Anda di halaman 1dari 96

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan perekonomian di Indonesia tidak terlepas dari peran serta industri
indutri yang beroperasi di Indonesia. Salah satu perusahaan industri di Indonesia
yang berperan serta dalam pembangunan perekonomian di Indonesia adalah
perusahaan industri tekstil dan garmen.
Kondisi industri tekstil dan garmen di Indonesia memberikan peranan besar
dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia baik dalam pembukaan lapangan
kerja maupun kontribusi dalam PDB dan ekspor. Namun pada saat krisis moneter
terjadi tahun 1997, tercatat bahwa 121 perusahaan tekstil dan garmen yang
bangkrut diakibatkan oleh kurang kondusifnya iklim usaha industri tekstil di
dalam negeri. Selain itu, perusahaan industri tekstil di Indonesia masih kalah
bersaing dengan perusahaanperusahaan serupa yang ada di negara lain. Pada
periode 19851992, perkembangan kinerja industri tekstil dan garmen mengalami
peningkatan yang lebih baik. Industri ini menyumbangkan sekitar 35 persen
terhadap ekspor total manufaktur dan penciptaan lapangan kerja terbesar di sektor
manufaktur (Karseno & Adjie, 2001). Tingkat kinerja yang dihasilkan oleh
industri tekstil dan garmen tidak konstan, tercatat pada tahun 2012 ini, kinerja
ekspor perusahaan industri tekstil dan garmen mengalami kemerosotan sekitar 5%
setelah tahun 2010 mencapai US$11,2 miliar dan tahun 2011 US$13,3 miliar.
Penurunan ekspor ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang mengatur

tentang kenaikan upah buruh dan masalah BBM. Namun yang menjadi perhatian
khusus adalah karena perusahaan industri tekstil dan garmen di Indonesia tidak
mampu mempertahankan eksistensinya sehingga kalah bersaing dengan
perusahaan pesaingnya. Untuk mendukung kemajuan dari perusahaan tersebut,
manajemen harus memperhatikan modal kerja yang dimiliki dan tingkat likuiditas
perusahaan dalam rangka peningkatan profitabilitas perusahaan, sehingga
perusahaan mempunyai modal untuk dapat bersaing dengan perusahaan
perusahaan sejenis baik di dalam negeri maupun luar negeri. (TEMPO.CO,
JAKARTA)
Sebagai perusahaan yang berorientasi pada laba, maka laba mempunyai
peranan yang sangat dominan dalam sebuah perusahaan untuk menentukan
apakah perusahaan tersebut akan pailit atau dapat terus bertahan di dunia
perindustrian. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa perusahaan harus
terus berupaya untuk terus mengembangkan keunggulan kompetitifnya agar dapat
mempertahankan dan mengembangkan serta memajukan perusahaannya. Salah
satu cara agar perusahaan dapat mempertahankan serta memajukan perusahaannya
yaitu dengan terus memantau tingkat likuiditas perusahaannya. Perusahaan harus
dapat menjaga likuiditasnya dengan cara mengatur kewajiban jangka pendeknya.
Untuk menyeimbangkan antara laba yang akan dicapai dan mempertahankan
kelangsungan

hidup

perusahaan

sangat

sulit.

Perusahaan

pasti

sangat

menginginkan keuntungan yang maksimal sehingga perusahaan dapat bertahan


dan bersaing di dunia perindustrian, namun di sisi lain perusahaan tidak boleh
hanya fokus kepada laba yang maksimal dan mengabaikan faktor faktor kinerja

lainnya, seperti likuiditas perusahaannya. Apabila perusahaan mengabaikan


likuiditas dalam perusahaan maka kemungkinan perusahaan akan mengalami
kebangkrutan.
Selain likuiditas, faktor lain yang harus diperhatikan oleh perusahaan adalah
faktor modal kerja. Setiap aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan baik dalam
melakukan kegiatan operasionalnya sehari hari maupun untuk melunasi hutang
hutangnya dan membiayai investasi jangka panjangnya akan membutuhkan dana.
Dana yang digunakan untuk halhal yang demikianlah yang disebut sebagai
modal kerja.
Modal Kerja menurut Keown (2005 : 646) adalah the firms total
investment in current assets or assets that it expect to be converted into cash
within a year or less. Dimana seluruh investasi perusahaan diharapkan kembali
ke perusahaan dalam jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu
tahun. Modal kerja dapat dilihat dari perputaran modal kerja (working capital
turnover), perputaran persediaan (inventory turnover), perputaran aset (asset
turnover) dan perputaran piutang (receivable turnover). Perputaran modal kerja
dimulai dari saat kas di investasikan dalam komponen modal kerja sampai saat
kembali menjadi kas. Makin pendek periode perputaran modal kerja, makin cepat
perputarannya sehingga perputaran modal kerja makin tinggi dan perusahaan
makin efisien yang pada akhirnya rentabilitas semakin meningkat. Modal kerja
dalam suatu perusahaan harus dikelola dengan baik, modal kerja tersebut harus
cukup jumlahnya dalam arti harus mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran
untuk kegiatan operasi perusahaan sehari-hari.

Pengelolaan modal kerja di perusahaan menjadi sangat penting mengingat


penetapan kebijakan modal kerja dan pelaksanaan dari modal kerja tersebut. Oleh
karena itu, diharapkan adanya penerapan manajemen yang baik terhadap modal
kerja sehingga dapat mendukung kelangsungan hidup perusahaan. Secara
langsung, manajemen modal kerja yang baik akan mempengaruhi profitabilitas
perusahaan. Manajemen modal kerja akan berusaha untuk menekan bahkan
berusaha menghilangkan resiko yang bersifat jangka panjang seperti melakukan
investasi secara berlebihan. Mengingat bahwa manajemen modal kerja
mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas dalam perusahaan, maka manajemen
modal kerja akan menjadi sesuatu yang sensitif dalam suatu perusahaan.
Manajemen modal kerja melibatkan komposisi dan berapa jumlah aktiva lancar
yang harus dimiliki oleh perusahaan dan juga memikirkan bagaimana cara untuk
mendapatkan aktiva lancar tersebut yang kemudian dari aktiva lancar ini akan
mendukung kegiatan operasional hingga pada saat yang dibutuhkan aktiva lancar
ini dapat di konversi menjadi uang tunai.
Manajemen juga harus memperhatikan perputaran persediaan dalam
kegiatan operasionalnya. Persediaan merupakan unsur dalam aktiva lancar yang
paling aktif dalam operasi yang secara terusmenerus diperoleh, diolah dan
kemudian dijual kepada konsumen. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan
barang, maka semakin tinggi biaya yang dapat ditekan sehingga semakin besar
perolehan laba suatu perusahaan. Sebaliknya, jika semakin lambat perputaran
persediaan barang, maka semakin kecil pula perolehan labanya (Kasmir 2008 :
205). Maka daripada itu, pengelolaan manajemen yang baik terhadap persediaan

akan memberikan pengaruh terhadap profitabilitas perusahan. Jika persediaan


yang tersedia dapat dengan cepat dikelola, maka persediaan yang tersimpan akan
menjadi keuntungan melalui penjualan.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa manajemen modal kerja yang baik
akan mendukung tingkat profitabilitas yang baik pula. Profitabilitas merupakan
suatu indikator yang dapat menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mencapai
keuntungan bagi perusahaan dan juga memberikan penilaian terhadap tingkat
keefektifan manajemen suatu perusahaan yaitu melalui laba yang dihasilkan baik
dari penjualan maupun pendapatan yang bersumber dari investasi yang dimiliki
perusahaan. Laba bersih mengindikasikan profitabilitas perusahaan. Laba bersih
menunjukkan berapa tingkat pengembalian yang akan diberikan kepada pemegang
ekuitas dalam suatu periode waktu. Laba perusahaan yang tinggi belum tentu
menunjukkan profitabilitas yang tinggi tetapi profitabilitas yang tinggi sudah
pasti akan menunjukkan bahwa laba yang diperoleh perusahaan tinggi. Bagi
perusahaan pada umumnya, profitabilitas merupakan masalah yang lebih penting
dibandingkan laba, karena tingkat efisiensi perusahaan akan
setelah

melakukan

pembandingan

antara

laba

yang

dapat diketahui

diperoleh

dengan

menggunakan modal sendiri dengan laba yang diperoleh melalui modal asing.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat profitabilitas suatu
perusahaan antara lain tingkat pengembalian atas investasi, kinerja operasi dan
pemanfaatan aset, namun dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan salah
satu indikator penilaian profitabilitas yaitu melalui pendekatan pemanfaatan aset
dengan menggunakan tingkat pengembalian aktiva (return on asset) atau yang

disingkat dengan ROA sebagai alat ukur profitabilitas perusahaan, alasannya


karena tingkat pengembalian aktiva berkaitan erat dalam menilai efektivitas dan
intensitas aktivitas dalam menghasilkan penjualan yang merupakan salah satu
faktor penilaian modal kerja dan profitabilitas dan selain itu aktiva (persediaan)
diangggap sebagai faktor yang paling likuid dibandingkan indikator yang
mempengaruhi profitabilitas lainnya. ROA dapat dijadikan sebagai indikator
untuk mengetahui seberapa mampu perusahaan memperoleh laba yang optimal
dilihat dari posisi aktivanya.
Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Seprina Ruleta Sitanggang (2008), Pengaruh Tingkat Perputaran
Piutang Terhadap Profitabilitas. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat
perputaran

piutang

memiliki

pengaruh

yang

tidak

signifikan

terhadap

profitabilitas pada PT Gresik Cipta Sejahtera Cabang Medan.


Marselina Sinaga (2008), Pengaruh perputaran modal kerja, perputaran
persediaan dan perputaran aktiva terhadap tingkat profitabilitas pada industri
otomotif dan komponennya yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara parsial perputaran modal kerja
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas, perputaran aktiva
operasi dan perputaran persediaan secara parsial berpengaruh signifikan. Secara
simultan, perputaran modal kerja, perputaran persediaan dan perputaran aktiva
operasi berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas.
Menurut teori yang ada, dimana secara teori dikatakan apabila perusahaan
yang memiliki tingkat modal kerja (working capital turnover dan inventory

turnover) yang tinggi, maka tingkat profitabilitasnya juga tinggi. Peneliti juga
merasa bahwa sangat perlu untuk memperhatikan tingkat likuiditas dari suatu
perusahaan untuk mengetahui apakah perusahaan tersebut layak untuk para
investor dapat berinvestasi. Selain itu untuk melihat peluang investasi dapat juga
dengan memperhatikan kinerja dari manajemen modal kerja perusahaan karena
manajemen modal kerja yang baik kemungkinan berdampak besar terhadap
profitabilitas perusahaan. Sebenarnya modal kerja memiliki beberapa indikator
penilaian, namun peneliti hanya menggunakan indikator perputaran modal kerja
dan perputaran persediaan karena penulis merasa bahwa perputaran modal kerja
dan perputaran persediaan merupakan indikator yang paling efektif untuk menilai
profitabilitas suatu perusahaan. Di samping itu, peneliti sebelumnya sudah
melakukan penelitian dengan menggunakan semua indikator penilaian modal
kerja. Hal ini yang membuat peneliti ingin menerapkan praktek dari teori ini
terhadap perusahaan industri tekstil dan garmen yang sudah terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) untuk tahun 20092012.
Oleh karena itu, skripsi ini berjudul :
Pengaruh likuiditas dan manajemen modal kerja terhadap
profitabilitas pada Perusahaan industri Tekstil dan Garmen yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia
1.2. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah sebelumnya, maka peneliti merumuskan
masalah dalam penelitian ini apakah likuiditas dan manajemen modal kerja
berpengaruh baik secara parsial maupun simultan terhadap profitabilitas

perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 20092012.
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya,
maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh likuiditas dan
manajemen modal kerja terhadap profitabilitas baik secara parsial maupun secara
simultan pada perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2009 2012.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan apabila ditanya pendapatnya
mengenai pengaruh likuiditas dan manajemen modal kerja terhadap
profitabilitas pada perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2012.
b. Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk
menyempurnakan

penelitian

selanjutnya

yang

sejenis

dengan

menggunakan atau menambah variabel agar hasil penelitian menjadi


lebih lengkap dan baik.
c. Bagi para praktisi dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk

pengambilan keputusan mengenai pengaruh likuiditas dan manajemen


modal kerja terhadap profitabiltas pada perusahaan industri tekstil dan
garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009 2012.

