)2.($7$8-2.2:,"
0(1*8-,.(%(5,0%$1*$10(',$
'$/$03(0,/,+$1*8%(5185
-$.$57$
FOKE
ATAU
JOKOWI?
Pasal 2:
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu
ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 72:
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
l.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, menjual kepada
umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
)2.($7$8-2.2:,"
0(1*8-,.(%(5,0%$1*$10(',$
'$/$03(0,/,+$1*8%(5185
-$.$57$
iv
Tim Penulis
Editor
Wahyu Dhyatmika
Penulis
Ign. Haryanto, Rika Theo, Abdul Malik
Periset :
Agung Budiono, Aryo Subarkah, Vicky Rachman,
Qayuum Amri, Arthur Gideon, dan Lutviah
Tata Letak
KGS. M. Riduan
Ilustrasi Cover
Kendra Paramita
ISBN
978-979-3530-24-6
Tebal Buku
x + 150 hlm. 12,5 x 19,5 cm
Penerbit
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta
Jl. Kalibata Timur IV G No. 10 Kalibata
Jakarta Selatan 12740
Telp./Fax : 021-798 4105
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Daftar Isi .................................................
Kata Pengantar ....................................
Bab 1. Pentingnya Pemilihan
Gubernur Jakarta .............
Bab 2. Para Kandidat .....................
Bab 3. Media Massa dan
Perannya .................................
Bab 4. Metodologi Riset ...............
Bab 5. Hasil Riset Kuantitatif ....
Bab 6. Di Balik Angka ....................
Bab 7. Kesimpulan Riset ...............
Lampiran: Wawancara Tim
Sukses Kandidat ..........
iii
vii
1
11
21
45
51
75
87
91
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
vii
viii
DAFTAR ISI
ix
Umar Idris
Ketua AJI Jakarta
BAB 1
Pentingnya Pemilihan
Gubernur Jakarta
memenuhi ekspektasi publik dengan menyodorkan kandidat-kandidat dengan rekam jejak yang
lumayan jelas dan meyakinkan.
Lihat saja Partai Demokrat yang menyorongkan sang Gubernur inkumben Fauzi Bowo alias
Foke. Lepas dari segala kekurangannya, harus
diakui Foke memang punya latar belakang pendidikan dan pengalaman yang mumpuni untuk
menjadi nahkoda Jakarta.
PDIP tak mau kalah dan menawarkan Joko
Widodo alias Jokowi, Walikota Solo yang pamornya
tengah kinclong berkat berbagai terobosan kebijakannya yang pro-rakyat. Dia berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama, bekas Bupati Belitung
Timur yang dikenal bersih dan antikorupsi.
Sementara Golkar mencalonkan Gubernur
Sumatera Selatan, Alex Noerdin. Ini juga bukan
pilihan sembarangan. Bintang Alex tengah bersinar
karena dianggap berhasil mengangkat ekonomi
Kabupaten Musi Banyuasin tempat dia pernah jadi
Bupati. Sebagai gubernur, dia juga sedang naik
daun setelah sukses menggelar pesta olahraga Asia
Tenggara, Sea Games, di Palembang. Dia berdampingan dengan Nono Sampono, eks Komandan
Subianto yang menyodorkan Ahok jadi pendamping Jokowi. Di pemilihan kepala daerah lain,
kabar-kabar semacam ini biasanya luput dari sorotan media.
Pada Pilkada Jakarta, jurnalis mengendus berbagai kabar, mulai soal persiapan penyelenggaraan pemilihan, dugaan pelanggaran aturan pemilihan, independensi penyelenggara pemilu, sampai
kabar bentrok massa pendukung calon. Semua
diberitakan, dijadikan isu publik dan dilempar
ke forum terbuka untuk dibaca, didiskusikan dan
diperdebatkan.
Pesta demokrasi di Ibu Kota juga kian semarak ketika Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)
meloloskan dua calon gubernur non-partai: Faisal
Basri dan Hendarji Supandji. Faisal yang ekonom dan Hendarji yang eks Komandan Pusat
Polisi Militer, membawa warna tersendiri untuk
Pemilihan Gubernur Jakarta.
Mereka membuat Pemilihan Gubernur Jakarta
jadi menarik buat massa anti-partai yang biasanya
menghindar dari hiruk pikuk pemilu. Para massa
mengambang ini jadi tertarik berpartisipasi, karena merasa terwakili oleh Faisal dan Hendardji yang
menjadi Gubernur Jakarta tanpa kendaraan partai politik. Mereka berhasil memenuhi syarat yakni
mengumpulkan KTP pendukung sebanyak 4 persen dari total jumlah penduduk Jakarta.
Ketiga, pilkada kali ini diikuti kandidat dengan latar belakang paling beragam. Ini membuat
publik merasa terwakili oleh wajah-wajah baru
yang memperebutkan suara masyarakat Jakarta
yang heterogen.
Patut dicatat, ada tiga kepala daerah aktif
yang ikut berlaga pada Pilkada Jakarta. Selain inkumben Fauzi Bowo, ada Walikota Solo Jokowi
dan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin.
Pemilihan Gubernur Jakarta ini bisa jadi merupakan satu-satunya pilkada di Indonesia yang diikuti
oleh tiga kepala daerah sekaligus.
Keempat, pemilihan gubernur ini berlangsung di tengah periode kebangkitan ekonomi
kelas menengah Indonesia. Kelas menengah ini
memang terutama hidup di kota besar, seperti
Jakarta. Perbaikan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mendorong kenaikan taraf
hidup dan pendapatan masyarakat.
