Anda di halaman 1dari 146

Tim AJI Jakarta

)2.($7$8-2.2:,"

0(1*8-,.(%(5,0%$1*$10(',$
'$/$03(0,/,+$1*8%(5185
-$.$57$

Tim AJI Jakarta

FOKE
ATAU
JOKOWI?

Menguji Keberimbangan Media


Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta
2012

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta


November 2012

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002


tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta

Pasal 2:
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu
ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 72:
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
l.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, menjual kepada
umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Tim AJI Jakarta

)2.($7$8-2.2:,"

0(1*8-,.(%(5,0%$1*$10(',$
'$/$03(0,/,+$1*8%(5185
-$.$57$

iv

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

FOKE ATAU JOKOWI?

Menguji Keberimbangan Media dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Tim Penulis
Editor
Wahyu Dhyatmika
Penulis
Ign. Haryanto, Rika Theo, Abdul Malik
Periset :
Agung Budiono, Aryo Subarkah, Vicky Rachman,
Qayuum Amri, Arthur Gideon, dan Lutviah
Tata Letak
KGS. M. Riduan
Ilustrasi Cover
Kendra Paramita
ISBN
978-979-3530-24-6
Tebal Buku
x + 150 hlm. 12,5 x 19,5 cm
Penerbit
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta
Jl. Kalibata Timur IV G No. 10 Kalibata
Jakarta Selatan 12740
Telp./Fax : 021-798 4105

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
Daftar Isi .................................................
Kata Pengantar ....................................
Bab 1. Pentingnya Pemilihan
Gubernur Jakarta .............
Bab 2. Para Kandidat .....................
Bab 3. Media Massa dan
Perannya .................................
Bab 4. Metodologi Riset ...............
Bab 5. Hasil Riset Kuantitatif ....
Bab 6. Di Balik Angka ....................
Bab 7. Kesimpulan Riset ...............
Lampiran: Wawancara Tim
Sukses Kandidat ..........

iii
vii
1
11
21
45
51
75
87
91

vi

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

emilihan Gubernur Jakarta 2012 lalu


merupakan momentum paling tepat
untuk melihat keberimbangan media massa di Jakarta. Bagaimana tidak,
proses demokrasi lokal ini sangat kompetitif, melibatkan hingga enam pasangan calon, dan diikuti
oleh dua calon independen non-partai. Selama
proses pemilihan berlangsung, media memainkan
peran yang sangat strategis bagi setiap kandidat:
sebagai vote getter, medium perang opini, hingga
pendidikan politik.
AJI Jakarta tak ingin proses penting ini terlewatkan begitu saja. Sebagai organisasi profesi,
AJI Jakarta ingin mengajak setiap media tetap

vii

viii

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

berimbang dan independen selama pilkada.


Dengan bantuan pendanaan dari Yayasan Tifa,
tim riset AJI Jakarta pun melihat berita-berita
yang muncul di media. Pemantauan berita dilakukan dalam empat bagian. Bagian pertama adalah
1-15 Juni 2012, lalu 16-30 Juni 2012. Bagian ketiga
analisa dilakukan untuk periode 1-31 Juli 2012 dan
terakhir pada 1-13 September 2012. Meski begitu, pembahasan atas hasil analisa tetap dilakukan berdasarkan dua periode saja: yakni sekitar
putaran pertama Pilkada Jakarta selama dua bulan (1 Juni 2012-31 Juli 2012) dan sekitar putaran
kedua Pilkada selama satu bulan (1 Agustus-13
September 2012).
Pantauan dilakukan terhadap berita dan foto
media cetak dan online serta tayangan berita di
televisi. Total ada 16 media yang diteliti. Sebanyak
4 media online, 8 media cetak, dan 4 televisi nasional ditelisik dengan cermat untuk memperoleh
informasi mengenai intensitas dan pola pemberitaan mereka.
Adapun media yang diteliti adalah detik.com,
kompas.com, viva.co.id dan okezone.com untuk
kategori media online. Sedangkan untuk media
cetak lokal Jakarta, ada Warta Kota, Pos Kota, Indo
Pos dan Koran Jakarta. Media nasional yang diteliti

DAFTAR ISI

adalah Kompas, Koran Tempo, Suara Pembaruan


dan Republika. Terakhir, untuk kategori media
televisi, peneliti menelisik MetroTV, TV One, JakTV
dan RCTI.
Kesimpulan penelitian ini, secara umum, media di Jakarta belum berimbang (lihat Bab 6 buku
ini). Dari sample berita-berita yang diteliti oleh tim
AJI Jakarta, ada media dengan konsisten memuat
foto kandidat tertentu lebih dominan dibandingkan foto kandidat lain. Temuan lain yang cukup
penting ialah media memberitakan satu topik liputan hanya dari satu sisi narasumber, tidak melakukan konfirmasi pada berita-berita kontroversial.
Ada dugaan, kue iklan memainkan peran signifikan dalam pemberitaan media selama Pilkada.
Namun dugaan ini perlu pembuktian dan penelitian lebih lanjut, karena ada kandidat yang mengeluarkan biaya iklan cukup besar tetapi merasa
tidak mendapatkan porsi yang positif dalam pemberitaan media.
Pesan utama dari data-data riset isi media yang
ditampilkan di dalam buku ini ialah, AJI Jakarta
mengajak media untuk menjaga independensi,
keberimbangan, dan profesionalisme dalam setiap pemberitaan. Temuan yang menunjukkan

ix

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

ketidakberimbangan di suatu media di dalam riset


ini perlu menjadi pelajaran berharga bagi jurnalis dan media massa saat menghadapi pesta demokrasi yang lebih besar dan lebih kompetitif lagi,
yakni pemilu legislatif dan pemilu presiden 2014,
termasuk pemilihan kepala daerah di berbagai
provinsi dan kabupaten.
AJI Jakarta mengucapkan terimakasih kepada
Yayasan Tifa yang telah membiayai kegiatan ini.
Juga kepada Ignatius Hariyanto yang menjadi
konsultan riset selama penelitian ini berlangsung
hingga penyusunan sebagian isi buku ini. Tak terlupakan kepada tim riset AJI Jakarta: Rika Theo,
Arthur Gideon, Qayuum Amri, Agung Budiono,
Vicky Rahman, Lutviah, Aryo Subarkah, dan Abdul
Malik. Terimakasih kepada Wahyu Dhyatmika yang
telah menyunting naskah buku ini hingga menjadi
buku di tangan Anda ini.
Akhir kata, selamat membaca.

Umar Idris
Ketua AJI Jakarta

BAB 1|Pentingnya Pemilihan Gubernur Jakarta

BAB 1
Pentingnya Pemilihan
Gubernur Jakarta

emilihan Gubernur Jakarta pada 2012


lalu mencatat sejarah baru dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Pemilihan
ini disebut-sebut sebagai pemilihan
kepala daerah paling panas, paling dinamis, sekaligus paling demokratis dalam sejarah politik di era
reformasi negeri ini yang baru berusia 14 tahun.
Ada banyak alasan untuk mendukung kesimpulan itu. Pertama-tama, tentu banyaknya kandidat yang berlaga menunjukkan keberagaman posisi politik dan tawaran perubahan yang tersaji di
hadapan warga. Untuk pertama kalinya dalam era
reformasi, partai politik tampaknya berusaha keras

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

memenuhi ekspektasi publik dengan menyodorkan kandidat-kandidat dengan rekam jejak yang
lumayan jelas dan meyakinkan.
Lihat saja Partai Demokrat yang menyorongkan sang Gubernur inkumben Fauzi Bowo alias
Foke. Lepas dari segala kekurangannya, harus
diakui Foke memang punya latar belakang pendidikan dan pengalaman yang mumpuni untuk
menjadi nahkoda Jakarta.
PDIP tak mau kalah dan menawarkan Joko
Widodo alias Jokowi, Walikota Solo yang pamornya
tengah kinclong berkat berbagai terobosan kebijakannya yang pro-rakyat. Dia berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama, bekas Bupati Belitung
Timur yang dikenal bersih dan antikorupsi.
Sementara Golkar mencalonkan Gubernur
Sumatera Selatan, Alex Noerdin. Ini juga bukan
pilihan sembarangan. Bintang Alex tengah bersinar
karena dianggap berhasil mengangkat ekonomi
Kabupaten Musi Banyuasin tempat dia pernah jadi
Bupati. Sebagai gubernur, dia juga sedang naik
daun setelah sukses menggelar pesta olahraga Asia
Tenggara, Sea Games, di Palembang. Dia berdampingan dengan Nono Sampono, eks Komandan

BAB 1|Pentingnya Pemilihan Gubernur Jakarta

Pasukan Pengaman Presiden, yang dikenal punya


jejaring luas dan karir militer yang cukup cemerlang.
Sempat terdesak karena tak punya calon, Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) lalu membetot perhatian
setelah mengusung Hidayat Nur Wahid alias HNW
sebagai calon Gubernur Jakarta. Siapa yang tak kenal HNW? Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan
Rakyat ini dikenal sebagai politikus ulung yang
bersahaja. Pamornya makin mengkilap karena dia
menggandeng Didik J Rachbini, ekonom kondang
yang disorongkan oleh Partai Amanat Nasional
(PAN). Faktor berikutnya yang juga mendukung
kesimpulan soal demokratisnya Pilkada Jakarta
adalah partisipasi publik yang tinggi. Sejak awal
pencalonan, pendaftaran pemilih sampai pencoblosan dan penghitungan suara, warga Jakarta aktif
terlibat. Banyak orang yang semula apatis dan tak
peduli pada politik, bersemangat mengikuti jalannya Pilkada ini.
Selain karena meningkatnya kesadaran, aktifnya
partisipasi warga ini juga dimungkinkan dengan adanya media sosial. Cukup dengan berkicau di Twitter
atau mengetik status tertentu di Facebook, warga Ibu
Kota bisa ikut meramaikan suatu isu, menggemakan

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

pentingnya suatu topik, atau malah melaporkan suatu


kejanggalan seputar jalannya pemilihan DKI-1.
Kombinasi antara kesediaan partai politik
mencalonkan jago-jago terbaiknya dan riuhnya
respon warga yang dengan aktif berpolitik, membuat Pemilihan Gubernur Jakarta 2012 jadi sebuah catatan sejarah tersendiri dalam perjalanan
demokrasi Indonesia.
***
Demikianlah, sejak awal, Pemilihan Gubernur
Jakarta sudah menyedot perhatian khalayak ramai. Kesibukan partai-partai berebut calon, bernegosiasi di balik layar, menyusun strategi pemenangan, membangun pencitraan, menjadi sumber
berita yang tak putus-putus.
Tengok misalnya bagaimana media habishabisan meliput buyarnya rencana Partai Demokrat
yang sebelumnya sudah rapi untuk berkoalisi dengan PDIP dan bersama-sama mengusung pasangan
calon DKI-1 yakni Fauzi Bowo dan Adang Ruchiatna.
Adang dikenal sebagai salahsatu petinggi PDIP.
Tapi rencana itu berantakan oleh manuver
cerdik Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo

BAB 1|Pentingnya Pemilihan Gubernur Jakarta

Subianto yang menyodorkan Ahok jadi pendamping Jokowi. Di pemilihan kepala daerah lain,
kabar-kabar semacam ini biasanya luput dari sorotan media.
Pada Pilkada Jakarta, jurnalis mengendus berbagai kabar, mulai soal persiapan penyelenggaraan pemilihan, dugaan pelanggaran aturan pemilihan, independensi penyelenggara pemilu, sampai
kabar bentrok massa pendukung calon. Semua
diberitakan, dijadikan isu publik dan dilempar
ke forum terbuka untuk dibaca, didiskusikan dan
diperdebatkan.
Pesta demokrasi di Ibu Kota juga kian semarak ketika Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)
meloloskan dua calon gubernur non-partai: Faisal
Basri dan Hendarji Supandji. Faisal yang ekonom dan Hendarji yang eks Komandan Pusat
Polisi Militer, membawa warna tersendiri untuk
Pemilihan Gubernur Jakarta.
Mereka membuat Pemilihan Gubernur Jakarta
jadi menarik buat massa anti-partai yang biasanya
menghindar dari hiruk pikuk pemilu. Para massa
mengambang ini jadi tertarik berpartisipasi, karena merasa terwakili oleh Faisal dan Hendardji yang

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

mencalonkan diri dari jalur perseorangan ini.


Posisi Jakarta sebagai Ibu Kota negara juga jadi
faktor khusus yang membuat Pemilihan Gubernur
di sini terasa istimewa. Sejak tahap permulaan persiapan, semua media massa nasional memberikan
porsi pemberitaan yang relatif besar untuk pesta
demokrasi ini. Begitu masa kampanye dimulai
pada Juni 2012 lalu, tak ayal semua koran, radio,
televisi dan situs berita bergegas menyoroti para
kandidat, menguliti program dan profil mereka,
dan berlomba menyajikan setiap detail informasi
yang menarik perhatian publik.
Juga jangan lupa fakta bahwa pelaksanaan
pemilihan Gubernur Jakarta yang hanya dua tahun sebelum perhelatan akbar Pemilu 2014. Sadar
atau tidak sadar, ini juga menjadi faktor tersendiri.
Semua partai politik tampaknya ingin menggunakan ajang Pemilihan Gubernur Jakarta ini sebagai pemanasan sebelum pertarungan sebenarnya di tingkat nasional.
Karena itulah, para calon gubernur dan partai pendukung mereka tampil habis-habisan.
Sebagian bahkan tak segan untuk melakukan
kampanye negatif untuk menjelek-jelekkan

BAB 1|Pentingnya Pemilihan Gubernur Jakarta

lawan. Para pendukung calon gubernur juga siap


merogoh kocek dalam-dalam untuk menanam
bibit simpati buat jago mereka masing-masing.
Tak bisa dipungkiri, semua faktor itu membuat
Pemilihan Gubernur Jakarta panas sejak awal.
Publik terbawa eforia dan terbelah jadi kubu-kubu
pendukung. Demikian juga media massa. Banyak
yang terjebak dalam kepentingan politik sesaat,
atau sekadar memanfaatkan kucuran dana politik
yang berlimpah, dan tanpa malu-malu menjadi
pendukung salahsatu kandidat gubernur.
Jika disimpulkan ada setidaknya lima faktor
yang membuat Pemilihan Gubernur Jakarta menarik dicermati. Kelima faktor itu adalah:
Pertama, jumlah peserta atau kandidatnya
merupakan yang paling banyak sejak pemilihan
kepala daerah di Jakarta dilakukan secara langsung. Enam pasang kandidat gubernur dan wakil
gubernur maju untuk memperebutkan suara masyarakat Jakarta.
Kedua, untuk pertama kalinya Pilkada DKI diikuti oleh dua calon independen sekaligus. Faisal
Basri dan Hendardji Supandji mencalonkan diri

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

menjadi Gubernur Jakarta tanpa kendaraan partai politik. Mereka berhasil memenuhi syarat yakni
mengumpulkan KTP pendukung sebanyak 4 persen dari total jumlah penduduk Jakarta.
Ketiga, pilkada kali ini diikuti kandidat dengan latar belakang paling beragam. Ini membuat
publik merasa terwakili oleh wajah-wajah baru
yang memperebutkan suara masyarakat Jakarta
yang heterogen.
Patut dicatat, ada tiga kepala daerah aktif
yang ikut berlaga pada Pilkada Jakarta. Selain inkumben Fauzi Bowo, ada Walikota Solo Jokowi
dan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin.
Pemilihan Gubernur Jakarta ini bisa jadi merupakan satu-satunya pilkada di Indonesia yang diikuti
oleh tiga kepala daerah sekaligus.
Keempat, pemilihan gubernur ini berlangsung di tengah periode kebangkitan ekonomi
kelas menengah Indonesia. Kelas menengah ini
memang terutama hidup di kota besar, seperti
Jakarta. Perbaikan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mendorong kenaikan taraf
hidup dan pendapatan masyarakat.

BAB 1|Pentingnya Pemilihan Gubernur Jakarta

Perbaikan ekonomi ini punya konsekuensi


politik. Soalnya kelas menengah baru ini rata-rata
peka terhadap perubahan dan modernitas, cenderung berpikiran terbuka serta rasional. Cara
berpikir ini tercermin dari pilihan politik mereka.
Golongan masyarakat ini tak mudah dibujuk dengan bujuk rayu dan janji-janji calon. Mereka teliti
melihat rekam jejak kandidat dan memilih berdasarkan kalkulasi politik rasional.
Dengan demikian, peningkatan pendapatan
warga kelas menengah ini juga menjadi faktor signifikan yang mempengaruhi perilaku politik mereka. Pemilihan Gubernur Jakarta menjadi menarik
karena perhelatan politik ini menjadi laboratorium
pertama untuk menguji sejauhmana peningkatan
taraf hidup masyarakat berperan dalam pilihan
politik warga.
Kelima, Pemilihan Gubernur Jakarta digelar
di tengah perkembangan teknologi baru dan media sosial yang semakin pesat. Penggunaan ponsel dengan akses layanan data yang makin murah
terus meluas terutama di kota-kota besar seperti
Jakarta.
Sebagai negara dengan pengguna Facebook

10

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

terbesar keempat dunia, menarik melihat bagai


mana proses politik dipengaruhi oleh ke
cen
derungan teknologi komunikasi ini. Selain itu,
mengingat Jakarta juga disebut Twitter City
--kota dengan kicauan paling aktif sedunia
menarik untuk melihat bagaimana media sosial
berperan membentuk pilihan politik warga Ibu
Kota. n

BAB 2|Para Kandidat

BAB 2
Para Kandidat

otal ada enam pasang calon gubernur


dan wakil gubernur yang memperebutkan kursi DKI-1 dan DKI-2 dalam
Pemilihan Gubernur Jakarta pertengahan 2012 lalu. Mereka berasal dari empat koalisi
partai politik dan dua calon perseorangan.
Enam kandidat untuk sebuah pemilihan kepala daerah tergolong banyak. Dengan waktu
sosialisasi dan kampanye yang relatif pendek, tak
mudah buat publik untuk benar-benar mengenal
mereka dan secara serius menimbang kompetensi

11

12

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

mereka untuk jadi punggawa Jakarta. Nah di sinilah peran media menjadi penting.
Lewat media, keenam pasangan calon ini berharap bisa memukau warga yang notabene merupakan para juri dalam kontes politik ini. Sebagai
gambaran, berikut ini profil singkat mereka:

Faisal Basri dan Biem Benjamin

Ekonom Faisal Basri sebenarnya sudah


digadang-gadang menjadi calon Gubernur Jakarta
sejak pemilihan 2007 lalu. Tapi ketika itu, Faisal memilih mengadu peruntungan menjadi bakal calon
gubernur di salahsatu partai. Sayangnya, dia gagal. Tak ada satu partai politik pun yang rela tiket
pencalonannya dipakai Faisal. Sebagai aktivis dan
dosen, jelas penghasilan Faisal tak akan cukup untuk membeli tiket pencalonan dari partai politik.
Lima tahun berlalu, Faisal kini maju dari jalur
non-partai. Dengan telaten, bersama tim suksesnya,
dia mengumpulkan lembar demi lembar kartu tanda penduduk, sebagai syarat pencalonannya. Dia
bahkan rela menjual rumahnya di Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan untuk modal kampanye.
Untuk posisi calon Wakil Gubernur, Faisal Basri

BAB 2|Para Kandidat

menggandeng Biem Benyamin. Kehadiran Biem


yang punya dukungan massa akar rumput Betawi
diharapkan bisa mendongkrak elektabilitas pasangan ini. Biem sendiri mantan anggota Dewan
Perwakilan Daerah dari DKI Jakarta. Popularitasnya
disokong fakta bahwa dia adalah putra dari seniman legendaris Betawi, Benyamin Suaeb.