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Likuiditas
2.1.1 Pengertian Likuiditas
Analisis keuangan yang berkaitan dengan kemampuan perusahaan
untuk membayar utang atau kewajiban dikenal dengan nama analisis rasio
likuiditas. Dengan kata lain, rasio likuiditas berfungsi untuk menunjukkan
atau mengukur kemampuan peusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang
sudah jatuh tempo baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan (likuiditas
badan usaha) maupun di dalam perusahaan (likuiditas perusahaan).
Likuiditas (Riyanto, 1995 : 25) berhubungan dengan masalah
kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang
segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang
dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan
membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang
mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala
kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain
perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar.
Kemampuan membayar pada suatu perusahaan dapat dikatakan baik
apabila kekuatan membayarnya adalah besarnya sehingga dapat memenuhi
semua kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Dengan demikian,
kemampuan membayar itu dapat diketahui setelah membandingkan antara

11

kekuatan membayarnya dengan kewajiban-kewajiban finansialnya yang harus


segera dipenuhi.
Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar yang besar
sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansial yang harus segera
dipenuhi dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid dan sebaliknya
perusahaan yang tidak mempunyai kemampuan membayar adalah likuid,
sehingga aktivitas

operasi perusahaan akan menjadi terhambat dan akan

mengurangi efektivitas perusahaan.


Sedangkan menurut Munawir (2001 : 31), likuiditas menunjukkan
kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang
harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangan pada saat ditagih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangan jangka pendeknya yang segera harus dipenuhi.
Masalah likuiditas ini merupakan suatu masalah yang penting dalam
suatu perusahaan yang oleh kebanyakan perusahaan relatif sulit untuk
diselesaikan. Jika dipandang dari sisi manajemen, perusahaan yang memiliki
likuiditas tinggi menunjukkan kinerja manajemen yang kurang baik karena
likuiditas yang tinggi menunjukkan adanya saldo kas yang menganggur,
persediaan yang relatif berlebihan dan kebijakan kredit perusahaan yang tidak
baik sehingga mengakibatkan tingginya piutang usaha.
Namun bila dipandang dari sisi kreditur, perusahaan yang memiliki
tingkat likuiditas yang tinggi merupakan perusahaan yang baik karena dana

12

jangka pendek kreditur yang dipinjam perusahaan dapat dijamin oleh aktiva
lancar yang jumlah relatif lebih banyak.
2.1.2 Rasio likuiditas
Untuk menilai tingkat likuiditas suatu perusahaan, terdapat beberapa
rasio yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis dan menilai
posisi likuiditas perusahaan, yaitu :
1) Current Ratio
Adalah membandingkan antara total aktiva lancar dengan kewajiban
lancar (current assets/current liabilities). Tersedianya sumber

kas untuk

memenuhi kewajiban tersebut berasal dari kas atau konversi kas dari aktiva
lancar.
Selain itu, Current Ratio biasanya digunakan sebagai alat untuk
mengukur keadaan likuiditas suatu perusahaan, petunjuk untuk dapat
mengetahui dan menduga sampai dimanakah kiranya perusahaan, apabila
memberikan kredit berjangka pendek kepada nasabah dapat merasa aman atau
tidak. Dasar perbandingan tersebut dipergunakan sebagai alat petunjuk,
apakah perusahaan yang mendapat kredit itu akan mampu atau tidak mampu
untuk memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran kembali atau
pada pelunasan pada tanggal yang sudah ditentukan. Dasar perbandingan itu
menunjukkan apakah jumlah aktiva lancar itu cukup melampaui besarnya
kewajiban lancar, sehingga dapat diperkirakan apabila suatu saat dilakukan
likuiditas dari aktiva lancar dan ternyata hasilnya dibawah nilai dari yang
tercantum di neraca, namun masih tetap akan terdapat cukup kas ataupun

13

yang dapat dikonversikan menjadi uang kas di dalam waktu singkat, sehingga
dapat memenuhi kewajibannya (Tunggal, 1995 : 154).
Ketepatan current ratio menurut Tunggal (2000 : 155) tergantung dari
banyak faktor, yaitu sebagai berikut :
a. Syarat kredit yang diterima dari pemasok disbanding dengan syarat
kredit yang diberika oleh perusahaan pada para pembeli
b. Waktu yang diperlukan untuk menagih piutang
c. Perputaran persediaan
d. Ciri-ciri program keuangan perusahaan
e. Musim tahun yang bersangkutan
f. Situasi konjungtur
g. Lamanya siklus modal kerja
h. Apakah perusahaan itu sedang diperluaskan/ diperkecilkan.
Current ratio yang tinggi menunjukkan posisi para kreditor yang baik
karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu
akan dapat dibayar pada waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan
perusahaan menguasai pos-pos modal kerja dengan ketat dan sesuai
semestinya. Di lain pihak, jika ditinjau dari sudut pemegang saham, suatu
current ratio yang tinggi tak selalu paling menguntungkan terutama apabila
terdapat saldo kas yang kelebihan dan jumlah piutang dan persediaan adalah
terlalu besar.
Pada umumnya suatu current ratio yang rendah lebih banyak
mengandung risiko dari pada suatu current ratio yang tinggi, tetapi terkadang
suatu current ratio yang rendah justru menunjukkan bahwa pimpinan
perusahaan menggunakan telah aktiva lancar dengan sangat efektif, yaitu
apabila saldo disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja dan perputaran
piutang dari persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maksimum.

14

Jumlah kas yang diperlukan tergantung dari besarnya perusahaan dan


terutama dari jumlah uang yang diperlukan untuk membayar utang lancar,
berbagai biaya rutin dan pengeluaran darurat (Tunggal, 1995 : 157).
Munawir (2001 : 72) menyatakan current ratio 200% kadang sudah
memuaskan bagi suatu perusahaan tetapi jumlah modal kerja dan besarnya
rasio tergantung pada beberapa faktor suatu standar atau rasio yang umum
tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Current ratio 200% hanya
merupakan kebiasaan atau rule of thumb dan akan digunakan sebagai titik
tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa yang lebih lanjut.
Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety)
kreditor jangka pendek atau kemampuan perusahaan untuk membayar
hutang-hutang tersebut. Tetapi suatu perusahaan dengan current ratio yang
tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang
sudah jatuh tempo karena proporsi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak
menguntungkan, misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan
taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran
persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan
tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang mungkin sulit untuk ditagih.

(Riyanto, 1995 : 26) menyatakan bahwa bagi perusahaan bukan kredit,


current ratio kurang dari 2:1 dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva
lancar turun misalnya sampai lebih dari 50% maka jumlah aktiva lancarnya
tidak akan cukup lagi menutup utang lancarnya.
Pedoman current ratio 2:1, sebenarnya hanya didasarkan pada prinsip
hati-hati. Pedoman current ratio 200% bukanlah pedoman mutlak. Apabila
15

pedoman current ratio 2:1 atau 200% sudah ditetapkan sebagai ratio
minimum yang akan dipertahankan oleh suatu perusahaan, maka perusahaan
dalam penarikan kredit jangka pendeknya juga harus selalu didasarkan pada
pedoman tersebut.
Setiap saat perusahaan harus mengetahui berapa kredit jangka pendek
maksimum yang boleh ditarik supaya pedoman current ratio tersebut tidak
dilanggar. Batas maksimum kredit jangka pendek yang boleh diambil agar
tidak mengganggu atau melanggar pedoman current ratio tertentu disebut
the line of credit atau maximum current indebtedness.
Apabila perusahaan menetapkan bahwa current ratio yang harus
dipertahankan adalah 3:1 atau 300%, ini berarti bahwa setiap hutang lancar
sebesar Rp.1,00 harus dijamin dengan aktiva lancar sebesar Rp.3,00 atau
dijamin dengan net working capital sebesar Rp.2,00. Dengan demikian maka
rasio modal kerja dengan hutang lancar adalah 2:1 karena modal kerja tidak
lain adalah kelebihan aktiva lancar dibandingkan hutang lancar.
Adapun formulasi dari Current Ratio (CR) adalah sebagai berikut :
CR=

Aktiva Lancar
x 100
Hutanglancar

2) Quick Ratio
Rasio ini disebut juga acid test rasio yang juga digunakan untuk
mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Penghitungan quick ratio dengan mengurangkan aktiva lancar
dengan persediaan. Hal ini dikarenakan persediaan merupakan unsur aktiva
lancar yang likuiditasnya rendah dan sering mengalami fluktuasi harga serta

16

menimbulkan kerugian jika terjadi likuiditas. Jadi rasio ini merupakan rasio
yang menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu
menutupi hutang lancar.
Sawir (2009 : 10) mengatakan bahwa quick ratio umumnya dianggap
baik adalah semakin besar rasio ini maka semakin baik kondisi perusahaan.
Quick ratio dapat dihitung dengan formula :
QR=

Aktiva LancarPersediaan
x 100
Hutanglancar

2.2 Manajemen Modal Kerja


2.2.1 Pengertian manajemen
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata manajemen berarti
penggunaan sumber daya efektif untuk mencapai sasaran atau pimpinan yang
bertanggung jawab atas jalannya perusahaan atau organisasi. Definisi
manajemen yang dikemukakan oleh Daft (2003 : 4) sebagai berikut:
Management is the attainment of organizational goals in an effective and
efficient manner through planning organizing leading and controlling
organizational resources.
Ada banyak versi mengenai definisi manajemen, namun pengertiannya
secara umum adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan seperti
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian/ pengawasan,
yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan
melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

17

2.2.2 Pengertian Modal Kerja


Masalah modal kerja merupakan masalah yang tiada akhir. Selama
perusahaan masih beroperasi, modal selalu diperlukan untuk membiayai
kegiatan perusahaan sehari-hari serta untuk menjaga kontinuitas perusahaan.
Menurut Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston (2001 : 150) dalam
bukunya yang berjudul Fundamentals Of Financial Management dan
diterjemahkan oleh Dodo Suharto dan Herman Wibowo dengan judul
bukunya Manajemen Keuangan menyatakan bahwa: Modal kerja
(working Capital) adalah aktiva lancar yang digunakan dalam operasi.
Menurut Sawir (2003 : 143 ) Besarnya modal kerja sebuah perusahaan
berhubungan

dengan

berbagai

aktivitas

operasional

dan

finansial

perusahaan.
Disimpulkan bahwa modal kerja merupakan seluruh investasi
perusahaan ke dalam aktiva lancar yang meliputi persediaan, piutang, kas,
dan surat-surat berharga dimana seluruh investasi diharapkan kembali ke
dalam perusahaan dalam waktu paling lama satu tahun.
Mengenai pengertian modal kerja terdapat beberapa konsep yaitu
(Riyanto, 1995 : 57-58)
a)

Konsep Kuantitatif
Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam
dalam unsur-unsur aktiva lancar dimana aktiva ini merupakan aktiva
yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau aktiva dimulai
dari yang tertanam di dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu
yang pendek. Dengan demikian, modal kerja menurut konsep ini adalah
keseluruhan dari aktiva lancar, atau sering disebut juga sebagai modal
kerja kotor (gross working capital).

18

b)

c)

Konsep Kualitatif
Dalam konsep ini pengertian modal kerja juga dikaitkan dengan
besarnya jumlah utang lancar atau utang yang harus segera dibayar.
Dengan demikian maka sebagian dari aktiva lancar itu harus disediakan
untuk memenuhi kewajiban financial yang harus segera dibayar dimana
bagian aktiva lancar ini tidak boleh digunakan untuk membayar operasi
perusahaan untuk menjaga likuiditasnya. Oleh karena itu modal kerja
menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar
dapat digunakan untuk membayar operasi perusahaan mampu
mengganggu likuiditasnya yaitu yang merupakan kelebihan aktiva
lancar diatas utang lancar.
Konsep Fungsional
Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam
menghasilkan pendapatan. Setiap dana yang dikerjakan atau digunakan
dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan.
Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan dalam satu periode
accounting (current income) bukan periode berikutnya (future income).
Dari pengertian tersebut maka terdapat sejumlah dana yang tidak
menghasilkan current income atau jika menghasilkan current ratio yang
tidak sesuai dengan misi perusahaan yaitu non working capital,
sehingga besarnya modal kerja adalah:
1) Besarnya kas
2) Besarnya persediaan
3) Besarnya piutang (dikurangi bersarnya laba)
4) Besarnya sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap (besarnya
adalah sejumlah dana yang berfungsi untuk menghasilkan current
income tahun yang bersangkutan)
Apabila sumber modal kerja lebih besar daripada penggunaannya,

berarti terdapat kenaikan modal kerja, sebaliknya apabila penggunaan lebih


besar daripada sumber, berarti penurunan modal kerja. Sumber-sumber modal
kerja yang akan menambah modal kerja adalah :
a. Adanya kenaikan sektor modal, baik yang berasal dari laba maupun
penambahan modal saham.
b. Ada pengurangan atau penurunan aktiva tetap karena adanya penjualan
aktiva tetap maupun melalui proses depresiasi.

