Anda di halaman 1dari 30

GAMBARAN X-RAY PADA FRAKTUR TULANG

OLEH :

Jos Briyan R H SIbarani

(110100302)

Pembimbing : dr. Otman Siregar Sp. OT (K)

DEPARTEMEN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H.ADAM MALIK
MEDAN
2016

ii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul Gambaran X-ray pada Fraktur Tulang.
Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
kelulusan Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Orthopaedi dan
Traumatologi
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.

Medan, 20 Mei 2016

Penulis

iii

DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................... iii
BAB 1 Pendahuluan................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........
1.2 Tujuan..........2
BAB 2 Tinjauan Pustaka..........................................................................................3
2.1 Defenisi ............3
2.2
BAB 3 Kesimpulan... ............13
Daftar Pustaka ..14

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Tulang adalah organ yang membentuk struktur tubuh dan sebagai

kerangka/ penyokong. Tulang tersusun atas sel-sel tulang, jaringan hidup lainnya,
pembuluh darah, serta mengandung mineral dan air. Tulang juga melindungi
organ vital, menyimpan mineral penting dan menghasilkan sel-sel darah baru.
Tulang saling terhubung satu sama lain dengan ligamen dan tendon dan
digerakkan oleh otot. Tempat dimana tulang bertemu disebut sendi dimana ini
memungkinkan adanya pergerakan.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
epifisis dan atau tulang rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma
tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang
(fraktur patologik).Meskipun tulang sangat kuat tetapi sering mengalami fraktur.
Fraktur akut, dimanapun lokasinya, dapat ditandai dengan nyeri, pembengkakan
dan hilangnya fungsi. Dalam beberapa kasus memungkinkan untuk mendengar
atau merasakan patah tulang akibat pergerakan ujung tulang yang patah satu
terhadap yang lain (krepitus). Krepitus tidak seharusnya diperiksa karena
menyakitkan dan dapat menyebabkan kerusakan tambahan untuk jaringan lunak
disekitarnya.
Sinar-X sering digunakan untuk mengidentifikasi patah tulang sehingga
pemeriksaan ini penting dalam menunjang diagnosis dan terapi yang akan dipilih.
Film X-ray awalnya masih bersih sebelum terkena sinar-x. Radiasi x-ray akan
menghitamkan film. Warna yang gelap menunjukkan film terpapar sinar x. Daerah
yang putih menunjukkan film tidak terapapar atau sedikit terpapar sinar x akibat
sinar diserap oleh tubuh. Tulang menyerap sinar-x sehingga mereka muncul
sebagai daerah putih pada film. Kadang-kadang pewarna khusus yang disebut

kontras diberikan kepada pasien untuk membuat jaringan lunak (pembuluh darah,
saraf, usus, dll) muncul lebih baik.
Oleh karena besarnya peran foto x-ray pada kasus-kasus fraktur tulang,
maka penting untuk memiliki pengetahuan tentang gambaran-gambaran fraktur
pada foto x-ray.
1.2

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:


1.

Memahami dan mampu dalam membaca dan menginterpretasi gambaran-

2.

gambaran x-ray pada beberapa jenis kasus fraktur tulang secara tepat
Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran khususnya
di Bagian Orthopedi dan Traumatologi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1.

Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan

epifisis dan atau tulang rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma
tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang
(fraktur patologik).
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran,
atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung.
Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di
tempat itu. Trauma tidak langsung bilamana titik tumpu benturan dengan
terjadinya fraktur berjauhan.
Tekanan yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada tulang.
Keadaan ini paling sering ditemui pada tibia, fibula, atau metatarsal. Fraktur dapat
pula terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh
tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget).
2.2.

Proses Terjadinya Fraktur


Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan

terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Trauma dapat berupa


trauma langsung dan tidak langsung.
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan
jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak
tetap utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa :
1. tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik;
2. tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal;

3. tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,


dislokasi atau fraktur dislokasi;
4. kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah,
misalnya pada corpus vertebra, talus atau fraktur buckle pada anak anak;
5. trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z;
6. fraktur karena remuk;
7. trauma karena tarikan pada ligamen atau tendon akan menarik sebagian
tulang.
2.3.