Hendardji Soepandji dan Ahmad Riza


Patria

Sejak awal pencalonan, kubu Hendarji Soe


pandji dan Ahmad Riza Patria tampaknya sadar kalau mereka berada di posisi underdog. Dukungan
dana dan media, semuanya jauh dari jangkauan.
Karena itulah, pasangan non-partai ini getol bermanuver dengan menggunakan pesan-pesan
politik kontroversial yang bisa menggerakkan sorotan media ke arah mereka.
Salahsatunya adalah dengan menggunakan
slogan kampanye Jakarta Tidak Berkumis. Berkumis
di sini memiliki dua makna. Makna pertama adalah
sindiran kepada kandidat petahana, Fauzi Bowo,
yang dikenal berkumis tebal. Makna kedua di
balik slogan itu adalah Berantakan, Kumuh dan
Miskin. Dengan pesan sederhana ini, Hendardji

13

14

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

menegaskan bahwa dia bisa menjadi Gubernur


Jakarta yang lebih baik ketimbang Fauzi Bowo.
Namun tampaknya semua manuver itu belum cukup untuk menaikkan popularitas mereka.
Sejak sebelum Pemilihan Gubernur Jakarta digelar, memang tak banyak orang yang kenal siapa
Hendardji dan Patria. Dalam karir mereka, keduanya juga relatif tak terlalu banyak bersinggungan dengan media dan publik. Karena itu, pesanpesan kontroversial mereka tak terlampau berhasil
mendongkrak perolehan suara.

Alex Noerdin dan Nono Sampono


Ketika maju menjadi calon Gubernur Jakarta,
Alex Noerdin masih menjabat sebagai Gubernur
Sumatera Selatan. Di partainya, Partai Golkar,
pamor politikus muda ini disebut melejit bak
meteor sejak memenangkan kursi Gubernur di
Sumatera Selatan. Sebelumnya, dia hanya seorang
bupati di Kabupaten Musi Banyuasin.
Pencalonan Alex cukup mengejutkan dan tidak diperhitungkan banyak orang. Soalnya, di
Jakarta namanya nyaris tak dikenal. Semua survei
politik juga tak memperhitungkan namanya yang

BAB 2|Para Kandidat

konsisten terpuruk di baris bawah. Tapi di saatsaat terakhir, tampaknya dia berhasil meyakinkan
Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie untuk memilih dia sebagai kandidat DKI-1.
Golkar sendiri sebenarnya tak kekurangan calon
berkualitas. Sebelum Alex menyalip di tikungan dan
merebut tiket pencalonan, dua politikus Golkar,
Tantowi Yahya dan Priya Ramadhani, disebut-sebut
berpeluang jadi calon DKI-1 dari Partai Beringin.
Tantowi adalah selebritas nasional yang namanya cukup bergaung di antara khalayak ramai. Dia
anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Golkar.
Sementara Priya adalah besan Aburizal. Anaknya,
Nia Ramadhani menikah dengan Ardi Bakrie, anak
Aburizal. Priya juga Ketua Golkar Jakarta. Keduanya
mental disapu pencalonan Alex Noerdin.
Untuk kursi DKI-2, Golkar menggandeng Nono
Sampono yang mengantongi dukungan Partai
Persatuan Pembangunan (PPP). Proses pencalonan Nono juga amat cepat dan nyaris luput dari
perhatian publik. Sebelumnya Nono yang dikenal dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati
Soekarnoputri, sempat mengikuti proses uji kelayakan di PDIP sebagai calon Gubernur. Tapi di

15

16

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

detik-detik terakhir, Nono mendadak dipinang jadi


jago PPP untuk disandingkan dengan Alex Noerdin.

Joko Widodo dan Basuki Tjahaja


Purnama

Pasangan ini muncul di saat-saat terakhir


menjelang penutupan registrasi calon Gubernur
Jakarta. Sebelumnya nyaris tidak ada tanda-tanda
kalau Jokowi bakal punya peluang untuk dicalonkan menjadi pemimpin Jakarta. Soalnya dia baru
saja terpilih menjadi Walikota Solo untuk masa jabatan kedua.
Selain itu, menjelang pemilihan, PDIP sendiri
kabarnya sudah punya calon. Seperti sudah ditulis di berbagai media, PDIP bakal mencoba
berkoalisi dengan Partai Demokrat untuk mencalonkan Foke sebagai DKI-1 untuk periode kedua.
Hubungan Foke dan Ketua Umum PDIP Megawati
Soekarnoputri memang cukup dekat. Apalagi,
pada 2007 lalu, Foke maju dengan tiket PDIP.
Tapi di saat-saat terakhir, terjadi perubahan
drastis. Megawati kabarnya dibujuk oleh orangorang dekatnya termasuk Ketua Dewan Pembina
Gerindra Letjen (Purn) Prabowo Subiantountuk

BAB 2|Para Kandidat

mencalonkan Joko Widodo. Gerindra sendiri menyodorkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok,
seorang anggota DPR dari Fraksi Golkar. Yang unik,
Basuki adalah warga Jakarta keturunan Tionghoa.
Inilah untuk pertama kalinya, seorang keturunan
Tionghoa dicalonkan menjadi pemimpin Jakarta.
Kemunculan duet Jokowi-Ahok langsung
menggairahkan suasana pemilihan Gubernur
Jakarta. Berbagai media massa dengan bersemangat menyoroti pasangan calon ini. Koalisi pendukung Foke yang semula sudah solid menyokong
pencalonan kembali sang gubernur pun berantakan. Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Amanat
Nasional, belakangan memilih untuk mencalonkan kandidat mereka sendiri.
Pasangan Jokowi-Ahok mempromosikan diri
sebagai pemimpin daerah yang sederhana, bersih, tegas dan berhasil melakukan perbaikan besar
di kota masing-masing. Jokowi memang terkenal
karena keberhasilannya mengubah wajah Solo.
Sedangkan Basuki atawa Ahok adalah mantan
bupati Belitung Timur yang dikenal dengan gebrakannya menyediakan pendidikan dan kesehatan gratis di sana.

17

18

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli

Fauzi Bowo alias Foke sebenarnya calon incumbent yang punya peluang amat besar untuk mempertahankan kursinya sebagai Gubernur Jakarta.
Apalagi dia didukung Partai Demokrat, dan koalisi
partai-partai kecil dan menengah.
Pengalamannya sebagai Sekretaris Daerah lalu
Wakil Gubernur di era Gubernur Sutiyoso membuatnya dipandang mampu menyelesaikan berbagai persoalan di Ibu Kota. Selain itu, dia juga pernah menjadi kepala dinas selama bertahun-tahun.
Sayangnya mendekati masa-masa pemilihan Gubernur, dia didera berbagai isu tak sedap.
Sebagian terutama berpangkal dari perseteruannya dengan Wakil Gubernur Prijanto. Secara terbuka di media massa, Prijanto mengaku tidak banyak mendapat peran sebagai wakil kepala daerah
di Jakarta. Saran dan nasehatnya pun tak digubris
Foke. Puncaknya, Prijanto mengundurkan diri dari
kursi wakil gubernur.
Konflik ini jelas mencederai reputasi Foke.
Akibatnya, dia digambarkan sebagai pemimpin
yang arogan, kasar dan tidak bisa bekerjasama
dengan orang lain. Pencitraan ini amat merugikan

BAB 2|Para Kandidat

posisi Foke menjelang momen pemilihan Guber


nur yang amat krusial.
Pencalonan Foke juga terganggu oleh sengketa
soal calon wakil gubernur yang bakal mendampinginya. Semula ada dua tokoh yang disebut-sebut bakal
mendampingi dia: Tri Wisaksana alias Sani dari Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) dan Adang Ruchiatna dari
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Apapun yang dipilih Foke, koalisi DemokratPKS atau Demokrat-PDIP, keduanya jelas akan
amat menguntungkan posisi politik lulusan
Institut Teknologi Bandung (ITB) ini. Namun, apa
lacur. Belakangan, di hari-hari terakhir menjelang
pencalonan, PDIP berbalik arah dan mengusung
calonnya sendiri yakni Jokowi-Ahok.
Walhasil, Foke kebingungan mencari pen
damping. Negosiasi politik dengan PKS rupanya buntu. Atas saran Dewan Pembina Partai
Demokrat, Foke akhirnya memilih Nachrowi Ramli,
Ketua Demokrat Jakarta. Jadilah, pasangan FokeNara mengadu peruntungan mereka di bursa
DKI-1.

19

20

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Hidayat Nur Wahid dan Didik J. Rachbini


Ini juga pasangan yang muncul di detik-detik
terakhir pencalonan Gubernur Jakarta. Sempat dikabarkan akan mengusung pasangan Foke-Nara,
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akhirnya memutuskan
mencalonkan jago mereka sendiri. Tidak tanggungtanggung, mereka menugaskan bekas Presiden PKS
dan mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat
Hidayat Nur Wahid untuk berlaga di Ibu Kota.
Untuk posisi Wakil Gubernur, HNW begitu
Hidayat biasa disapamenggandeng tokoh kelas
berat juga. Dialah Didik J. Rachbini, pentolan Partai
Amanat Nasional (PAN), ekonom dan mantan anggota DPR yang dikenal dekat dengan Amien Rais.
Dari komposisi PKS-PAN ini, jelas kalau pasangan HNW-Didik sedang berusaha menyasar basis
massa pemilih Islam di Jakarta. Itu juga tampak
jelas dalam setiap kampanye mereka. Hidayat dan
Didik selalu dicitrakan sebagai pemimpin bersih,
bertakwa dan berpengalaman. Untuk menarik
warga, pasangan ini menggunakan seragam batik
bermotif Monas berwarna oranye. Warna oranye
sendiri adalah warna khas suporter Persija Jakarta,
klub sepak bola kebanggaan warga Ibu Kota. n

BAB 3|Media Massa dan Perannya

BAB 3
Media Massa dan Perannya

ingar-bingar Pemilihan Gubernur


Jakarta mewarnai berita politik
Indonesia sepanjang 2012. Sejak
masa pendaftaran calon pada awal
tahun, masa kampanye sampai pemilihan putaran
pertama pada 11 Juli 2012, media massa seperti
tak pernah putus memberitakan kompetisi politik
bergengsi ini.
Perhatian media yang luar biasa ini bisa dipahami. Pemilu Jakarta memang disebut-sebut
sebagai babak pemanasan politik menjelang

21

22

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Pemilihan Umum pada 2014 depan. Tak heran jika


semua partai mengerahkan kekuatan terbaiknya
untuk memenangkan pertarungan menentukan
memperebutkan kursi DKI-1.
Pada Juli 2012, ketika pencoblosan putaran
pertama tidak konklusif, pertarungan pun berlanjut. Pasalnya, tak ada satupun dari keenam calon
yang meraih suara lebih dari 50 persen. Sesuai
undang-undang, pemilihan Gubernur Jakarta pun
harus dilakukan dua putaran. Babak perpanjangan
waktu ini memberi kesempatan tambahan pada
media untuk menyoroti kedua kandidat yang tersisa: Jokowi dan Foke.
Jarak yang cukup panjang antara putaran
pertama dan hari pencoblosan putaran kedua
pada September 2012 membuat kompetisi politik Pilkada Jakarta makin panas. Berbagai isu pun
muncul silih berganti untuk keuntungan dan kerugian kedua kandidat. Pertarungan udara begitu
biasanya para politikus menyebut adu kekuatan
para kandidat di mediapenuh dengan saling serang dari kedua kandidat.
Terlebih, kedua kandidat memang punya kans
yang sama untuk menang. Sepanjang jeda dua

BAB 3|Media Massa dan Perannya

bulan itu, Jokowi dan Foke bersaing keras untuk


menarik simpati pemilih. Jarak suara mereka cukup tipis. Pada putaran pertama pencoblosan,
Foke meraih 1, 4 juta suara (34 persen), sementara
Jokowi unggul sedikit dengan 1, 8 juta suara (42,6
persen).
Panasnya persaingan mereka sudah terasa
pada hari ketika pencoblosan putaran pertama
usai, pertengahan Juli 2012. Ketika itu, partaipartai pengusung kandidat yang kalah langsung
diperebutkan. Belum lagi semua suara selesai dihitung, Jokowi langsung bermanuver cepat dengan
merangkul Hidayat Nur Wahid dari PKS.
Hidayat penting didekati karena dia meraih
suara terbanyak ketiga dengan 500 ribu suara (11,
7 persen). Dukungan semua kandidat yang tersisih
--Faisal Basri (215 ribu suara), Alex Noerdin (202
ribu suara) dan Hendardji (85 ribu suara)-- juga
diperebutkan.
Meski kalah start, Foke tak menyerah. Bela
kangan, dia malah berhasil menyalip di tiku
ngan. Satu demi satu, dia mendekati partai politik
pengusung lawannya di Pilkada DKI. Dalam waktu
kurang dari satu bulan, dia berhasil membuat PPP,

23

24

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

PAN, Golkar dan PKS mengalihkan dukungan pada


dirinya. Hanya para calon independen, Faisal dan
Hendardji, yang menolak untuk mengalihkan suara pendukung mereka pada pasangan calon yang
masih berlaga. Dengan demikian, pada putaran
kedua, Jokowi dan PDIP dikeroyok oleh koalisi partai politik yang mendukung Foke.
Di tengah hiruk pikuk perhelatan politik ini,
media punya peran menentukan. Persepsi positif
atau negatif yang disuarakan media sedikit banyak mempengaruhi opini publik. Ini disadari benar
oleh penyokong kedua calon gubernur.
Karena itu, kedua kubu kandidat secara hatihati mengatur pencitraan mereka di hadapan
publik. Setiap penampilan, pernyataan, pidato,
dari para kandidat dijaga sedemikian rupa untuk
menampilkan citra paling positif di mata media.
Foke misalnya dilatih khusus agar tidak lupa
tersenyum ketika disorot kamera. Kumisnya, yang
menjadi trade mark kampanye sang petahana, ditangani khusus. Sementara Jokowi juga tak lepas
dari polesan. Ada tim khusus yang mengawasi
jatuhnya poni di kepala Jokowi misalnya.

BAB 3|Media Massa dan Perannya

Kebutuhan untuk mengontrol pesan politik


dan penampilan kandidat menjadi semakin vital
di era digital seperti sekarang. Pasalnya, para
khalayak Twitter dan Facebook tampaknya punya
logika sendiri dalam menilai para calon gubernur.
Mereka bergerak sendiri mencari informasi, dan
membagikan semua yang mereka temukan
kepada sesama pengguna media sosial lain secara
online. Karena itulah, mau tak mau para kandidat
harus berusaha 24 jam 7 hari sepekan untuk tampil
prima di hadapan publik.
Meski begitu, sepanjang kampanye Pemilihan
Gubernur Jakarta lalu, ada beberapa isu mengenai para kandidat yang tetap menyeruak di tengah ketatnya pengendalian pesan para kandidat.
Sumber isunya beragam. Ada yang muncul dari
media arus utama lalu diperbincangkan secara
luas di media sosial. Ada juga yang sebaliknya,
muncul dari media sosial dan menjadi isu besar
setelah media mainstream memuatnya.
Apapun, isu-isu ini memberi tambahan informasi buat pemilih mengenai para calon gubernur.
Meski sebuah isu terbukti tak akurat misalnya,
cara kandidat menanggapi isu tersebut memberi

25

26

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

informasi mengenai gaya kepemimpinan dan prioritas mereka. Berikut ini beberapa isu yang mempengaruhi persepsi pemilih mengenai kandidat
Pemilihan Gubernur Jakarta 2013:
Isu yang pertama, menyangkut masalah sentimen suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
Isu ini semula muncul dari media arus utama yang
kemudian diramaikan di media sosial. Keriuhan
di media sosial, pada gilirannya, berperan makin
membesarkan magnitude atau nilai berita isu ini di
media arus utama.
Jadi, di sini terjadi proses interaksi yang dinamis antara media sosial dan media arus utama.
Masing-masing platform memainkan perannya
untuk mengangkat isu ini menjadi topik yang
hangat diperbincangkan publik.
Isu ini berawal dari laporan tim sukses Jokowi
yang melaporkan satu ceramah Rhoma Irama
yang bernuansa SARA di sebuah masjid di Tanjung
Duren, Jakarta Barat, akhir Juli 2012. Ini jadi masalah karena Rhoma dikenal luas sebagai pendukung Foke meski namanya tak tercantum resmi
dalam daftar tim sukses.

BAB 3|Media Massa dan Perannya

Ketika berceramah di sana, Rhoma mengimbau


umat muslim untuk tidak memilih pasangan yang
tidak beragama Islam. Tak cukup sampai di sana, dia
mengaku punya informasi kalau ibu Jokowi adalah
seorang non-muslim. Selain itu, dia juga menyoroti
agama calon wakil gubernur Jokowi, Basuki Tjahaja,
yang kebetulan Kristen dan keturunan Tionghoa.
Laporan tim sukses Jokowi ke panitia pengawas pemilu ini diberitakan secara luas dan memicu diskusi panjang di media sosial. Sejumlah selebritas dan tokoh politik yang punya akun twitter
dan jumlah follower puluhan ribu turut meramaikan diskusi. Isu ini juga yang mewarnai kampanye
kedua kandidat pada putaran kedua.
Menjelang hari pencoblosan, hembusan isu
SARA makin gencar terasa. Propaganda isu SARA
beredar lewat SMS, brosur, media sosial, baliho,
hingga selebaran. Bahkan, dua hari menjelang
pencoblosan, polisi berhasil menangkap beberapa
orang yang sengaja membagikan selebaran bernuansa SARA di perempatan jalan. Sulit menepis kesan bahwa ada tim sukses entah dari calon gubernur yang manayang memang menggunakan isu
SARA untuk kepentingan kampanye mereka.