19

c. Ada penambahan utang jangka panjang, baik dalam bentuk obligasi atau
utang jangka panjang lainnya.
Penggunaan-penggunaan modal kerja yang mengakibatkan turunnya modal
kerja adalah sebagai berikut :
1. Berkurangnya modal sendiri karena kerugian, maupun pengambilan privasi
oleh pemilik perusahaan.
2. Pembayaran utang-utang jangka panjang.
3. Adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap.
Modal kerja yang dibutuhkan perusahaan harus segera terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan. Kebutuhan modal kerja terkadang tidaklah selalu tersedia
seperti yang diinginkan. Terpenuhi tidaknya kebutuhan modal kerja sangat
tergantung pada berbagai faktor. Pihak manajemen harus sesegera mungkin
memperhatikan faktor-faktor kebijakan dalam upaya pemenuhan modal kerja
seperti, sifat umum atau tipe perusahaan, tingkat perputaran persediaan dan
piutang, business cycle, waktu yang diperlukan untuk memproduksi atau
mendapatkan barang, syarat-syarat pembelian dan penjualan, tingkat resiko,
credit rating dari perusahaan dan lainnya.
Berdasarkan pengertian - pengertian yang telah dikemukakan, maka
dapat disimpulkan bahwa modal kerja merupakan dana yang diinvestasikan
dalam aset lancar yang digunakan oleh perusahaan dalam kegiatan operasinya
untuk

menghasilkan

pendapatan

sesuai

tujuan

utama

didirikannya

perusahaan.

20

2.2.3 Pengertian manajemen modal kerja


Pengertian manajemen modal kerja menurut Brigham and Daves ( 2001
: 697), Working capital management involves both setting working capital
policy and carrying out that policy in day-to-day operation. Dapat
disimpulkan bahwa manajemen modal kerja meliputi kebijakan modal kerja
dan penggunaannya pada operasional perusahann sehari-hari.
Manajemen modal kerja merupakan hal yang sangat penting karena
aset lancar perusahaan mengembangkan lebih dari separuh total asetnya,
sedangkan bagi perusahaan distribusi jumlahnya bisa lebih besar lagi. Tujuan
manajemen modal kerja adalah mengelola aset lancar dan utang lancar
sehingga diperoleh modal kerja netto yang layak dan menjamin tingkat
profitabilitas perusahaan. Oleh karena itu, seorang manajer diharapkan
mampu mengelola manajemen perusahaan agar pemenuhan modal kerja dapat
berjalan dengan efektif dan efisien.
Manajemen modal kerja juga menjadi penting karena berkaitan dengan
beberapa aspek sebagai berikut:
1. beberapa penelitian telah memberikan indikasi bahwa sebagian besar
waktu manajer keuangan dihabiskan dalam kegiatan internal perusahaan
dari hari ke hari dan ini merupakan bagian dari manajemen modal kerja,
2. jika lebih dari separuh total aktiva perusahaan merupakan aktiva lancar
sebagai bagian dari investasi yang besar dan mudah diuangkan, maka
aktiva lancar memerlukan perhatian yang seksama dari manajer keuangan,

21

3. hubungan antara tingkat pertumbuhan penjualan dan kebutuhan akan


permodalan aktiva lancar adalah dekat dan langsung,
4. manajemen modal kerja sangat penting terutama bagi perusahaan kecil.
Meskipun perusahaan kecil dapat mengurangi investasi aktiva tetapnya
namun mereka tidak dapat menghindari kebutuhan akan kas, piutang dan
persediaan karena akses ke pasar modal relatif terbatas, maka penekanan
harus ditujukan pada utang dan piutang dagang dan pinjaman bank jangka
pendek (Weston & Copeland 1999 : 324).
Ada dua prinsip mendasar dari pendanaan operasional dalam
manajemen modal kerja (Horne, 2005 : 313), yaitu: kemampuan
memperoleh laba berbanding terbalik dengan likuiditas dan kemampuan
memperoleh laba searah dengan resiko. Pengendalian jumlah modal kerja
yang tepat akan menjamin kontinuitas operasi dari perusahaan secara efisien
dan ekonomis. Bilamana modal kerja terlalu besar, maka dana yang tertanam
dalam modal kerja melebihi kebutuhan, sehingga mengakibatkan adanya dana
menganggur (idle fund) karena dana tersebut sebenarnya dapat digunakan
untuk keperluan lain dalam rangka peningkatan laba.
Sasaran yang ingin dicapai dari manajemen modal kerja adalah seperti
yang diutarakan berikut ini :
1. memaksimalkan nilai perusahaan dengan mengelola aset lancar
sehingga tingkat margin pengembalian investasi (return on
investment) adalah sama atau lebih besar dari biaya modal yang
digunakan untuk membiayai aset-aset lancar tersebut
2. meminimalkan biaya modal yang digunakan untuk membiayai aset
lancar dalam jangka panjang

22

3. pengawasan terhadap arus dana dalam aset lancar dan ketersediaan


dana dari sumber utang sehingga perusahaan selalu dapat memenuhi
kewajiban keuangannya ketika jatuh tempo (Sawir, 2005 : 133).
Demi mencapai sasaran dalam memaksimalkan nilai dan laba
perusahaan, maka modal kerja yang tersedia harus cukup jumlahnya, dalam
arti harus mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran atau operasi
perusahaan sehari-hari.
2.2.4 Rasio perputaran modal kerja
Menurut Abdullah (2005 : 71) manajemen penggunaan modal kerja
dapat diuji dengan menggunakan rasio perputaran modal kerja (working
capital turnover), yakni perbandingan antara penjualan dengan jumlah
keseluruhan aset lancar yang dimiliki suatu perusahaan pada suatu periode
tertentu. Bila volume penjualan naik, investasi persediaan dan piutang
meningkat, ini berarti juga meningkatkan modal kerja. Formulasi dari
working capital turnover (WCT) adalah sebagai berikut:
WCT =

Penjualan
aktivalancarhutanglancar

Perputaran modal kerja ini menunjukkan jumlah rupiah penjualan netto


yang diperoleh bagi setiap rupiah modal kerja. Dari hubungan antara
penjualan netto dengan modal kerja tersebut, dapat diketahui juga apakah
perusahaan bekerja dengan modal kerja yang tinggi atau bekerja dengan
modal kerja yang rendah. Rasio perputaran modal kerja ini juga berhubungan
dengan likuiditas perusahaan. Jika rasio perputaran modal kerja tinggi, maka
mengindikasikan likuiditas yang rendah untuk mendukung operasional,

23

sedangkan apabila rasio ini rendah artinya likuiditas perusahaan yang tinggi.
Semakin besar rasio perputaran modal kerja maka semakin baik suatu
perusahaan. Hal ini juga menunjukkan seberapa efektifnya pemanfaatan
modal kerja yang tersedia dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan.
2.2.5 Rasio perputaran persediaan
Menurut Munawir (2002 : 77) Perputaran persediaan merupakan rasio
antara jumlah harga pokok barang yang dijual dengan nilai rata-rata
persediaan

yang

dimiliki

oleh

Perusahaan.

Perputaran

persediaan

menunjukkan berapa kali persediaan dijual dan diganti dalam waktu satu
periode. Dengan demikian, tingkat perputaran persediaan yang tinggi
mengindikasikan bahwa tingkat penjualan yang tinggi pada perusahaan.
Perputaran persedian ini dihitung dengan cara sebagai berikut :
ITO=

Harga pokok penjualan


persediaan ratarata

Persediaan rata-rata dapat dihitung dengan membagi jumlah


persediaan akhir tahun dan awal tahun dengan dua. Besarnya hasil
perhitungan perputaran persediaan menunjukkan tingkat kecepatan
persediaan menjadi kas atau piutang dagang. Melalui tingkat
perputaran persediaan maka kita dapat menghitung hari rata-rata
barang disimpan digudang yaitu dengan membagi hari dalam satu
tahun dengan tingkat perputaran persediaan. Rumusnya adalah sebagai
berikut :
Hari ratarata barang disimpan=

360
perputaran persediaan

24

Hari rata-rata barang disimpan digudang akan bermanfaat untuk menilai


efisiensi dari persediaan.

2.3. Profitabilitas
2.3.1. Pengertian profitabilitas
Profit dalam kegiatan operasional merupakan elemen penting untuk
menjamin kelangsungan hidup perusahaan pada masa yang akan datang.
Keberhasilan perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan
menciptakan laba dari pembiayaan yang dilakukan, kemampuan perusahaan
untuk dapat bersaing di pasar (survive) dan kemampuan perusahaan untuk
dapat melakukan ekspansi usaha (developt).
a. Menurut Greuning (2005 : 29) profitabilitas adalah suatu indikasi atas
bagaimana margin laba suatu perusahaan berhubungan dengan penjualan,
modal rata-rata dan ekuitas saham biasa rata-rata.
b. Profitabilitas perusahaan diindikasikan oleh laba (earnings). Menurut
Gitman (2003 : 599) : profitability is the relationship between revenues
and cost generated by using the firms assets both current and fixed in
productive activities.
c. Bringham dan Houston (2001 : 89) mengatakan bahwa profitabilitas
adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan.
d. Sedangkan menurut APB Statement mengartikan profitabilitas adalah
kelebihan (defisit) pengahasilan diatas biaya selama satu periode akuntansi
(Harahap, 2001 : 226).

25

Kinerja manajerial dari setiap perusahaan akan dapat dikatakan baik


apabila tingkat profitabilitas perusahaan yang dikelolanya tinggi atau dengan
kata lain maksimal, dimana profitabilitas ini umumnya selalu diukur dengan
membandingkan laba yang diperoleh perusahaan dengan sejumlah perkiraan
yang menjadi tolak ukur keberhasilan perusahaan. Profitabilitas suatu
perusahaan dipengaruhi oleh:
a. Tingkat pengembalian atas investasi, untuk melihat kompensasi keuangan
kepada penyedia pendanaan ekuitas dan utang
b. Kinerja operasi, untuk mengevaluasi margin laba dari aktivitas operasi
c. Pemanfaatan aset, untuk memilai efektivitas dan intensitas aktivitas dalam
menghasilkan penjualan
Terdapat beberapa cara untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu
perusahaan yaitu:
a. Gross profit margin (GPM)
Pengukuran ini adalah ukuran persentase dari setiap hasil penjualan
sesudah perusahaan membayar harga pokok penjualan. Semakin tinggi
gross profit margin maka semakin baik.

Gross profit margin=

Gross profit
x 100
Sales

b. Operating profit margin (OPM).


Pengukuran ini adalah ukuran persentase dari setiap hasil sisa penjualan
sesudah semua biaya dan pengeluaran lain dikurangi kecuali bunga dan

26

pajak.

Operating profit margin=

Net Income
x 100
Sales

c. Net profit margin (NPM).


Pengukuran ini adalah ukuran untuk mengukur persentase keuntungan
perusahaan setelah dikurangi semua biaya dari pengeluaran termasuk
bunga dan pajak.
d. Return on assets (ROA).
Pengukuran ini adalah ukuran keefektifan manajemen dalam menghasilkan
laba dengan aktiva yang tersedia.
Return on Asset=

Net Income
Total Assets

e. Return on investment (ROI)


Return on Investment menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan
laba dari aktiva yang dipergunakan. Dengan mengetahui rasio ini akan
dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya
dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini juga memberikan ukuran
yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan
efektifitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh
pendapatan. Analisis Return On Investment (ROI) dalam analisis keuangan
mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa
keuangan yang bersifat menyeluruh/komprehensif.

27

Return on Investment=

Net operating income


x 100
Net operating income

f. Return on equity (ROE)


Pengukuran ini adalah ukuran pengembalian yang diperoleh pemilik atas
invesasi di perusahaan.

