Anda di halaman 1dari 20

KANDUNGAN AKTIF TANAMAN OBAT I

(KARBOHIDRAT, ALKALOID, GLIKOSIDA, DAN TANIN)

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Matakuliah
FARMAKOGNOSI
yang dibimbing oleh Dr. Endang Kartini A. M., M. S. Apt.

Oleh
Erma Yunita

100342404638 / HB

Septi Kurniama Sari

100342404647 / HB

Amanda Sofi Rachmania

100342404661 / HB

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
SEPTEMBER 2013

Kandungan Aktif Tanaman Obat


Khasiat pada tanaman obat tidak terlepas dari kandungan bahan aktif yang
dimilikinya. Data World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar
80% dari populasi penduduk dunia sangat tergantung pada tanaman obat untuk
kebutuhan perawatan kesehatan mereka, dan lebih dari 30% sediaan farmasi
didapatkan dari tanaman. Kemampuan suatu tanaman sebagai obat disebabkan
oleh kandungan senyawa kimia atau senyawa aktif yang memiliki daya kerja
pengobatan (Tjahjohutomo, 2011).
Tanaman obat pada umumnya memiliki sifat khas terutama berdasarkan
jenis dan kandungan zat aktif yang ada di dalamnya. Tanaman obat tersebut
dimanfaatkan berdasarkan kandungan zat berkhasiat yang umumnya memiliki
kadar sangat bervariasi dan berbeda antara individu satu dengan individu lainnya.
Tjahjohutomo (2011), menambahkan bahwa kandungan senyawa yang terdapat
pada tanaman, terdiri dari resin, karet, gum, lilin, pewarna, wewangian, protein,
asam amino, peptida bioaktif, hormon, fitokimia, gula, flavonoid dan bio
pestisida. Metabolit sekunder di dalam tanaman berperan sebagai zat berkhasiat
dan berkorelasi positif dengan jenis tanaman itu sendiri.
Bahan alami yang diketahui memiliki khasiat tertentu diantaranya adalah
zat samak atau tanin dan pati. Kandungan aktif pada tanaman obat diproduksi
sejalan dengan proses metabolisme tang terjadi pada tumbuhan melalui jalur yang
berbeda-beda antara hasil metabolit satu dengan yang lain (Azizah, 2008). Secara
umum, hasil metabolisme yang dihasilkan tanaman berperan utama sebagai
penunjang kehidupan serta alat perlindungan diri tanaman dari pengganggu
maupun pemangsa. Pada beberapa jenis tanaman, hasil metabolit sekunder yang
dihasilkan dapat menjadi racun bagi tubuh penggunanya. Seiring berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi, kandungan aktif yang pada tanaman-tanaman
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai obat penyakit tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, berikut akan dibahas mengenai beberapa
kandungan aktif berkhasiat obat yang dimiliki oleh tanaman secara umum.
Kandungan aktif tersebut diantaranya adalah karbohidrat, alkaloid, glikosida serta
tanin yang merupakan produk-produk hasil metabolisme primer serta sekunder
pada tanaman.