10
BAB 2
Para Kandidat
11
12
mereka untuk jadi punggawa Jakarta. Nah di sinilah peran media menjadi penting.
Lewat media, keenam pasangan calon ini berharap bisa memukau warga yang notabene merupakan para juri dalam kontes politik ini. Sebagai
gambaran, berikut ini profil singkat mereka:
13
14
konsisten terpuruk di baris bawah. Tapi di saatsaat terakhir, tampaknya dia berhasil meyakinkan
Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie untuk memilih dia sebagai kandidat DKI-1.
Golkar sendiri sebenarnya tak kekurangan calon
berkualitas. Sebelum Alex menyalip di tikungan dan
merebut tiket pencalonan, dua politikus Golkar,
Tantowi Yahya dan Priya Ramadhani, disebut-sebut
berpeluang jadi calon DKI-1 dari Partai Beringin.
Tantowi adalah selebritas nasional yang namanya cukup bergaung di antara khalayak ramai. Dia
anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Golkar.
Sementara Priya adalah besan Aburizal. Anaknya,
Nia Ramadhani menikah dengan Ardi Bakrie, anak
Aburizal. Priya juga Ketua Golkar Jakarta. Keduanya
mental disapu pencalonan Alex Noerdin.
Untuk kursi DKI-2, Golkar menggandeng Nono
Sampono yang mengantongi dukungan Partai
Persatuan Pembangunan (PPP). Proses pencalonan Nono juga amat cepat dan nyaris luput dari
perhatian publik. Sebelumnya Nono yang dikenal dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati
Soekarnoputri, sempat mengikuti proses uji kelayakan di PDIP sebagai calon Gubernur. Tapi di
15
16
mencalonkan Joko Widodo. Gerindra sendiri menyodorkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok,
seorang anggota DPR dari Fraksi Golkar. Yang unik,
Basuki adalah warga Jakarta keturunan Tionghoa.
Inilah untuk pertama kalinya, seorang keturunan
Tionghoa dicalonkan menjadi pemimpin Jakarta.
Kemunculan duet Jokowi-Ahok langsung
menggairahkan suasana pemilihan Gubernur
Jakarta. Berbagai media massa dengan bersemangat menyoroti pasangan calon ini. Koalisi pendukung Foke yang semula sudah solid menyokong
pencalonan kembali sang gubernur pun berantakan. Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Amanat
Nasional, belakangan memilih untuk mencalonkan kandidat mereka sendiri.
Pasangan Jokowi-Ahok mempromosikan diri
sebagai pemimpin daerah yang sederhana, bersih, tegas dan berhasil melakukan perbaikan besar
di kota masing-masing. Jokowi memang terkenal
karena keberhasilannya mengubah wajah Solo.
Sedangkan Basuki atawa Ahok adalah mantan
bupati Belitung Timur yang dikenal dengan gebrakannya menyediakan pendidikan dan kesehatan gratis di sana.
17
18
Fauzi Bowo alias Foke sebenarnya calon incumbent yang punya peluang amat besar untuk mempertahankan kursinya sebagai Gubernur Jakarta.
Apalagi dia didukung Partai Demokrat, dan koalisi
partai-partai kecil dan menengah.
Pengalamannya sebagai Sekretaris Daerah lalu
Wakil Gubernur di era Gubernur Sutiyoso membuatnya dipandang mampu menyelesaikan berbagai persoalan di Ibu Kota. Selain itu, dia juga pernah menjadi kepala dinas selama bertahun-tahun.
Sayangnya mendekati masa-masa pemilihan Gubernur, dia didera berbagai isu tak sedap.
Sebagian terutama berpangkal dari perseteruannya dengan Wakil Gubernur Prijanto. Secara terbuka di media massa, Prijanto mengaku tidak banyak mendapat peran sebagai wakil kepala daerah
di Jakarta. Saran dan nasehatnya pun tak digubris
Foke. Puncaknya, Prijanto mengundurkan diri dari
kursi wakil gubernur.
Konflik ini jelas mencederai reputasi Foke.
Akibatnya, dia digambarkan sebagai pemimpin
yang arogan, kasar dan tidak bisa bekerjasama
dengan orang lain. Pencitraan ini amat merugikan
19
20
BAB 3
Media Massa dan Perannya
21
22
23
24
25
26
informasi mengenai gaya kepemimpinan dan prioritas mereka. Berikut ini beberapa isu yang mempengaruhi persepsi pemilih mengenai kandidat
Pemilihan Gubernur Jakarta 2013:
Isu yang pertama, menyangkut masalah sentimen suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
Isu ini semula muncul dari media arus utama yang
kemudian diramaikan di media sosial. Keriuhan
di media sosial, pada gilirannya, berperan makin
membesarkan magnitude atau nilai berita isu ini di
media arus utama.
Jadi, di sini terjadi proses interaksi yang dinamis antara media sosial dan media arus utama.
Masing-masing platform memainkan perannya
untuk mengangkat isu ini menjadi topik yang
hangat diperbincangkan publik.
Isu ini berawal dari laporan tim sukses Jokowi
yang melaporkan satu ceramah Rhoma Irama
yang bernuansa SARA di sebuah masjid di Tanjung
Duren, Jakarta Barat, akhir Juli 2012. Ini jadi masalah karena Rhoma dikenal luas sebagai pendukung Foke meski namanya tak tercantum resmi
dalam daftar tim sukses.
27
28
29
30
31
32
putaran kedua. Dikabarkan kalau Jokowi sebenarnya tidak terlalu banyak berprestasi di Solo, berlawanan dengan berbagai pemberitaan selama
ini. Berbagai inisiatifnya diisukan tak berlanjut dan
hanya berhasil di awal peluncurannya.