27

28

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Pada debat kandidat terakhir, empat men


jelang hari pemilihan, Calon Wakil Gubernur
Nachrowi Ramli keseleo lidah dan menggunakan kalimat yang menjurus pada pelecehan etnis
Basuki Tjahaja. Ketika memulai tanggapannya untuk Ahok, Nara berkata, Haiya Ahok... Nada suaranya pun dibuat mirip suara orang Tionghoa.
Akibat insiden itu, keesokan harinya, Foke terpaksa berkeliling Jakarta dan mengunjungi sejumlah tempat ibadah, mulai vihara, pura sampai gereja, untuk menetralisir dampak negatif ulah calon
pendampingnya. Semua manuver kandidat ini
menjadi perhatian media, baik media sosial maupun media mainstream.
Isu kedua, adalah soal independensi lembaga
survei. Isu ini dipicu oleh salahnya semua prediksi
lembaga survei mengenai hasil pilkada Jakarta
putaran pertama. Pasalnya sepekan sebelum hari
pencoblosan putaran pertama, sejumlah lembaga survei merilis hasil jajak pendapat mereka.
Semuanya seragam menunjukkan Foke-Nara akan
muncul sebagai pemenang. Bahkan ada lembaga
survei yang memprediksi pasangan inkumben ini
akan menang dalam satu putaran saja.

BAB 3|Media Massa dan Perannya

Seperti sudah kita ketahui, prediksi itu meleset.


Foke melorot di posisi kedua, di bawah Jokowi.
Kesalahan prediksi ini kontan menjadi buah bibir
masyarakat. Walhasil, banyak yang mempertanyakan independensi lembaga survei.
Publik menuding sejumlah lembaga survei tidak bisa independen karena merangkap sebagai
konsultan politik. Isu ini awalnya muncul di media
sosial, dan sempat banyak mendapat ruang di media mainstream.
Isu ketiga, soal putra daerah. Tim sukses FokeNara yang pertama kali mengangkat isu ini pada
hari-hari terakhir menjelang pencoblosan 20
September 2012. Dalam pidatonya di sejumlah organisasi Betawi, Nachrowi berulangkali menekankan asal sukunya sebagai orang Betawi. Dia menegaskan bahwa Jakarta harus dipimpin oleh orang
Betawi. Bukan kebetulan kalau Nachrowi adalah
Ketua Badan Musyawarah Betawi, kumpulan organisasasi Betawi di Ibu Kota.
Ketika dikritik di media, Nachrowi berkilah
pernyataan itu dia sampaikan di forum tertutup
untuk perkumpulan Betawi. Menurutnya wajar
saja dia mengingatkan warga Betawi agar memilih

29

30

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Nada Sumbang Dakwah Ulama: Unjuk rasa Himpunan Mahasiswa Islam


(HMI) di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Minggu, 9 September
2012. Dalam aksinya mereka menghimbau kepada relawan kedua calon
cagub dan cawagub dalam pilkada DKI Jakarta untuk tidak mengusik,
mengganggu, dan menghina umat Islam yang sedang berdakwah dan
mengingatkan umat. [TEMPO/STR/Dasril Roszandi; DS2012090939]

orang Betawi sebagai Gubernur Jakarta. Tentu dari


perspektif persatuan dan kemajemukan (bhineka
tunggal ika), cara pandang macam ini bisa dinilai
picik dan chauvanistik.
Lagi-lagi kasus ini menunjukkan bahwa berbagai pidato dan pernyataan para calon --meski
ditujukan pada komunitas terbatas dan disampaikan dalam pertemuan tertutup-- selalu berpotensi bocor ke publik. Suasana kompetisi politik
yang ketat membuat setiap tim selalu mengintip

BAB 3|Media Massa dan Perannya

apa yang dilakukan lawannya dan memanfaatkan


setiap blunder untuk keuntungan politik mereka.
Begitu sebuah informasi kontroversial dibocorkan ke media, apalagi sampai ke internet, hampir bisa dipastikan isu ini akan jadi bahan pembicaraan di mana-mana. Semakin kontroversial
sebuah isu, semakin banyak orang yang tertarik
membicarakan dan meneruskan info ini ke orang
lain. Kalau cukup banyak orang yang membicarakannya di media sosial, maka hampir bisa dipastikan isu ini akan diliput juga oleh media online
mainstream.
Isu keempat, soal jejak rekam Ahok sebagai
politikus. Isu ini muncul di media sosial dan kemudian belakangan terangkat ke media arus utama,
pasca hasil putaran pertama pemilihan diumumkan, akhir Juli 2012. Isu ini pertama kali diangkat
sejumlah akun twitter yang menggunakan nama
samaran (akun anonim) seperti @triomacan2000
dan @cinta8168. Mereka menyerang Ahok dan
menyebutnya sebagai politisi kutu loncat karena
selalu berpindah partai.
Di awal karir politiknya, Ahok memang semula
anggota Partai Indonesia Baru (PIB). Dia diusung

31

32

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

partai ini ketika menjadi Bupati Belitung Timur.


Ketika menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat
di Senayan, dia menggunakan kendaraan partai
Golkar. Nah, saat menjadi Wakil Gubernur, Ahok
dipinang Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Fakta itu kemudian dimanfaatkan tim sukses Foke
untuk menyoroti inkonsistensi pandangan politik
Ahok.
Isu Twitter ini kemudian merembet menjadi
isu media umum dan diperbincangkan secara
luas. Peralihan dari isu media sosial ke media mainstream biasanya membuat suatu isu bisa berkembang ke dua arah: makin ramai dibahas atau justru
mati. Pasalnya ketika memberitakan sesuatu, jurnalis dituntut memperoleh konfirmasi dari sumber
berita yang dituduh. Dengan begitu, secara sadar
atau tidak, sejumlah media mainstream bertindak
sebagai clearing house. Ketika sebuah isu ternyata
tidak punya dasar faktual, biasanya isu itu tidak
lagi menarik diperbincangkan.
Isu kelima, soal prestasi Jokowi di Solo. Ini juga
isu yang disebarkan sejumlah akun dengan nama
samaran di media sosial, pada awal September
2012, sekitar tiga pekan sebelum pencoblosan

BAB 3|Media Massa dan Perannya

putaran kedua. Dikabarkan kalau Jokowi sebenarnya tidak terlalu banyak berprestasi di Solo, berlawanan dengan berbagai pemberitaan selama
ini. Berbagai inisiatifnya diisukan tak berlanjut dan
hanya berhasil di awal peluncurannya.
Tuduhan ini disertai sejumlah data statistik
untuk memperkuat kredibilitasnya. Namun, informasi ini pun tidak mampu menggoyahkan popularitas Jokowi. Apalagi ketika terbukti data-data itu
hanya daur ulang dari sejumlah informasi lawas
yang sudah pernah dibahas di Solo.
Sekali lagi di sini, media mainstream berperan besar untuk menjernihkan informasi atau berperan sebagai clearing house. Memang ada media yang terjebak
menjadi penyebar kampanye hitam dan propaganda
politik dari kedua tim sukses yang bertanding. Tapi tak
sedikit yang dengan berhati-hati memilih dan memilah isu-isu itu. Hanya informasi yang sudah terverifikasi
saja yang dimuat di media massa.
Dengan upaya verifikasi dan konfirmasi yang
dengan sendirinya tersebar juga melalui media sosial, pada akhirnya publik bisa memilah mana isu
yang akurat dan mana yang hanya merupakan bagian dari kampanye hitam para kandidat.

33

34

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Banyaknya media di Jakarta dan relatif luasnya penetrasi media sosial di Ibu Kota membuat
banyak kampanye hitam tak berhasil sampai
mengubah opini dan persepsi khalayak. Berbeda
dengan banyak Pilkada di daerah lain. Biasanya,
keberadaan sebuah isu yang menyesatkan dan
berpotensi menimbulkan keraguan di benak
pemilih, baru disadari pada detik-detik terakhir
menjelang pencoblosan, ketika sudah tak mungkin lagi dinetralisir.
Isu keenam, soal rekayasa kebakaran di
Jakarta. Sepanjang pilkada Jakarta, mungkin ini
salah satu isu yang paling rawan menyebabkan
gesekan dan konflik yang serius. Isu ini bermula
dari serangkaian kebakaran yang membumihanguskan sejumlah permukiman padat dan kumuh
di Jakarta pada Agustus 2012. Potensi kebakaran
di Jakarta memang meningkat berkali-kali lipat
pada musim kemarau.
Nah, di tengah upaya mengatasi kebakaran
itu, beredar pesan berantai melalui blackberry
message yang mengaitkan kebakaran itu dengan upaya mengintimidasi warga agar tidak memilih Jokowi. Agar meyakinkan, dalam pesan itu

BAB 3|Media Massa dan Perannya

disebarkan pula data-data hasil pemilihan pada


putaran pertama. Kebakaran ditengarai terjadi di
kantong-kantong pemilih Jokowi.
Isu ini makin menjadi setelah Foke keceplosan menanyakan pilihan politik seorang warga
korban kebakaran dalam kunjungannya ke lokasi
kebakaran di dekat Tanah Abang, Jakarta Pusat
pada pekan pertama Agustus 2012. Di sana, dia
menjanjikan bantuan rekonstruksi rumah korban
kebakaran. Foke, dengan gaya khasnya, lalu bertanya, Kemarin nyolok siapa? Kalau nyolok Jokowi
mah bangun (rumah--) di Solo aja sono, katanya.
Meski sempat jadi isu panas, publik rupanya
tidak mudah terpancing dengan kabar provokatif macam ini. Apalagi sejumlah media dengan
cermat menekankan fakta bahwa kebakaran di
semua titik di Jakarta adalah problem yang selalu
terjadi setiap tahunnya. Masalahnya, instalasi listrik di kampung-kampung itu memang tumpang
tindih dan rawan korsleting.
Meski begitu, di media sosial dan beberapa media mainstream, isu ini tetap digoreng
sedemikian rupa untuk mempengaruhi persepsi
khalayak. Pada hari-hari kampanye macam ini,

35

36

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

blunder sekecil apapun memang dieksploitasi


habis-habisan untuk keuntungan salahsatu pihak.
Isu ketujuh, video intimidasi pemilih Tionghoa
di Youtube. Video ini beredar menjelang pada akhir
Agustus, sebulan sebelum pencoblosan. Video yang
beredar di Youtube itu berjudul Koboy Cina Pimpin
Jakarta. Isinya benar-benar penuh ancaman dan intimidasi untuk pemilih Tionghoa agar tidak memilih
Ahok sebagai calon Wakil Gubernur. Video itu seolah
mengancam jika Ahok sampai terpilih maka kerusuhan yang melanda Jakarta pada 1998 akan terulang
dan kaum keturunan Tionghoa akan jadi korban.
Berutung, Ahok sendiri tampak ringan dan
percaya diri menghadapi gempuran isu SARA ini.
Dia malah menanggapinya dengan enteng dan
mengaku sudah kenyang digoyang karena latar
belakang etnisitasnya. Dengan demikian, tujuan
propraganda ini pun tidak tercapai.
Senada dengan video itu adalah penyebaran
spanduk bertuliskan: Warga Tionghoa dan Umat
Kristiani Bangga Menjadi Pendukung JokowiAhok. Ayo Buktikan Lagi di Putaran Kedua. Ratusan
spanduk di atas kain putih dengan huruf merah ini
ditemukan di seantero Jakarta sejak awal Agustus

BAB 3|Media Massa dan Perannya

2012. Tak ada satu pun kubu yang mengakui spanduk itu sebagai bagian dari kampanye mereka.
Berbagai isu ini menunjukkan bahwa kompetisi politik yang panas memang memicu berbagai
upaya intimidasi dan disinformasi. Fenomena ini
sebenarnya tidak khas Jakarta. Hampir selalu ada
isu-isu seram yang berusaha mendiskreditkan
para kandidat dalam pemilihan politik seperti ini.
Lagi-lagi, berbeda dengan daerah lain, di
Jakarta sebagian besar dari para pemilih terkoneksi satu sama lain melalui media sosial. Setiap isu
yang jadi viral dan dibahas di media sosial hampir
pasti akan dicheck langsung dan dikonfirmasi oleh
media arus utama.
Lepas dari akurasi maupun keberimbangan
peliputan media mainstream, setidaknya model
interaksi macam ini membuat tidak ada isu gelap
yang bermain di kompetisi politik ini. Semua dibuka dan dibahas secara transparan. Di media sosial,
para netizen atau pengguna internet juga biasanya akan mencari informasi yang bisa memperkuat
atau melemahkan isu yang berkembang.
***

37

38

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Ketujuh isu di atas hanya sebagian dari berbagai isu politik yang muncul selama Pilkada
Jakarta. Jarak waktu antara pemilihan gubernur
putaran pertama sampai putaran kedua yang
cukup lama membuat berbagai kabar beraneka
rupa sempat mewarnai ruang publik, dan berebut perhatian khalayak. Pilkada putaran kedua
berlangsung pada 20 September 2012, lebih
dari dua bulan dari pemungutan suara putaran
pertama.
Akhirnya, setelah pencoblosan, kita semua
tahu pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja
Purnama meme
nangkan Pemilihan Gubernur
Jakarta 2012. Berdasarkan penghitungan atau
rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Jakarta, Jokowi-Ahok memperoleh 2,47 juta suara, sedangkan Foke-Nara hanya mendapat 2,12
juta suara. Jokowi dan Ahok juga dinyatakan lebih
unggul di lima wilayah Jakarta, dan hanya kalah di
satu wilayah yaitu di Kepulauan Seribu.
Selama Juli hingga September 2012, bahkan
sampai buku ini ditulis, Pilkada DKI masih menjadi
isu sentral dalam pemberitaan media lokal maupun nasional. Bisa dibilang media memberi ruang

BAB 3|Media Massa dan Perannya

jauh lebih besar bagi pemberitaan Pilkada DKI


ketimbang pilkada-pilkada lainnya.

Peran Media

Tak bisa dipungkiri, media punya peran teramat penting dalam pembentukan opini publik
pada masa Pemilihan Gubernur Jakarta. Ketujuh
isu yang diulas sebelumnya menjadi bukti
bagaimana persepsi positif maupun negatif calon
pemilih amat tergantung pada informasi macam
apa yang dipublikasikan media.
Meski belakangan media sosial juga memainkan peran vital, keberadaan media mainstream dan
perannya untuk menambah maupun mengurangi
peluang seorang kandidat masih amat berpengaruh. Daya jangkaunya yang luas dan akses para
jurnalis media mainstream pada sumber informasi
yang tak bisa ditembus para jurnalis warga (citizen
journalists) membuat media mainstream masih
dianggap sebagai acuan informasi utama di mata
publik. Keberadaan versi online dari media mainstream juga berperan penting menjaga tingkat
pengaruh media di era Twitter dan Facebook seperti sekarang.

39

40

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Karena itulah, tak heran jika sedari awal, sejak


proses pemilihan gubernur Jakarta pertama kali
bergulir, para operator tim sukses kandidat sudah berusaha mendekati pengelola media massa.
Macam-macam cara dan strategi digunakan. Mulai
pembelian slot waktu siaran, pembelian halaman
koran, blocking time di media audiovisual, kerjasama pembuatan advertorial dan macam-macam
lagi.
Penting untuk ditekankan di sini, bahwa kerjasama yang tegas di wilayah iklan, jelas bukan
sesuatu yang pantas dikhawatirkan. Akan tetapi
masalah mulai muncul ketika kerjasama tim sukses
kandidat dengan media, mulai memasuki wilayah
jurnalistik atau pemberitaan.
Ketika sebuah berita sengaja dibuat untuk
keuntungan salahsatu kandidat yang sudah membayar redaksi, maka publik dirugikan. Kepentingan
khalayak untuk mendapat peliputan yang imparsial, obyektif dan jujur mengenai semua kandidat
agar mereka punya cukup informasi sebelum
menjatuhkan pilihan pada salahsatu kandidat
akhirnya tak terpenuhi.
Penting untuk dicatat, ideologi politik redaksi

BAB 3|Media Massa dan Perannya

media sebenarnya tak sepenuhnya haram. Pada


1950-1960an, lazim saja jika ada media yang memang mengusung ideologi politik tertentu. Kita
pernah mengenal Harian Rakyat yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia, Harian Pedoman
yang konon berafiliasi dengan Partai Sosialis
Indonesia, dan koran-koran politik lain.
Itu semua berubah ketika Orde Baru berkuasa.
Soeharto dan aparatur propaganda Orde Baru melarang media punya afiliasi politik selain Pancasila.
Semua redaksi media harus bekerja untuk menjaga stabilitas politik, atau dengan kata lain ikut memastikan status quo yakni kekuasaan Golkar
tetap langgeng.
Walhasil, sejak itu redaksi media tak pernah
secara terbuka mendukung seorang kandidat atau
partai politik. Imparsialitas model ini merupakan
warisan jaman Orde Baru yang memang melarang
politik praktis memasuki ruang redaksi.
Tradisi imparsialitas redaksi di Indonesia ini
berbeda dengan kebijakan editorial media massa
di sebagian Eropa dan Amerika. Media massa di
sana bisa terang-terangan menyatakan dukungannya pada salahsatu kandidat di penghujung

41

42

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

sebuah musim kampanye. Tentu secara teoritis


dukungan itu diberikan berdasarkan pertimbangan idelogis dan garis kebijakan editorial media
tersebut.
Ada perbedaan mendasar antara sikap redaksi
yang mendukung seorang kandidat politik, karena
ideologi atau karena melayani kepentingan pembayar iklan tertinggi. Ketika media memilih mendukung seorang kandidat karena aspek bisnis,
maka akurasi dan integritas media itu menjadi taruhannya. Di sini independensi media dalam pemberitaan menjadi terancam dan jurnalis bisa turun
derajat hanya menjadi corong bagi kandidat.
Masalahnya, tak mudah membongkar kerjasama khusus antara redaksi media ingat, redaksi, bukan bagian iklan-- dan tim sukses kandidat.
Yang bisa dilakukan untuk mengendus kongkalikong model ini adalah mengungkap indikasi adanya relasi spesial antara media tertentu dan tim
sukses kandidat tertentu.
Salahsatu cara yang bisa dipakai adalah dengan
menganalisa pola pemberitaan suatu media terhadap
kandidat. Intensitas pemberitaan, arah pemberitaan,
dan berimbang tidaknya berita yang dimuat bisa jadi

BAB 3|Media Massa dan Perannya

petunjuk soal ada tidaknya kerjasama spesial antara


media dan kandidat gubernur.
Untuk itulah, riset ini dilakukan. Penelitian
ini mencoba mencari apakah ada media yang
secara berlebihan menunjukkan dukungan atau
kecenderungan pada salahsatu kandidat dalam
Pemilihan Gubernur Jakarta. Hasil riset analisis isi
media ini kemudian dipadukan dengan wawan
cara kualitatif untuk mencaritahu ada apa di balik
pola pemberitaan media tersebut.
Total ada 16 media yang diteliti. Sebanyak 4
media online, 8 media cetak, dan 4 televisi nasional
ditelisik dengan cermat untuk memperoleh infor
masi mengenai intensitas dan pola pemberitaan
mereka. Keberimbangan adalah kata kunci riset ini.
Adapun media yang diteliti adalah detik.com,
kompas.com, viva.co.id dan okezone.com untuk
kategori media online. Sedangkan untuk media
cetak lokal Jakarta, ada Warta Kota, Pos Kota, Indo
Pos dan Koran Jakarta. Media nasional yang diteliti
adalah Kompas, Koran Tempo, Suara Pembaruan
dan Republika. Terakhir, untuk kategori media
televisi, peneliti menelisik MetroTV, TV One, JakTV
dan RCTI.