A. KARBOHIDRAT
Karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung atom karbon,
hidrogen, dan oksigen dengan komposisi umum 1:2:1. Formulasi karbohidrat
adalah (CH2O)n, dimana n 3 (Hopkins et al, 2009). Molekul karbohidrat yang
lebih kecil berperan utama dalam metabolisme energi pada sel dan sumber utama
kerangka karbon pada hampir semua molekul organik. Karbohidrat yang paling
sederhana adalah aldehida atau keton mempunyai dua atau lebih gugus hidroksi.
Berdasarkan jumlah sakarida penyusunnya, karbohidrat dibedakan menjadi 3
golongan, yaitu:
1.Monosakarida
Monosakarida ialah karbohidrat yang sederhana, yang berarti molekulnya
hanya tersusun dari beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan dengan
cara hidrolisis. Umumnya monosakarida disusun oleh 3 samapai 7 atom karbon,
dan jumlah atom penyusunnya tersebut mempengaruhi penamaan masing-masing
monosakarida, yaitu :
a. Gula tiga karbon (Triosa). Senyawa ini merupakan zat antara yang penting
dalam lintasan metabolik fotosintesis dan respirasi sel. Yang termasuk ke
dalam golongan ini adalah gliseraldehid dan dihidroksiaseton.
b. Gula empat karbon (Tetrosa). Gula ini tidak banyak ditemui, walaupun
beberapa bentuk berperan dalam proses fotosintesis dan respirasi.
c. Gula lima karbon (Pentosa). Senyawa ini sangat penting dalam fotosintesis dan
respirasi. Dua jenis pentose (ribose dan deoksiribosa) juga membentuk unsur
pembangun utama untuk asam nukleat, yang penting bagi semua kehidupan.
4. Gula enam karbon (heksosa). Gula ini sering ikut serta dalam tahap respirasi
dan fotosintesis dan menjadi bangun utama dari banyak macam karohidrat lain
termasuk pati dan selualosa.Kunci dari heksosa adalah glukosa dan fruktosa.
5. Gula tujuh-karbon (heptosa). Salah satu jenis heptosa adalah zat antara dalam
fotosintesis dan respirasi. Jika tidak dalam bentuk itu, gula ini jarang didapati.
Berikut rumus struktur dari monosakarida :

Gambar 1. Struktur umum monosakarida dengan 4-, 5-, 6-, dan 7- atom C.
Karbohidrat yang paling sederhana adalah aldehida atau keton dengan dua
atau lebih gugus hidroksi. Monosakarida yang paling kecil adalah gliseraldehida
dan

dihidroksiaseton

senyawa-senyawa

ini

adalah

triosa. Gliseraldehida

mengandung gugus aldehida mempunyai karbon asimetrik tunggal jadi terdapat


dua streoisomer dari aldose tiga karbon ini, D-gliseraldehida dan Lgliseraldehida. Sedangkan dihidroksi aseton adalah ketosa karena mengandung
gugus keton.Di bawah ini digambarkan kelompok karbohidrat anggota deret
aldose sebagai berikut :

Gambar 2. kelompok karbohidrat anggota deret aldose

anggota deret ketosa sebagai berikut :

Gambar 3. kelompok karbohidrat anggota deret ketose

Karakter monosakarida
- Monosakarida bersifat aktif-optika, artinya mampu memutar bidang sinar
terpolarisasi yaitu ke kiri atau ke kanan jika sinar ini menembus/melalui
monosakarida. Dengan demikian monosakarida memiliki lagi isomer lain yaitu
isomer aktif-optika. Satu isomer memutar bidang sinar terpolarisasi ke kanan
(kanan=dekstro) dan yang lain memutar ke kiri (kiri=levo). Dalam hal ini,
gliseraldehida memiliki dua isomer aktif-optika yaitu isomer -d (D) dan isomer
-l (L).
- Semua monsakarida bersifat gula pereduksi. Sifat gula pereduksi ini
disebabkan adanya gugus aldehida dan keton yang bebas, sehingga dapat
mereduksi ion-ion logam,seperti tembaga (Cu) dan Perak (Ag).
Jenis-jenis monosakarida:
1. D-gliseraldehid (karbohidrat paling sederhana)

Karbohidrat ini hanya memiliki 3 atom C (triosa), berupa aldehid (aldosa)


sehingga dinamakan aldotriosa.

Gambar 4. D-gliseraldehid

2. Dihidroksiaseton
Dihidroksiaseton adalah monosakarida sederhana yang mengandung gugus
ketosa.

Gambar 5.

3. D-glukosa
Glukosa merupakan aldoheksosa, yang sering kita sebut sebagai dekstrosa,
gula anggur ataupun gula darah.Gula ini terbanyak ditemukan di alam.

Gambar 6. Struktur D-glukosa

4. D-fruktosa (termanis dari semua gula)


Gula ini berbeda dengan gula yang lain karena merupakan ketoheksosa.

Gambar 7. Struktur D-fruktosa

5. D-galaktosa
Gula ini tidak ditemukan tersendiri pada sistem biologis, namun
merupakan bagian dari disakarida laktosa.

Gambar 8. D-galaktosa

Gambar 9. Perbedaan D-glukosa dan D-galaktosa

6. D-ribosa
D-ribosa digunakan dalam pembentukan RNA. Ribosa penting bagi
genetika dan bukan merupakan sumber energi. Jika atom C nomor 2 dari ribosa
kehilangan atom O, maka akan menjadi deoksiribosa yang merupakan penyusuna
kerangka DNA.