Return on Equity=

2.3.2

Net Income
Total Equity

Rasio profitabilitas
Pengertian rasio profitabilitas menurut beberapa ahli adalah sebagai
berikut:
a. Bringham dan Daves (2004 : 1007) mengatakan bahwa profitability ratio
are a group of ratios that shows the combine effects of liquidity, assets
management, and debt on operations, yang berarti bahwa rasio
profitabilitas merupakan suatu kelompok rasio yang menunjukkan aspek
likuiditas, manajemen aset dan besarnya operasional perusahaan yang
dibiayai dari sumber utang.
b. Horne (2005 : 222), menjelaskan rasio profitabilitas adalah rasio
keuangan yang menghubungkan laba dengan penjualan investasi pada
perusahaan. Menurut Horne (2005 : 222), rasio profitabilitas terbagi atas
3 jenis yaitu :

28

1. Rasio profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan, antara


lain net profit margin (NPM), operating profit margin (OPM)
dan gross profit margin (GPM)
2. Rasio profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi , antara
lain return on assets (ROA), return on investment (ROI)
3. Rasio profitabilitas dalam kaitannya dengan ekuitas antara
lain return on equity (ROE), return on common stock equity,
earnings per share, dividend per share, book value per share,
price to earning ratio dan dividend yield.
Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun bagi
pihak luar perusahaan yaitu:
a. untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh
perusahaan dalam suatu periode tertentu,
b. untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya
disbanding dengan tahun sekarang,
c. untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu,
d. untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan
modal sendiri,
e. untuk menilai produktivitas seluruh dana perusahaan yang
digunakan dengan modal sendiri,
f. untuk tujuan lain (Kasmir, 2008 : 197).
Di dalam suatu perusahaan pada umumnya, masalah profitabilitas akan
menjadi lebih fokus utama perusahaan jika dibandingkan dengan laba.
Alasannya

karena

efisiensi

perusahaan

akan

diketahui

dengan

membandingkan laba yang diperoleh perusahaan dengan modal yang


dihasilkan dari laba tersebut atau dengan menghitung profitabilitasnya. Jadi,
laba yang besar bukan merupakan tolak ukur suatu perusahaan telah bekerja
secara efisien.
Seperti terlihat diatas ada beberapa cara untuk mengukur tingkat
profitabilitas perusahaan. Namun, peneliti membatasi hanya menggunakan
satu cara yakni dengan memakai rasio Return On Assets untuk mengukur
tingkat profitabilitas perusahaan. Menurut Hanafi (2007 : 83) Return on

29

Asset adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan


laba dengan menggunakan total asset (kekayaan) yang dimiliki perusahaan
setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk menandai asset tersebut.
Sedangkan menurut Jumingan (2006 : 141) ratio operating income
dengan operating asset menunjukkan laba yang diperoleh dari investasi modal
dalam aktiva tanpa mengandalkan dari sumber mana modal tersebut berasal
(keseluruhan modal). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa return on asset adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba. ROA menunjukkan keefisienan perusahaan dalam mengelola seluruh
aktivanya untuk memperoleh pendapatan.
ROA juga dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui seberapa
mampu perusahaan memperoleh laba yang optimal dilihat dari posisi
aktivanya. Menurut Waren (2005 : 63) aktiva (assets) adalah sumber daya
yang dimiliki oleh entitas bisnis atau usaha, sumber daya ini dapat berbentuk
fisik ataupun hak yang mempunyai nilai ekonomis. Contoh aktiva adalah
kas, piutang, perlengkapan, beban dibayar dimuka, bangunan, peralatan,
tanah, dan hak paten. Aktiva disajikan dalam beberapa kelompok, yaitu :
a. aktiva lancar
b. aktiva tetap
c. aktiva tidak berwujud
d. aktiva lain-lain
Beasley (2009 : 297) merumuskan formula untuk menghitung
pengembalian tingkat aktiva / return on asset (ROA) sebagai berikut :

30

Return on Asset=

Net Income
Total Assets

Rumus lain yang dapat digunakan untuk menghitung ROA adalah


persamaaan DuPont. Persamaan DoPont menurut Bringham dan Houston
(2006: 14) adalah :
=
Semakin tinggi nilai ROA (Return On Asset) di dalam suatu perusahaan
maka perusahaan tersebut semakin baik.
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian yang telah ada
sebelumny. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya antara lain
terletak pada periode waktu data yang digunakan, defenisi operasional penelitian
dan objek penelitian. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang dapat
mendukung penelitian ini.
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No
1

Nama
Benny
(2012)

Judul
Analisis dan
Pengaruh
efisiensi
modal kerja,
likuiditas,
dan
solvabilitas
terhadap
profitabilitas
pada industry
otomotif
yang
terdaftar di

Variabel

Hasil penelitian
1. Secara parsial
Turnover, Current Ratio
Independen: Working capital
turnover, Current ratio danTotal
TotalAsset tidak berpengaruh terha
debt to total capital asset Return On Investment
Dependen : ROI
2. Secara Simultan
Turnover, Current Ratio
Total Asset tidak berpengaruh terha
Return on Investment

31

32

4
Nurhayati
(2010)

May Diana
(2013)

Pengaruh
Perputaran
Modal Kerja
Terhadap
Profitabilitas
Pada
Perusahaan
Sektor
Industri
Makanan
Dan
Minuman
Yang
terdaftar Di
Bursa Efek
Indonesia

Variabel Independen: Perputaran


1. Secara
simultan, perputaran persed
persediaan dan perputaran
piutang
(ITO)
dan
perputaran piutang (R
Variabel Dependen :
berpengaruh secara signifikan terha
ROA
profitabilitas (ROA)
2. Secara
parsial,
penelitian
menunjukkan
bahwa
vari
perputaran
persediaan
(I
berpengaruh secara signifikan terha
profitabilitas (ROA)
3. Secara parsial perputaran piut
(RTO) tidak berpengaruh se
signifikan
terhadap
profitabi
(ROA)

Pengaruh
Perputaran
Aktiva Tetap,
Piutang dan
persediaan
terhadap
Profitabilitas
Pada
Perusahaan
Otomotif
Yang
Terdapat di
Bursa Efek
Indonesia

V.independen : perputaran
1. secara
aktiva parsial,
tetap. Perputaran piutang dan
variabel
perputaran persediaaan Perputaran
V.Dependen : ROA
Aktiva
Tetap
tidak memiliki
pengaruh yang
signifikan
dalam
memprediksi
variabel return
on Asset.
2. Secara parsial,
variabel
perputaran
piutang
tidak
memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap ROA
3. Secara parsial,
perputaran
persediaan
memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap ROA
4. Secara
simultan, tidak
terdapat

33

34

Nurhayati, yang meneliti Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap


Profitabilitas Pada Perusahaan Sektor Industri Makanan Dan Minuman Yang
terdaftar Di Bursa Efek Indonesia dimana hasil penelitiannya membuktikan bahwa
perputaran persediaan memiliki pengaruh secara parsial terhadap profitabilitas
sedangkan perputaran piutang tidak berpengaruh secara parsial terhadap
profitabilitas dan secara simultan perputaran persediaan dan piutang berpengaruh
signifikan terhadap Profitabilitas.
Juni Siswanto (2010)
Judul penelitian Analisis Pengaruh Perputaran Modal Kerja terhadap
Return on Asset (ROA) pada Perusahaan-Perusahaan Real Estate dan Property
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel independennya adalah
Perpuatan modal kerja, dan variabel dependen adalah Profitabilitas (ROA) yang
diukur melalui Current rasio. Hasil penelitian ini adalah modal kerja tidak
berpengaruh signifikan terhadap Profitabilitas.
Maretha (2013)
Judul penelitian Pengaruh manajemen modal kerja dan Likuiditas terhadap
Profitabilitas pada Perusahaan Industry Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Penelitian ini menggunakan manajemen modal kerja dan Likuiditas
sebagai variabel independen dan Profitabilitas (ROA) sebagai variabel dependen
yang diukur melalui Current Rasio. Penelitian ini menggunakan metode analisis
regresi. Hasil dari penelitian ini adalah Manajemen modal kerja tidak memiliki
pengaruh positif secara parsial terhadap profitabilitas sedangkan Likuiditas

35

berpengaruh terhadap profitabilitas. Manajemen modal kerja dan likuiditas secara


bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.
2.5 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian
2.5.1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan
bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah
diketahui dalam suatu masalalah tertentu. Kerangka konseptual akan
menghubungkan antara variabel-variabel penelitian, yaitu variabel dependen
dan variabel independen. Kerangka konseptual merupakan sintesa atau
ekstrapolasi dari tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang mencerminkan
keterkaitan antar variabel yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk
memecahkan masalah penelitian serta merumuskan masalah.
Berdasarkan uraian teori dan penelitian terdahulu yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka konseptual
sebagai berikut :
Likuiditas
(current ratio)
(X1)
Manajemen modal kerja
(Working Capital
Turnover)
(X2)
Manajemen modal kerja
(Inventory turnover)
(X3)

H11
H2

Profitability (ROA)
(Y1)

H3
H4

36

Gambar 2.1
Kerangka konseptual
Sumber : diolah penulis, 2013

Berdasarkan kerangka konseptual tersebut, terlihat bahwa hubungan


antara variabel independen dan variabel dependen adalah hubungan kausatif
(sebab akibat). Di mana variabel independen yang telah ditentukan yaitu
Rasio Likuiditas (X1), perputaran modal kerja (X2), perputaran persediaan
(X3) akan mempengaruhi variabel dependen profitabilitas (Y).
Profitabilitas perusahaan merupakan perbandingan antara laba bersih
dengan aset atau modal yang digunakan untuk menghaslkan laba tersebut.
Profitabilitas perusahaan juga dipengaruhi oleh masalah likuiditas. Likuiditas
merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka
pendeknya yang telah jatuh tempo. Semakin banyak perusahaan menahan
uang kasnya maka semakin likuid perusahaan tersebut dan semakin berkurang
pula uang kas yang digunakan oleh perusahaan. Ada saatnya likuiditas akan
dirasakan perusahaan sebagai akibat yang dapat merugikan dan mengurangi
kesempatan untuk memperoleh keuntungan.
Djarwanto (2001 : 88) konsep fungsional, modal kerja adalah jumlah
dana yang digunakan selama periode akuntansi yang dimaksudkan untuk
menghasilkan pendapatan jangka pendek (current income) yang sesuai
dengan maksud utama didirikannya perusahaan tersebut. Antara penjualan
dengan modal kerja terdapat hubungan yang erat. Bila volume penjualan naik,
investasi dalam persediaan dan piutang juga meningkatkan modal kerja.

37

Pengukuran modal kerja dapat dilihat dari perputaran modal kerja


(working capital turnover), perputaran persediaan (inventory turnover).
Pengelolaan manajemen modal kerja yang baik dapat dilihat dari efisiensi
modal kerja. Pengukuran efisiensi modal kerja umumnya diukur dengan
melihat perputaran modal kerja (working capital turnover), jika perputaran
modal kerja semakin tinggi maka semakin cepat dana atau kas yang
diinvestasikan dalam modal kerja kembali menjadi kas, hal itu berarti
keuntungan perusahaan dapat lebih cepat diterima.
Perusahaan yang tidak dapat memperhitungkan tingkat modal kerja
yang memuaskan, maka perusahaan kemungkinan mengalami insolvency (tak
mampu memenuhi kewajiban jatuh tempo) dan bahkan mungkin terpaksa
harus dilikuidasi. Aktiva lancar harus cukup besar untuk dapat menutup
hutang lancar sedemikian rupa, sehingga menggambarkan adanya tingkat
keamanan (margin safety) yang memuaskan. Sementara itu, jika perusahaan
menetapkan modal kerja yang berlebih akan menyebabkan perusahaan
overlikuid

sehingga

mengakibatkan

menimbulkan

inefisiensi

dana

perusahaan

dan

menganggur
membuang

yang

akan

kesempatan

memperoleh laba.
Perputaran persediaan mengukur kecepatan rata-rata persediaan
bergerak keluar perusahaan. Semakin cepat persediaan dirubah menjadi
barang dagang yang nantinya akan dijual oleh perusahaan maka semakin
cepat pula bagi perusahaan untuk memperoleh laba. Semakin tinggi laba yang
dihasilkan oleh perusahaan maka akan semakin baik bagi kelangsungan hidup

38

perusahaan. Keadaan perputaran persediaan yang tinggi menunjukkan bahwa


semakin efisien dan efektif perusahaan dalam mengelola persediaannya. Hal
ini juga menunjukkan volume penjualan yang tinggi pada perusahaan dan
laba yang diperoleh perusahaan semakin besar dengan mengasumsikan biayabiaya yang terjadi. Besarnya laba yang diperoleh perusahaan akan
memaksimalkan tingkat pengembalian asset yang diperoleh perusahaan.
2.5.2 Hipotesis penelitian
Hipotesis Menurut Erlina (2008 : 49) menyatakan hubungan yang
diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi
yang dapat diuji secara empiris. Hipotesis merupakan dugaan sementara
yang harus diuji kebenarannya. Hipotesis yang ingin dicapai dalam penelitian
adalah sebagai berikut :
H1 : Likuiditas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas
(ROA) perusahaan
H2 : Perputaran modal kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas (ROA) perusahaan
H3 : Perputaran persediaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas ( ROA) perusahaan
H4 : Likuiditas, perputaran modal kerja dan perputaran persediaan secara
bersamasama berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROA)
perusahaan.