Tuduhan ini disertai sejumlah data statistik
untuk memperkuat kredibilitasnya. Namun, informasi ini pun tidak mampu menggoyahkan popularitas Jokowi. Apalagi ketika terbukti data-data itu
hanya daur ulang dari sejumlah informasi lawas
yang sudah pernah dibahas di Solo.
Sekali lagi di sini, media mainstream berperan besar untuk menjernihkan informasi atau berperan sebagai clearing house. Memang ada media yang terjebak
menjadi penyebar kampanye hitam dan propaganda
politik dari kedua tim sukses yang bertanding. Tapi tak
sedikit yang dengan berhati-hati memilih dan memilah isu-isu itu. Hanya informasi yang sudah terverifikasi
saja yang dimuat di media massa.
Dengan upaya verifikasi dan konfirmasi yang
dengan sendirinya tersebar juga melalui media sosial, pada akhirnya publik bisa memilah mana isu
yang akurat dan mana yang hanya merupakan bagian dari kampanye hitam para kandidat.
33
34
Banyaknya media di Jakarta dan relatif luasnya penetrasi media sosial di Ibu Kota membuat
banyak kampanye hitam tak berhasil sampai
mengubah opini dan persepsi khalayak. Berbeda
dengan banyak Pilkada di daerah lain. Biasanya,
keberadaan sebuah isu yang menyesatkan dan
berpotensi menimbulkan keraguan di benak
pemilih, baru disadari pada detik-detik terakhir
menjelang pencoblosan, ketika sudah tak mungkin lagi dinetralisir.
Isu keenam, soal rekayasa kebakaran di
Jakarta. Sepanjang pilkada Jakarta, mungkin ini
salah satu isu yang paling rawan menyebabkan
gesekan dan konflik yang serius. Isu ini bermula
dari serangkaian kebakaran yang membumihanguskan sejumlah permukiman padat dan kumuh
di Jakarta pada Agustus 2012. Potensi kebakaran
di Jakarta memang meningkat berkali-kali lipat
pada musim kemarau.
Nah, di tengah upaya mengatasi kebakaran
itu, beredar pesan berantai melalui blackberry
message yang mengaitkan kebakaran itu dengan upaya mengintimidasi warga agar tidak memilih Jokowi. Agar meyakinkan, dalam pesan itu
35
36
2012. Tak ada satu pun kubu yang mengakui spanduk itu sebagai bagian dari kampanye mereka.
Berbagai isu ini menunjukkan bahwa kompetisi politik yang panas memang memicu berbagai
upaya intimidasi dan disinformasi. Fenomena ini
sebenarnya tidak khas Jakarta. Hampir selalu ada
isu-isu seram yang berusaha mendiskreditkan
para kandidat dalam pemilihan politik seperti ini.
Lagi-lagi, berbeda dengan daerah lain, di
Jakarta sebagian besar dari para pemilih terkoneksi satu sama lain melalui media sosial. Setiap isu
yang jadi viral dan dibahas di media sosial hampir
pasti akan dicheck langsung dan dikonfirmasi oleh
media arus utama.
Lepas dari akurasi maupun keberimbangan
peliputan media mainstream, setidaknya model
interaksi macam ini membuat tidak ada isu gelap
yang bermain di kompetisi politik ini. Semua dibuka dan dibahas secara transparan. Di media sosial,
para netizen atau pengguna internet juga biasanya akan mencari informasi yang bisa memperkuat
atau melemahkan isu yang berkembang.
***
37
38
Ketujuh isu di atas hanya sebagian dari berbagai isu politik yang muncul selama Pilkada
Jakarta. Jarak waktu antara pemilihan gubernur
putaran pertama sampai putaran kedua yang
cukup lama membuat berbagai kabar beraneka
rupa sempat mewarnai ruang publik, dan berebut perhatian khalayak. Pilkada putaran kedua
berlangsung pada 20 September 2012, lebih
dari dua bulan dari pemungutan suara putaran
pertama.
Akhirnya, setelah pencoblosan, kita semua
tahu pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja
Purnama meme
nangkan Pemilihan Gubernur
Jakarta 2012. Berdasarkan penghitungan atau
rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Jakarta, Jokowi-Ahok memperoleh 2,47 juta suara, sedangkan Foke-Nara hanya mendapat 2,12
juta suara. Jokowi dan Ahok juga dinyatakan lebih
unggul di lima wilayah Jakarta, dan hanya kalah di
satu wilayah yaitu di Kepulauan Seribu.
Selama Juli hingga September 2012, bahkan
sampai buku ini ditulis, Pilkada DKI masih menjadi
isu sentral dalam pemberitaan media lokal maupun nasional. Bisa dibilang media memberi ruang
Peran Media
Tak bisa dipungkiri, media punya peran teramat penting dalam pembentukan opini publik
pada masa Pemilihan Gubernur Jakarta. Ketujuh
isu yang diulas sebelumnya menjadi bukti
bagaimana persepsi positif maupun negatif calon
pemilih amat tergantung pada informasi macam
apa yang dipublikasikan media.
Meski belakangan media sosial juga memainkan peran vital, keberadaan media mainstream dan
perannya untuk menambah maupun mengurangi
peluang seorang kandidat masih amat berpengaruh. Daya jangkaunya yang luas dan akses para
jurnalis media mainstream pada sumber informasi
yang tak bisa ditembus para jurnalis warga (citizen
journalists) membuat media mainstream masih
dianggap sebagai acuan informasi utama di mata
publik. Keberadaan versi online dari media mainstream juga berperan penting menjaga tingkat
pengaruh media di era Twitter dan Facebook seperti sekarang.
