.
Penyakit tertentu (leukimia, ca)
Obat obat immunosuppresif atau kortikosteroid
Vaksinasi dengan hotipa / tipa
Infeksi klinis atau sub klinis oleh sallmonela.
Reaksi widal positif dengan titer rendah.
g. Peningaktan titer uji widal 4x selama 2-3 minggu demam typhoid.
Reaksi widal dengan titer 0 1: 320, reaksi widal dengan titer H
1: 640.

10

h. Reaksi widal Titer O dan H meningkat sejak minggu kedua dan


tetap posisitf selama beberapa bulan atau tahun
8. Penatalaksanaan Medik
A. Perawatan
Px dirawat di RS untuk di isolasi, observasi serta Px harus istirahat
selama 5-7 hari bebas panas, tidak harus tirah baring, mobilisasi dilakukan
sesuai situasi dan kondisi Px.
B. Diet
Pemberian makanan padat dini dengan lauk pauk rendah selulosa
yang disesuaikan dengan kebutuhan kalori, protein, elektrolit, vitamin
maupun mineral serta rendah serat.diit ini memberikan keuntungan
meningkatkan Albumin dalam serum dan mengurangi infeksi selama
perawatan.
C. Obat / terapi
Obat-obatan anti mikroba yang sering digunakan antara lain:
Kloramfenikol
Tiamfenikol
Co Trimoxazale
Ampisilin dan Amoksisilin
D. Hoffman Theraphy
Demam thypoid gejala klinis jelas dan kalau memungkinkan

didukung laborat
Lp : dbn
Elektrolit/metabolisme : dbn/sudah terkoreksi
Dosis dexametason
Inisial : 3mg/kg/1-2jam drip dalam 100 cc D5
Maintenance : 1mg/kg/1jam dalam drip 100 cc D5 dan diulang tiap 6
jam
Stop setelah 8x pemberian ( 48 jam ) indiasi harus tepat karena bisa
menyebabkan perdarahan usus/perforasi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Pengumpulan Data
a Identitas
Nama

: An. S

Umur

: 12 tahun

Alamat

: jln. Anyar

Pekerjaan : ibu rumah tangga

11

Diagnosis : typoid abdominalis


b

Penanggung jawab
Nama
: Tn. A
Umur
: 30 tahun
Alamat
: jln. Anyar
Pekerjaan : swasta
2) Keluhan Utama
Pasien mengeluh panas badan sejak 7 hari yang lalu, panas naik
turun, panas tinggi pada saat malam hari.
3)

Riwayat Penyakit Sekarang


Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam,
anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat
(anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor),

4)

gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.


Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita typoid.

5)

Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis
pasien, dengan timbul gejala-gejala yang di alami, apakah pasien
dapat menerima pada apa yang dideritanya.

6)

Pola-Pola Fungsi Kesehatan


a. Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan

penatalaksanaan

kesehatan

yang

dapat

menimbulkan masalah dalam kesehatannya.


b. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama
sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat
mempengaruhi status nutrisi berubah.
c. Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan
fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya.

d. Pola tidur dan aktifitas


Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu
badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada
waktu tidur.

12

e. Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi
karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak
f.

sesuai dengan kebutuhan.


Pola reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau

sudah menikah akan terjadi perubahan.


g. Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan

gaya

hidup

akan

mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat


diri.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila

pasien

tidak

efektif

dalam

i.

mengatasi masalah penyakitnya.


Pola penanggulangan stress
Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam

j.

mengatasi masalah penyakitnya.


Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam

menjalankan perannya selama sakit.


k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien
akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan
7)

ibadahnya akan terganggu.


Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Biasanya pada pasien

typhoid mengalami badan lemah,

panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.


b. Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata
normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema,
pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi
pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid.
c. Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah
abdomen ditemukan nyeri tekan.

13

d. Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan
tidak terdapat cuping hidung.
e. Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan
darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi
saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
f.

Sistem integumen
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak,
akral hangat.

g. Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi,
produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari
normal). N -1 cc/kg BB/jam.
h. Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau
tidak ada gangguan.
i.

Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar
toroid dan tonsil.

j.

Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma,
dalam penderita penyakit thypoid.