Gambar 10. D-ribosa

2. Disakarida
Disakarida merupakan komponen yang banyak terdapat di alam dari
Oligosakarida. Oligosakarida biasanya mengandung paling sedikit dua unit
monosakarida dan tidak melebihi delapan unit monosakarida. Jika hanya

mengandung dua unit monosakarida disebut disakarida, jika tiga unit


monosakarida disebut trisakarida dan seterusnya (Suliyansyah, 2013)
Disakarida

adalah karbohidrat

yang

tersusun dari dua molekul

monosakarida yang berikatan kovalen dengan sesamanya. Ikatan kimia yang


menggabung kedua unit monosakarida disebut ikatan glikosida. Ikatan glikosida
terbentuk antara atom C-1 suatu monosakarida dengan atom O dari OH
monosakarida lain atau ikatan tersebut terjadi antara karbon anomerik pada satu
monosakarida dan gugus hidroksil pada monosakarida lainnya. Ikatan glikosida
segera terhidrolisa oleh asam, tetapi tahan terhadap basa.
Karakter diskarida:
Disakarida dapat di hidrolisa menghasilkan komponen monosakarida bebasnya
dengan perebusan oleh asam encer. Hidrolisis satu mol disakarida akan
menghasilkan dua mol monosakarida.
Kelompok disakarida yang banyak terdapat di alam antara lain Maltosa (gula
gandum), Sukrosa (gula tebu), dan laktosa (gula susu). Setiap molekul gula ini
terdiri dari dua satuan monosakarida.
a. Maltosa (gula gandum)
Maltosa adalah disakarida paling sederhana dan merupakan hasil hidrolisis
parsial tepung (amilum) dengan asam maupun enzim. Maltosa mengandung dua
residu D-gluksa yang dihubungkan oleh suatu ikatan glikosida diantara atom
karbon 1 (karbon anomer) dari residu glukosa yang pertama dan atom karbon 4
dari glukosa yang kedua. Maltosa adalah gula pereduksi karena gula ini memiliki
gugus karbonil yang berpotensi bebas, yang dapat dioksidasi. Pada maltosa,
sebuah molekul glukosa dihubungkan dengan ikatan glikosida melalui atom
karbonnya pertama dengan gugus hidroksil atom karbon keempat pada molekul
glukosa lainnya.

Gambar 11. gugus -O- sebagai


penghubung antar unit yang
menghubungkan atom karbon 1 dari
-D-glukosa dengan atom karbon 4
dari -D-glukosa.

Maltosa merupakan gula pereduksi dengan gugus karbonil yang berpotensi


bebas yang dapat dioksidasi. Satu molekul maltosa terhidrolisis menjadi dua
molekul D-glukosa oleh enzim usus maltose, yang bersifat spesifik bagi ikatan
(1-4).
b. Sukrosa
Sukrosa termasuk disakarida yang disusun oleh glukosa dan fruktosa. Gula
ini banyak terdapat dalam tanaman. Sukrosa terdapat dalam gula tebu dan gula
bit. Dalam kehidupan sehari-hari sukrosa dikenal dengan gula pasir. Sukrosa
tersusun oleh molekul glukosa dan fruktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,2
. Sukrosa dibentuk oleh banyak tanaman dan tidak terdapat pada hewan tingkat
tinggi. Berbeda dengan laktosa dan maltosa, sukrosa tidak mengandung atom
karbon anomer bebas, karena karbon anomer kedua komponen unit monosakarida
pada sukrosa berikatan satu dengan yang lain, karena alasan inilah sukrosa bukan
merupakan gula pereduksi.

Gambar 12. Struktur sukrosa (- D- glukopiranosil -D-fruktofuranosida)

Karakter sukrosa: Sukrosa mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke


kanan. Hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dikatalis oleh sukrase
(disebut juga invertase karena mengubah aktivitas optik dari putaran ke kanan
menjadi ke kiri).
3. Polisakarida
Polisakarida terdiri atas rantai panjang yang mempunyai ratusan atau
ribuan unit monosakarida yang membentuk rantai polimer dengan ikatan
glikosidik.