39
40
41
42
43
44
BAB 4
Metodologi Riset
45
46
47
48
Metodologi
49
50
BAB 5
Hasil Riset Kuantitatif
51
52
PUTARAN PERTAMA
A. Jumlah Berita
Kompas.com
Detik.com
Okezone.com
Vivanews.com
Indopos
Wartakota
Poskota
Republika
RCTI
Koran Tempo
Metro TV
Suara Pembaruan
Kompas
Koran Jakarta
TV One
Jak TV
162
127
113
100
87
87
84
65
39
0
100
200
300
610
443
261
219
218
400
500
794
600
700
800
851
900
Ini klop dengan sifat alamiah dari ketiga platform media ini. Media online memang unggul
dari sisi kuantitas berita dan peliputan langsung,
sementara koran memiliki halaman yang terbatas,
namun bisa memprioritaskan isu tertentu dan menambah halaman bila perlu. Hanya televisi yang
ruang pemberitaannya memang dibatasi oleh
waktu dan frekuensi penyiaran yang terbatas.
Dengan demikian, wajar saja jika jumlah pemberitaan tentang isu ini paling sedikit di televisi.
Tapi belum tentu, proporsi pemberitaan Pilkada
Jakarta, dibandingkan total persentase pemberitaan di stasiun televisi itu, rendah.
Empat media yang beritanya paling banyak
soal Pilkada adalah media online. Kompas.com
menjadi juara di sini.Sementara dari kategori koran
lokal, Indo Pos ada di urutan teratas. Kategori media cetak nasional dikuasai Republika. Sementara
untuk televisi, RCTI yang mendominasi dari sisi
jumlah berita Pilkada DKI Jakarta.
53
54
B. Tema Pemberitaan
Dari sisi tema pemberitaan, riset ini menemukan sejumlah topik yang mendominasi pemberitaan media sekitar dua bulan masa putaran pertama
Pilkada 2012. Ada soal kampanye para kandidat (ini
juga mencakup latar belakang, visi-misi dan program
mereka), pelaksanaan Pilkada sendiri (persiapan KPU
Jakarta, logistik, pro kontra soal daftar pemilih tetap),
perebutan dukungan menjelang putaran kedua,
pendaftaran kandidat, regulasi dan kecurangan.
Hasil analisa kuantitatif menunjukkan bahwa
sebagian besar media lebih fokus pada isu kampanye Pilkada ketimbang isu lain. Ini wajar saja
karena kampanye Pilkada yang terjadi setiap hari
pada periode ini mau tak mau mendikte materi
pemberitaan media.
C. Foto Kandidat
55
56
57
58
Hidayat Nurwahid-Didik JR
86
68
39
38
22
11
35
49
46
26 27
Detik.Com
61
57
49
46
22
20
12
16
Kompas.Com
Okezone.Com
20
10
10 6
Vivanews.Com
16
15
12
8
2 2 2
Kompas
6
1
3
0
9 9
4
1
0 0
Koran Tempo
Republika
Suara Pembaruan
Pada kelompok koran nasional, Kompas justru paling banyak memuat berita tunggal mengenai
Faisal Basri. Ini mengindikasikan, meski satu grup,
49
42
31
25
35
30
27
21
19
4
Indopos
0 0 0 0
Koran Jakarta
13 15 15 15
23 25
19
16
9
0
Poskota
Wartakota
59
60
Hidayat Nurwahid-Didik JR
10
8
3 3
6
1 1
Jak TV
5
1
2 2
Metro TV
9
6 6
3
0
RCTI
2 2
1 1
TV One
Pada kategori televisi, berita tunggal mengenai Jokowi paling sering muncul di JakTV dan RCTI.
Metro TV paling sering memuat berita tunggal
tentang Fauzi Bowo. Sementara TVOne menampilkan berita tunggal tentang Jokowi dan Hendardji
Soepanji lebih sering ketimbang yang lain.
Dengan demikian, tampaklah bahwa selama
periode pertama (1 Juni-31 Juli 2012) dari aspek
pemuatan berita tunggal, kandidat Fauzi Bowo paling
sering muncul di Warta Kota, Pos Kota, Koran Tempo
dan MetroTV. Sementara kandidat Alex Noerdin paling sering muncul di Kompas.com, Republika dan
Indo Pos. Kandidat Jokowi mendominasi di media
online: detik.com, viva.co.id dan okezone.com, juga
di Harian Suara Pembaruan, JakTV, RCTI dan TVOne.
E. Keberimbanga
61
62
10%
Satu
sisi
16%
Dua sisi
74%
PUTARAN KEDUA
A. Jumlah Berita
Jak TV
Kompas
Republika
Wartakota
RCTI
Koran Jakarta
Suara
TV One
Metro TV
Koran Tempo
Poskota
Indopos
Vivanews.com
Kompas.com
Detik.com
Okezone.com
0
25
46
53
56
58
58
78
94
98
103
130
256
422
619
733
768
200
400
600
800
1000
Pada periode kedua ini, ada 3.597 berita tentang Pilkada Jakarta yang harus ditelisik. Tak berbeda jauh dibandingkan putaran pertama, media
online lagi-lagi mendominasi jumlah berita mengenai Pilkada.
Tapi jawara untuk periode kedua ini adalah
Okezone.com. Situs berita yang merupakan bagian dari grup MNC milik konglomerat Harry
Tanoesudibjo ini menggeser dominasi Kompas.
com yang pada periode sebelumnya mempublikasikan berita terbanyak.