2. Patoflowdiagram

Saluran
cerna
3.

Sebagian dimusnahkan
Peningkatan asam lambung

Sebagian ke usus halus

Fungsi usus halus menurun

Di ilieum (membentuk
plaque)

Gangguan absorpsi feses

14

Mual & muntah

Kontipasi
Sebagian
menetap

4.
Intake nutrisi

Sebagian
tembus ke
lamina proria

Perdarahan
5.
Gangguan
6.
Pemenuhan
7.

Limfe
Perporasi

Nutrisi Kurang
Dari Kebutuhan

Masuk ke aliran limfe

Peritonitis
Salmonella T masuk
ke aliran darah

Nyeri tekan

Hepatomegali &
Splenomegali

Gangguan Rasa Nyaman


Pelepasan zat
pirogen oleh
leukosit

Menyebar ke
seluruh tubuh

Menghasilkan
endoksin

Diam dihati & limfa

NYERI

Demam thypoid

Gangguan
Eliminasi

Demam
thypoid
Gangguan
Thermoregulasi

Infeksi salmonella thypi

3. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi b.d proses infeksi
2) Nyeri akut b.d agen injuri biologis
3) Defisit perawatan diri b.d kelemahan, istirahat total
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang tidak adekuat
5) Kerusakan
mobilitas
fisik

b.d

pengobatan,

intoleransi

aktifitas/kelemahan.
6) PK : Perdarahan.
4.

Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa
1

Hypertermi
proses infeksi

Tujuan
b/d Setelah

Intervensi
dilakukan Termoregulasi

tindakan

Pantau suhu klien (derajat dan

keperawatan

pola)

selama.x 24 jam

menggigil/diaforsis.

perhatikan

15

menujukan
temperatur
batas

normal

tidur sesuai indikasi.


Berikan kompres hangat hindari

penggunaan akohol.
Berikan
minum

kebutuhan
Kolaborasi

antipiretik.
Anjurkan menggunakan pakaian

tipis menyerap keringat.


Hindari selimut tebal.

dari

kedinginan.
Suhu tubuh stabil
36-37 C

injuri fisik

lingkungan,

batasi/tambahkan linen tempat

Bebas

Nyeri akut b/d agen Setelah

suhu

dalan

dengan kriteria:

Pantau

sesuai

untuk

pemberian

dilakukan Manajemen nyeri :

Asuhan

Lakukan pegkajian nyeri secara

keperawata...jam

komprehensif termasuk lokasi,

tingkat kenyamanan

karakteristik, durasi, frekuensi,

klien meningkat dg
KH:

Klien melaporkan
nyeri

berkurang

dg scala 2-3
Ekspresi wajah

tenang
klien

kualitas dan faktor presipitasi.


Observasi reaksi nonverbal dari

ketidak nyamanan.
Gunakan
teknik

komunikasi

terapeutik

mengetahui

untuk

pengalaman

dapat

mempengaruhi

v/s dbn

suhu

nyeri

ruangan,

seperti

pencahayaan,

kebisingan.
Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan penanganan
nyeri

klien

sebelumnya.
Kontrol faktor lingkungan yang

istirahat dan tidur

nyeri

(farmakologis/non

farmakologis).
Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk

mengetasi nyeri.
Berikan
analgetik
mengurangi nyeri.

untuk

16

Evaluasi

nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila

tindakan

pengurang

ada komplain tentang pemberian


analgetik tidak berhasil.
Administrasi analgetik :

Cek

program

analogetik;

jenis,

frekuensi.
Cek riwayat

pemberian
dosis,

dan

alergi; Tentukan

analgetik pilihan, rute pemberian

dan dosis optimal.


Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu

terutama saat nyeri muncul.


Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.