Polisakarida

dibedakan

menjadi

homopolisakarida

dan

heteropolosakarida. Contoh dari homopolisakarida adalah pati, dan contoh dari


heteropolisakarida adalah asam hialuronat. Dua jenis polisakarida yang umum
dijumpai pada tumbuhan tinggi adalah pati dan selulosa (Hopkins et al., 2009).
Molekul pati berbentuk semikristalin yang tersusun dari unit kristal dan
unit amorphous. Unit kristalin pati lebih tahan terhadap perlakuan asam kuat dan
enzim, sedangkan unit amorphous-nya bersifat kurang stabil terhadap asam kuat
dan enzim (Hood, 1981 dalam Suliyansyah, 2013).

Gambar 13. Struktur homopolisakarida

Sifat polisakarida berbeda dengan monosakarida atau disakarida, diantaranya:


1. Polisakarida tidak mempunyai rasa manis
2. Tidak mempunyai struktur kristal. Jika pun dapat larut, maka dia hanya
merupakan larutan koloidal dan tidak dapat bereduksi.
3. Polisakarida tidak dapat diragikan.
4. Daya kelarutan dan daya reaksinya jauh lebih kecil kemungkinannya
dibandingkan dengan gula-gula lainnya
5. Polimer tepung (amilum), glikogen, dan selulosa semua terdiri atas komponn
D-Glukosa, tetapi sifat kimianya, fisika, dan biologinya berlainan.Ini tidak
ditentukan oleh komponen-komponen alamiahnya yang sama melainkan oleh
strukturnya.
Jenis polisakarida:
1. Selulosa
Merupakan polisakarida yang memiliki rantai panjang, rantai tidak
beercabang dengan ikatan 14 dengandan residu -D-glukose (Hopkins et al.,
2009). banyak dijumpai dan ditemukan dalam dinding sel tumbuhan. Selulosa
terdapat pada bagian-bagian yang keras dari biji kopi, kulit kacang, buah-buahan
dan sayuran. Panjang ikatan bervariasi dari beberapa ratus sampai beberapa ribu

unit glukosil. Dalam dinding sel tanaman, sejumlah besar selulosa terkumpul
menjadi rantai silang serabut paralel dan bundel-bundel yang merupakan rantai
tersendiri.

Gambar 14. Struktur selulosa

2. Chitin
Kitin mempunyai rumus empiris (C 6H9O4.NHCOCH3)n, kitin merupakan
polisakarida struktural yang diidentifikasi sebagai penyusun dinding sel fungi.
Kitin mempunyai persamaan dengan selulosa, dimana ikatan yang terjadi antar
monomernya terangkai dengan ikatan glukosida pada posisi -1,4. Sedangkan
perbedaannya pada selulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon
nomor 2, pada kitin digantikan oleh gugus asetamida (NHCOCH3) sehingga kitin
menjadi sebuah polimer berunit N-asetil-glukosamin.
Sifat kitin diantaranya:
- Merupakan zat padat yang tidak larut dalam air, pelarut organik, alkali pekat,
asam mineral lemah tetapi larut dalam asam-asam mineral yang pekat.
- Mempunyai berat molekul tinggi dan merupakan polimer berantai lurus dengan
nama lain -(1,4)-2-asetamida-2-dioksi-D-glukosa (N-asetil-D-Glukosamin)
(Suryanto et al., 2005).

Gambar 15. Struktur kitin

4. Pati
Pati merupakan polisakarida yang berfungsi sebagai cadangan energi bagi
tumbuhan. Pati merupakan polimer -D-glukosa dengan ikatan (1-4).

Kandungan glukosa pada pati bisa mencapai 4000 unit. Ada 2 macam amilum
yaitu amilosa (pati berpolimer lurus) dan amilopektin (pati berpolimer bercabangcabang).Sebagian besar pati merupakan amilopektin. Pati adalah nutrien
polisakarida yang ditemukan dalam sel tumbuhan dan beberapa mikroorganisme.
Pati di dalam tanaman dapat merupakan energi cadangan, di dalam biji-bijian pati
terdapat dalam bentuk granula
Sifat pati diantaranya:
-

mempunyai rasa yang tidak manis


tidak larut dalam air dingin tetapi di dalam air panas
dapat membentuk sol atau jel yang bersifat kental
dapat dihidrolisis dengan enzim amylase.