Klasifikasi fraktur

Klasifikasi etiologis:
1. Faktor traumatik, terjadi karena trauma yang tiba-tiba
2. Faktor patologis, terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang
3. Faktor stres, terjadi karena adanya trauma terus menerus pada suatu daerah
tertentu
Klasifikasi klinis:
1. Fraktur tertutup (simple fraktur) adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai
hubungan dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (compound fraktur) adalah fraktur yang mempunyai hubungan
dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak.
3. Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur dengan komplikasi misalnya
malunion, delayed union, nonunion, infeksi tulang.
4. Komplit-tidak komplit
a. Fraktur komplit : garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b. Fraktur tidak komplit : garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
i. Hairline fracture (patah retak rambut)
ii. Buckle fracture atau torus fracture (terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya).
iii. Greenstick fracture (mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak)

Berdasarkan bentuk patahan tulang :


a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga
c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan oleh
trauma rotasi
d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kea rah permukaan lain
e. Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
f. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
g. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
h. Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.

2.4.

Proyeksi X-ray
Proyeksi x-ray tergantung pada ketebalan dari jaringan yang akan

ditembusnya. Ketika tidak ada jaringan untuk ditembus atau sinar x tidak diserap,
warna gambar akan menjadi hitam.

Udara akan berwarna gelap

Jaringan lunak berwarna abu-abu

Cairan berwarna abu-abu terang

Tulang berwarna abu-abu terang

Logam berwarna putih


Gambar 2.1 proyeksi x-ray

2.5.

Radiografi sebagai diagnosis dari fraktur


Diagnosis

fraktur

pada

radiografi

tergantung

pada

hal-hal

yang

teridentifikasi pada hasil film yang sesuai dengan gambaran fraktur menurut
klasifikasinya. Fraktur ditandai oleh hilangnya kontinuitas korteks yang
ditunjukkan sebagai garis gelap yang melintasi gambaran tulang. Garis fraktur
tampak gelap karena jaringan lunak (biasanya hematoma) antara ujung tulang
yang patah yang mana kepadatannya kurang dari tulang itu sendiri. Gambaran
patah tulang mungkin muncul sebagai gambaran garis yang padat jika ujung
fraktur yang saling tumpang tindih. Sehingga sinar x mengalami pelemahan dua
kali lebih banyak.
Contoh klasik gambaran tumpang tindih yaitu adalah fraktur depresi pada
tulang tengkorak namun dapat juga dilihat pada fraktur tulang panjang. Penting
untuk mendapatkan dua sudut pandang yang tepat untuk semua yang dicurigai
patah tulang dan dislokasi. Pada beberapa kasus, fraktur atau dislokasi mungkin

hanya terlihat pada salah satu proyeksi. Dua pandangan juga penting untuk cukup
melihat seberapa berat fraktur pada lokasi tersebut.
Hal penting juga bahwa x-ray pada kasus fraktur harus selalu menampilkan
sendi di atas dan di bawah setiap yang dicurigai fraktur tulang panjang, kecuali
sudah jelas secara klinis bahwa cedera hanya di bagian paling distal dari
ekstremitas. Tetapi, sendi terdekat harus selalu disertakan pada foto x-ray. Dalam
keadaan tertentu, fraktur mungkin tidak terlihat pada radiografi pada saat
presentasi. Seperti pada: (a) fraktur tulang yang dominan melalui tulang spons
seperti patah tulang skafoid dan (b) stress fractures.
Jadi pada kasus fraktur, foto X-ray dari dua sendi yang berdekatan harus
diambil. Hanya foto dari corpus tulang saja tidak cukup. Satu dari dua kasus
fraktur bisa tidak ditemukan jika tidak dilakukan foto secara menyeluruh dari
tulang tersebut. Atau, cedera sendi bisa tidak diketahui jika hanya dengan satu
posisi foto x-ray pada sendi tersebut. Jadi foto kedua sendi yang berdekatan harus
dilihat.
Penyembuhan fraktur dapat dinilai dengan radiografi serial. Ada tiga fase
penyembuhan:
fase inflamasi: hematoma (gumpalan darah) terbentuk di lokasi fraktur.
fase Reparatif: tulang pada margin fraktur kehilangan pasokan vaskular yang
mengakibatkan resorpsi pada ujung tulang. Pada radiografi, patah tulang yang
sulit untuk terlihat pada awalnya, menjadi lebih mudah dilihat. Sel-sel yang
melapisi korteks mulai menghasilkan tulang yang belum matang (kalus). Hal ini
dipandang sebagai kalsifikasi samar di sekitar fraktur.
Fase Remodelling: kalus imatur diganti oleh tulang kompak (padat) pada korteks
dan tulang spons dalam rongga meduler.
Namun, pembacaan radiografi dari tulang dan sendi memerlukan
pendekatan khusus untuk mampu meninterpretasikannya atau beberapa memiliki
tanda-tanda khusus yang perlu dicari yaitu umumnya dengan pendekatan ABCS
seperti yang akan diuraikan berikut