39

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian

assosiatif kausal, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh


antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2007 : 11).
3.2

Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan peneliti adalah data sekunder. Data sekunder

merupakan data primer yang diolah lebih lanjut, misalnya dalam bentuk tabel,
grafik, diagram, gambar dan sebagainya sehingga lebih informatif jika digunakan
oleh pihak lain (Umar, 2003 : 60). Data yang dikumpulkan berupa data
kuantitatif yaitu data yang diukur dalam skala rasio dan merupakan data sekunder
yang diperoleh melalui situs www.idx.co. Data sekunder yang digunakan dalam

40

penelitian ini adalah informasi keuangan yang berhubungan dengan variabel


penelitian yaitu :
1. Informasi mengenai likuiditas perusahaan
2. Informasi mengenai perputaran modal kerja perusahaan
3. Informasi mengenai perputaran persediaan perusahaan
4. Informasi mengenai profitabilitas perusahaan
Menurut waktu pengumpulannya, data yang digunakan menggunakan data
time series yaitu sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat
dalam beberapa interval waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan atau
tahunan (Umar, 2003 : 61). Penelitian ini menggunakan data selama 4 tahun
(series) yaitu tahun 20092012. Dengan demikian sampel dalam penelitian ini
terdiri dari 13 sampel yaitu 9 sampel yang merupakan perusahaan yang akan
diteliti selama 4 tahun dengan data yang digunakan berasal dari laporan keuangan
dan laporan tahunan.
3.3

Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari kemudian diambil kesimpulannya (Sugiyono, 2008 : 115).
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 36 populasi yang
merupakan perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
Menurut Erlina dan Mulyani (2007 : 74), sampel adalah bagian populasi
yang

digunakan

untuk

memperkirakan

karakteristik

populasi.

Metode

41

pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Menurut


Jogiyanto (2004 : 79), purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel
berdasarkan suatu kriteria tertentu. Adapun kriteria dalam pengambilan sampel
pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Seluruh perusahaan sektor industri tekstil dan garmen yang terdaftar di BEI
pada tahun 2009 hingga tahun 2012.
2. Seluruh perusahaan sektor industri tekstil dan garmen yang mempublikasikan
laporan keuangannya dalam situs Bursa Efek Indonesia (www.bei.co.id).
3. Perusahaan tersebut memiliki laporan keuangan yang lengkap dan mempunyai
laporan auditor independen yang dipublikasikan.
4. Perusahaan menggunakan mata uang Rupiah dalam melaporkan laporan
keuangan maupun laporan tahunan.
Berikut ini adalah sampel penelitian yang telah dilakukan dengan purposive
sampling yang telah dilakukan peneliti :
Tabel 3.1
Populasi dan Sampel Penelitian
No

Kode

Nama
1

ADMG

ARGO

ERTX

ESTI

HDTX

INDR

Polychem
Indonesia Tbk
Argo Pantes Tbk
Eratex Djaya Tbk
Ever Shine Tex
Tbk
Panasia Indo
Resources Tbk
Indo Rama
Synthetic Tbk

Sampel

Kriteria
2

1
2

3
4

42

MYTX

Apac Citra
Centertex Tbk

PBRX

Pan Brothers Tbk

POLY

Asia Pasific Fibers


Tbk

10

RDTX

Roda Vivatex Tbk

11

RICY

12

SSTM

13

UNTX

Ricky Putra
Globalindo Tbk
Sunson Textile
Manufacturer Tbk
Unitex Tbk

5
6

7
8

Sumber : Diolah penulis, 2013

3.4

Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dokumentasi, yaitu peneliti melakukan pengumpulan data sekunder atau data yang
diperoleh secara tidak langsung atau melalui media perantara yaitu internet
melalui situs Bursa Efek Indonesia dengan melihat laporan keuangan yang
diterbitkan setiap tahunnya baik dalam media cetak maupun data yang di
download dari internet melalui www.idx.co.id.
3.5

Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional Variabel


3.5.1

Variabel penelitian

1. Variabel bebas (independent variable)


Variabel independen yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen

43

(Sugiyono, 2008 : 59). Adapun variabel independen yang digunakan


dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Likuiditas
Likuiditas yang diukur dengan rasio lancar (Current Ratio) (X1)
merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh
tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Rasio likuiditas
dapatdiukur dengan rumus sebagai berikut :
CR=

Aktiva Lancar
x 100
Hutanglancar

b. Manajemen modal kerja yang diukur dengan rasio perputaran modal


kerja (X2) yaitu rasio yang menunjukkan banyaknya penjualan yang
dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja.
Perputaran modal kerjadapat diukur dengan rumus sebagai berikut :
WCT =

c.

Penjualan
aktivalancarhutanglancar

Manajemen modal kerja yang diukur dengan rasio perputaran persediaan


(X3) mengukur hubungan antara volume barang dagang yang dijual
dengan jumlah persediaan yang dimiliki selama periode berjalan. Rasio
ini dihitung sebagai berikut :
ITO=

Harga pokok penjualan


persediaan ratarata

2. Variabel terikat (dependent variable)

44

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat


karena adanya variabel bebas (Sugiono, 2008 : 59). Dalam penelitian
ini, yang menjadi variabel dependen adalah profitabilitas yang diukur
dengan menggunakan rasio Return On Asset (ROA). Rasio ini dihitung
sebagai berikut:
Return On Asset=

Laba bersih setelah pajak


Total Asset

3.5.2. Defenisi operasional variabel


Operasional variabel penelitian ini dapat dilihat secara lebih lengkap
pada tabel di bawah ini :
TABEL 3.2
Definisi operasional
Nama
variabel

Likuiditas

Perputaran
Modal
kerja

Perputaran
persediaan

Defenisi Operasional
Rasio
yang
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
untuk
melunasi
hutang
pada saat ditagih

Parameter Yang Digunakan

CR=

Aktiva Lancar
x 100
Hutanglancar

Rasio
untuk
memperlihatkan Penjualan
WCT =
adanya efisiensi modal kerja
dalam
a. lancarh . lancar
pencapaian penjualan
Perputaran
persediaan
adalah
merupakan
rasio
antara jumlah harga
pokok
barang yang dijual
dengan
nilai
rata-rata

ITO=

Harga pokok penjualan


persediaan ratarata

Skala

Rasio

Rasio

Rasio

45

persediaan
yang dimiliki oleh
Perusahaan.
Rasio profititaabilas
adalah
rasio
yang
Profitabilitas
menghubungkan
( ROA )
laba dari penjualan
dan
investasi.
Sumber : diolah Penulis, 2013
3.6

ROA=

lababersih setelah pajak


total aktiva

Rasio

Metode Analisis Data


Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik

dengan menggunakan software SPSS 16. Tahap awal yang dilakukan sebelum
melakukan pengujian hipotesis yaitu uji asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik
yang

dilakukan

terdiri

dari

uji

normalitas,

uji

multikolonieritas,

uji

heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Untuk pengujian hipotesis, dilakukan


analisis uji t dan uji F.
3.6.1. Pengujian asumsi klasik
Penggunaan analisis regresi dalam statistik harus bebas dari asumsi
asumsi klasik. Adapun pengujian asumsi klasik yang digunakan dalam
penelitian

ini

adalah,

uji

normalitas,

uji

multikolinieritas,

uji

heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.


1. Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel dalam model
regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal
(Ghozali, 2006 : 110). Model regresi yang baik adalah yang memiliki
distribusi data normal atau mendekati normal. Histogram atau pola
46

distribusi data normal dapat digunakan untuk melihat normalitas data. Uji
Kolmogrov Smirnov, dalam uji pedoman yang digunakan dalam
pengambilan keputusan yaitu:
a. jika nilai signifikansi < 0,05 maka distribusi data tidak normal,
b. jika nilai signifikansi > 0,05 maka distribusi data normal.
Menurut Ghozali (2006 : 112), pada prinsipnya normalitas data dapat
dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari
grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan
keputusan :
1) jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal,
maka model regresi memenuhi asumsi normalitas,
2) jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti arahgaris
diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal,
maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
2. Uji multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi di antara variabel independen. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.
Erlina dan Mulyani (2007 : 107), menyatakan Multikolinearitas merupakan
kondisi dimana terjadi korelasi antar variabel - variabel independen suatu
penelitian atau dengan kata lain bersifat ortogonal. Variabel - variabel
independen yang bersifat ortogonal adalah variabel yang memiliki nilai

47

korelasi di antara sesamanya sama dengan nol. Jika terjadi korelasi


sempurna diantara sesama variabel independen, maka konsekuensinya
adalah:
(a) koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir
(b) nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga
Jika terjadi korelasi, maka terdapat problem multikolinearitas.
Pengujian dilakukan dengan nilai VIF (Variance Inflation Factor) dari
model penelitian, jika nilai VIF di atas 2 maka dapat dikatakan bahwa telah
terjadi gejala multikolinearitas dalam model penelitian. Di samping itu,
suatu model dikatakan terdapat gejala multikolinearitas, jika korelasi di
antara variabel independen lebih besar dari 0,9 (Ghozali, 2005 : 91).
Menurut Ghozali (2005), cara yang dapat dilakukan jika terjadi
multikolinearitas yaitu:
1. mengeluarkan salah satu atau lebih variabel independen yang mempunyai
korelasi tinggi dari model regresi dan indentifikasi variabel independen
lainnya untuk membantu prediksi
2. menggabungkan data cross section dan time series (pooling data)
3. menambah data penelitian.
3.

Uji heteroskedastisitas
Menurut Situmorang et al. (2009 : 63), Heteroskedastisitas dapat

dikatakan sebagai suatu situasi dimana dalam sebuah grup terdapat varians
yang

tidak

sama

diantara

sesama

anggota

grup

tersebut.

Uji

heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam suatu model

48

regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke


pengamatan yang lain. Jika varians dari residual diantara pengamatan
tersebut tetap, maka disebut homokedastisitas. Cara yang digunakan untuk
mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat
dari pola gambar Scatterplot model tersebut. Analisis pada gambar
Scatterplot yang menyatakan model regresi linier berganda tidak terdapat
heteroskedastisitas jika:
1. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0
2. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja
3. Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang
melebar kemudian menyempit dan melebar kembali
4. Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola.
Menurut Situmorang, et.al. (2009 : 76), ada dua cara perbaikan
heteroskedastisitas, yaitu :
1. Bila varians 2 diketahui, maka metode yang digunakan adalah
dengan cara kuadrat terkecil tertimbang yang meminimumkan
pentingnya observasi yang penting dengan memberikan bobot
pada observasi tadi secara proporsional dengan kebalikan dari
variansnya.
2. Bila varians 2 tidak diketahui, dimana pengetahuan mengenai
2 biasanya merupakan hal yang jarang dimiliki. Sebagai
akibatnya, orang biasanya membuat suatu asumsi yang masuk
akal & mentransformasikan data atau membuat gangguan
(disturbance) data yang telah ditransformasikan bersifat
homokesdastisitas. Misal model persamaannya:
Y = b0 + b1x1 + b2x2,
ditransformasikan menjadi:
LogY = b0 + b1logx1 + b2logx2.

49

4.

Uji autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t


dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali, 2006 : 95).
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang
berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan dalam time
series. Ada beberapa cara untuk menguji adanya autokorelasi seperti metode
grafik, uji LM, Uji Runs dan lain-lain. Uji Durbin-Watson hanya digunakan
untuk autokorelasi tingkat satu (first autocorelation) dan mensyaratkan
adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi
diantara variabel dependen. Kriteria untuk penilaian terjadinya autokorelasi
yaitu:
1) angka D-Wdi bawah -2 berarti ada autokorelasi positif
2) angka D-Wdi antara-2 sampai+2 berarti tidak ada autokorelasi
3) angka D-Wdi atas +2 berarti ada autokorelasi negatif
Menurut Situmorang et al.(2009 : 78), Autokorelasi dapat di
definisikan sebagai suatu keadaan dimana adanya korelasi diantara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) atau
ruang (cross section). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul dikarenakan
residual atau kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke
observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi.