Gambar 16. Struktur pati

2. ALKALOID
Alkaloid mempunyai tiga karakter pokok, yaitu larut dalam air, paling
sedikit terdiri dari satu atom Nitrogen dan memperlihatkan aktivitas biologis yang
tinggi. Alkaloid sebagian besar merupakan heterosiklik, meskipun ada beberapa
senyawa nitrogen alifatik (nonsiklik), seperti meskalin dan kolkisin. Alkaloid
secara umum diklasifikasikan berdasarkan sistem cincin utama pada molekul.
Meskipun beberapa alkaloid ditemukan pada beberapa genus dan famili, sebagian
besar spesies menunjukkan keunikannya, yang berhubungan dalam menentukan
jenisnya (Hopkin dan Hiiner, 2008)..
Alkaloid sebagai metabolit sekunder terbatas pada suatu organ utama,
seperti akar, daun, atau buah muda. Pemberian nama atau klasifikasi alkaloid juga
dapat berdasarkan pada tumbuhan penghasil alkaloid, misalnya quinolizidin

seperti lupinin yang dihasilkan oleh genus Lupinus. Tabel 1 di bawah ini
menunjukkan klasifikasi alkaloid.
Tabel 1. Klasifikasi alkaloid (Hopkin dan Hiiner, 2008).
Kelompok Alkaloid dan
Struktur

Contoh

Anggota lain yang


mewakili

Morfin
Codein
Barberin

Vinblastine
Reserpine
Strychnine

Retrorsin

Cytisine

Scopolamine
Cocaine
Coniine

Alkaloid menghasilkan tingkat respon fisiologi dan psikologi yang


berbeda pada manusia, seringkali bertentangan dengan neurotransmitter. Alkaloid
pada dosis yang tinggi sangat beracun, tapi pada dosis yang sedikit dapat
digunakan sebagai pengoabatan (Hopkin dan Hiiner, 2008).
3. Glikosida
Glikosida merupakan salah satu kandungan aktif tanaman yang termasuk
dalam kelompok metabolit sekunder. Di dalam tanaman glikosida tidak lagi
diubah menjadi senyawa lain, kecuali bila memang mengalami peruraian akibat
pengaruh lingkungan luar (misalnya terkena panas dan teroksidasi udara).
Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan dua bagian senyawa, yaitu
gula (umumnya glukosa) dan bukan gula (asam amino, steroid, triterpen).
Keduanya dihubungkan oleh suatu bentuk ikatan berupa jembatan oksigen (O
glikosida, dioscin), jembatan nitrogen (N-glikosida, adenosine), jembatan sulfur
(S-glikosida, sinigrin), maupun jembatan karbon (C-glikosida, barbaloin). Bagian
gula biasa disebut glikon sedangkan bagian bukan gula disebut sebagai aglikon
atau genin. Apabila glikon dan aglikon saling terikat maka senyawa ini disebut
sebagai glikosida. Pada tanaman, glikosida berfungsi sebagai alat pertahanan diri
dari pemangsa.
Jenis-jenis glikosida diantaranya adalah:
- Glikosida Saponin, merupakan glikosida dengan aglikon berupa sapogenin.
Glikosida saponin bisa berupa saponin steroid maupun saponin triterpenoid.
Sifat-sifat khas glikosida saponin dapat membentuk larutan koloidal dalam air
dan menghasilkan busa bila dikocok. Saponin bila terhidrolisis akan
menghasilkan aglikon yang disebut sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa
yang mudah dikristalkan lewat asetilasi. Saponin yang berpotensi keras atau
beracun disebut sapotoksin.Struktur kimianya sebagi berikut :

- Glikosida steroid atau glikosida jantung. Glikosida steroid adalah glikosida yang
aglikonnya berupa steroid. Glikosida steroid disebut juga glikosida jantung
karena memiliki daya kerja kuat dan spesifik terhadap otot jantung. Struktur
kimianya sebagi berikut.