1. Tulang serviks

Foto Lateral (ABCS)


Alignment (lihat kelengkungannya)
Garis Anterior vertebral
Garis Posterior vertebral
Garis spinolaminar (tepi anterior dari proses spinosus)
Garis Posterior spinosus (tepi posterior dari proses spinosus)
Bones
prosesus dari C2 (Harus halus dan rata; ruang atlanto-aksial harus <5mm

pada orang dewasa atau <3mm pada anak-anak (ruang di depan prosessus,
sebelum bagian posterior tuberkel C1)
Cincin Harris C2 (dibentuk oleh: corpus anterior dan posterior C2, dan

perbatasan dari pedikel superior dan inferior)


Perhatikan keseluruhan corpus vertebral untuk mencari fraktur

Cartilage
Jarak yang sama antara tiap corpus vertebra
Soft tissues
Ketebalan jaringan lunak di anterior paraspinal (garis di depan badan vertebra)
C1-4 lebar tubuh vertebral ketiga
C5-7 seluruh lebar tubuh vertebral
Foto AP
proses spinosus
Keselarasan garisnya
Jarak antar prosesusnya

Gambar 2.2 foto x-ray servikal lateral

2. Torakal dan lumbar


Stabilitas tulang belakang
Ketika dicurigai fraktur tulang belakang, perlu ditentukan apakah stabil atau
tidak stabil. Tulang beakang dibentuk oleh 3 kolom, dimana gangguan dua atau
lebih kolom tersebut menyebabkan ketidakstabilan tulang belakang.
Anterior column = anterior longitudinal ligament, annulus anterior, dua
pertiga anterior dari corpus vertebra
Middle column = posterior longitudinal ligament, posterior part of
annulus, posterior margin of vertebral body
Posterior column = facet joints, pedicles, posterior ligaments

10

Gambar 2.3. X-ray toraks AP

Gambar 2.4 Gambar kolom dari vertebra

11

3. Bahu
Foto AP
Alignment
Sendi Glenohumeral : caput humerus harus berartikulasi dengan glenoid;
batas superior dari caput humerus harus memiliki penampilan walking
stick appearance (hilang pada dislokasi posterior - tampak seperti bola
lampu)
Sendi acromioclavicular : corpus inferior dari klavikula harus segaris
dengan prosesus akromion
Sendi coracoclavicular: jarak antara coracoid dan klavikula harus <1.3cm
Bones - lihat semua tulang untuk mencari fraktur
caput humerus dan lehernya
margin glenoid
klavikula
Body or neck of scapula
Apical oblique
Alignment dari kaput humerus dan glenoid ( glenoid seperti segitiga, tengah nya
adalah kaput humerus)
Carilah fraktur kaput humerus dan perhatikan marjin glenoid
Scapula Y view (lateral)
Alignment dari kaput humerus dan glenoid (kepala humerus harus di pusat
glenoid yang mana berada di tengah-tengah bentuk Y yang dibentuk oleh
scapulas blade + acromium + coracoid)
Catatan: pada pandangan lateral ini, sisi anterior adalah mengarah ke tulang rusuk
dan posterior yang jauh dari tulang rusuk
2. Siku
Foto Lateral

12

Alignment
Garis Radiocapitellar (dapat juga dilihat pada AP view) garis di tengah
sumbu panjang proksimal 2-3 cm dari radius harus transect ke lingkaran
capitellum (jika tidak, ada dislokasi kepala radial)
Garis Anterior humeral (pada anak-anak untuk menyingkirkan fraktur
supracondylar halus) - harus transect ke lingkaran capitellum, dengan

setidaknya sepertiga dari anterior lingkaran ke garis


Elbow fat pads ( terlihat sebagai bayangan hitam di anterior dan posterior dari
distal humerus)
Jika dijumpai : di anterior mungkin normal; Posterior abnormal karena
biasanya bayangan lemak disini tertutupi oleh fosa olecranon, jika
dijumpai dapat menandakan sebuah fraktur