43

44

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Ke-16 media ini dipilih berdasarkan kebera


gaman kepemilikan mereka, keberagaman kecen
derungan politik editorial mereka, luasnya cakupan
media-media ini, dan kedekatan pemberitaan
media tersebut dengan isu Jakarta. n

BAB 4|Metodologi Riset

BAB 4
Metodologi Riset

ebagai organisasi jurnalis yang menge


depankan independensi dan integritas,
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta
menaruh perhatian besar pada keberim
bangan liputan media sepanjang Pemilihan
Gubernur DKI Jakarta 2012.
AJI Jakarta menyadari bahwa media berper
an besar untuk menyampaikan informasi kepada
warga mengenai proses sebuah kompetisi politik
dan latar belakang para kandidat. Akan tetapi, sep
erti sudah ditegaskan pada bagian sebelumnya,

45

46

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Kusut Masai Daftar Pemilih: Direktur Eksekutif Pusat Pergerakan


Pemuda Indonesia (P3I) Achmad Nur Hidayat saat memberikan
keterangan kepada wartawan mengenai Carut Marut Daftar Pemilih
Pilkada DKI Jakarta di Jakarta, Kamis, 17 Mei 2012. Berdasarkan temuan
P3I menyimpulkan telah terjadi kesalahan sistematis dan masif dalam
penentuan jumlah data pemilih sementara dalam menyelenggarakan
pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2012 sehingga pembatalan Pilkada
wajib dilakukan. [TEMPO/STR/Dasril Roszandi; DS2012051703]

potensi perselingkuhan media dengan tim sukses


para kandidat untuk mempengaruhi opini publik,
juga patut diwaspadai.
Jika dibiarkan tanpa koreksi, suara miring
mengenai integritas dan kredibilitas media bisa
menggerus kepercayaan publik (public trust)
pada media massa. Ini jelas sesuatu yang tak bisa
dibiarkan. Demokrasi membutuhkan peran media
yang imparsial dan independen.

BAB 4|Metodologi Riset

Ketika nilai dasar jurnalisme dipertanyakan,


ketika publik merasa kepentingannya dipinggirkan
dalam peliputan media, maka warga tak lagi punya
acuan yang bisa dipercaya dalam memilah lautan
informasi di era keterbukaan macam sekarang.
Publik yang terombang-ambing ini rawan sekali
diarahkan untuk kepentingan politik salahsatu
kubu yang piawai memanipulasi informasi.
Tentu saja, peran menyediakan informasi untuk
kepentingan publik ini bukan hanya tanggung
jawab media mainstream semata. Namun, ketika
daya jangkau jurnalisme warga (citizen journalism)
dan media sosial belum terlalu luas, peran media
mainstream masih teramat vital.
AJI sendiri punya kepentingan untuk senan
tiasa menjaga ruh independensi media. Sejak
berdiri pada 7 Agustus 1994 sebagai reaksi atas
pembreidelan majalah Tempo, Detik dan Editor
oleh rejim Orde Baru/Soeharto, AJI konsisten
membela kebebasan pers, melawan jurnalisme
suap/amplop, dan mempromosikan pentingnya
profesionalisme dan serikat pekerja bagi pekerja
media.

47

48

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Metodologi

Penelitian ini pertama-tama menggunakan


analisis isi kuantitatif terhadap berita-berita dari
media yang sudah dipilih menjadi sample. Analisis
berita itu dilakukan dengan lembar koding untuk
mengambil data-data berita yang relevan terkait
dengan tujuan penelitian.
Kemudian, peneliti memasukkan lembar kod
ing tersebut pada proses pengolahan data SPSS
(Statistic Package for Social Science).
Untuk mengukur pola peliputan media yang
menjadi obyek penelitian, ada sejumlah param
eter yang menjadi acuan riset ini. Pertama, jumlah
pemberitaan tentang Pilkada DKI Jakarta untuk
masing-masing media yang menjadi obyek pene
litian ini. Kedua, topik atau tema pemberitaan
yang dimuat oleh media obyek penelitian. Ketiga,
porsi pemberitaan dihitung dari jumlah foto kan
didat yang dimuat. Keempat, porsi pemberitaan
berdasarkan pemuatan berita tunggal mengenai
kandidat. Kelima, keberimbangan berita yang
diriset. Keberimbangan diukur dari ada tidaknya
konfirmasi pada berita-berita yang dinilai kontro
verial. Selain itu, keberimbangan juga dilihat dari

BAB 4|Metodologi Riset

sisi topik/angle berita yang dipilih serta nada/tone


pemberitaan media mengenai para kandidat.
Riset dilakukan secara regular untuk setiap
berita yang dimuat oleh ke-16 media yang men
jadi obyek penelitian dalam kurun waktu JuniSeptember 2012. Periode itu mencakup masa
pendaftaran kandidat, kampanye, pemungutan
suara, dan penghitungan suara pada putaran per
tama dan menjelang putaran kedua Pilkada. Total
ada 7.396 berita yang menjadi obyek riset ini.
Untuk mencari tahu kaitan antara pola pember
itaan media dan relasi khusus yang dibangun tim
sukses kandidat dengan media massa, penelitian
ini juga melakukan wawancara dengan setiap tim
sukses kandidat Pilkada dan para pengelola redaksi,
orang-orang yang ada di balik pemberitaan media.
Wawancara tim sukses kandidat dilakukan un
tuk mengetahui bagaimana pola hubungan tim
sukses dengan media, strategi komunikasi tim suk
ses, dan hasil evaluasi mereka mengenai dampak
pemberitaan media terhadap kampanye kandidat.
Sedangkan wawancara dengan pemimpin re
daksi, atau wakil pemimpin redaksi atau redaktur

49

50

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

pelaksana dari media yang diteliti bertujuan untuk


meminta konfirmsi dan respon atas temuan riset
kuantitatif. Wawancara dengan elite media juga
dilakukan untuk mengetahui apa nilai-nilai yang
mempengaruhi media ketika memutuskan menu
runkan pemberitaan tertentu mengenai pilkada
Jakarta. n

BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

BAB 5
Hasil Riset Kuantitatif

emeriksa ribuan berita untuk


sebuah periode peliputan yang
panjang tentu bukanlah perkara
yang gampang. Untuk itu, demi
memudahkan analisa, periode riset ini dibagi
menjadi empat bagian.
Bagian pertama adalah 1-15 Juni 2012, lalu 1630 Juni 2012. Bagian ketiga analisa dilakukan untuk periode 1-31 Juli 2012 dan terakhir pada 1-13
September 2012.

51

52

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Meski begitu, pembahasan atas hasil analisa


tetap dilakukan berdasarkan dua periode saja:
yakni sekitar putaran pertama Pilkada Jakarta
selama dua bulan (1 Juni 2012-31 Juli 2012) dan
sekitar putaran kedua Pilkada selama satu bulan (1
Agustus-13 September 2012).

PUTARAN PERTAMA
A. Jumlah Berita
Kompas.com
Detik.com
Okezone.com
Vivanews.com
Indopos
Wartakota
Poskota
Republika
RCTI
Koran Tempo
Metro TV
Suara Pembaruan
Kompas
Koran Jakarta
TV One
Jak TV

162
127
113
100
87
87
84
65
39
0

100

200

300

610

443

261
219
218

400

500

794

600

700

800

851

900

Dari hasil analisa mengenai jumlah berita saja,


tampak bahwa mayoritas pemberitaan Pilkada
Jakarta didominasi oleh media online. Baru disusul
oleh jumlah berita di koran lokal, koran nasional
dan kemudian televisi.

BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

Ini klop dengan sifat alamiah dari ketiga platform media ini. Media online memang unggul
dari sisi kuantitas berita dan peliputan langsung,
sementara koran memiliki halaman yang terbatas,
namun bisa memprioritaskan isu tertentu dan menambah halaman bila perlu. Hanya televisi yang
ruang pemberitaannya memang dibatasi oleh
waktu dan frekuensi penyiaran yang terbatas.
Dengan demikian, wajar saja jika jumlah pemberitaan tentang isu ini paling sedikit di televisi.
Tapi belum tentu, proporsi pemberitaan Pilkada
Jakarta, dibandingkan total persentase pemberitaan di stasiun televisi itu, rendah.
Empat media yang beritanya paling banyak
soal Pilkada adalah media online. Kompas.com
menjadi juara di sini.Sementara dari kategori koran
lokal, Indo Pos ada di urutan teratas. Kategori media cetak nasional dikuasai Republika. Sementara
untuk televisi, RCTI yang mendominasi dari sisi
jumlah berita Pilkada DKI Jakarta.

53

54

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

B. Tema Pemberitaan

Dari sisi tema pemberitaan, riset ini menemukan sejumlah topik yang mendominasi pemberitaan media sekitar dua bulan masa putaran pertama
Pilkada 2012. Ada soal kampanye para kandidat (ini
juga mencakup latar belakang, visi-misi dan program
mereka), pelaksanaan Pilkada sendiri (persiapan KPU
Jakarta, logistik, pro kontra soal daftar pemilih tetap),
perebutan dukungan menjelang putaran kedua,
pendaftaran kandidat, regulasi dan kecurangan.
Hasil analisa kuantitatif menunjukkan bahwa
sebagian besar media lebih fokus pada isu kampanye Pilkada ketimbang isu lain. Ini wajar saja
karena kampanye Pilkada yang terjadi setiap hari
pada periode ini mau tak mau mendikte materi
pemberitaan media.

BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

Meskipun tak kalah penting, secara kuantitas,


sulit untuk memaksakan ada materi berita mengenai kecurangan Pilkada, atau pro kontra mengenai
regulasi atau logistik Pilkada, setiap saat. Itulah sebabnya topik pemberitaan mengenai kampanye
para calon Gubernur Jakarta jadi terkesan mendominasi pada periode ini.

C. Foto Kandidat

Pada kategori ini, hal pertama yang menarik


perhatian adalah perbedaan porsi pemuatan foto
kandidat di tiga periode yang diteliti.
Pada periode pertama Pilkada Jakarta (1-15
Juni), jumlah foto calon Golkar Alex Noerdin mendominasi. Pada periode berikutnya (16-30 Juni),
giliran jumlah foto calon Demokrat Fauzi Bowo

55

56

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

yang paling banyak muncul di media massa. Nah,


pada periode final (1-31 Juli 2012), justru foto
calon PDIP Jokowi yang paling sering dimuat.
Dari hasil analisa kualitatif berdasarkan wawancara dengan redaksi media, perbedaan ini muncul karena periodisasi kerjasama antara tim sukses
kandidat dan para media. Pada awal masa kampanye, tim sukses Alex Noerdin gencar memasang
iklan di media. Menjelang pemilihan putaran pertama, giliran tim sukses Fauzi Bowo yang rajin memasang iklan. Pada detik-detik mendekati hari pemungutan suara, tim Jokowi menyalip di tikungan.

D. Berita Tunggal Kandidat

BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

Analisa atas pemuatan berita tunggal (tidak


ada liputan tentang kandidat lain dalam berita
yang sama) tentang para kandidat Gubernur
Jakarta menunjukkan hasil yang persis sama dengan analisa mengenai jumlah foto kandidat pada
periode pertama.
Pada periode pertama Pilkada Jakarta (1-15
Juni), jumlah berita tunggal tentang Alex Noerdin
paling banyak. Pada periode berikutnya (16-30
Juni), giliran jumlah berita tunggal mengenai
Gubernur inkumben Fauzi Bowo yang paling
sering muncul di media massa. Nah, pada periode
final (1-31 Juli 2012), lagi-lagi berita tunggal tentang Jokowi yang jadi jawara. Ini sama dengan hasil analisa mengenai pemuatan foto kandidat.
Penjelasan untuk tren ini bisa dicari pada kontrak iklan kampanye yang kabarnya memang didominasi pasangan Alex Noerdin-Nono dan FokeNara pada pekan-pekan pertama Pilkada Jakarta.
Sementara kemunculan Jokowi sebagai pemenang
putaran pertama Pilkada Jakarta pada 11 Juli 2012
bisa menjelaskan mengapa berita tunggal dan foto
mengenai Walikota Solo ini jadi melebihi semua pesaingnya pada kurun waktu 1-31 Juli 2012.

57

58

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Sementara jika dilihat per media, hasilnya berbeda lagi.


Fauzi Bowo-Nachrowi R

Hendardji S-A. Riza Patria

Joko Widodo-Basuk Tjahja P

Hidayat Nurwahid-Didik JR

Faisal Basri-Biem Benyamin

Alex Noerdin-Nono Sampono

86
68
39

38

22

11

35

49

46

26 27

Detik.Com

61

57

49

46
22

20

12

16

Kompas.Com

Okezone.Com

20

10

10 6

Vivanews.Com

Pada kelompok media online, tampak bahwa


detik.com, okezone.com dan viva.co.id paling banyak memuat berita tunggal tentang Jokowi. Hanya
Kompas.com yang paling banyak memuat berita
tunggal mengenai Alex Noerdin.
Fauzi Bowo-Nachrowi R
Joko Widodo-Basuk Tjahja P
Faisal Basri-Biem Benyamin

Hendardji S-A. Riza Patria


Hidayat Nurwahid-Didik JR
Alex Noerdin-Nono Sampono

16

15

12
8

2 2 2
Kompas

6
1

3
0

9 9
4
1

0 0

Koran Tempo

Republika

Suara Pembaruan

Pada kelompok koran nasional, Kompas justru paling banyak memuat berita tunggal mengenai
Faisal Basri. Ini mengindikasikan, meski satu grup,

Foto : Antara/Prasetyo Utomo/ www.republika.co.id

BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

kecenderungan pilihan editorial redaksi Kompas.


com dan Harian Kompas belum tentu sama. Bisa
juga perbedaan ini bukan soal kebijakan redaksi,
melainkan lebih karena tingginya frekuensi kegiatan
Alex yang diliput Kompas.com sebagai media online.
Justru sama dengan Kompas.comHarian
Republika yang paling banyak memuat berita
tunggal mengenai Alex Noerdin.
Sementara Harian Suara Pembaruan paling
banyak menampilkan Jokowi dan Koran Tempo
paling sering memuat berita tunggal tentang
Fauzi Bowo.
Fauzi Bowo-Nachrowi R
Hidayat Nurwahid-Didik JR

Hendardji S-A. Riza Patria


Faisal Basri-Biem Benyamin

Joko Widodo-Basuk Tjahja P


Alex Noerdin-Nono Sampono

49
42
31
25

35

30

27

21

19
4

Indopos

0 0 0 0
Koran Jakarta

13 15 15 15

23 25

19

16
9

0
Poskota

Wartakota

Untuk kategori koran lokal, nampak bahwa


Indo Pos paling sering memuat berita tunggal
mengenai Alex Noerdin. Sementara Warta Kota

59

60

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

dan Pos Kota kompak memuat berita Fauzi Bowo


lebih sering. Koran Jakarta memilih menampilkan
kandidat Faisal Basri lebih banyak.
Fauzi Bowo-Nachrowi R

Hendardji S-A. Riza Patria

Joko Widodo-Basuk Tjahja P

Hidayat Nurwahid-Didik JR

Faisal Basri-Biem Benyamin

Alex Noerdin-Nono Sampono

10

8
3 3

6
1 1

Jak TV

5
1

2 2

Metro TV

9
6 6

3
0
RCTI

2 2

1 1

TV One

Pada kategori televisi, berita tunggal mengenai Jokowi paling sering muncul di JakTV dan RCTI.
Metro TV paling sering memuat berita tunggal
tentang Fauzi Bowo. Sementara TVOne menampilkan berita tunggal tentang Jokowi dan Hendardji
Soepanji lebih sering ketimbang yang lain.
Dengan demikian, tampaklah bahwa selama
periode pertama (1 Juni-31 Juli 2012) dari aspek
pemuatan berita tunggal, kandidat Fauzi Bowo paling
sering muncul di Warta Kota, Pos Kota, Koran Tempo
dan MetroTV. Sementara kandidat Alex Noerdin paling sering muncul di Kompas.com, Republika dan
Indo Pos. Kandidat Jokowi mendominasi di media
online: detik.com, viva.co.id dan okezone.com, juga
di Harian Suara Pembaruan, JakTV, RCTI dan TVOne.

BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

Dari hasil itu, tampak bahwa tiga kandidat yang


diusung partai besar ini (Jokowi-PDIP, Alex-Golkar
dan Foke-Demokrat) membagi rata pendekatan
tim suksesnya ke media online, koran/teve lokal
dan koran/teve nasional.
Strategi serupa tak nampak dari para calon
independen. Berita tunggal mengenai calon independen Faisal Basri misalnya hanya sering dimuat
Harian Kompas dan Koran Jakarta. Sementara
calon independen Hendardji Soepandji hanya
sering dimuat sebagai berita tunggal di TVOne.