- Glikosida antrakuinon
Glikosida-glikosida yang terdapat di dalam obat pencahar mengandung
turunan antrasen atau antrakinon sebagai aglikonnya. Senyawa yang pertama
ditemukan adalah sena dari tipe antrakuinon, baik dalam keadaan bebas maupun
sebagai glikosida. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa produk alam juga
mengandung turunan antrakuinon yang tereduksi, misalnya oksantron, antranol,
dan antron. Termasuk juga produk lain seperti senyawa yang terbentuk dari dua
molekul antron, yaitu diantron. Senyawa-senyawa ini dapat dalam keadaan bebas
(tidak terikat dengan senyawa gula dalam bentuk glikosida) dapat pula dalam
bentuk glikosida dimana turunan antrakinon tersebut berfungsi sebagai aglikon.
Sama halnya dengan sifat glikosida lainnya, glikosida antrakuinon juga
mudah terhidrolisis. Bentuk uraiannya adalah aglikon dihidroksi antrakuinon,
trihidroksi antrakuinon, atau tetrahidroksi antrakuinon. Berikut strukturnya.

- Glikosida Isotiosianat.
Aglikon ini merupakan turunan alifatik atau aromatik. Senyawa-senyawa
yang penting secara farmasi dari glikosida ini adalah sinigrin (Brassica nigra =
black mustard), sinalbin (Sinapis alba = white mustard) dan glukonapin (rape
seed).

- Glikosida Flavonol
Glikosida flavonol dan aglikon biasanya dinamakan flavonoid. Glikosida
ini merupakan senyawa yang sangat luas penyebarannya di dalam tanaman. Di
alam dikenal adanya bejumlah besar flavonoid yang berbeda-beda dan merupakan
pigmen kuning yang tersebar luas diseluruh tanaman tingkat tinggi. Rutin,
kuersitrin,ataupun sitrus bioflavonoid (termasuk hesperidin, hesperetin,diosmin
dan naringenin) merupakan kandungan flavonoid yang paling dikenal.

- Glikosida Alkohol
Glikosida alkohol ditunjukkan oleh aglikonnya yang selalu memiliki
gugus hidroksi. Senyawa yang termasuk glikosida alcohol adalah salisin. Salisin
adalah glikosida yang diperoleh daribeberapa spesies Salix dan Populus.

- Glikosida Fenol
Glikosida fenol dihidrolisis menghasilkan aglikon yang mempunyai ciriciri sebagai fenol dan menghasilkan glikon. Arbutin adalah salah satu contoh dari
aglikon yang mempunyai ciri-ciri sebagai fenol dan menghasilkan glikon.

- Glikosida Aldehid
Glikosida aldehid

merupakan

menghasilkan aglikon glikosida.

glikosida

yang

jika

dihidrolisis

Sebagai contoh adalah salinigrin, yang

dihasilkan dari Salix discolor. Salinigrin terdiri atas glukosa yang berikatan
dengan m-hidroksibenzaldehid. Saliningrin merupakan isomer dari helicin (Ohidroksibenzaldehid dan glukosa) yang dapat juga diperoleh dari oksidasi lemah
suatu karena menghasilkan benzaldehid pada hasil hidrolisisnya.

Vanilin

merupakan aglikon yang diperoleh selama pengolahan buah panili. Struktur


vanilin adalah metil-protokatekik aldehid.

- Glikosida Lakton
Lakton merupakan ester yang siklik. Glikosida lakton mengandung suatu
lakton yang mengikat glikon.

Salah satu contoh senyawa lakton di alam

adalalah kumarin. Walaupun demikian, glikosida yang mengandung kumarin


sangat jarang di alam.

Sebagai contoh glikosida derivat hidroksi kumarin

ditemukan dalam tanaman adalah pohon citrus,

4. TANIN
Tanin adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada beberapa
tanaman. Tanin mampu mengikat protein, sehingga protein pada tanaman dapat
resisten terhadap degradasi oleh enzim protease di dalam silo ataupun rumen
(Kondo et al., 2004 dalam Dewi, 2010).