50

Pada penelitian ini, uji autokorelasi dideteksi dengan uji DurbinWatson, karena uji ini yang umum digunakan. Uji ini hanya digunakan
untuk autokorelasi tingkat pertama (first order autokorelasi) dan
mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi.
3.7

Pengujian Hipotesis Penelitian


Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis regresi

berganda, uji sgnifikansi t-test serta uji signifikansi f-test. Menurut Rochaety
(2007 : 107) dengan uji hipotesis kita memusatkan perhatian pada peluang
kita membuat keputusan yang salah. Hipotesis diterima atau ditolak berdasarkan
informasi yang terkandung dalam sampel tetapi menggambarkan keadaan
populasi.
3.7.1 Analisis regresi berganda
Menurut Rochaety (2007 : 142) regresi berganda bertujuan untuk
menghitung besarnya pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap satu
variabel terikat dan memprediksi variabel terikat dengan menggunakan dua
atau lebih variabel bebas. Model persamaannya adalah sebagai berikut :
Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Keterangan :
Y = variabel dependen yaitu profitabilitas
a = intercept/ koefisien yang menyatakan perubahan rata-rata variabel
dependen untuk setiap variabel independen sebesar satu atau yang
disebut konstanta.

51

b1, b2, b3 = angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka
peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan
pada variabel independen. Bila b (+)

maka terjadi kenaikan pada

variabel dependen dan bila b (-) maka akan terjadi penurunan pada
variabel.
X1 = likuiditas yang diukur dengan rasio lancar (current ratio)
X2 = manajemen

modal kerja yang ukur dengan mengunakan rasio

perputaran modal kerja


X3 = manajemen modal kerja yang diukur dengan perputaran persediaan
e

= error

3.7.2 Uji signifikansi parsial (t-test)


Menurut Ghozali (2006 : 84) uji statistik t pada dasarnya
menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen
secara individual dalam menerangkan variabel dependen. Uji t merupakan
suatu cara untuk mengukur apakah suatu variabel independen bukan
merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Dalam
pengujian ini dilakukan dengan menghitung serta membandingkan t hitung
dengan t tabel yaitu dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika t-hitung > t-tabel untuk = 5 % Ho diterima
Jika t-hitung < t-tabel untuk = 5 % Ha ditolak
3.7.3 Uji signifikasi simultan (F-test)
Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model memiliki pengaruh secara

52

bersama-sama terhadap variabel dependen. Uji ini digunakan untuk melihat


pengaruh variabel independen yaitu likuiditas, perputaran modal kerja dan
perputaran persediaan berpengaruh terhadap profitabilitas secara simultan.
Bentuk pengujiannya adalah :
Ho : b1 = 0,

artinya suatu variabel independen secara simultan tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen.


Ha : b1 0, artinya suatu variabel independen secara simultan berpengaruh
terhadap variabel dependen.
Kriteria pengambilan keputusan :
Ho diterima jika Fhitung Ftabel 5%
Ha diterima jika Fhitung Ftabel 5%
3.8

Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian yang telah dirancang oleh peneliti adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4
Jadwal Penelitian

No
1

Tahapan Penelitian

September
2013

Pengajuan proposal
skripsi
2
Bimbingan
proposal skripsi
3
Pengumpulan data
4
Pengolahan data
5
Bimbingan skripsi
6
Penyelesaian
penulisan laporan
penelitian
Sumber : diolah penulis, 2013

Oktober
2013

November
2013

Keteranga
n
1 minggu
2 minggu

1 minggu
1 minggu
1 minggu
2 minggu

53

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1

Data Penelitian
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah perusahaan tekstil dan

garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2009 - 2012.
Perusahaan yang dijadikan sampel berjumlah 9 perusahaan, sehingga data
penelitian secara keseluruhan berjumlah 36 (9 x 4) sampel. Daftar perusahaan
yang telah ditentukan dapat dilihat pada lampiran.
4.2

Analisis Hasil Penelitian


4.2.1 Statistik deskriptif
Statistik deskriptif dalam penelitian ini hanya mendeskripsikan sampel
dan tidak membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sampel
diambil. Menurut Ghozali (2006 : 78), statistik deskriptif memberikan

54

gambaran atau deskripsi suatu data yang dapat dilihat dari rata-rata (mean),
standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range dan kemencengan
distribusi. Statistik deskriptif akan dijelaskan dalam tabel berikut ini
Tabel 4.1
Descriptive Statistics

N
Minimum Maximum Mean
ROA
36
-42,050
47,740
-,04056
CR
36
41,03
225,30
112,0600
WCT
36
-917,96
442,67
-1,5039
ITO
36
1,20
12,19
5,4383
Valid N (listwise) 36
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013
Berdasarkan data dari tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa :

Std.
Deviation
13,511621
56,54518
200,28488
3,10433

a. Variabel Likuiditas (X1) memiliki sampel (N) sebanyak 36 dengan nilai


minimum (terkecil) - 41.03, nilai maksimum (terbesar) 225.3 dan mean
(nilai rata-rata) 112,06. Standar Deviation (simpangan baku) variabel ini
adalah 56,54518.
b. Variabel perputaran modal kerja (X2) memiliki sampel (N) sebanyak
36 dengan nilai minimum (terkecil) -917.96, nilai maksimum
(terbesar) 442,67 dan mean (nilai rata-rata) -1,5039. Standar Deviation
(simpangan baku) variabel ini adalah 200,28488.
c. Variabel perputaran persedian (X3) memiliki sampael (N) sebanyak 36
sampel dengan nilai minimum (terkecil) 1.20, nilai maksimum
(terbesar) 12.19 dan mean (nilai rata-rata) 5,4383. Standar Deviation
(simpangan baku) variabel ini adalah 3,10433.

55

d. Variabel profitabilitas (Y) memiliki sampel (N) sebanyak 36 dengan


nilai minimum (terkecil) -42.050, nilai maksimum (terbesar) 47.740
dan mean (nilai rata-rata) -0,04056. Standar Deviation (simpangan
baku) variabel ini adalah 13,511621.
e. Jumlah sampel yang ada sebanyak 36 sampel.
4.2.2

Uji asumsi klasik


Syarat yang menjadi dasar penggunaan model regresi berganda

dengan metode estimasi Ordinary Least Square (OLS) adalah dipenuhinya


semua asumsi klasik, agar hasil pengujian bersifat tidak bias dan efisien
(Best Linear Unbiased Estimator). Best artinya yang terbaik, dalam arti
garis regresi merupakan estimasi atau ramalan yang baik dari suatu sebaran
data. Garis regresi merupakan cara memahami pola hubungan antara dua
seri data atau lebih. Garis regresi adalah best jika garis itu menghasilkan
error yang terkecil. Error itu sendiri adalah perbedaan antara nilai observasi
dan nilai yang diramalkan oleh garis regresi. Jika best disertai sifat
unbiased, maka estimator regresi disebut efisien. Estimator regresi akan
disebut linear apabila, estimator itu merupakan fungsi linear dari sampel.
Pengujian asumsi klasik dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan
program statistik. Menurut Ghozali (2006 : 123), asumsi klasik yang harus
dipenuhi adalah:
Berdistibusi normal.
Non-Multikolinearitas, artinya antara variabel independen
dalam model regresi tidak memiliki korelasi atau hubungan
secara sempurna ataupun mendekati sempurna.
Non-Autokorelasi, artinya kesalahan pengganggu dalam model
regresi tidaksaling berkorelasi.

56

1.

Non-Heterokedastisitas, artinya variance variabel independen


dari satu pengamatan ke pengamatan lain adalah konstan atau
sama.

Uji normalitas
Uji data statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk

mengetahui apakah data sudah terdistribusi secara normal atau tidak.


Ghozali (2006 : 115), memberikan pedoman pengambilan keputusan rentang
data mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan uji
Kolmogorov Smirnov yang dapat dilihat dari:
a) nilai sig. atau signifikan atau probabilitas < 0.05, maka distribusi data
adalah tidak normal
b) nilai sig. atau signifikan atau probabilitas > 0.05, maka distribusi data
adalah normal.
Hasil uji normalitas dengan menggunakan model Kolmogorov Smirnov
adalah seperti yang ditampilkan berikut ini.
Tabel 4.2
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N
36
Normal Parametersa
Mean
,0000000
Std. Deviation
12,08870866
Most
Extreme Absolute
,179
Differences
Positive
,179
Negative
-,134
Kolmogorov-Smirnov Z
1,074
Asymp. Sig. (2-tailed)
,199
a. Test distribution is Normal.
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013

57

Dari tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa hasil pengujian statistik


dengan menggunakan model Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa
data telah terdistribusi secara normal. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil
Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,199 yaitu lebih besar dari 0,05. Sesuai
dengan ketentuan rentang data yang telah ditentukan diatas, maka data
terdistribusi normal. Berikut hasil uji normalitas dengan menggunakan
Histogram dan Plot :

Gambar 4.1
Uji Normalitas Data
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013
Dengan melihat gambar 4.1 (tampilan histogram), dapat disimpulkan
bahwa grafik yang ditunjukkan dalam histogram membentuk pola yang
simetris artinya pola yang tidak mencondong ke kanan maupun ke kiri. Hal

58

ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh dan diolah telah terdistribusi
secara normal .

Gambar 4.2
Uji Normalitas Data
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013
Menurut pendapat Ghozali (2006 : 112), pendeteksian normalitas
dapat dilakukan dengan cara melihat penyebaran data (titik) pada sumbu
diagonal dari grafik, yaitu jika data (titik) menyebar di sekitar garis diagonal
dan mengikuti arah garis diagonal, hal ini menunjukkan bahwa data telah
terdistribusi secara normal. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa data (titik)
menyebar di sekitar dan mendekati garis normal, hali ini sejalan dengan
hasil pengujian dengan menggunakan histogram yang menunjukkan bahwa
data telah terdistribusi secara normal. Maka dapat disimpulkan bahwa data
secara keseluruhan telah terdistribusi secara normal.
2. Uji multikolinieritas

59

Ada atau tidaknya multikolinieritas dalam model regresi, dapat dilihat


dari nilai tolerance dan lawannya.nilai variance Inflatin Factor (VIF).
Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen
manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya.
Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang
terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya.
Jadi, nilai Tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang
tinggi (karenaVIF =1/tolerance). Nilai cut off yang umum
dipakai untuk menunjukkan adanya mutikolineritas adalah nilai
Tolerance < 0,10 atau sama dengan VIF > 10 (Ghozali, 2006:
91).
Tabel 4.3
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficients
Collinearity Statistics
Model
Tolerance
1(Constant)
CR
,684
WCT
,980
ITO
,680
a. Dependent Variable: ROA
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013

VIF
1,462
1,020
1,471

Pada penelitian ini, penulis menggunakan uji multikoliniearitas untuk


mendeteksi apakah terdapat gejala multikolinearitas dalam penelitian yaitu
dengan melihat besaran korelasi antar variabel independen dan besarnya
tingkat kolinearitas yang masih dapat ditoleransi. Berdasarkan tabel 4.3
diatas, dapat disimpulkan bahwa

penelitian ini

bebas dari adanya

multikolinearitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masingmasing


variabel independen yang digunakan dalam penelitian, memiliki nilai
Tolerance yang lebih besar dari 0.10 yaitu nilai tolerance CR sebesar 0.684,
nilai tolerance WCT sebesar 0,980 dan nilai tolerance ITO sebesar 0,68.
Perhitungan VIF juga menunjukkan hal yang sama, dimana variabel

60

independen memiliki nilai VIF yang kurang dari 10 yaitu nilai VIF untuk
CR sebesar 1.462, nilai VIF untuk WCT sebesar 1.020 dan VIF untuk ITO
sebesar 1,471. Maka dari hasil tabel secara keseluruhan menunjukkan
bahwa tidak terdapatnya multikolinearitas antar variabel independen dalam
model ini.
3.

Uji Heterokedatisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah dalam model

regresi terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke


pengamatan lainnya. Jika varians yang satu dengan pengamatan yang lain
tetap maka disebut homokedastisitas dan jika varians nya berbeda maka
disebut heteroskedastisitas. Ghozali (2006 : 105 ) menyatakan bahwa
model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas.
Dalam penelitian ini, untuk mendetaksi ada atau tidaknya gejala
heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik plot yang dihasilkan dari
pengolahan data dengan menggunakan program SPSS. Dasar keputusannya
adalah :
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengidentifikasi telah terjadi heterokedastisitas
2. Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar diatas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas
Berikut ini dilampirkan grafik scatterplot untuk menganalis apakah
terjadi heterokedastisitas.