E. Keberimbanga

Salahsatu faktor yang juga dicermati dalam


riset ini adalah soal keberimbangan pemberitaan.
Artinya, ketika sebuah media mempublikasikan
sebuah informasi yang bernada menuduh pihak
tertentu, dibutuhkan konfirmasi dari si tertuduh
secepatnya. Idealnya, verifikasi dan konfirmasi dari
pihak tertuduh dimuat dalam berita yang sama.
Kenyataannya, faktor ini masih belum bisa
sepenuhnya dilaksanakan media massa yang menjadi obyek riset ini. Sepanjang periode pertama riset, ada 74 persen berita yang ditulis secara tidak

61

62

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

berimbang. Dari jumlah itu, hampir 60 persen di


antaranya terjadi di media online.

10%
Satu sisi

16%

Dua sisi

74%

Lebih dari dua sisi

Yang lebih gawat, media masih seringkali abai


melakukan konfirmasi meski berita yang dimuat
mengandung kontroversi. Pada periode ini, ada
2.141 berita mengandung kontroversi dari total
5.445 berita yang diteliti. Dari jumlah itu, hanya
588 berita atau 27, 5 persen yang dimuat dengan
konfirmasi. Sisanya sebanyak 72, 5 persen berita
dimuat langsung tanpa memperhatikan faktor
keberimbangan.
Lepas dari soal mengandung kontroversi atau
tidak, riset ini mencatat ada 64 persen berita selama periode pertama ini yang tidak berimbang.

BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

PUTARAN KEDUA
A. Jumlah Berita
Jak TV
Kompas
Republika
Wartakota
RCTI
Koran Jakarta
Suara
TV One
Metro TV
Koran Tempo
Poskota
Indopos
Vivanews.com
Kompas.com
Detik.com
Okezone.com
0

25
46
53
56
58
58
78
94
98
103
130
256
422
619
733
768
200

400

600

800

1000

Pada periode kedua ini, ada 3.597 berita tentang Pilkada Jakarta yang harus ditelisik. Tak berbeda jauh dibandingkan putaran pertama, media
online lagi-lagi mendominasi jumlah berita mengenai Pilkada.
Tapi jawara untuk periode kedua ini adalah
Okezone.com. Situs berita yang merupakan bagian dari grup MNC milik konglomerat Harry
Tanoesudibjo ini menggeser dominasi Kompas.
com yang pada periode sebelumnya mempublikasikan berita terbanyak.
Sementara dari kategori koran lokal, Indo Pos
tetap ada di urutan teratas, sama dengan periode

63

64

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

sebelumnya. Kategori media cetak nasional dikuasai Koran Tempo, yang menggusur Republika.
Sementara untuk televisi, MetroTV menggantikan
posisi RCTI yang mendominasi dari sisi jumlah berita Pilkada DKI Jakarta putaran kedua ini.
Dinamika seputar media yang lebih banyak
mempublikasikan berita soal Pilkada DKI Jakarta
pada putaran kedua ini menandakan makin panasnya kompetisi politik ini. Banyaknya berita di
dua stasiun televisi berita, MetroTV dan TVOne,
misalnya, menunjukkan makin besarnya perhatian
publik pada proses ini.

B. Tema Pemberitaan
22

Sengketa Pemilu
Kecurangan pada hari H Pemilu

74

Masalah logistik

79

Pelaksanaan Pemilu

101

Kecurangan

117
140

Pendaftaran
Regulasi

188

Kampanye

202
324

Isu SARA

628

Dukungan untuk putaran kedua

1698

Lainnya
0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

Dari sisi tema pemberitaan, sebulan masa


putaran kedua Pilkada Jakarta 2012 yang ditelisik
menampilkan beragam topik baru

BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

Ada lebih dari 10 jenis tema pemberitaan yang


muncul. Mulai dari soal sengketa hasil Pilkada
putaran pertama, kecurangan, regulasi, isu Suku
Agama Ras dan Antar-golongan (SARA) yang mendominasi kampanye dan banyak lagi.
Tapi hasil analisa kuantitatif menunjukkan bahwa
sebagian besar media lebih fokus pada isu-isu seputar Pilkada yang mereka kembangkan sendiri. Itulah
sebabnya isu lain-lain menduduki perangkat teratas
dari survei ini. Topik yang dikembangkan sendiri ini
mencakup penekanan pada visi dan misi kandidat,
program unggulan yang hendak dijalankan kandidat,
harapan warga atas gubernur baru, dan seterusnya.
C. Foto Kandidat

48%

Fauzi Bowo
Nachrowi R.

52%

Joko Widodo Basuki


Tjahaja

Berbeda dengan periode pertama, dimana


ada enam kandidat yang berebut perhatian, kini

65

66

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

hanya ada dua kandidat yang saling berhadapan:


Jokowi vs Foke. Keduanya sudah bersaing ketat
pada putaran pertama.
Pada periode kedua ini, tampak bahwa intensitas pemuatan foto Foke di media massa kembali
menyalip Jokowi. Ada 52 persen foto Fauzi Bowo
di berbagai media yang jadi obyek riset ini. Pada
putaran sebelumnya, tiga kandidat: Alex Noerdin,
Foke dan Jokowi bergiliran jadi primadona media,
dengan Jokowi mendominasi pekan-pekan terakhir menjelang dan sesudah pencoblosan putaran
pertama.

D. Berita Tunggal Kandidat

49%

Fauzi Bowo
Nachrowi R.

51%

Joko Widodo Basuki


Tjahaja

Lagi-lagi, sama dengan periode pertama, kandidat yang paling sering muncul sebagai berita tunggal di media massa sama dengan kandidat yang
fotonya paling sering dimuat. Ada korelasi antara

BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

intensitas pemuatan foto dan berita tunggal dari


satu kandidat. Sepanjang putaran kedua Pilkada
DKI Jakarta, ada 51 persen berita tunggal tentang
Foke, dibandingkan 49 persen tentang Jokowi.
Perbedaan yang tipis hanya 2 persenini
menandakan ketatnya kompetisi kedua kandidat
dalam memperebutkan ruang pemberitaan media. Saking ketatnya kompetisi ini, jika periode riset diperpanjang sampai hari pencoblosan pada 20
September 2012, hasil akhirnya bisa saja berbeda.
214

228 233

202

104

116
71

90

Fauzi Bowo-Nachrowi R
Joko Widodo-Basuki Tjahja
P

Jika diperhatikan per media, maka tampak


bahwa berita tunggal tentang Fauzi Bowo lebih
banyak di detik.com saja. Sementara tiga media
online lain yang diteliti: Okezone.com, Kompas.
com dan viva.co.id lebih banyak menampilkan
berita tunggal tentang Jokowi.

67

68

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Hasil ini berbeda dibandingkan putaran pertama, ketika detik.com, okezone.com dan viva.co.id
paling banyak memuat berita tunggal tentang
Jokowi. Hanya Kompas.com yang paling banyak
memuat berita tunggal mengenai Alex Noerdin.
Artinya ada pergeseran di detik.com dan Kompas.
com, sementara Viva dan Okezone konsisten lebih
banyak memuat berita tunggal mengenai Jokowi.
16
13
11
9

1 1
Kompas

Koran
Tempo

Joko Widodo-Basuki
Tjahja P

Republika

Fauzi Bowo-Nachrowi R

Suara
Pembaruan

Dari empat koran nasional yang diteliti, tampak bahwa hanya Koran Tempo yang memuat berita tunggal tentang Fauzi Bowo lebih banyak dari
Jokowi. Republika dan Suara Pembaruan memberi
ruang lebih banyak untuk berita tunggal tentang
Jokowi, sementara Kompas bersikap netral dan
memberi ruang sama banyak untuk kedua kandidat.
Jika dibandingkan dengan hasil riset pada
putaran pertama, ada sejumlah pergeseran. Harian

BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

Kompas sebelumnya lebih banyak memuat kandidat independen Faisal Basri. Begitu Faisal tak lolos
ke putaran kedua, koran terbesar ini tampaknya memilih memberi ruang yang berimbang untuk kedua
kandidat. Pergeseran juga terjadi pada Republika,
yang pada putaran pertama lebih banyak memuat
berita tunggal mengenai Alex Noerdin.
Konsistensi nampak pada Suara Pembaruan
dan Koran Tempo. Sejak putaran pertama, Suara
Pembaruan memang lebih banyak memuat berita
Jokowi dan Koran Tempo memang lebih sering
menulis berita tunggal tentang Fauzi Bowo.
80
62
45

Fauzi Bowo-Nachrowi R
Joko Widodo-Basuki Tjahja P

3
Indopos

Koran Jakarta

Poskota

11

Wartakota

Dari analisis isi atas empat koran lokal Jakarta,


nampak bahwa Indo Pos, Koran Jakarta, dan Pos
Kota memberi ruang lebih besar untuk Fauzi Bowo
dan hanya Warta Kota yang memberi porsi pemberitaan tunggal lebih banyak untuk Jokowi.

69

70

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Jika dibandingkan dengan putaran pertama,


konsistensi diperlihatkan Pos Kota yang memang sejak awal memberi porsi berita tunggal lebih banyak
pada Foke. Pergeseran terjadi pada Indo Pos (semula
Alex Noerdin, lalu berpindah pada Foke), Warta Kota
(semula Foke, lalu berubah lebih ke Jokowi) dan Koran
Jakarta (semula Faisal Basri, lalu condong pada Foke).
Sekali lagi, bisa saja pergeseran ini lebih disebabkan oleh intensitas peliputan yang memang
berubah sesuai dengan banyaknya event yang digelar para kandidat di lapangan. Jadi, belum tentu
pergeseran ini menandakan perubahan kebijakan
editorial atau perubahan kontrak iklan antara media
itu dengan salahsatu tim sukses kandidat misalnya.
Dugaan macam itu membutuhkan data tambahan,
yang akan dielaborasi pada bagian selanjutnya.

26

24

Fauzi Bowo-Nachrowi R
11

8 9

11
Joko Widodo-Basuki
Tjahja P

2 2
Jak TV

Metro TV

RCTI

TV One

Dari sisi penayangan berita tunggal di televisi,

BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

nampak bahwa Jokowi mendominasi frekuensi


penyiaran. Semua televisi yang diteliti, lebih sering
menampilkan berita tunggal mengenai Jokowi,
ketimbang Foke. Hanya JakTV saja yang sama-sama memberikan ruang setara untuk berita mengenai kedua kandidat.
Ini berbeda dibandingkan putaran pertama.
Ketika itu, justru JakTV paling sering memuat berita tunggal tentang Jokowi. Konsistensi diperlihatkan TVOne dan RCTI yang sejak putaran pertama
memberi ruang pemberitaan lebih untuk berita
tunggal Jokowi. MetroTV yang semula lebih banyak menampilkan berita Fauzi Bowo, kini pada
putaran kedua, lebih banyak memberi ruang untuk berita tunggal tentang Jokowi.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa
selama periode kedua (1 Agustus-13 September
2012) dari aspek pemuatan berita tunggal, kandidat Fauzi Bowo paling sering muncul di detik.com,
Koran Tempo, Indo Pos, Pos Kota, dan Koran Jakarta.
Sementara kandidat Jokowi paling sering
ditampilkan sebagai berita tunggal di okezone.
com, Kompas.com, Viva.co.id, Republika, Suara
Pembaruan, Warta Kota, MetroTV, TVOne dan RCTI.

71

72

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Ada dua media yang memberikan ruang sama


persis untuk kedua kandidat yakni Harian Kompas
dan JakTV.
Dari komposisi ini bisa dilihat pula strategi
pemberitaan kedua tim sukses. Tim sukses Jokowi
mendominasi pemberitaan di media online dan
televisi. Tiga dari empat media yang diteliti di
kedua kategori ini memberi ruang lebih untuk tim
Jokowi. Sementara tim sukses Fauzi Bowo bermain
habis-habisan di koran lokal, dimana tiga dari empat media yang diteliti memberi ruang lebih untuk
tim Foke. Meski dominan juga di koran nasional,
tim Jokowi hanya unggul di dua dari empat media
yang diteliti.

E. Keberimbangan

Dari sisi keberimbangan, performa mediamedia yang diteliti pada periode kedua belum
menunjukkan perkembangan berarti. Jumlah berita yang mengandung satu sisi pemberitaan saja
masih mencapai 75 persen dari total berita yang
diteliti. Ini hanya bergeser 1 persen dibandingkan
hasil pada putaran pertama, dimana ada 74 persen berita yang hanya menampilkan satu sisi dari
topik yang diangkat.

BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

7%

Satu Sisi

18%

Dua sisi
75%

Lebih dari dua


sisi

Sementara jika dilihat dari ada tidaknya konfirmasi yang dilakukan pada berita yang mengandung topik kontroversial, performa media yang
diteliti pada putaran kedua menunjukkan sedikit
perbaikan dibandingkan pada putaran pertama.
Pada putaran kedua ini, ada 874 berita yang
mengandung kontroversi di 16 media yang diteliti. Dari jumlah itu, ada 379 berita atau 43, 4 persen
yang berisi konfirmasi dari pihak yang dituding. Ini
lebih baik ketimbang persentase berita kontroversial berisi konfirmasi pada periode pertama yang
hanya 27, 5 persen.
Selain persentase berita satu sisi dan berita
tanpa konfirmasi, keberimbangan media dalam
riset ini juga dinilai dari nada negatif atau positif
yang diterima kandidat dalam pemberitaan.

73

74

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Pada pemberitaan media menjelang putaran


kedua Pilkada Jakarta, Fauzi Bowo mendapat
pemberitaan dengan nada positif dan negatif
lebih banyak dari Jokowi. Tapi apabila hasil putaran
kedua dijumlahkan dengan putaran pertama,
maka akan tampak hasil yang berbeda.
Secara total, Jokowi menerima pemberitaan
positif jauh lebih banyak ketimbang Fauzi, yaitu
dengan porsi 810 berita dibandingkan Fauzi
Bowo yang hanya 660 berita. Sebaliknya, Fauzi
memperoleh pemberitaan negatif yang juga jauh
lebih banyak ketimbang Jokowi, yaitu 260 berita
ketimbang Jokowi yang hanya berjumlah 172
berita n

BAB 6|Di Balik Angka

BAB 6
Di Balik Angka

ngka dan persentase hasil riset kuantitatif pada bab sebelumnya membuka mata kita bahwa media tidak bisa
sepenuhnya mengklaim diri telah
berimbang dalam peliputan Pilkada Jakarta 2012.
Ada media yang konsisten menempatkan berita tunggal dan foto mengenai satu kandidat lebih
dominan dibandingkan kandidat lain. Ada yang
kecenderungan fokus beritanya berubah memasuki putaran kedua pemilihan. Tapi temuan yang

75

76

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

paling penting tentu terkait tidak berimbangnya


media dalam menampilkan semua sisi dari sebuah
topik, kurangnya konfirmasi dalam pemberitaan
kontroversial dan begitu kontrasnya nada pemberitaan yang bisa positif atau negatif mengenai
satu kandidat.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah
apakah ketakberimbangan dan positif/negatifnya
pemberitaan itu merupakan desain redaksi media
yang bersangkutan, atau merupakan konsekuensi
dari intensitas kampanye dan realitas di lapangan?
Kemungkinan pertama, secara riil di lapangan,
tim Jokowi lebih sering mengadakan acara dan kegiatan yang pantas diliput media. Akibatnya, tentu
saja produksi berita hasil peliputan media tentang
Jokowi juga otomatis lebih banyak ketimbang tim
Foke. Tapi kemungkinan ini kecil.
Kemungkinan kedua, secara riil di lapangan,
jumlah narasumber yang netral tidak banyak.
Jika narasumber yang bisa bercerita positif tentang pencapaian Foke lebih sedikit dibandingkan Jokowi, tentu tidak bisa dihindari akan muncul pencitraan yang lebih positif untuk Jokowi
ketimbang Foke. Kemungkinan ini juga kecil.

BAB 6|Di Balik Angka

Kemungkinan ketiga, redaksi memang berpihak. Pertanyaannya, apakah keberpihakan itu


dilakukan berdasarkan pertimbangan editorial
atau dorongan pengiklan. Nah, data penting yang
dibutuhkan untuk memetakan relasi antara tim
sukses kandidat dan redaksi media adalah besaran
belanja iklan media para kandidat.
Masalahnya, sulit sekali mencari angka pasti
berapa total dana yang digelontorkan para kandidat untuk beriklan di media. Yang jelas, dana kampanye para kandidat tidak sedikit dan sebagian
memang mengalir ke kocek media.
Sebagai gambaran, hasil survei lembaga riset AC Nielsen hingga semester pertama 2012
menunjukkan ada lonjakan nilai belanja iklan
pada Mei dan Juni. Periode ini bertepatan dengan
pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta putaran pertama
pada 11 Juli 2012.
Seperti dilansir tabloid ekonomi Kontan edisi
01/08 pada Agustus 2012, total belanja iklan di
media pada Mei dan Juni 2012 mencapai angka
yang tertinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Nilai belanja iklan di media pada Mei 2012
mencapai Rp 7,53 triliun dan pada Juni 2012 naik

77

78

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

sedikit menjadi Rp 7,89 triliun. Disebutkan oleh


riset tersebut bahwa kenaikan ini ditopang oleh
naiknya belanja iklan kategori pemerintah dan organisasi politik.
Jika belanja iklan kategori pemerintah dan organisasi politik ini diteropong lebih seksama, akan nampak bahwa persentase iklan kategori ini terus bertambah sejak April 2012. Pada April, persentase iklan
pemerintah dan politik hanya 4 persen dari total belanja iklan di semua teve nasional. Sebulan kemudian,
persentase iklan kategori ini naik menjadi 5 persen,
dan naik lagi menjadi 7 persen pada Juli 2012.
Daftar nilai belanja iklan di media televisi dan
cetak

Sumber: Nielsen

Dari data itu, Nielsen mencatat pasangan


calon Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo-Nachrowi
Ramli ternyata paling banyak beriklan di televisi

BAB 6|Di Balik Angka

dan media cetak. Belanja iklan mereka mencapai 4


persen dari total nilai iklan di media pada periode
itu. Itu sama dengan sekitar 1.275 spot iklan.
Di urutan berikutnya, ada pasangan Golkar,
Alex Noerdin-Nono Sampono dengan pangsa
2 persen atau sejumlah 828 spot iklan. Posisi ketiga ditempati oleh pasangan Faisal Basri-Biem
Benjamin dengan pangsa kurang dari 2 persen
atau sekitar 434 spot.
Berikutnya ada pasangan yang diusung Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid-Didik
J. Rachbini dengan pangsa 1 persen atau 254 spot,
Hendardji Soepandji-A. Riza Patria dengan pangsa
0,27 persen atau 213 spot. Dan terakhir, barulah pasangan PDIP, Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama
dengan pangsa iklan 0,16 persen atau 59 spot.
Riset ini juga menemukan bahwa iklan para
kandidat itu paling banyak ditayangkan pada program hard news di televisi sebesar 31 persen atau
sekitar 5.386 spot. Iklan-iklan kampanye Pilkada
Jakarta juga banyak terlihat pada program bincang-bincang berita sebanyak 12 persen atau
2.123 spot dan program serial sebanyak 9 persen
atau 1.581spot.