Sementara dari kategori koran lokal, Indo Pos
tetap ada di urutan teratas, sama dengan periode
63
64
sebelumnya. Kategori media cetak nasional dikuasai Koran Tempo, yang menggusur Republika.
Sementara untuk televisi, MetroTV menggantikan
posisi RCTI yang mendominasi dari sisi jumlah berita Pilkada DKI Jakarta putaran kedua ini.
Dinamika seputar media yang lebih banyak
mempublikasikan berita soal Pilkada DKI Jakarta
pada putaran kedua ini menandakan makin panasnya kompetisi politik ini. Banyaknya berita di
dua stasiun televisi berita, MetroTV dan TVOne,
misalnya, menunjukkan makin besarnya perhatian
publik pada proses ini.
B. Tema Pemberitaan
22
Sengketa Pemilu
Kecurangan pada hari H Pemilu
74
Masalah logistik
79
Pelaksanaan Pemilu
101
Kecurangan
117
140
Pendaftaran
Regulasi
188
Kampanye
202
324
Isu SARA
628
1698
Lainnya
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
48%
Fauzi Bowo
Nachrowi R.
52%
65
66
49%
Fauzi Bowo
Nachrowi R.
51%
Lagi-lagi, sama dengan periode pertama, kandidat yang paling sering muncul sebagai berita tunggal di media massa sama dengan kandidat yang
fotonya paling sering dimuat. Ada korelasi antara
228 233
202
104
116
71
90
Fauzi Bowo-Nachrowi R
Joko Widodo-Basuki Tjahja
P
67
68
Hasil ini berbeda dibandingkan putaran pertama, ketika detik.com, okezone.com dan viva.co.id
paling banyak memuat berita tunggal tentang
Jokowi. Hanya Kompas.com yang paling banyak
memuat berita tunggal mengenai Alex Noerdin.
Artinya ada pergeseran di detik.com dan Kompas.
com, sementara Viva dan Okezone konsisten lebih
banyak memuat berita tunggal mengenai Jokowi.
16
13
11
9
1 1
Kompas
Koran
Tempo
Joko Widodo-Basuki
Tjahja P
Republika
Fauzi Bowo-Nachrowi R
Suara
Pembaruan
Dari empat koran nasional yang diteliti, tampak bahwa hanya Koran Tempo yang memuat berita tunggal tentang Fauzi Bowo lebih banyak dari
Jokowi. Republika dan Suara Pembaruan memberi
ruang lebih banyak untuk berita tunggal tentang
Jokowi, sementara Kompas bersikap netral dan
memberi ruang sama banyak untuk kedua kandidat.
Jika dibandingkan dengan hasil riset pada
putaran pertama, ada sejumlah pergeseran. Harian
Kompas sebelumnya lebih banyak memuat kandidat independen Faisal Basri. Begitu Faisal tak lolos
ke putaran kedua, koran terbesar ini tampaknya memilih memberi ruang yang berimbang untuk kedua
kandidat. Pergeseran juga terjadi pada Republika,
yang pada putaran pertama lebih banyak memuat
berita tunggal mengenai Alex Noerdin.
Konsistensi nampak pada Suara Pembaruan
dan Koran Tempo. Sejak putaran pertama, Suara
Pembaruan memang lebih banyak memuat berita
Jokowi dan Koran Tempo memang lebih sering
menulis berita tunggal tentang Fauzi Bowo.
80
62
45
Fauzi Bowo-Nachrowi R
Joko Widodo-Basuki Tjahja P
3
Indopos
Koran Jakarta
Poskota
11
Wartakota
69
70
26
24
Fauzi Bowo-Nachrowi R
11
8 9
11
Joko Widodo-Basuki
Tjahja P
2 2
Jak TV
Metro TV
RCTI
TV One
71
72
E. Keberimbangan
Dari sisi keberimbangan, performa mediamedia yang diteliti pada periode kedua belum
menunjukkan perkembangan berarti. Jumlah berita yang mengandung satu sisi pemberitaan saja
masih mencapai 75 persen dari total berita yang
diteliti. Ini hanya bergeser 1 persen dibandingkan
hasil pada putaran pertama, dimana ada 74 persen berita yang hanya menampilkan satu sisi dari
topik yang diangkat.
7%
Satu Sisi
18%
Dua sisi
75%
Sementara jika dilihat dari ada tidaknya konfirmasi yang dilakukan pada berita yang mengandung topik kontroversial, performa media yang
diteliti pada putaran kedua menunjukkan sedikit
perbaikan dibandingkan pada putaran pertama.
Pada putaran kedua ini, ada 874 berita yang
mengandung kontroversi di 16 media yang diteliti. Dari jumlah itu, ada 379 berita atau 43, 4 persen
yang berisi konfirmasi dari pihak yang dituding. Ini
lebih baik ketimbang persentase berita kontroversial berisi konfirmasi pada periode pertama yang
hanya 27, 5 persen.
Selain persentase berita satu sisi dan berita
tanpa konfirmasi, keberimbangan media dalam
riset ini juga dinilai dari nada negatif atau positif
yang diterima kandidat dalam pemberitaan.
73
74
BAB 6
Di Balik Angka
ngka dan persentase hasil riset kuantitatif pada bab sebelumnya membuka mata kita bahwa media tidak bisa
sepenuhnya mengklaim diri telah
berimbang dalam peliputan Pilkada Jakarta 2012.