Sindrom defisit self Setelah


care

b.d askep

dilakukan Self Care Assistence


jam

......

kelemahan,

ADLs terpenuhi dg

Bedrust

KH:

Klien

tidak bau
Kebutuhan
sehari-hari
terpenuhi

bersih,

Bantu ADL klien selagi klien

belum mampu mandiri


Pahami semua kebutuhan ADL

klien
Pahami

bahasa-bahasa

atau

pengungkapan non verbal klien

akan kebutuhan ADL


Libatkan klien dalam pemenuhan

ADLnya
Libatkan orang yang berarti dan
layanan

pendukung

bila

dibutuhkan
Gunakan sumber-sumber atau
fasilitas

yang

ada

untuk

mendukung self care


Ajari klien untuk melakukan self

care secara bertahap


Ajarkan penggunaan modalitas

17

terapi dan bantuan mobilisasi


secara aman (lakukan supervisi

agar keamnanannya terjamin)


Evaluasi kemampuan klien untuk

melakukan self care di RS


Beri reinforcement atas upaya
dan

keberhasilan

dalam

melakukan self care.


4

Risiko infeksi b/d Setelah


imunitas

dilakukan Konrol infeksi :

tubuh asuhan keperawatan

menurun, prosedur jam tidak terdapat


invasive.

faktor risiko infeksi

dan dg KH:

Tdk ada tanda-

tanda infeksi
AL normal
V/S dbn

Bersihkan

lingkungan

setelah

dipakai pasien lain.


Batasi pengunjung bila perlu.
Intruksikan kepada pengunjung
untuk

mencuci

tangan

saat

berkunjung dan sesudahnya.


Gunakan sabun anti miroba

untuk mencuci tangan.


Lakukan cuci tangan sebelum
dan

sesudah

tindakan

keperawatan.
Gunakan baju

tangan sebagai alat pelindung.


Pertahankan lingkungan yang
aseptik

selama

dan

sarung

pemasangan

alat.
Lakukan dresing infus dan dan
kateter

setiap

hari

Sesuai

indikasi.
Tingkatkan intake nutrisi dan

cairan
berikan

antibiotik

sesuai

program.
Proteksi terhadap infeksi
Monitor tanda dan gejala infeksi

sistemik dan lokal.


Monitor hitung granulosit dan
WBC.

18

Monitor

infeksi.
Pertahankan

teknik

aseptik

untuk setiap tindakan.


Inspeksi kulit dan

mebran

kerentanan

terhadap

mukosa terhadap kemerahan,

Ketidakseimbangan Setelah

panas.
Ambil kultur, dan laporkan bila

hasil positip jika perlu


Dorong istirahat yang cukup.
Dorong peningkatan mobilitas

dan latihan.
Instruksikan klien untuk minum

antibiotik sesuai program.


Ajarkan keluarga/klien tentang

tanda dan gejala infeksi.


Laporkan kecurigaan infeksi.

dilakukan Manajemen Nutrisi

nutrisi kurang dari asuhan keperawatan


kebutuhan tubuh

jam
klien
menunjukan
nutrisi

status
adekuat

BB stabil

Nilai laboratorium

terkait normal

tingkat
energi

adekuat
Masukan
adekuat

klien.
Kolaborasi

team

gizi

untuk

penyediaan nutrisi terpilih sesuai

dengan KH:

nutrisi

Kaji adanya alergi makanan.


Kaji makanan yang disukai oleh

dengan kebutuhan klien.


Anjurkan
klien

untuk

meningkatkan asupan nutrisinya.


Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk

mencegah konstipasi.
Monitor jumlah nutrisi

kandungan kalori.
Berikan
informasi

kebutuhan nutrisi.
Monitor Nutrisi
Monitor BB jika memungkinkan
Monitor respon klien terhadap

dan

tentang

situasi yang mengharuskan klien

19

makan.
Jadwalkan

pengobatan

dan

tindakan tidak bersamaan dengan


waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam
input

makanan

misalnya

perdarahan, bengkak dsb.


Monitor intake nutrisi dan kalori.
Monitor kadar energi, kelemahan
dan kelelahan.

PK: Perdarahan

dilakukan

Setelah
askep

jam

Pantau

tanda

dan

gejala

akan

atau

perdarahan post operasi.


Monitor V/S
Pantau laborat HG, HMT. AT
Kolaborasi untuk tranfusi bila

komplikasi daripada

terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)


Kolaborasi dengan dokter untuk

perawat
menangani
mengurangi
perdarahan

terapinya
Pantau daerah yang dilakukan
operasi

Anda mungkin juga menyukai