79

80

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Selain beriklan di media komersial, para kandidat juga gencar memanfaatkan media sosial. Hasil
riset Nielsen mengungkapkan total pesan kampanye di media sosial mencapai 17.790 pesan, dan 90
persen di antaranya berupa kicauan di Twitter.
Tren perbincangan di media sosial mencapai
puncaknya pada periode 13-19 Mei dengan jumlah
pesan lebih dari dua kali lipat menjadi 1.307 pesan
dibandingkan pekan sebelumnya. Sementara
topik utama yang diperbincangkan saat itu adalah
kekacauan daftar pemilih tetap (DPT).
Besarnya belanja iklan para kandidat ini
kurang lebih juga tergambar dalam laporan dana
kampanye para kandidat kepada Komisi Pemilihan
Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta. Pada laporan per 10 Juli 2012 atau pada putaran pertama
Pilkada-- pasangan yang memiliki dana kampanye
terbesar adalah Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli sebesar Rp 62,6 miliar, kemudian disusul Jokowi-Basuki
Rp 27,5 miliar. Adapun pasangan dengan dana
kampanye terkecil adalah Hendardji Supandji-A
Riza dengan dana kampanye sebesar Rp 3 miliar.
Tentunya, laporan dana kampanye ini belum menggambarkan seluruh pengeluaran dan

BAB 6|Di Balik Angka

pemasukan tim sukses para kandidat. Pasalnya,


seringkali sumbangan berupa barang langsung,
maupun sumbangan yang diberikan langsung
kocek kandidat tak terdaftar dengan baik dalam
pembukuan dana kampanye tim sukses maupun
partai politik.

Laporan Dana Kampanye Calon


Gubernur DKI Jakarta (per Juli 2012)

Sumber : Kontan.co.id

Jika data-data di atas dikaitkan dengan hasil


riset kuantitatif riset ini, bisa disimpulkan ada kaitan antara belanja iklan para kandidat dan nada
serta kuantitas pemberitaan media. Tentu butuh
riset lebih lanjut untuk memastikan apakah iklan
adalah satu-satunya faktor yang berperan dalam
ketidakberimbangan media ini.
Indikasi pertama adanya korelasi terlihat dari
pemberitaan mengenai Fauzi Bowo. Riset kuantitatif menemukan bahwa selama periode kedua (1
Agustus-13 September 2012) dari aspek pemuatan

81

82

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Kisah Hibah dari Betawi: Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (kiri) dan
Ketua Badan Musyawarah (Bamus) Betawi yang juga calon wakil
Gubernur DKI Jakarta pasangan Fauzi Bowo, D.J. Nachrowi Ramli,
menghadiri acara Lebaran Betawi yang bertema Lebaran di Kampung
Betawi di Lapangan Eks Djabesmen, Jalan Perintis Kemerdekaan,
Kelapa Gading Jakarta Utara, Senin 10 September 2012. Kegiatan yang
berlangsung pada 9-10 September 2012 tersebut diselenggarakan rutin
setiap tahun oleh Bamus Betawi dengan anggaran bersumber dari APBD
DKI Jakarta. [TEMPO/STR/Marifka Wahyu Hidayat; MW2012091004

berita tunggal, kandidat Fauzi Bowo paling sering


muncul di detik.com, Koran Tempo, Indo Pos, Pos
Kota, dan Koran Jakarta. Artinya tiga dari empat
koran lokal yang diteliti menampilkan lebih banyak berita Foke ketimbang Jokowi.
Temuan ini cocok dengan pengakuan tim sukses Fauzi Bowo yang memang mengaku memprioritaskan pemasangan iklan pada koran-koran

BAB 6|Di Balik Angka

lokal di Jakarta. Selain media cetak, tim Foke mengaku juga memasang iklan di semua portal berita
yang berpengaruh.
Indikasi kedua tampak dari pemberitaan mengenai Jokowi. Untuk periode yang sama misalnya, kandidat Jokowi paling sering ditampilkan sebagai berita tunggal di tiga situs berita (okezone.com, Kompas.
com, Viva.co.id), tiga teve (MetroTV, TVOne dan RCTI),
dua koran nasional (Republika, Suara Pembaruan),
dan satu koran lokal (Warta Kota). Dengan demikian,
bisa disimpulkan tim sukses Jokowi mendominasi
pemberitaan di media online dan televisi. Tiga dari
empat media yang diteliti di kedua kategori ini memberi ruang lebih untuk tim Jokowi.
Belakangan, dari pengakuan tim sukses Jokowi
yang diwawancarai oleh tim riset ini, kita tahu
bahwa belanja iklan mereka memang difokuskan
pada media non-cetak, seperti televisi.
Sekali lagi, ini baru indikasi awal bahwa ada
korelasi antara pemasangan iklan dan nada serta
kuantitas pemberitaan media. Jelas perlu ada
penelitian lebih jauh untuk mempertegas ada tidaknya korelasi ini. Terlebih karena ada juga temuan
yang membantah korelasi ini.

83

84

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Misalnya, ada kandidat yang sudah memasang


iklan di media tertentu, namun pemberitaan media tersebut sama sekali tidak terpengaruh. Simak
pengakuan tim sukses pasangan kandidat Hidayat
Nur Wahid-Didik J. Rachbini yang mengaku memasang iklan di Harian Republika. Kenyataannya
pada periode pertama, koran Republika lebih
banyak menurunkan tulisan mengenai kandidat
Alex Noerdin. Demikian juga kandidat lain seperti
Hendardji Soepandji, yang mengaku memasang
iklan di koran Suara Pembaruan. Kenyataannya
koran itu lebih banyak menulis berita tentang
Jokowi.
Bagaimana dengan pengakuan redaksi media
itu sendiri? Tim riset ini mewawancarai tujuh pemimpin redaksi media massa. Ada Totok Suryanto
(Wakil Pemimpin Redaksi TV One), Budiman
Tanuredjo (Wakil Pemimpin Redaksi Kompas),
Ariyanto (Redaktur Pelaksana Indopos), Arifin
Asydhad (Pemimpin Redaksi Detik.com), Deddy
Pristiwanto (Pemimpin Redaksi Warta Kota), Arys
Hilman (Wakil Pemimpin Redaksi Republika), dan
Marthen Slamet (Pemimpin Redaksi Koran Jakarta).
Semuanya memastikan bahwa pemasangan

BAB 6|Di Balik Angka

iklan tidak bisa mempengaruhi berita, bahwa


anggota redaksi tidak bisa menjadi tim sukses dan
bahwa ada garis api yang tegas yang memisahkan
urusan keredaksian dengan urusan pemberitaan.
Itu ruang komersial, yang tidak ada urusannya
dengan redaksi, kata Budiman Tanuredjo.
Meski begitu, para pimpinan media massa
ini agak sedikit berbeda pendapat ketika ditanya
soal sah tidaknya sebuah media berpihak dalam
kontestasi politik seperti Pemilihan Kepala Daerah.
Ada media seperti Republika dan Koran Jakarta,
yang tegas-tegas menilai tidak ada salahnya
sebuah koran menyatakan keberpihakannya.
Syaratnya, keberpihakan itu merupakan hasil
diskusi mandiri di ruang redaksi, bebas dari
kepentingan pemodal maupun pengiklan. Kami
tidak hidup di ruang hampa, koran punya sistem
sosialnya sendiri, kata Arys Hilman.
Tapi ada juga media yang tegas-tegas
menyatakan imparsialitas adalah harga mati.
Kompas, misalnya, menilai mendorong seorang
kandidat bukanlah urusan media. TV One juga
mengakui bahwa sebagai media penyiaran,
mereka tidak boleh berpihak pada salahsatu

85

86

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

kandidat. Ada pembatasan di UU Penyiaran. TV


di Indonesia tidak seperti di Amerika, kata Totok
Suryanto.
Meski dari hasil wawancara tim riset ini,
ada penegasan yang sangat membesarkan hati
dari para elite media tentang pentingnya etika
jurnalistik dan pemisahan urusan bisnis dan redaksi,
tendensi ke arah yang mengkhawatirkan juga
terasa. Mereka mengakui bahwa ada bujukan dan
rayuan dari kandidat yang ingin memanfaatkan
media massa demi kepentingan mereka. Ada juga
kesadaran bahwa afiliasi politik pemilik media bisa
mempengaruhi pemberitaan.n

BAB 7|Kesimpulan

BAB 7
Kesimpulan

iset ini dimulai dengan pertanyaan:


apakah media di Jakarta meliput
Pemilihan Gubernur dengan cukup
berimbang? Untuk menjawab pertanyaan itu, penelitian ini mengukur sejumlah parameter yang menjadi acuan riset ini.
Pertama, jumlah pemberitaan tentang Pilkada
DKI Jakarta untuk masing-masing media yang
menjadi obyek penelitian ini. Kedua, topik atau
tema pemberitaan yang dimuat oleh media obyek

87

88

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

penelitian. Ketiga, porsi pemberitaan dihitung


dari jumlah foto kandidat yang dimuat. Keempat,
porsi pemberitaan berdasarkan pemuatan berita
tunggal mengenai kandidat. Kelima, keberimbangan berita yang diriset.
Berdasarkan riset ini, bisa disimpulkan beberapa hal. Pertama, bahwa jumlah total berita yang
diteliti dalam kurun waktu Juni-September 2012
ada 7.396 berita.
Pada periode pertama riset (1 Juni 2012-31 Juli
2012), berita terbanyak diproduksi Kompas.com
(online), Indopos (koran lokal), Republika (koran
nasional) dan RCTI (teve). Sedangkan pada periode kedua riset (1 Agustus-13 September 2012),
jumlah berita Pilkada Jakarta terbanyak dimuat
di okezone.com (online), Koran Tempo (koran nasional), Indopos (koran lokal) dan Metro TV (teve).
Kedua, pemberitaan yang cukup dominan
pada periode ini adalah yang menyangkut masalah
SARA, yaitu pemberitaan yang menggambarkan
adanya serangan atas identitas dari calon wakil gubernur pasangan Joko Widodo, yaitu Basuki Tjahaja
Purnama atau Ahok, yang adalah seorang keturunan Tionghoa dan seorang beragama Kristen.

BAB 7|Kesimpulan

Besar kemungkinan serangan atas identitas Ahok


tersebut merupakan bagian dari upaya politik salahsatu kandidat untuk mengkondisikan pilihan
warga terhadap kandidat yang ada.
Ketiga, dari sisi pemuatan foto, secara umum
kandidat Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama
unggul tipis dibanding Fauzi Bowo-Nachrowi
Ramli.
Keempat, dari aspek pemuatan berita tunggal
(hanya berita mengenai kandidat tertentu, tanpa
informasi pendamping tentang kandidat lain),
kandidat Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama
unggul dibanding Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.
Kelima, dari aspek keberimbangan tampak
bahwa pemberitaan satu sisi ternyata masih mendominasi pemberitaan di media yang diteliti terutama di media online. Selain itu, riset menemukan
ada media yang secara profesional melakukan
konfirmasi dan ada media yang tidak melakukan
konfirmasi, terutama pada berita kontroversial.
Yang menarik, jika dilihat dari nada pemberitaan, Joko Widodo mendapat lebih banyak pemberitaan positif ketimbang Fauzi Bowo. Sebaliknya,

89

90

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

kalau pemberitaan negatif yang diukur, maka tampak bahwa Fauzi Bowo lebih banyak ditulis negatif
ketimbang Jokowi.
Kelima parameter ini menunjukkan bahwa
Jokowi memang mendapat banyak keuntungan dari media, selama pelaksanaan Pemilihan
Gubernur Jakarta 2012. Pertanyaannya mengapa?
Sejumlah wawancara kualitatif menemukan
ada korelasi antara pemasangan iklan dengan
nada pemberitaan media. Ini dibantah habishabisan oleh para pengelola redaksi yang diwawancarai untuk riset ini. Agar bisa menjadi kesimpulan yang konklusif, perlu ada riset tambahan untuk
memastikan bagaimana peran iklan media dalam
mempengaruhi nada pemberitaan di redaksi. n

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

LAMPIRAN WAWANCARA DENGAN


TIM SUKSES JOKO WIDODO
M. Taufik: Kami Menang Berkat Media
Bagaimana garis besar strategi kampanye
Jokowi-Ahok dalam Pilkada2012?
Kami menyadari bahwa posisi Jokowi dan
Ahok sebagai pendatang baru, datang dari luar
daerah, maka kami harus memberikan sesuatu
yang lain. Dalam strategi kampanye, muncullah
gagasan pak Jokowi untuk mendatangi pemilih.
Ini menurut saya sesuatu yang baru dalam berdemokrasi. Dari tahun ke tahun kan kami tidak pernah seperti ini. Biasanya kan orang didatangkan ke
suatu tempat kemudian kandidatnya berpidato.
Sekarang kami balik, kami yang datang ke
tempat kelompok-kelompok marginal di mana
masyarakat ada dan berkumpul. Dan itulah kampanye yang dilakukan oleh Jokowi-Ahok. Di

91

92

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

samping itu, tentunya kami juga menggunakan


media untuk percepatan informasi agar masyarakat tahu ada yang namanya Jokowi dan Ahok.
Apakah Anda memasang advertorial? Di media
mana?
Tidak, kami tak memasang advertorial. Bukan
kami enggak mau masuk, tapi pintunya semua sudah tertutup.
Apakah Anda menggandeng sebuah media untuk menjadi partner khusus kampanye Anda?
Pertama, jujur saja, kami tidak punya uang untuk membeli slot khusus di media. Akhirnya, kami
justru melepas soal ini, kami hanya adakan kegiatan menunjukkan bahwa ini lo sosoknya JokowiAhok, silakan diliput.
Yang parah itu, justru ada orang yang membeli
media--ada satu koran lokal di Jakartakhusus untuk mukulin saya dan Gerindra selama masa pilkada. Satu halaman setiap hari, Anda bayangkan saja.
Jadi Anda sebenarnya berniat bikin kontrak kerjasama khusus, tapi terlambat karena semua

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

media sudah punya komitmen dengan kandidat


lain?
Iya. Berdasarkan pemetaan media kami,
rasanya sulit untuk melakukan kerjasama yang
permanen misalnya dengan membeli halaman koran atau sebagainya. Soalnya, semua sudah habis,
ada kandidat yang pegang media ini, ada kandidat
yang pegang media itu.
Jadi akhirnya kami lepas saja, sosok Jokowi
dan Ahok saja yang kami jual. Anda boleh cek,
cuma kami yang enggak ada deal khusus dengan
media. Tapi justru karena itulah media membantu
kami.
Jadi Anda mengakui kemenangan Jokowi berkat
media?
Saya selalu sampaikan bahwa kemenangan
Jokowi itu berkat dua faktor. Pertama, dihantarkan
oleh partai politik dan masyarakat yang ingin perubahan dan, kedua, berkat media.
Padahal, tidak ada yang istimewa dalam
strategi kampanye kami. Saya melakukan sesuatu
yang biasa-biasa saja, kunjungan ke kampungkampung, tapi itu kemudian menarik buat media.

93

94

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Kabarnya Tim Jokowi pernah berusaha menggandeng koran lokal?


Waktu itu Pos Kota sudah dibeli oleh pak Fauzi
(Fauzi Bowo). Jadi saat itu memang siapapun tidak
bisa masuk. Kalau koran Nonstop, malah selalu
menghajar Taufik dan Gerindra.
Pernah berusaha melakukan hak jawab dan
somasi?
Enggak, saya biarkan saja. Buat saya semakin
mereka melakukan itu justru semakin menarik.
Anda punya tips khusus untuk mendekati media?
Jujur saja, kami tidak ada budget untuk kontrak khusus dengan media. Kami hanya ada dana
untuk kebutuhan teknis di media center.
Berapa?
Terus terang, untuk media cetak tidak ada,
atau tidak teranggarkan secara baik, karena untuk kebutuhan komunikasi saja. Di teve memang
ada iklan, tapi tidak terlalu besar. Hanya sebagai
reminding.

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Pencitraan macam apa yang Anda bangun untuk media?


Jokowi itu pertama figur yang sederhana.
Ahok itu figur yang jujur. Figur yang dekat dengan
rakyat. Itulah sosok yang ingin ditampilkan.
Apa saja pertimbangan Anda dalam memilih
media sebagai tempat beriklan?
Berangkat dari pemetaan media. Menurut
pemetaan media kami, cuma media besar saja
yang saat itu masih netral. Dari analisa kami, Alex
Noerdin menguasai Rakyat Merdeka, Fauzi Bowo
mengusai Warta Kota. Kompas netral.
Televisi, memang banyak yang membantu
kami. Anda boleh cek. Saya senang gambar dan
pemberitaan di teve positif untuk Jokowi. Semua
kami rekam di media center, untuk dievaluasi.
Dari analisa kami, Fauzi Bowo lebih banyak muncul di koran-koran, tapi fotonya selalu tidak bagus.
Berita kegiatannya bisa positif, bagus, tapi foto yang
dipasang selalu yang mimik wajahnya tidak bagus.
Apakah Tim Jokowi memiliki tim khusus yang berhubungan atau mengatur pemberitaan di media?