61

Gambar 4.3
Uji Heteroskedastisitas
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013
Grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta
tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi.
Alasan mengapa titiktitik menyebar menjauh dari titiktitik yang lain
dikarenakan data penelitian yang berbeda antara data yang satu dengan data
yang lain.
4.

Uji autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara


residual pada satu observasi dengan observasi lain pada model regresi. Uji
yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Uji DurbinWatson

hanya

digunakan

untuk

autokorelasi

tingkat

satu

(first

autocorection) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model

62

regersi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel dependen. Kriteria untuk
penilaian terjadinya autokorelasi yaitu:
1) angka D-Wdi bawah -2 berarti ada autokorelasi positif
2) angka D-Wdi antara-2 sampai+2 berarti tidak ada autokorelasi
3) angka D-Wdi atas +2 berarti ada autokorelasi negatif
Tabel 4.4
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Std. Error
Adjusted R of
the DurbinModel
R
R Square Square
Estimate
Watson
a
1
,447
,200
,124
12,642674 2,345
a. Predictors: (Constant), ITO, WCT, CR
b. Dependent Variable: ROA
Sumber : Output SPSS , diolah Penulis, 2013
Tabel 4.4 menunjukkan hasil dari uji autokorelasi variabel penelitian.
Berdasarkan dari hasil uji autokolerasi, dapat dilihat bahwa dalam variabel
penelitian tidak terdapat autokolerasi yang ditunjukkan dari nilai Durbin
Watson (D-W) sebesar 2,345. Angka D-W berada diatas +2, yang
mengartikan bahwa terdapat autokorelasi negatif.
4.2.3

Analisis regresi

a. Analisis Regresi Berganda


Berdasarkan hasil uji asumsi klasik, disimpulkan bahwa model
regresi yang dipakai dalam penelitian ini telah memenuhi model

63

estimasi yang Best Linear Unbiased Estimstor (BLUE) dan sudah


layak untuk dilakukan analisis statistik selanjutnya yaitu melakukan
pengujian hipotesis. Hasil pengolahan data dengan analisis regresi
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.5
Hasil Analisis Regresi
Coefficienta
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
B
Std. Error
Beta
1 (Constant) -17,998
8,800
CR
,117
,046
,490
WCT
-,014
,011
-,213
ITO
,888
,835
,204
a. Dependent Variable: ROA
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013

T
-2,045
2,559
-1,333
1,063

Sig.
,049
,015
,192
,296

Berdasarkan tabel 4.5 diatas, maka persamaan regresi linear berganda


sebagai berikut :
Y

a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

ROA

-17,998 + (0,117) CR + ( -0,014) WCT + (0,888) ITO + e

Keterangan :
1) Konstansta sebesar -17,998 menunjukkan bahwa apabila tidak ada
variabel independen (X1 = 0, X2 = 0 dan X3 = 0) maka ROA sebesar
-17,998,
2) 1 sebesar 0,117 menunjukkan bahwa setiap kenaikan Current Ratio
sebesar 1% maka akan diikuti oleh kenaikan ROA sebesar 0,117 dengan
asumsi variabel lain tetap.

64

3) 2 sebesar -0,014 menunjukkan bahwa setiap kenaikan Working Capital


Turnover sebesar 1% maka akan diikuti oleh penurunan ROA sebesar
0,014 dengan asumsi variabel lain tetap.
4) 3 sebesar 0,888 menunjukkan bahwa setiap kenaikan Inventory
Turnover sebesar 1% maka akan diikuti oleh kenaikan ROA sebesar
0,888 dengan asumsin variabel lain tetap.
b. Analisis Koefisien determinasi
Nilai Koefisien Korelasi (R) menunjukkan seberapa besar korelasi
atau hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel
dependen. Koefisien korelasi dikatakan kuat apabila nilai R diatas 0,5 dan
mendekati 1.

Tabel 4.6
Pedoman Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 0,199
Sangat rendah
0,20 0,399
Rendah
0,40 0,599
Sedang
0,60 0,799
Kuat
0,80 1,000
Sangat kuat
Sumber : Sugiyono, Metode penelitian Bisnis (2007: 183)
Koefisien determinasi (R square) menunjukkan seberapa besar variabel
dependen. Nilai R square adalah nol sampai dengan satu, apabila nilai R square
semakin mendekati satu, maka variabel variabel independen memberikan semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi-variabel dependen.

65

Sebaliknya, semakin kecil nilai R square, maka kemampuan variabelvariabel independen dalam menjalankan variasi-variabel dependen semakin
terbatas. Nilai R square memiliki kelemahan yaitu R square akan meningkat
setiap ada penambahan satu variabel independen meskipun variabel
independen tersebut tidak berpengaruh sognifikan terhadap variabel
dependen.
Tabel 4.7
Hasil Analisis Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi
Adjusted
R Std. Error of
Model R
R Square Square
the Estimate
Durbin-Watson
a
1 ,447
,200
,124
12,642674
2,345
a. Predictors: (Constant), ITO, WCT, CR
b. Dependent Variable: ROA
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013
Angka koefisien determinasi (Adjusted R Square) menunjukkan angka
0,124 atau 12,4%, artinya hanya 12,4% variasi dari profitabilitas bisa
dijelaskan oleh variabel independen, sedangkan sisanya 87,6% dijelaskan
oleh variasi atau faktor lain. Hal ini menunjukkan tingkat prediksi variabel
independen terhadap variabel dependen dikatakan rendah.
4.2.4. Pengujian hipotesis
1. Uji signifikansi parsial
Uji t bertujuan untuk menguji apakah suatu variabel bebas
(independen) berpengaruh atau tidak terhadap variabel terikat
(dependen) secara parsial. Uji t menggunakan hipotesis seperti yang
dijelaskan berikut ini.

66

H0: b1,b2,b3= 0,
perputaran

artinya likuiditas,

persediaan

tidak

perputaran modal kerja dan

mempunyai

pengaruh

terhadap

profitabilitas secara parsial pada perusahaan industri garmen dan


tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Ha: b1,b2,b30, artinya likuiditas, perputaran modal kerja dan
perputaran persediaan mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas
secara parsial pada perusahaan industri garmen dan tekstil yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Adapun kriteria pengujiannya yaitu:
Ho diterima jika t hitung < t tabel dan signifikansi > 0,05
Ha diterima jikat hitung > t tabel dan signifikansi < 0,05

Model
(Constant)
CR
WCT
ITO

Tabel 4.8
Hasil Uji t
Coefficienta
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
T
Sig.
-17,998
8,800
-2,045 ,049
,117
,046
,490 2,559 ,015
-,014
,011
-,213 -1,333 ,192
,888
,835
,204 1,063 ,296

Pa
a.Dependent Variable ; ROA
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013

67

Tabel 4.8 menunjukkan hasil pengujian statistik uji-t yang


menjelaskan pengaruh variabel independen secara parsial sebagai
berikut :
1) Pengaruh likuiditas terhadap profitabilitas
a) Nilai signifikansi sebesar 0,015 menunjukkan bahwa nilai Sig.
untuk uji t secara parsial lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian
ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang membandingkan
antar t hitung dengan t tabel yaitu bahwa Likuiditas secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap tingkat Profitabilitas
pada tingkat kepercayaan 95%.
b) Variabel Likuiditas memiliki t hitung sebesar 2,559 dengan nilai
signifikansi 0,015 (lebih kecil dari 0,05). Dengan menggunakan
tabel t, diperoleh t tabel sebesar 2.03224. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa t hitung sebesar 2,559 lebih besar dari t
tabel sebesar 2.03224 sehingga Ha diterima dan tolak Ho
dimana artinya, likuiditas mempunyai pengaruh secara parsial
terhadap

profitabilitas pada perusahaan industri tekstil dan

garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.


2) Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas
a) Nilai signifikansi sebesar 0.192 menunjukkan bahwa nilai Sig.
untuk uji t individual (parsial) lebih besar dari 0.05. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang
membandingkan antara t hitung dengan t tabel yaitu perputaran

68

modal kerja secara parsial tidak berpengaruh terhadap tingkat


profitabilitas pada tingkat kepercayaan 95%.
b) Variabel perputaran modal kerja (WCT) memiliki t hitung
sebesar -1,333 dengan nilai signifikansi sebesar 0.192 (lebih
besar dari 0.05). Dengan mengggunakan t tabel, diperoleh
bahwa t tabel sebesar

2.03224. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa t hitung sebesar -1,333 lebih kecil dari t


tabel yaitu sebesar 2,03224 sehingga H 0 diterima dan Ha ditolak
dimana artinya, perputaran modal kerja tidak berpengaruh
secara parsial terhadap profitabilitas pada perusahaan industri
tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia .
3) Pengaruh Perputaran Persediaan terhadap Profitabilitas
a) Nilai signifikansi sebesar 0.296 menunjukkan bahwa nilai Sig.
untuk uji t individual (parsial) lebih besar dari 0.05. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang
membandingkan antara t hitung dengan t tabel yaitu perputaran
modal kerja secara parsial tidak berpengaruh terhadap tingkat
profitabilitas pada tingkat kepercayaan 95%.
b) Variabel perputaran modal kerja (WCT) memiliki t hitung
sebesar 1,063 dengan nilai signifikansi sebesar 0.296 (lebih
besar dari 0.05). Dengan mengggunakan t tabel, diperoleh
bahwa t tabel sebesar 2.03224. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa t hitung sebesar 1,063 lebih kecil dari t tabel yaitu

69

sebesar 2,03224 sehingga H0 diterima dan Ha ditolak dimana


artinya, perputaran persediaan tidak berpengaruh secara parsial
terhadap profitabilitas pada perusahaan industri tekstil dan
garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2.

Uji signifikansi simultan


Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen

secara bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh terhadap


variabel

dependen.

Pembuktian

dilakukan

dengan

cara

membandingkan nilai kritis, F (tabel) dengan F (hitung) yang terdapat


pada tabel analisis df variance. Dalam uji F digunakan hipotesis yang
disebutkan dibawah ini.
H0: b1,b2,b3 = 0, artinya likuiditas, perputaran modal kerja dan
perputaran persediaan

tidak mempunyai pengaruh terhadap

profitabilitas secara simultan pada perusahaan industri tekstil


dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Ha: b1,b2,b3 0, artinya likuiditas, perputaran modal kerja dan
perputaran

persediaan

mempunyai

pengaruh

terhadap

profitabilitas secara simultan pada perusahaan industri yang


terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Kriteria pengujiannya yaitu:
Ho diterima jika Fhitung < Ftabel dan signifikansi > 0,05
Ha diterima jika Fhitung > Ftabel dan signifikansi < 0,05
Tabel 4.9
Hasil Uji F

70

Anova
Mean
Model
Sum of Squares
Df Square
1Regression
1274,945
3
424,982
Residual
5114,791
32 159,837
Total
6389,736
35
a. Predictors: (Constant), ITO, WCT, CR
b. Dependent Variable:
ROA
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013

F
2,659

Sig.
,065a

Hasil uji F yang ditampilkan dalam tabel 4.9 menunjukkan


bahwa nilai F hitung adalah 2,659 dengan tingkat signifikansi 0,065
yang lebih besar dari 0,05 dengan menggunakan tabel F diperoleh
nilai F tabel sebesar 2,90112. Hal ini menunjukkan bahwa F hitung
sebesar 2,659 lebih kecil dari F tabel yaitu sebesar 2,90112 sehingga
H0 diterima dan Ha ditolak, artinya variabel bebas yaitu likuiditas,
perputaran modal kerja dan perputaran persediaan tidak mempunyai
pengaruh terhadap profitabilitas secara simultan pada perusahaan
industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

4.3

Pembahasan Hasil Penelitian


Dari hasil pengujian secara parsial, variabel likuiditas yang diukur dengan
current ratio menunjukkan hasil bahwa likuiditas di perusahaan industri tekstil dan
garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, berpengaruh secara signifikan
terhadap profitabilitas. Hal ini ditunjukkan dalam tabel thitung > ttabel ( 2,559 >
2,03224 ) dengan tingkat signifikan 0,015 < 0,05. Hasil output SPSS ini
menunjukkan kesimpulan yang sama dengan pernyataan dari Horne (2005: 224)
yang menyatakan, jika perusahaan mengetahui dengan pasti permintaan