Tanin selain mengikat protein juga bersifat melindungi protein dari


degradasi enzim mikroba maupun enzim protease pada tanaman (Oliveira et al.,
2009 dalam Dewi, 2010), sehingga tanin sangat bermanfaat dalam menjaga
kualitas silase. Tanin merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam senyawa
polifenol (Deaville et al., 2010 dalam Dewi, 2010).
Tanin mempunyai kemampuan mengendapkan protein, karena tanin
mengandung sejumlah kelompok ikatan fungsional yang kuat dengan molekul
protein yang selanjutnya akan menghasilkan ikatan silang yang besar dan
komplek yaitu protein tanin. Tanin mempunyai berat molekul 0,5-3 KD. Tanin
alami larut dalam air dan memberikan warna pada air, warna larutan tanin
bervariasi dari warna terang sampai warna merah gelap atau coklat, karena setiap
tanin memiliki warna yang khas tergantung sumbernya (Ahadi, 2003 dalam Dewi,
2010).
Sifat utama tanin tumbuh-tumbuhan tergantung pada gugusan phenolikOH yang terkandung dalam tanin, dan sifat tersebut secara garis besar dapat
diuraikan sebagai berikut.
Sifat kimia tanin:
Tanin memiliki sifat umum, yaitu memiliki gugus phenol dan bersifat koloid.
Karena itu di dalam air bersifat koloid dan asam lemah
Semua jenis tanin dapat larut dalam air. Kelarutannya besar, dan akan
bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu juga tanin akan
larut dalam pelarut organik seperti metanol, etanol, aseton dan pelarut organik
lainnya.
Tanin pada tanaman diklasifikasikan sebagai tanin terhidrolisis dan tanin
terkondensasi. Tanin terhidrolisis merupakan jenis tanin yang mempunyai struktur
poliester yang mudah dihidrolisis oleh asam atau enzim, dan sebagai hasil
hidrolisisnya adalah suatu asam polifenolat dan gula sederhana. Golongan tanin
ini dapat dihidrolisis dengan asam, mineral panas dan enzim-enzim saluran
pencernaan. Sedangkan tanin terkondensasi, yang sering disebut proantosianidin,
merupakan polimer dari katekin dan epikatekin (Maldonado, 1994 dalam
Sujarnoko, 2012).

Tanin yang tergolong tanin terkondensasi, banyak terdapat pada buahbuahan, biji-bijian dan tanaman pangan, sementara yang tergolong tanin
terhidrolisis terdapat pada bahan non-pangan (Makkar, 1993 dalam Sujarnoko,
2012), untuk lebih jelas struktur tanin dapat dilihat pada Gambar 17. Susanti
(2000) dalam Sujarnoko (2012) berpendapat bahwa sifat utama tanin pada
tanaman tergantung pada gugus fenolik-OH yang terkandung dalam tanin. Secara
garis besar sifat tanin dapat dijabarkan sebagai berikut :

Gambar 17.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, N. 2008. Buku Panduan PraktikumMatakuliah Produksi Tanaman Obat


dan Aromatik (PTO 4205). Malang: Universitas Brawijaya.
Dewi, C.K. 2010. Pengaruh Lama Perendaman Teh Hijau Terhadap Konsentrasi
Tanin Pada Pembuatan Frestea Green Tea Di Oca-Cola Bottling
Indonesia Unit Medan (Online).
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20033, diakses 3
September 2013.
Hopkins, G. W. dan Hner, A. P. N. 2009. Introduction to Plant Physiology
(Fourth Edition). USA: John Wiley & Sons, Inc.
Irawan, A. 2007. Karbohidrat. Sport Science Brief 1 (3).
Sujarnoko, T.U.P. 2012. Studi Meta-Analisis Efek Senyawa Metabolit Sekunder
Tanin Terhadap Kualitas Silase (Online).
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/ handle/123456789/61538/BAB
%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=3, diakses 3 September
2013.
Tjahjohutomo, R. 2011. Teknologi Pascapanen Tanaman Obat. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Tim Dosen.2001. Farmakognosi I. Makasar: UNHAS
Zulfikar. 2010. Karbohidrat (online), http://www.chem-istry.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/biomolekul/karbohidrat/. Diakses
pada 3 September 2013.

Anda mungkin juga menyukai