95

96

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Tidak ada tim khusus, hanya saya sebagai


juru bicara. Saya terus berkomunikasi dengan
wartawan secara intens dan baik. Saya selalu open
untuk dihubungi media, kalau ada sehari 25 jam
saya siap dihubungi media. Jadi ada telpon selalu
jawab. Kami tahu, media memberikan andil untuk
kemenangan Jokowi.
Bagaimana evaluasi berita dilakukan?
Setiap hari ada evaluasi. Misalnya, hari ini ada
berita Pak Jokowi di teve, tapi wajahnya marah.
Langsung kami berikan rekomendasi, Pak kurangnya begini dan begitu.
Apa yang anda lakukan ketika ada pemberitaan
negatif?
Saya langsung ngomong ke wartawannya.
Sambil berkelakar saya bilang begini, Emang
kagak ada foto Pak Jokowi yang lagi senyum?
Hehehe..tapi selalu sambil berkelakar.
Kami juga kasih evaluasi ke Pak Jokowi, Lihat
gambar teve begini pak. Ini kan soal komunikasi.
Karena kami di media center itu 24 jam. Tapi, kalau menyangkut apa yang jadi kebijakan redaksi,

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

ya nggak ada masalah, kami baik-baik saja. Kami


enggak perlu protes atau apa. Kami diam.
Media apa yang Anda rasa paling efektif dalam
membantu kampanye Tim Jokowi?
Televisi. Kami diuntungkan oleh televisi. Kalau
media cetak, itu rata-rata sudah dipetakan condong ke siapa. Non Stop-Poskota- Warta Kota ke
Fauzi Bowo. Indopos ada Alex Noerdin. Rakyat
Merdeka ada Alex Noerdin dan Faisal Basri. Kami
tidak bisa masuk.
Kalau sudah begitu, saya pernah coba sindir
redaksinya. Saya bilang, Emang nggak ada ya
berita gue yang pantas masuk di media elu ya?
Sesekali bosnya saya telpon juga. Emang enggak
ada ya yang bisa masuk tempat lu? kata saya.
Ada hasilnya?
Sulit. Menurut saya, kalau bisa, berita media
jangan dibelilah. Masak, satu halaman isinya hanya kandidat tertentu, tidak ada penyeimbangnya?
Buat penyeimbang, pasanglah berita Jokowi kecil
saja. Tapi tetap tidak bisa.
Saya pernah senggol Pos Kota, tapi tak bisa.

97

98

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Hanya Pak Fauzi Bowo yang bisa masuk ke sana.


Padahal saya sudah kasih tawaran lebih tinggi
tapi kata mereka, sudah kadung kontrak dengan
Pak Fauzi. Warta Kota, Rakyat Merdeka, Indopos,
Nonstop juga begitu.
Praktek pembelian media ini membuat pemberitaan mereka jadi lucu. Misalnya ada media yang
dibeli untuk menggebuk Jokowi dan Gerindra. Tapi
di halaman lain, redaksinya menggebuk kinerja
Pemda DKI. Kan lucu. Saya tidak tahu bagaimana
kebijakan redaksinya, kok bisa seperti itu. Kalau
saya yang beli medianya, saya akan protes, Kok
tidak utuh pemberitaannya? Harusnya kasih beres
semua dong. n

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

LAMPIRAN WAWANCARA DENGAN


TIM SUKSES FAUZI BOWO
Kahfi Siregar: Media Kurang Berpihak
Pada Kami

Bagaimana kampanye
dipersiapkan?

media

Tim

Fauzi

Sejak awal, visi misi Pak Fauzi itu adalah Jakarta


lebih sejahtera, lebih aman, lebih nyaman dan lebih maju. Dari situ, kami bikin turunan konsepnya
untuk disampaikan kepada masyarakat.
Pertama, sosialisasi kami lakukan lewat media
mainstream. Ada yang lewat iklan --seperti advertorial--, ada yang lewat pemberitaan. Kedua,via sosial media. Pada awal-awal kampanye, kami tidak
terlalu fokus main di media sosial, tapi ini berubah
di putaran kedua.
Ada strategi khusus?

99

100

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Strategi media kami tidak ada yang khusus. Kami


mengerjakan media relation, media monitoring, social media, public speaking, iklan, dan ghost writer.
Apakah ada kerjasama dengan media untuk
pemberitaan?
Kalau dengan media mainstream, kami pasang iklan. Selain iklan, ya advertorial. Kami pasang
iklan di hampir semua koran, kecuali harian Rakyat
Merdeka dan Indopos. Mereka tidak mau terima
dari kami karena sudah ada kerjasama dengan tim
Alex Noerdin.
Untuk media online, kami pasang iklan di
Detik.com, Kompas.com, Tempo.co, tetapi tidak terlalu gencar.
Kerjasama dalam bentuk pemberitaan dilakukan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Mereka
bikin film dokumenter mengenai busway misalnya. Itu bukan bagian kami.
Kabarnya Tim Fauzi punya kerjasama khusus
dengan redaksi Pos Kota?
Setahu saya, tidak ada kerjasama khusus Pos
Kota dengan tim media. Mungkin mereka ada

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

kerjasama dengan Humas atau Balai Kota.


Kok bisa tidak tahu? Bukankah itu bagian dari
tugas Tim Media?
Saya hanya bertanggungjawab soal media
center dan merangkap sebagai juru bicara. Saya
juga mengurus social media, termasuk komentar
berita dan masuk ke situs Youtube dan Twitter.
Bahkan di Twitter, saya pakai akun pribadi, dan
langsung pasang badan. Sementara tim sukses
lain malu-malu dan menggunakan akun palsu.
Apakah ada perubahan strategi pada putaran
kedua?
Ada. Sebelum mulai proses pilkada, semua
kegiatan Pak Fauzi kita blow up habis-habisan, walaupun tidak terlalu penting. Kegiatan Pak Fauzi
ketemu dengan RT (rukun tetangga) dan RW (rukun warga) kita ambil.
Begitu masuk kampanye kita lebih selektif. Tim
media hanya mempublikasikan kegiatan yang jadi
fokus tim kampanye. Masuk ke putaran kedua, jadi
lebih fokus lagi karena lawannya cuma satu. Jadi
itu benar-benar head to head.

101

102

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Tampaknya pada putaran kedua, iklan juga digenjot di televisi?


Memang teve itu lebih strategis karena orang
tidak perlu beli seperti koran. Apalagi sekarang
belum tentu berita koran dipercaya. Sementara
berita teve itu gambar hidup jadi lebih dapat
dipercaya.
Kami pasang iklan di hampir semua stasiun
teve. Sementara iklan di radio itu dipasang di
tujuh stasiun radio seperti Elshinta, Sonora, Bens
Radio. Pendengar radio itu ada kelas menengah
bawah dan kelas menengah ke atas.
Kami menyasar keduanya dengan memasang
iklan di radio pada jam-jam yang tepat. Misalnya,
untuk kelas bawah, kami pasang jam 10 pagi ketika ibu-ibu sibuk memasak. Kami berharap kelas
menengah ke atas memilih kami pada putaran
kedua, tapi pengaruh media sosial sulit diatasi.
Berapa jumlah orang yang bekerja dalam tim
media yang Anda pegang?
Ada 24 orang. Sebanyak 8 orang membawahi
social media. Lalu ada 5 orang di media relation,
3 orang penulis rilis. Selain itu, ada 2 orang media

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

monitoring, 3 orang dokumentasi satu fotografer


dan dua kameraman--. Sisanya bagian program
khusus, yang mendampingi Pak Fauzi dan Bang
Nara jika diundang jadi narasumber di media.
Siapa saja mereka?
Ada mantan wartawan, konsultan, aktivis
partai politik, dan orang-orang yang kita rekrut.
Kebanyakan anggota tim ini sama dengan tim
pemenangan Fauzi Bowo pada 2007.
Bagaimana cara kerja tim ini?
Setiap hari, kami membahas hasil pemberitaan media dengan tim sukses keseluruhan, termasuk Ketua Tim Sukses, wakil, sekretaris dan tujuh
ketua bidang. Evaluasi berita dilakukan setiap hari.
Saya juga menyiapkan run down kegiatan selama
sebulan yang kita diskusikan.
Kita ada agenda jumpa pers setiap Jumat.
Selain itu, kita berusaha agar berita liputan Pak
Fauzi selaku gubernur juga menyangkut berita
tentang Pilkada Jakarta. Biasanya jika Pak Fauzi
datang ke pabrik tempe, saya minta tolong pada
wartawan agar juga menanyakan soal pilkada. Tapi

103

104

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

tak semua wartawan mau diminta begitu. Karena


itu, saya sering sampaikan ke Pak Fauzi agar menyelipkan agenda Pilkada ketika sedang di-door stop
oleh wartawan.
Apa kendalanya?
Lebih banyak soal

karakter ya. Pak Fauzi

itu kurang bisa ngomong waktu doorstop. Pada


akhirnya, yang sering keluar adalah tone negatif. Kadang ada berita cuma empat alinea tetapi
menohok. Berbeda dengan Jokowi yang sangat
media darling.
Bagaimana upaya perbaikannya?
Ada evaluasi di tim inti dan Pak Fauzi ikut evaluasi. Buktinya, dia berubah pada putaran kedua.
Tetapi kata teman-teman wartawan, terlambat.
Coba dari putaran pertama.
Apakah soal karakter ini tidak diperhatikan sejak awal?
Hanya Pak Fauzi yang bisa mengubahnya, kalau kami sekadar menyarankan. Dia sadar sudah
salah, tetapi sebenarnya dia itu bukan orang yang

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

sombong. Memang begitu karakternya. Temanteman wartawan balaikota juga paham karakter
dia.
Apakah tim media kerepotan memoles karakter itu?
Kami tidak menyalahkan kandidat. Kami
hanya menyarankan supaya semestinya seperti
apa. Dalam banyak peristiwa, media juga tidak
utuh. Apalagi berita media online kan memang
sepotong-sepotong.
Kami menemukan ada banyak isu SARA
yang dimainkan pada putaran kedua Pilkada...
Itu bukan kami yang bikin. Yang disampaikan
Rhoma Irama dan Pak Fauzi sebenarnya bukan
isu SARA. Kami capek juga mengklarifikasi hal ini,
karena setiap hari keluarnya SARA di berita.
Bukankah Pak Fauzi pernah minta pemilih yang
pro Jokowi untuk pulang saja ke Solo?
Kami akui itu fakta, dan Pak Fauzi memang
salah ngomong. Karakter orang Betawi memang
ceplas ceplos dan suka bercanda. Kalau dilihat beritanya secara utuh --dan kebetulan saya ada juga
di situ-- Pak Fauzi itu kan sebenarnya bercanda

105

106

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

sambil bertanya ke korban kebakaran, Eh di


putaran pertama kamu pilih siapa? Pilih Jokowi ya,
kalau pilih Jokowi pindah saja ke Solo. Yang ditanya bilang, Ah enggak pak, kami pilih Bapak.
Tapi media memberitakannya tidak utuh.
Apalagi video itu dimasukkan ke Youtube dan
dipakai terus oleh lawan.
Apa sebenarnya strategi Anda untuk menangkal
pemberitaan negatif macam itu?
Yang jelas, kami tidak melawan dengan menyebarkan kejelekan kandidat lawan. Palingpaling, kami sebar iklan kami di Youtube. Selain
itu, kami juga tonjolkan achievement Pak Fauzi,
seperti proyek Kanal Banjir Timur, MRT, pendidikan gratis. Tapi memang waktu yang ada terbatas.
Seharusnya kinerja positif ini disosialisasikan sejak
awal lewat acara di teve, dan pidato Gubernur.
Ada kandidat yang khusus menyerang Pak
Fauzi, dengan membuat slogan Jakarta jangan
berkumis...
Itu sudah dilaporkan ke Panwaslu, tapi tak
mempan. Malah jadi sering diberitakan. Pada

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

akhirnya kami tidak berdaya juga, kalau kami lawan malahan makin rusak.
Jadi apa yang Anda lakukan untuk membalik
pemberitaan buruk tentang Pak Fauzi?
Ya lebih baik didiamkan saja. Saya sering minta teman-teman wartawan, jangan pasang berita
seperti itulah. Apalagi berita seperti itu sebenarnya
tidak boleh dimuat karena menjatuhkan orang.
Berapa dana kampanye Tim Foke yang dihabiskan untuk media?
Ada laporannya di KPU. Saya tidak tahu persis karena yang mengelola itu dari tim keuangan.
Kami punya program apapun, yang bayar tim
keuangan.
Apa sampai Rp 20 miliar?
Enggak sampai sebesar itu. Tapi memang paling banyak dana habis buat iklan.
Apa evaluasi Anda soal pemberitaan media?
Ada kesalahan persepsi teman-teman media
online soal cover both sides. Mereka pikir cover both

107

108

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

sides itu diterjemahkan begini: jika ada satu berita


tentang Foke di media itu, maka nanti harus ada
satu berita soal Jokowi.
Seharusnya enggak boleh seperti itu dong.
Seharusnya, jika ada berita negatif tentang Pak
Fauzi, konfirmasi harus dilakukan pada berita yang
sama. Kenyataannya, tidak begitu. Akibatnya, meski sekilas, jumlah berita Jokowi dan Foke hampir
berimbang, secara tone atau nada pemberitaan,
kami dirugikan.
Apa yang Anda lakukan untuk memperbaiki
situasi seperti itu?
Di putaran pertama, kami kerjasama dengan Inilah.com hanya memang tidak terlalu besar.
Sementara pada putaran kedua, kami bekerjasama dengan Detik.com.
Dari tim media, apa evaluasi Anda?
Sebenarnya tidak ada yang terlalu signifikan.
Semua bagus-bagus saja kok sesuai yang direncanakan. Apalagi kekalahan ini tidak diakibatkan
semuanya oleh tim media. Memang kekurangan
kami adalah terlambat masuk social media.

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Anda menilai media tidak berimbang selama


Pilkada Jakarta?
Memang media itu kurang berpihak kepada
kita dan lebih condong kepada tim lawan. Itu bisa
dilihat dari hasil riset mengenai jumlah berita dan
nada pemberitaan.n

109

110

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

LAMPIRAN WAWANCARA DENGAN


TIM SUKSES HIDAYAT NUR WAHID
Hartono: Pengaruh Teve Paling
Dahsyat
Apa strategi utama tim media untuk kampanye
Pak Hidayat Nur Wahid?
Kami menggunakan semua media sosial seperti Twitter, Facebook dan menggunakan distribusi
direct selling sebagai program below the line-nya.
Kader-kader PKS digerakkan masuk ke rumahrumah warga untuk memperkenalkan calon kami.
Anda tidak terlalu mengandalkan iklan?
Iklan di media cetak ada, tapi kan bisa dilihat
sendiri, kuantitasnya enggak dahsyat-dahsyat
banget. Kami pasang di Sindo, Republika, Indopos.
Memang tidak di semua media, karena uangnya
enggak ada juga... hahaha...

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Apa alasan memilih ketiga koran itu?


Yang harganya murah saja. Indopos agak murah karena diskonnya gede. Republika juga begitu.
Kompas kita enggak bisa pasang karena diskonnya
kecil dan mahal. Jadi kita cari media yang terjangkau saja. Memang seharusnya kami pasang iklan
di media yang banyak dibaca orang, tapi kekuatan
dana kami tidak mencukupi. Mau apa lagi?
Apakah ada keuntungan pemberitaan yang
Anda rasakan dari media yang memasang iklan
kampanye Pak Hidayat?
Tidak juga. Koran-koran itu kan memang menempatkan wartawannya di hampir semua kandidat, bukan hanya Pak Hidayat. Apalagi saat pilkada
kemarin, koran-koran punya halaman khusus yang
harus diisi dengan berita Pilkada Jakarta. Jadi
berita soal Pak Hidayat ya berita biasa menginformasikan tentang pasangan calon kami. Kami
juga tidak bikin perjanjian khusus dengan media
agar setelah menerima iklan, mereka lebih banyak
memberitakan kami.
Berapa nilai total iklan Tim Hidayat?

111

112

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Itu urusan agency (biro iklan--), saya enggak


berani mengungkap. Kalau saya buka, agency bisa
marah, karena mereka biasanya punya hubungan
khusus dengan media terkait persentase profit
mereka, diskon dan seterusnya.
Apakah ada media yang menawarkan kerjasama di luar iklan? Soal pemberitaan mungkin?
Banyak, tapi paling-paling kerjasama advertorial. Bukan dalam bentuk pengaturan pemberitaan. Tempo sempat menawarkan advertorial, tapi
harganya tinggi-tinggi.
Media apa yang menurut Anda paling efektif selama Pilkada Jakarta?
Kalau saya lihat, peran teve luar biasa. Ini sesuai
dengan tingkat pendidikan masyarakat kita, yang
memang mencari informasi itu di televisi. Tapi itu
untuk masyarakat bawah yang di grass root level.
Kalau kelas menengah, media sosial lebih efektif:
Facebook, Twitter, Youtube lebih banyak disimak
orang.
Berapa orang tim Media kampanye Pak Hidayat?
Di kami, ada yang stay, dan ada yang relawan.

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Tim inti saja 50 orang. Ada divisi media relation,


social media, PKS TV, terus ada tim supporting
atau tim umum. Untuk social media, kami punya
20 staf tetap, sementara yang lain relawan. Kami
memang andalkan social media, karena ini lebih
menguntungkan ketimbang media cetak. Berita
disebar dengan di-retweet, ini model getok tular
dan bisa dipercaya.
Bagaimana strategi kampanye Anda di media
sosial?
Ada beberapa tahapan. Kami perkenalkan
dulu sosok HNW terutama soal kapasitas dan kemampuannya dalam bidang apa saja. Lalu visi
dia sebagai leader apa. Imej yang ingin dibentuk
adalah kandidat kita yang terbaik, mampu menjalankan tugas dengan baik. Pesan-pesan intinya
itu aja.
Selain itu, kita ingin menyampaikan pesan kita
bahwa HNW diterima, didukung banyak pihak.
Makanya dalam iklan di TV, ada adegan HidayatDidik di mana-mana. Itu pesan sentral yang ingin
disampaikan, bahwa Hidayat diterima di manamana oleh berbagai kalangan.

113

114

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Berapa dana yang disediakan untuk tim Media?