Gambar 2.5. x-ray sendi bahu dan siku

13

5. Lengan bawah dan pergelangan tangan


Foto AP
Alignment
permukaan artikular radial harus berada pada distal ulna
jarak scapho-lunatum harus <2mm (meningkat jika terjadi cedera ligamen
dapat menyebabkan nyeri pergelangan tangan kronis)
Bones - periksa semua gambaran tulang untuk mencari fraktur (melihat secara
teliti permukaan artikular radial, prosesus styloideus ulna, skafoid, dan apakah ada
angulasi korteks atau bulging pada anak-anak)
Gambar 2.6 X-ray AP lengan bawah tampak wrist joint

Lateral
Alignment
Normal tampak gambaran apple-in-cup (di atas piring) dibentuk oleh
radius, lunatum dan kapitatum
kemiringan palmar dari permukaan artikular radial harus 2-20 (mungkin
terjadi fraktur impaksi jika tidak)
Bones - khususnya:
Korteks radius distal dorsalis
fragmen tulang di posterior dari tulang karpal (fraktur triquetral)

14

Gambar 2.7. Foto x-ray wrist joint AP dan Lateral

15

6. Pelvis dan Panggul


Foto AP
Alignment
Shentons line lekukan imajiner yang bergabung dengan lekukan leher
inferomedial femur dan lekukan tepi inferior dari ramus pubis superior
(gangguan garis ini menunjukkan patah tulang leher paha)
Alignment kaput femoralis dengan acetabulum (dapat terdislokalisasi
kearah medial)
Simfisis pubis - lebarnya harus <5mm dan rami pubis superior harus
mulus
Jarak sendi- sendi sacro-iliaka harus sama
Bones
Perhatikan proksimal femur
Acetabulum
Large ring dibentuk bagian dalam dan luar cincin panggul
cincin kecil dibentuk foramen obturator dan sisi luar dari tulang pubis /
tulang ischial
foramen sakrum (bandingkan tiap sisi-sisinya)
Hip Lateral
Perhatikan Leher femur
Regio trokanterika

16

Gambar 2.8. Foto X-ray pelvis AP

7. Lutut
Foto AP
Alignment
Jarak garis vertikal yang dbentuk dari bagian yang paling medial dan
lateral epikondilus femoralis harus <5mm dari kondilus tibialis yang
berdekatan (jika lebih, mungkin terjadi fraktur plateau tibialis)
Bones
Femur - terutama permukaan kondilus
Tibia perhatikan dengan teliti setiap plateau tibialis (harus sangat halus),
tulang subkondralnya dan intercondylar eminence
fibula - kepala dan leher fibula
patela - lihat melalui femur
fragmen tulang di mana saja

17

Foto lateral
posisi patela - jarak dari patella ke tuberkulum tibialis harus sepanjang patela itu
sendiri 20% (dapat meningkat pada ruptur tendon patela)
permukaan artikular, femur dan patella, dan untuk setiap fragmen tulang
bursa suprapatella (terlihat sebagai bayangan gelap memanjang dari superior
patela, antara lemak prefemoral dan lemak suprapatellar)
lebar AP - harus <5mm (disebut 'strip suprapatellar' jika normal,
menunjukkan efusi sendi jika meningkat)
Fat-fluid level pada bursa suprapatella (menunjukkan fraktur intraartikular karena lemak berasal dari sumsum tulang)
Gambar 2.9 foto x-ray sendi lutut

18

8. Ankle (& hindfoot)


AP mortice
Alignment
Tibia dan fibula (jarak meningkat menunjukkan ruptur membran
tibiofibular interosseus)
Harus tumpang tindih di distal
Jarak antaranya harus <6mm (diukur 1cm dari proksimal ke lateral dari
permukaan artikular tibia)
Lebar sendi tibiotalar <4mm
Bones
kubah Talus dan sisi medial dan lateral tuberkel
malleoli
epifisis (pada anak)
Foto lateral
Alignment
sudut Bohler calcaneum - tarik garis dari titik tertinggi anterior ke titik

tertinggi tengah, kemudian tarik garis kedua dari titik tertinggi posterior ke
titik tertinggi titik tengah - sudut lancip antara garis harus > 30 (sudut
tang berkurang menunjukkan fraktur calcaneal)
sendi talonavicular