Ada media yang konsisten menempatkan berita tunggal dan foto mengenai satu kandidat lebih
dominan dibandingkan kandidat lain. Ada yang
kecenderungan fokus beritanya berubah memasuki putaran kedua pemilihan. Tapi temuan yang
75
76
77
78
Sumber: Nielsen
79
80
Selain beriklan di media komersial, para kandidat juga gencar memanfaatkan media sosial. Hasil
riset Nielsen mengungkapkan total pesan kampanye di media sosial mencapai 17.790 pesan, dan 90
persen di antaranya berupa kicauan di Twitter.
Tren perbincangan di media sosial mencapai
puncaknya pada periode 13-19 Mei dengan jumlah
pesan lebih dari dua kali lipat menjadi 1.307 pesan
dibandingkan pekan sebelumnya. Sementara
topik utama yang diperbincangkan saat itu adalah
kekacauan daftar pemilih tetap (DPT).
Besarnya belanja iklan para kandidat ini
kurang lebih juga tergambar dalam laporan dana
kampanye para kandidat kepada Komisi Pemilihan
Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta. Pada laporan per 10 Juli 2012 atau pada putaran pertama
Pilkada-- pasangan yang memiliki dana kampanye
terbesar adalah Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli sebesar Rp 62,6 miliar, kemudian disusul Jokowi-Basuki
Rp 27,5 miliar. Adapun pasangan dengan dana
kampanye terkecil adalah Hendardji Supandji-A
Riza dengan dana kampanye sebesar Rp 3 miliar.
Tentunya, laporan dana kampanye ini belum menggambarkan seluruh pengeluaran dan
Sumber : Kontan.co.id
81
82
Kisah Hibah dari Betawi: Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (kiri) dan
Ketua Badan Musyawarah (Bamus) Betawi yang juga calon wakil
Gubernur DKI Jakarta pasangan Fauzi Bowo, D.J. Nachrowi Ramli,
menghadiri acara Lebaran Betawi yang bertema Lebaran di Kampung
Betawi di Lapangan Eks Djabesmen, Jalan Perintis Kemerdekaan,
Kelapa Gading Jakarta Utara, Senin 10 September 2012. Kegiatan yang
berlangsung pada 9-10 September 2012 tersebut diselenggarakan rutin
setiap tahun oleh Bamus Betawi dengan anggaran bersumber dari APBD
DKI Jakarta. [TEMPO/STR/Marifka Wahyu Hidayat; MW2012091004
lokal di Jakarta. Selain media cetak, tim Foke mengaku juga memasang iklan di semua portal berita
yang berpengaruh.
Indikasi kedua tampak dari pemberitaan mengenai Jokowi. Untuk periode yang sama misalnya, kandidat Jokowi paling sering ditampilkan sebagai berita tunggal di tiga situs berita (okezone.com, Kompas.
com, Viva.co.id), tiga teve (MetroTV, TVOne dan RCTI),
dua koran nasional (Republika, Suara Pembaruan),
dan satu koran lokal (Warta Kota). Dengan demikian,
bisa disimpulkan tim sukses Jokowi mendominasi
pemberitaan di media online dan televisi. Tiga dari
empat media yang diteliti di kedua kategori ini memberi ruang lebih untuk tim Jokowi.
Belakangan, dari pengakuan tim sukses Jokowi
yang diwawancarai oleh tim riset ini, kita tahu
bahwa belanja iklan mereka memang difokuskan
pada media non-cetak, seperti televisi.
Sekali lagi, ini baru indikasi awal bahwa ada
korelasi antara pemasangan iklan dan nada serta
kuantitas pemberitaan media. Jelas perlu ada
penelitian lebih jauh untuk mempertegas ada tidaknya korelasi ini. Terlebih karena ada juga temuan
yang membantah korelasi ini.
83
84
85
86
BAB 7|Kesimpulan
BAB 7
Kesimpulan
87
88
BAB 7|Kesimpulan
89
90
kalau pemberitaan negatif yang diukur, maka tampak bahwa Fauzi Bowo lebih banyak ditulis negatif
ketimbang Jokowi.
Kelima parameter ini menunjukkan bahwa
Jokowi memang mendapat banyak keuntungan dari media, selama pelaksanaan Pemilihan
Gubernur Jakarta 2012. Pertanyaannya mengapa?
Sejumlah wawancara kualitatif menemukan
ada korelasi antara pemasangan iklan dengan
nada pemberitaan media. Ini dibantah habishabisan oleh para pengelola redaksi yang diwawancarai untuk riset ini. Agar bisa menjadi kesimpulan yang konklusif, perlu ada riset tambahan untuk
memastikan bagaimana peran iklan media dalam
mempengaruhi nada pemberitaan di redaksi. n
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
91
92
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
93
94
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
95
96
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
97
98
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
Bagaimana kampanye
dipersiapkan?
media
Tim
Fauzi
99
100
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
101
102
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
103
104
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
sombong. Memang begitu karakternya. Temanteman wartawan balaikota juga paham karakter
dia.
Apakah tim media kerepotan memoles karakter itu?
Kami tidak menyalahkan kandidat. Kami
hanya menyarankan supaya semestinya seperti
apa. Dalam banyak peristiwa, media juga tidak
utuh. Apalagi berita media online kan memang
sepotong-sepotong.
Kami menemukan ada banyak isu SARA
yang dimainkan pada putaran kedua Pilkada...
Itu bukan kami yang bikin. Yang disampaikan
Rhoma Irama dan Pak Fauzi sebenarnya bukan
isu SARA. Kami capek juga mengklarifikasi hal ini,
karena setiap hari keluarnya SARA di berita.