Sekitar Rp 5 miliaran. Itu sudah untuk iklan
dan segala macam. Dana iklan teve dan di koran,
termasuk operasional untuk media center
Evaluasinya?
Kalau iklan sedikit tentu tidak efektif. Namun,
kalau intensitasnya sering tentu efektif, tapi lebih
mahal. Jadi intensitasnya perlu lebih sering.
Apakah Anda pasang iklan juga di radio?
Kita pasang di Radio Kayu Manis dan Radio Safari.
Itu radio wayang yang punya komunitas pendengar
Jawa cukup besar. Kami ingin masuk di sana.
Lewat iklan radio itu, kami ingin menyasar kelas
bawah. Karena itu iklannya banyak soal program
yang bakal riil mereka rasakan. Kalau iklan untuk
kalangan atas, isinya lebih mengulas visi-misi.
Menurut Anda, media apa yang lebih efektif untuk kampanye?
Kalau dari sisi readership, tentu di media online, karena tren pembaca media cetak terus

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

turun. Sementara media online kan bisa diakses di


mana saja. Jadi meski ada kelemahan soal kedalaman berita, tapi media online lebih banyak dibaca.
Bagaimana dengan media sosial seperti Youtube?
Kami punya tim yang khusus mengerjakan
kanal PKS TV di Youtube. Sayangnya, di Indonesia
ini faktor jaringan internet bermasalah. Jadi kalau
koneksi buruk, sulit mengakses Youtube. Kami bikin
PKS TV karena tidak punya stasiun teve sendiri. Kami
punya koresponden PKS TV di seluruh Indonesia.
Apakah ada konsultan komunikasi yang bekerja
di tim Media?
Ya kita-kita saja. Kebetulan temen-temen di
media center punya pengalaman di bidang jurnalistik dan komunikasi. Sedikit banyak punya pengalaman di bidang media. Jadi setiap isu yang ada
kita diskusikan, ambil angle-nya begini. Setelah itu
kita kirim lewat email blast.
Sehari tim mengirim berapa rilis ke media?
Tergantung situasi dan hasil rapat mingguan.
Kami juga punya grup Blackberry Mesenger,

115

116

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

karena posisi kami terpencar. Jadi bisa rapat virtual. Pernah sehari, kami kirim lima rilis kegiatan.
Bagaimana evaluasi tim soal pemberitaan media dilakukan?
Setelah sebuah rilis dimuat jadi berita, kami
pelajari. Yang mana yang tak sesuai dengan angle
kami. Dari situ kami perhatikan, mana kegiatan
yang kurang menarik dan menarik untuk media.
Semua itu dievaluasi. Akhirnya kami jadi tahu media sukanya seperti apa. Begitu pula untuk foto.
Bagaimana tim merespon berita negatif soal
Pak Hidayat?
Pernah satu kali ada berita yang menuding
Pak Hidayat mengunjungi hutan kota di Srengseng
Sawah sebagai kampanye. Padahal beliau hanya
meninjau. Kami kirim hak jawab dan klarifikasi.
Sebenarnya tidak banyak berita negatif soal Pak
Hidayat di media. Mungkin temen-temen media
masih sayang pada beliau.
Apakah pemberitaan media
Jakarta sudah berimbang?

selama Pilkada

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Kalau yang berkaitan dengan media, ya kita tahulah media itu siapa yang punya. Apalagi kepemilikan media sekarang terpusat di tangan segelintir
orang dengan kepentingan politik tertentu.
Dalam situasi seperti sekarang kontrol media
harus kuat. AJI yang independen bisa menyuarakan kepentingan orang-orang yang enggak
punya akses ke media. Selain itu, seharusnya ada
undang-undang yang memastikan semua kandidat mendapat kesempatan yang sama untuk diberitakan media. n

117

118

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

LAMPIRAN WAWANCARA DENGAN


TIM SUKSES FAISAL BASRI
Faisal Basri: Kami Memanfaatkan
Media Sosial

Bagaimana garis besar strategi kampanye


Anda?
Pertama, karena dana terbatas, kami banyak
menggunakan sosial media dan blog yang gratis semua. Jadi semua program kita masukkan di
Youtube.
Misalnya saya direkam terus jadi video yang
dimasukkan ke Youtube. Ini dibantu oleh timnya
mas Angga Sasongko. Itu kegembiraan yang luar
biasa bagi kami walaupun dari seluruh Jakarta
yang akses Youtube cuma sedikit. Ohya, semua relawan tidak ada yang dibayar.
Apa strategi lainnya?

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Kalau Anda beriklan di satu media online, biayanya sampai Rp 100 juta. Nah, kami menggunakan metode yang beda. Kami menggunakan
space-space yang kosong di Google yang biayanya
cuma sekitar Rp 80 ribu. Di Facebook, kami menggunakan fasilitas dimana orang yang me-like page
tertentu bisa langsung melihat iklan saya. Jadi
itu yang kami lakukan. Pesan pentingnya, media
sosial memang makin berperan penting, namun
penggunaannya belum banyak.
Kedua, kami menggunakan iklan konvensional. Ada yang dibiayai sendiri seperti di Kompas.
com dan Kompas TV. Itu juga karena mereka memberi potongan diskon yang luar biasa. Ada iklaniklan lain di teve.
Ada juga iklan yang dipasang oleh orang
lain. Jadi ada orang menyumbang iklan di beberapa media, salah satunya Kompas. Iklan tersebut
dibayar oleh orang lain, bukan sumbangan dari
medianya itu sendiri. Tapi isi iklannya disepakati,
jadi dikonsultasikan dengan saya.
Dari tim Anda, apakah ada mengeluarkan uang
untuk media-media tertentu?

119

120

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Sangat tidak ada. Untuk memberi amplop


wartawan, mengontrak media, itu tidak ada.
Apa pertimbangan Anda dalam memilih media
yang dipasangi iklan?
Salah satunya diskon. Karena waktu itu
Kompas TV kan baru masuk TV terestrial jadi sedang banting harga. Untuk iklan media gak sampai miliaran kok. Ditota- total hampir Rp 200 jutalah paling-paling.
Selain itu, kami juga memilih berdasarkan
segmentasi. Misalnya kalau mau masuk ke kelas menengah bawah ya pasang iklan di MNC TV.
Kalau kelas menengah atas di Metro TV dan RCTI.
Standar sajalah.
Apakah Anda juga membuat advertorial?
Tidak pernah. Kalaupun kita punya uang, sepertinya kita enggak bikin advertorial deh, kayaknya
nggak efektif.
Apakah ada media yang digandeng khusus ketika berkampanye?
Enggak ada sama sekali.

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Tapi ada tawaran?


Yang mengajukan sih banyak.
Evaluasi Anda soal strategi media Anda selama
kampanye seperti apa?
Idealnya ada yang namanya serangan udara
dan serangan darat. Serangan darat harus dilakukan konsisten, seperti kandidat-kandidat lain setiap hari melakukan pembentukan opini, memasang iklan, dan lain-lain.
Yang kedua serangan udara. Serangan udara
itu lewat televisi, karena bagaimanapun televisi
itu yang paling efektif. Nah perencanaannya ini
harus built in gitu, satu sama lain harus saling mendukung. Serangan udara tanpa serangan darat ya
kurang efektif. Kemudian serangan udara harus dilanjutkan dengan serangan darat, atau sebaliknya.
Nah itu yang dimiliki oleh Fauzi Bowo dan
Jokowi, keduanya jalan. Kita ada juga serangan
udara, tapi sudah tersengal-sengal. Ya apa adanya,
jadi enggak efektif begitu.
Berapa kira-kira budget yang dipersiapkan untuk kampanye lewat media?

121

122

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Ya kalau di proposal sih gede. Kalau mau efektif sekitar Rp 20 miliar. Untuk teve itu miliaran,
yang lainnya Rp 200 jutaan-lah. Kita akui serangan
udara memang paling mahal.
Imej apa yang ingin dibentuk dalam kampanye
kemarin?
Sebelum bicara citra, yang pertama adalah
pengenalan. Karena popularitas saya itu relatif
rendah. Jadi pada awal setahun sebelum pilkada, popularitas saya hanya 30 persen. Jadi orang
Jakarta yang kenal saya di Jakarta hanya 30 persen.
Jadi program pertamanya adalah mengenalkan saya. Nah mengenalkan itu kan bisa brosur,
kunjungan, dan lain sebagainya, kemudian lewat
media. Tapi baru sadar saya sekarang, konsistensinya nggak ada.
Sewaktu di Pos Kota iklan saya pernah ada, di
TV juga. Waktu itu saya puas banget, buat satu iklan
tiga menit, tapi syutingnya tiga hari. Ditayangkan
di televisi hanya 10 hari, dan itu pun jauh sebelum
pilkada, jadi orang sudah pada lupa.
Tapi serangan udara itu memang mahal sekali.
Kami tidak punya kemewahan untuk menjalankan
KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

semua perencaan iklan karena soal dana.


Ketika itu apa yang Anda lakukan?
Saya diuntungkan karena saya sering diundang televisi. Kalau orang kan masuk teve bayar,
kalau saya justru dibayar. Beberapa bulan terakhir
sebelum Pilkada, saya sering diundang oleh teve
sebagai pembicara. Hampir tidak pernah blocking time. Pernah sesekali blocking time tapi itupun karena ada orang yang mau membayari saya.
Pernah waktu itu di Metro TV saya muncul dalam
acara debat.
Itu semua memberikan ekspos lebih banyak
bagi saya. Kata mereka, kalau gak ada saya nggak
rame. Saya ini kan kalau ngomong apa adanya, lugas, berdasarkan fakta.
Apakah ada banyak donatur yang membantu
membiayai?
Ada beberapa, misalnya dari komunitas pasar
modal.
Apakah ada tim khusus untuk mengurus kampanye di media?

123

124

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Ada. Jadi mereka yang membuat pertimbangan placement iklannya dimana, saya yang approve isi iklannya. Ada tim khusus yang mengurus
media. Mereka terbagi tiga, yang mengurus media
cetak, media online, dan media sosial.
Apakah Anda mempekerjakan jurnalis aktif di
tim media?
Tidak ada yang masih aktif bekerja di media,
paling mantan. Misalnya Dani tadinya bekerja di
Rakyat Merdeka, tapi sudah lama keluar. Tapi tidak
ada wartawan aktif disana.
Bagaimana evaluasi Anda atas pemberitaan
media soal Pilkada Jakarta?
Kami memiliki instrumen khusus untuk mengevaluasi media. Namanya MediaTrack. Dengan
aplikasi itu, saya bisa melihat pemberitaan tentang saya di media apa saja, dan juga pemberitaan
tentag kompetitor.
Apakah ada strategi khusus dalam menghadapi
berita-berita tertentu di media?
Ada. Jadi ada tim di Twitter yang bertugas

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

merespon kalau ada akun Twitter yang menyerang


saya.
Media mana yang
berkampanye?

paling

efektif

untuk

Nggak tau saya, itu harus dievaluasi. Tapi seingat saya, yang paling efektif itu ya sosial media.
Misalnya saja, saya itu tidak pernah kenal dengan
seleb seperti Pandji, Glenn Fredly, dan lain-lain.
Tapi mereka ini pendukung setia saya di
Twitter. Banyak anak muda yang kritis yang tertarik
pada politik lewat sosial media ini. Kalau dilihat di
exit poll, rata-rata yang memilih saya itu berusia di
bawah 27 tahun.
Jadi kami merasa perjuangan kami tidak siasia karena berhasil membangunkan semangat
anak muda. Dan kami sampai sekarang terus berhubungan. Saya sering diundang di Provokatif/
Proactive, di Hardrock Cafe, dan lain-lain. Ini untuk
membuktikan bahwa Pilkada itu sebuah medium
perjuangan, bukan akhir dari perjuangan. Dan
kami bangga karena sampai sekarang kami diperhitungkan. Karena bagi kami independen itu pilihan, untuk mengimbangi partai politik. n

125

126

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

LAMPIRAN WAWANCARA
DENGAN TIM SUKSES HENDARDJI
SOEPANDJI
Hendardji Soepandji: Kerjasama
Media itu Mahal
Bagaimana strategi Anda dalam kampanye
Pilkada DKI Jakarta?
Kembali pada ilmu perang, mesin organisasi tidak akan bergerak kalau tidak ada dana.
Kalau dalam strategi perang, logistik tidak akan
memenangkan peperangan, tetapi tanpa logistik
Anda sulit menang. Dalam Pilkada kemarin, sulit
menggerakkan manusia karena logistik tidak ada.
Saya berusaha mendekati warga tetapi warga
juga pragmatis. Kalau tidak ada logistiknya, mereka tidak mau. Itu jadi penilaian tersendiri. Jokowi
itu bisa mengumpulkan dana Rp 17 miliar dalam
dua minggu, namun dia tetap tampil seolah-olah

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

sederhana. Padahal saya saja mengumpulkan Rp 3


miliar sudah ngos-ngosan.
Berapa dana yang Anda alokasikan untuk
media?
Saya lupa detailnya, tapi kecil. Kurang lebih Rp
500 juta.
Apa imej yang ingin Anda bentuk lewat media?
Yang paling penting adalah bahwa saya bisa
bekerja untuk rakyat. Tapi saya tidak ingin berorientasi pada pencitraan. Karena itu, di media, saya
selalu sampaikan tema: Jakarta jangan berkumis.
Berkumis itu artinya: berantakan, kumuh dan miskin.
Darimana Anda dapat konsep Berkumis ini?
Dari pengalaman setahun terakhir, sejak saya
turun ke bawah. Saya jadi tahu misalnya, yang namanya berobat gratis itu omong kosong. Buktinya
masih ada suami istri tinggal satu rumah bersama
orangtua. Ketika istri kena sakit kanker, dia mesti
bayar Rp 15 juta. Saya melihat masalahnya adalah
pejabat tidak dekat dengan rakyat, ada kesenjangan komunikasi.

127

128

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Apakah Anda punya kerjasama khusus dengan


media?
Saya berusaha bekerjasama dengan semua
media, tapi ada saja kendala yang dihadapi. Itu
mengapa saya sempat datang ke AJI. Menurut
saya, media sekarang sudah terlalu komersial.
Misalnya saja, ada satu media yang minta Rp 1 miliar per bulan itu untuk kerjasama. Coba bayangkan Rp 1 miliar itu duit darimana?
Seharusnya kerjasama itu berangkat dari nilai
idealisme. Bahwa ada pengeluaran itu memang seharusnya. Orang Jawa mengatakan jer basuki mawa
bea artinya tidak ada suatu kegiatan tanpa biaya,
tetapi ya jangan mengarah kepada aji mumpung.
Riset menunjukkan pemberitaan soal Anda cukup menonjol di Indopos....
Ada wartawan di sana, kenalan saya, yang
membantu.
Anda bekerjasama dengan media apa saja?
Ada tiga media, Indopos, Suara Pembaruan
dan Sinar Harapan.

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Bagaimana kerjasama ini terbentuk?


Saya kenal dengan wartawannya. Mereka
pernah jadi wartawan olahraga sehingga kenal
dan dekat dengan saya. Dulu saya aktif di Komite
Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Hubungan
saya dengan rekan-rekan wartawan ini sudah
puluhan tahun. Mereka sering saya ajak ke luar
negeri kalau ada ada kegiatan karate. Pada 2010,
saya menjadi Ketua Umum Federasi Olahraga
Karate Indonesia (Forki). Pada 2012, saya menjabat
Presiden Asosiasi Karate Asia Tenggara.
Detail kerjasama ini seperti apa?
Sebenarnya tidak ada kerjasama resmi. Korankoran ini sering memberitakan tema kampanye
saya, Jakarta jangan berkumis. Mereka juga menulis profil saya kendati saya tidak pernah bayar mereka apapun.
Ada kerjasama serupa dengan media online dan
teve?
Tidak ada.
Bapak sempat pasang iklan di teve?

129

130

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Ya sekali saja karena slotnya mahal. Saya juga


sempat pasang iklan di koran soal Jakarta jangan
berkumis, tapi diprotes.
Apakah slogan
diperhitungkan?

kontroversial

ini

sudah

Ya. Buktinya, iklan sekali, tapi beritanya panjang. Jadi saya memang cari yang kontroversial.
Setelah iklan saya dicabut, beritanya tahan sampai
sebulan.
Apa kendala Anda dalam memastikan kampanye Anda dimuat media?
Saya ingin kegiatan kampanye saya diliput,
karena bikin kegiatan tanpa berita itu konyol. Tapi
kalau terlalu berorientasi kepada pemberitaan, itu
bisa konyol juga. Contohnya, ada kandidat yang
hanya jalan kaki di Senayan muncul jadi berita besar di koran, tetapi kandidat yang memberi santunan untuk orang miskin tidak muncul beritanya.
Kenapa? Karena yang jalan kaki itu membayar
uang lebih besar, sedangkan yang beri santunan tidak bisa bayar medianya, hanya bisa bayar
wartawan saja. Akhirnya berita wartawan dicekal

LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

sama Pemimpin Redaksinya, karena si Pemred


merasa tidak dapat bagian.
Ini pengalaman Anda di lapangan selama
Pilkada?
Loh iya. Karena yang dapat hanya wartawan
tetapi Pemred tidak, beritanya masuk laci.
Apakah Anda
monitoring?

selalu

melakukan

media

Ya selalu monitoring.
Siapa yang melakukan?
Ada tim khusus yang bertugas memonitor
pemberitaan.
Dari monitoring tadi, bagaimana Anda mengevaluasi kampanye Anda?
Saya dirugikan karena banyak media menjalin kerjasama pemberitaan dengan kandidat,
yang berdasarkan kepentingan finansial. Saya
ingin praktek premanisme media macam itu
dihapuskan.

131

132

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Sebenarnya, berdasarkan hasil riset, pemberitaan soal Anda cukup menonjol pada putaran
pertama...
Iya. Terutama karena slogan Jakarta jangan berkumis. Walaupun saya jarang tampil lagi tapi masyarakat
Jakarta ingat dengan slogan tadi. Dari anak kecil sampai orang dewasa ingat itu. Sayangnya, banyak yang
tidak tahu kalau saya yang mencetuskan slogan itu.
Anda pernah diberitakan negatif?
Paling-paling soal slogan Jakarta jangan berkumis itu. Di lapangan, justru ada intimidasi atas
pendukung saya. Spanduk saya dengan slogan itu,
dicopoti.
Anda mengaku kesulitan masuk media mainstream karena tidak ada dana, bagaimana dengan media sosial?
Waktu itu saya menilai Twitter kurang membumi dan masyarakat yang saya bidik itu kelas bawah.
Saya mendekati golongan masyarakat miskin
karena jumlahnya lebih besar. Sayangnya, mereka
memang lebih pragmatis dan mudah dipengaruhi
politik uang. Saya tewas di soal wani piro? n

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Anda mungkin juga menyukai