BOnes
Tibia
fibula
Talus - terutama leher
calcaneum
dasar metatarsal 5

19

Gambar 2.10. Foto X-ray ankle dan tulang tarsal tampak AP dan lateral

9. Foot (midfoot and forefoot)


Foto AP
Alignment
Sendi Lisfranc (5 sendi tarsometatarsal disokong oleh kompleks ligamen
Lisfranc)
o 2nd metatarsal base held in mortice by 3 cuneiforms
o sisi medial basis metatarsal 2 harus segaris dengan sisi medial dari
cuneiformis intermedius

20

Bones
Korpus metatarsal
Korpus palangeal
Fto oblik
Alignment
Sendi Lisfranc
o sisi medial basis metatarsal 3 harus segaris dengan cuneiform lateral
artikulasi Hindfoot (calcaneus dan talus) dengan midfoot (kuboid,
naviculare, cuneiformis)
Bones
Korpus metatarsal
Tulang Hindfoot
Gambar 2.11 Foto x-ray Tarsal AP dan oblik

21

2.6.

Gambaran x-ray dari beberapa jenis fraktur tulang

Ada beberapa tipe:

Fraktur Simple (Closed)- tidak menembus kulit

Fraktur compound menembus kulit

Comminuted fracture tulang patah menjadi 3 atau lebih fragment

22

Fraktur Greenstick- tulang membengkok dan patah pada satu sisi saja.

Fraktur Hairline

Fraktur spiral

23

Fraktur Torus

Salter Harris fracture fraktur mengenai cakram epifisis

Fraktur kompression tulang menipis atau tergencet

24

Plastic deformity tulang membengkok tanpa ada tampak faris patahan

Dislokasi terpisah pada sendi

Subluxasi sendi tidak sejajar

25

Gambar 2.12 beberapa jenis gambaran X-ray pada fraktur tulang

26

BAB 3
KESIMPULAN

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Salter. Robert B. Musculoskeletal Disorders-General and Specific in Textbook
of Disorder and Injuries of The Musculosceletal System, Third ed.
Pennsylvania: Williams & Wilkins, 1999.
2. Benson, Michael. 2010. Childrens Orthopaedics and Fractures. Third
Edition. Springer Verlag- London.
3. Cummings R, Davidson R, Armstrong P, Lehman W . Congenital Clubfoot.
The journal of bone and joint surgery. JBJS.org, Volume 84-A. number 2.
February 2002.
4. Tachdjian, M.O. : Pediatric Orthopedics, Second ed., vol. 4, WB. Saunders
Co., Philadelphia, 1990, pp. 2428 - 2541.
5. Cahyono BC. Congenital Talipes Equinovarus (CTEV), Vol. 39. Jember :
Cermin Dunia Kedokteran, 2012.
6. PatelM. 2007. Clubfoot. www.emedicine.com [Akses pada tanggal 11 Mei
2016]
7. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Congenital Deformities in Apleys
System of Orthopaedics and Fractures, 9th ed. London: Hodder Arnold, 2010,
p. 592.
8. Graham Apley, Solomon louis. Buku Ajar OrtopedidanfraktursistemApley.
Edisiketujuh .alihBahasaNugroho Edi. Jakarta: widyamedika, 1995.
9. Hussein S, Gomal J, Turcopostero-medial relese for congenital talipes
equinovarus.2007. Available from: www.gjm.com[ 11 Mei 2016].
10. PatelM. 2007. Clubfoot. www.emedicine.com [Aksespadatanggal 10
Maret 2016].
11. Hussein S, Gomal J, Turcopostero-medial relese for congenital talipes
equinovarus.2007. Available from: www.gjm.com[ 10 Maret 2016].
12. Anonym. 2005. Clubfoot Deformity. www.dubaibone.com [Akses pada
tanggal 10 Maret 2016].
13. Tachdjian Mihran O. Congenital Talipes Equinovarus In: Tachdjian
Mihran O [editor]: Clinical Pediatric Orthopaedics The Art of Diagnosis and
Principle of Management. Appleton & Lange, 1997; 12-24.

Anda mungkin juga menyukai