Bukankah Pak Fauzi pernah minta pemilih yang
pro Jokowi untuk pulang saja ke Solo?
Kami akui itu fakta, dan Pak Fauzi memang
salah ngomong. Karakter orang Betawi memang
ceplas ceplos dan suka bercanda. Kalau dilihat beritanya secara utuh --dan kebetulan saya ada juga
di situ-- Pak Fauzi itu kan sebenarnya bercanda
105
106
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
akhirnya kami tidak berdaya juga, kalau kami lawan malahan makin rusak.
Jadi apa yang Anda lakukan untuk membalik
pemberitaan buruk tentang Pak Fauzi?
Ya lebih baik didiamkan saja. Saya sering minta teman-teman wartawan, jangan pasang berita
seperti itulah. Apalagi berita seperti itu sebenarnya
tidak boleh dimuat karena menjatuhkan orang.
Berapa dana kampanye Tim Foke yang dihabiskan untuk media?
Ada laporannya di KPU. Saya tidak tahu persis karena yang mengelola itu dari tim keuangan.
Kami punya program apapun, yang bayar tim
keuangan.
Apa sampai Rp 20 miliar?
Enggak sampai sebesar itu. Tapi memang paling banyak dana habis buat iklan.
Apa evaluasi Anda soal pemberitaan media?
Ada kesalahan persepsi teman-teman media
online soal cover both sides. Mereka pikir cover both
107
108
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
109
110
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
111
112
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
113
114
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
115
116
karena posisi kami terpencar. Jadi bisa rapat virtual. Pernah sehari, kami kirim lima rilis kegiatan.
Bagaimana evaluasi tim soal pemberitaan media dilakukan?
Setelah sebuah rilis dimuat jadi berita, kami
pelajari. Yang mana yang tak sesuai dengan angle
kami. Dari situ kami perhatikan, mana kegiatan
yang kurang menarik dan menarik untuk media.
Semua itu dievaluasi. Akhirnya kami jadi tahu media sukanya seperti apa. Begitu pula untuk foto.
Bagaimana tim merespon berita negatif soal
Pak Hidayat?
Pernah satu kali ada berita yang menuding
Pak Hidayat mengunjungi hutan kota di Srengseng
Sawah sebagai kampanye. Padahal beliau hanya
meninjau. Kami kirim hak jawab dan klarifikasi.
Sebenarnya tidak banyak berita negatif soal Pak
Hidayat di media. Mungkin temen-temen media
masih sayang pada beliau.
Apakah pemberitaan media
Jakarta sudah berimbang?
selama Pilkada
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
Kalau yang berkaitan dengan media, ya kita tahulah media itu siapa yang punya. Apalagi kepemilikan media sekarang terpusat di tangan segelintir
orang dengan kepentingan politik tertentu.
Dalam situasi seperti sekarang kontrol media
harus kuat. AJI yang independen bisa menyuarakan kepentingan orang-orang yang enggak
punya akses ke media. Selain itu, seharusnya ada
undang-undang yang memastikan semua kandidat mendapat kesempatan yang sama untuk diberitakan media. n
117
118
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
Kalau Anda beriklan di satu media online, biayanya sampai Rp 100 juta. Nah, kami menggunakan metode yang beda. Kami menggunakan
space-space yang kosong di Google yang biayanya
cuma sekitar Rp 80 ribu. Di Facebook, kami menggunakan fasilitas dimana orang yang me-like page
tertentu bisa langsung melihat iklan saya. Jadi
itu yang kami lakukan. Pesan pentingnya, media
sosial memang makin berperan penting, namun
penggunaannya belum banyak.
Kedua, kami menggunakan iklan konvensional. Ada yang dibiayai sendiri seperti di Kompas.
com dan Kompas TV. Itu juga karena mereka memberi potongan diskon yang luar biasa. Ada iklaniklan lain di teve.
Ada juga iklan yang dipasang oleh orang
lain. Jadi ada orang menyumbang iklan di beberapa media, salah satunya Kompas. Iklan tersebut
dibayar oleh orang lain, bukan sumbangan dari
medianya itu sendiri. Tapi isi iklannya disepakati,
jadi dikonsultasikan dengan saya.
Dari tim Anda, apakah ada mengeluarkan uang
untuk media-media tertentu?
119
120
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
121
122
Ya kalau di proposal sih gede. Kalau mau efektif sekitar Rp 20 miliar. Untuk teve itu miliaran,
yang lainnya Rp 200 jutaan-lah. Kita akui serangan
udara memang paling mahal.
Imej apa yang ingin dibentuk dalam kampanye
kemarin?
Sebelum bicara citra, yang pertama adalah
pengenalan. Karena popularitas saya itu relatif
rendah. Jadi pada awal setahun sebelum pilkada, popularitas saya hanya 30 persen. Jadi orang
Jakarta yang kenal saya di Jakarta hanya 30 persen.
Jadi program pertamanya adalah mengenalkan saya. Nah mengenalkan itu kan bisa brosur,
kunjungan, dan lain sebagainya, kemudian lewat
media. Tapi baru sadar saya sekarang, konsistensinya nggak ada.
Sewaktu di Pos Kota iklan saya pernah ada, di
TV juga. Waktu itu saya puas banget, buat satu iklan
tiga menit, tapi syutingnya tiga hari. Ditayangkan
di televisi hanya 10 hari, dan itu pun jauh sebelum
pilkada, jadi orang sudah pada lupa.
Tapi serangan udara itu memang mahal sekali.
Kami tidak punya kemewahan untuk menjalankan
KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
123
124
Ada. Jadi mereka yang membuat pertimbangan placement iklannya dimana, saya yang approve isi iklannya. Ada tim khusus yang mengurus
media. Mereka terbagi tiga, yang mengurus media
cetak, media online, dan media sosial.
Apakah Anda mempekerjakan jurnalis aktif di
tim media?
Tidak ada yang masih aktif bekerja di media,
paling mantan. Misalnya Dani tadinya bekerja di
Rakyat Merdeka, tapi sudah lama keluar. Tapi tidak
ada wartawan aktif disana.
Bagaimana evaluasi Anda atas pemberitaan
media soal Pilkada Jakarta?
Kami memiliki instrumen khusus untuk mengevaluasi media. Namanya MediaTrack. Dengan
aplikasi itu, saya bisa melihat pemberitaan tentang saya di media apa saja, dan juga pemberitaan
tentag kompetitor.
Apakah ada strategi khusus dalam menghadapi
berita-berita tertentu di media?
Ada. Jadi ada tim di Twitter yang bertugas
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
paling
efektif
untuk
Nggak tau saya, itu harus dievaluasi. Tapi seingat saya, yang paling efektif itu ya sosial media.
Misalnya saja, saya itu tidak pernah kenal dengan
seleb seperti Pandji, Glenn Fredly, dan lain-lain.
Tapi mereka ini pendukung setia saya di
Twitter. Banyak anak muda yang kritis yang tertarik
pada politik lewat sosial media ini. Kalau dilihat di
exit poll, rata-rata yang memilih saya itu berusia di
bawah 27 tahun.
Jadi kami merasa perjuangan kami tidak siasia karena berhasil membangunkan semangat
anak muda. Dan kami sampai sekarang terus berhubungan. Saya sering diundang di Provokatif/
Proactive, di Hardrock Cafe, dan lain-lain. Ini untuk
membuktikan bahwa Pilkada itu sebuah medium
perjuangan, bukan akhir dari perjuangan. Dan
kami bangga karena sampai sekarang kami diperhitungkan. Karena bagi kami independen itu pilihan, untuk mengimbangi partai politik. n
125
126
LAMPIRAN WAWANCARA
DENGAN TIM SUKSES HENDARDJI
SOEPANDJI
Hendardji Soepandji: Kerjasama
Media itu Mahal
Bagaimana strategi Anda dalam kampanye
Pilkada DKI Jakarta?
Kembali pada ilmu perang, mesin organisasi tidak akan bergerak kalau tidak ada dana.
Kalau dalam strategi perang, logistik tidak akan
memenangkan peperangan, tetapi tanpa logistik
Anda sulit menang. Dalam Pilkada kemarin, sulit
menggerakkan manusia karena logistik tidak ada.
Saya berusaha mendekati warga tetapi warga
juga pragmatis. Kalau tidak ada logistiknya, mereka tidak mau. Itu jadi penilaian tersendiri. Jokowi
itu bisa mengumpulkan dana Rp 17 miliar dalam
dua minggu, namun dia tetap tampil seolah-olah
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
127
128
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
129
130
kontroversial
ini
sudah
Ya. Buktinya, iklan sekali, tapi beritanya panjang. Jadi saya memang cari yang kontroversial.
Setelah iklan saya dicabut, beritanya tahan sampai
sebulan.
Apa kendala Anda dalam memastikan kampanye Anda dimuat media?
Saya ingin kegiatan kampanye saya diliput,
karena bikin kegiatan tanpa berita itu konyol. Tapi
kalau terlalu berorientasi kepada pemberitaan, itu
bisa konyol juga. Contohnya, ada kandidat yang
hanya jalan kaki di Senayan muncul jadi berita besar di koran, tetapi kandidat yang memberi santunan untuk orang miskin tidak muncul beritanya.
Kenapa? Karena yang jalan kaki itu membayar
uang lebih besar, sedangkan yang beri santunan tidak bisa bayar medianya, hanya bisa bayar
wartawan saja. Akhirnya berita wartawan dicekal
LAMPIRAN|Lampiran Wawancara
selalu
melakukan
media
Ya selalu monitoring.
Siapa yang melakukan?
Ada tim khusus yang bertugas memonitor
pemberitaan.
Dari monitoring tadi, bagaimana Anda mengevaluasi kampanye Anda?
Saya dirugikan karena banyak media menjalin kerjasama pemberitaan dengan kandidat,
yang berdasarkan kepentingan finansial. Saya
ingin praktek premanisme media macam itu
dihapuskan.
131
132
Sebenarnya, berdasarkan hasil riset, pemberitaan soal Anda cukup menonjol pada putaran
pertama...
Iya. Terutama karena slogan Jakarta jangan berkumis. Walaupun saya jarang tampil lagi tapi masyarakat
Jakarta ingat dengan slogan tadi. Dari anak kecil sampai orang dewasa ingat itu. Sayangnya, banyak yang
tidak tahu kalau saya yang mencetuskan slogan itu.
Anda pernah diberitakan negatif?
Paling-paling soal slogan Jakarta jangan berkumis itu. Di lapangan, justru ada intimidasi atas
pendukung saya. Spanduk saya dengan slogan itu,
dicopoti.
Anda mengaku kesulitan masuk media mainstream karena tidak ada dana, bagaimana dengan media sosial?
Waktu itu saya menilai Twitter kurang membumi dan masyarakat yang saya bidik itu kelas bawah.
Saya mendekati golongan masyarakat miskin
karena jumlahnya lebih besar. Sayangnya, mereka
memang lebih pragmatis dan mudah dipengaruhi
politik uang. Saya tewas di soal wani piro? n