71

penjualan di masa depan, penagihan piutang dan jadwal produksinya, maka


perusahaan dapat mengatur jadwal maturitas hutangnya sehingga berhubungan
dengan jadwal arus kas bersih di masa yang akan datang, akibatnya laba akan
maksimal dikarenakan tidak ada kebutuhan untuk menyimpan aktiva lancar.
Variabel manajemen modal kerja yang diukur dengan working capital
turnover (WCT) dan inventory turnover (ITO) tidak berpengaruh signifikan
terhadap profitabilitas. Hasil pengujian tersebut diperoleh melalui uji t, dimana
thitung < ttabel ( -1,333 < 2,03224 ) dengan tingkat signifikan 0,192 > 0,05 untuk
WCT dan (1,063 < 2,03224) dengan tingkat signifikan 0,296 > 0,05 untuk ITO.
Hal ini berarti secara parsial, tidak setiap kenaikan WCT dan ITO akan diikuti
oleh kenaikan atau penurunan profitabilitas (ROA). Hal ini tidak sejalan dengan
pernyataan Tunggal (2000 : 195), Makin pendek periode perputaran modal kerja,
makin cepat perputarannya sehingga perputaran modal kerja makin tinggi dan
perusahaan makin efisien yang pada akhirnya profitabilitas semakin meningkat,
dalam pernyataan tersebut Tunggal menyimpulkan bahwa perputaran modal kerja
berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas, sedangkan menurut hasil
output SPSS menunjukkan bahwa perputaran modal kerja tidak berpengaruh
signifikan terhadap profitabilitas. Hal ini juga berbeda dengan peneliti
sebelumnya, dimana Nurhayati (2010) dalam kesimpulannya menyebutkan bahwa
perputaran persediaan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.
Sedangkan jika dilihat secara simultan (global), dapat disimpulkan bahwa
likuiditas dan manajemen modal kerja (perputaran modal kerja dan perputaran
persediaan) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas (ROA),

72

yang ditunjukkan dengan Fhitung < Ftabel yaitu sebesar (2,659 < 2,90112 ) dengan
tingkat signifikan 0,065 > 0,05. Angka koefisien determinasi (Adjusted R Square)
menunjukkan angka 0,124 atau 12,4%, artinya hanya 12,4% variasi dari
profitabilitas bisa dijelaskan oleh variabel independen, sedangkan sisanya 87,6%
dijelaskan oleh variasi atau faktor lain. Hal ini menunjukkan tingkat prediksi
variabel independen terhadap variabel dependen dikatakan rendah.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah likuiditas yang diukur dengan

current ratio (CR) dan manajemen modal kerja yang diukur dengan perputaran
modal kerja (WCT) dan perputaran persediaan (ITO) memiliki pengaruh
signifikan terhadap profitabilitas (ROA) pada perusahaan industri tekstil dan
garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian ini, variabel
independen yang digunakan adalah likuiditas (CR), perputaran modal kerja

73

(WCT) dan perputaran persediaan (ITO) sedangkan variabel dependen yang


digunakan dalam penelitian ini adalah profitabilitas (ROA). Penelitian ini
menggunakan sampel dari 9 emiten perusahaan industri tekstil dan garmen yang
listing selama periode 2009 2012.
Berdasarkan penelitian bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat
diambil dari penelitian adalah sebagai berikut :
1. Hasil penelitian data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa variabel
independen likuiditas (X1) memiliki pengaruh signifikan secara parsial
terhadap profitabilitas. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4,8 bahwa t hitung > ttabel
(2,559 > 2,03224) dengan tingkat signifikan 0.015 < 0.05, artinya setiap
kenaikan likuiditas (X1) akan diikuti oleh kenaikan profitabilitas (Y). Hasil
output SPSS ini menunjukkan kesimpulan yang sama dengan pernyataan dari
Horne (2005: 224) yang menyatakan, jika perusahaan mengetahui dengan
pasti permintaan penjualan di masa depan, penagihan piutang dan jadwal
produksinya, maka perusahaan dapat mengatur jadwal maturitas hutangnya
sehingga berhubungan dengan jadwal arus kas bersih di masa yang akan
datang, akibatnya laba akan maksimal dikarenakan tidak ada kebutuhan untuk
menyimpan aktiva lancar .
2. Variabel independen perputaran modal kerja (X2) secara parsial

tidak

berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas . Hal ini dapat ditunjukkan dari


tabel 4.8 bahwa thitung < ttabel (-1,333 < 2,03224) dengan tingkat signifikan
0,192 > 0,05, artinya tidak setiap kenaikan perputaran modal kerja (X2) akan
diikuti oleh kenaikan profitabilitas (Y).

74

3. Variabel independen perputaran persediaan (X3) secara parsial tidak


berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas (Y). Hal ini dapat
ditunjukkan dari tabel 4.8 bahwa thitung < ttabel

(1,063 < 2,03224) dengan

tingkat signifikan 0,296 > 0,05 artinya tidak setiap kenaikan perputaran
persediaan (X3) akan diikuti oleh kenaikan profitabilitas (Y).
4. Penelitian secara simultan (uji F) dilakukan untuk menguji apakah variabel
independen yaitu likuiditas (X1), perputaran modal kerja (X2) dan perputaran
persediaan (X3) secara bersamasama akan berpengaruh terhadap variabel
dependen yaitu profitabilitas (Y). Dari hasil penelitian uji F, maka dapat
disimpulkan bahwa likuiditas (X1), perputaran modal kerja (X2) dan
perputaran

persediaan

(X3)

tidak

berpengaruh

signifikan

terhadap

profitabilitas (Y). Hal ini ditunjukkan dari tabel 4.9 bahwa Fhitung < Ftabel yaitu
sebesar (2,659 < 2,90112) dengan tingkat signifikan 0,065 > 0,05. Angka
koefisien determinasi (Adjusted R Square) menunjukkan angka 0,124 atau
12,4%, artinya hanya 12,4% variasi dari profitabilitas bisa dijelaskan oleh
variabel independen, sedangkan sisanya 87,6% dijelaskan oleh variasi atau
faktor lain. Hal ini menunjukkan tingkat prediksi variabel independen
terhadap variabel dependen dikatakan rendah.
5.2

Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini tentunya memiliki keterbatasan dalam beberapa hal yang

diharapkan untuk dapat diperhatikan selanjutnya. Adapun keterbatasan penelitian


ini adalah sebagai berikut :

75

1. Penelitian ini hanya menggunakan 9 perusahaan emiten dari perusahaan


industri tekstil dan garmen yang listing di Bursa Efek Indonesia periode
20092012, sehingga tidak diketahui apakah variabel independen akan
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen di perusahaan
industri tekstil dan garmen lainnya.
2. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini masih sedikit yaitu
likuiditas, perputaran modal kerja dan perputaran persediaan.
3. Perusahaan masih memiliki banyak rasio keuangan yang dapat menjadi faktor
penilaian kinerja perusahaan selain Return On Asset (ROA) yang digunakan
dalam penelitian.

5.3 Saran
Beberapa saran yang dapat dikemukakan penulis berkaitan dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan antara lain:
1. Bagi pihak manajemen perusahaan disarankan untuk tetap mempertahankan
tingkat likuiditas yang dimiliki karena likuiditas (current ratio) yang baik
akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan dengan baik pula. Selain itu,
pihak manajemen juga harus memperhatikan variabelvariabel lain yang
dapat berpengaruh terhadap pencapaian profitabilitas yang tinggi sehubungan
dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel perputaran modal
kerja dan perputaran persediaan tidak memiliki pengaruh terhadap
profitabilitas.
2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk dapat memperluas atau menambah
variabel penelitian tidak hanya terbatas pada tiga variabel, melainkan lebih
dari tiga variabel. Selain itu peneliti selanjutnya juga dapat memperpanjang

76

waktu penelitian maupun mengambil sampel perusahaan yang bergerak di


bidang lain dan bidang yang lebih luas lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Faisal, 2005. Dasar- Dasar Manajemen Keuangan, Edisi Kedua,
Cetakan Kelima, Penerbitan Universitas Muhammadiyah, Malang.
Agnes Sawir. 2003. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan
Perusahaan, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Bambang Riyanto, 1995. Dasar-dasar pembelanjaan perusahaan, Edisi keempat,
Yogyakarta, Yayasan Penerbit Gajah Mada.
Brigham, Eugene dan Joel F Houston, 2001. Manajemen Keuangan II.
Jakarta:Salemba Empat

77

Brigham, Eugene F and Philips R. Daves, 2004. Intermediate Financial


Management, Eight Edition, South Western, United States.
Brigham, Eugene F. and Joul F. Houston, 2006. Fundamental of financial
management, Dasar-dasar manajemen keuangan, buku satu, edisi sepuluh,
alih bahasa oleh Ali Akbar Yulianto, PT Salemba Empat, Jakarta.
Brigham, Eugene F. dan Joe F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Jakarta.
Daft, Richard L. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:Penerbit
Erlangga.
Delima, 2010. Pengaruh Perputaran Aktiva Tetap Dan Perputaran Persediaan
Terhadap tingkat Profitabilitas pada perusahaan Otomotif yang terdaftar
di BEI, Skripsi, Universitas Sumatera utara, Medan.
Djarwanto, 2001. Pokok-pokok Analisa Laporan Keuangan, BPFE-Yogyakarta,
Yogyakarta.
Elder, Randal. J., Beasley, Mark.S., Arens, Alvin.A., and Jusuf, Amir.Abadi. 2009.
Auditing and Assurance Services an Integrated Approach an Indonesian
Adaptation. Singapore: Pearson Education South Asia PTE Ltd.Erlangga.
Erlina, 2008. Metodologi Penelitian Bisnis : Untuk Akuntansi dan Manajemen,
edisi Kedua, USU Pers, Medan.
Erlina, Sri Mulyani, 2007. Metodologi penelitian dan Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen (Edisi Pertama), USU Press, Medan.
Ghozali, Imam, 2006. Aplikasi Analisis Multivarite dengan SPSS, Cetakan
Keempat, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Ghozali. 2005. Pengantar Metode Statistik. Jilid 2, Jakarta: LP3S.
Gitman,Lawrence J, 2003. Principle of Managerial Finance, Tenth Edition,
Pearson Education, Inc, United States.
Greuning, Hennie Van, 2005. International Financial Reporting Standars: A
Practical Guide, Standar Pelaporan Keuangan Internasional: Pedoman
Praktis, edisi pertama, alih bahasa oleh Edward Tanujaya, PT Salemba
Empat, Jakarta.
Hanafi, Mahmud M dan Abdul Halim. 2007.
Yogyakarta:UPP YKPN.

Analisa Laporan Keuangan.

Harahap, Sofyan,2001. Sistem Pengawasan Manajemen, Penerbit Quantum,


Jakarta.

78

Horne, Van and Wachowich, Jr. 2005. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan,


diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari dan Deny A.Kwary, Buku Satu, Edisi
Pertama, Salemba Empat, Jakarta.
J. Fred Weston dan Copeland, 1999. Manajemen Keuangan, Jilid 1, Terjemahan
Jaka Wasana dan Krisbandono, Penerbit Kina Rupa Aksara, Jakarta.
Jogiyanto, 2004. Metodologi Penelitian Bisnis (Edisi 2004/2005) Cetakan
Pertama, BPFE, Yogyakarta.
Jumingan. 2006. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT.Bumi Aksara.
Karseno, Arief Ramelan, Adji, Anti, 2001. Kebijakan Ekonomi dan Pembangunan
Kelembagaan Di Indonesia, Yogyakarta, Unit Penerbit dan Percetakan
AMP YKPN.
Kasmir, 2008. Analisis Laporan Keuangan, Edisi Pertama, Penerbit Rajawali
Pers, Jakarta.
Keown, Arthur J, John D. Martin dan J. William, 2005. Financial
Manajemen,Tenth Edition, Pearson Education, Inc, United States, hal 646.
Melvatanti, 2010. Pengaruh Perputaran Modal kerja dan Return Spread terhadap
Likuiditas pada perusahaan Otomotif dan Komponennya yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia, Skripsi, Universitas Sumatera utara, Medan.
Munawir, 2001. Akuntansi Keuangan dan Manajemen, Edisi Pertama, BPFE.
Munawir, 2004. Analisa Laporan Keuangan, Edisi Keempat, Liberty, Yogyakarta.
Natalia Sonata, 2009. Analisis Pengaruh Efektifivitas Modal Kerja Dan
Operating Asset Terhadap Tingkat Rentabilitas Pada Perusahaan
Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia, Skripsi, Universitas Sumatera utara, Medan.
Nurhayati, 2010. Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas
Pada Perusahaan Sektor Industri Makanan Dan Minuman Yang terdaftar
Di Bursa Efek Indonesia, Skripsi, Universitas Sumatera utara, Medan.
Riyanto, Bambang. 2008. Dasar-dasar pembelajaran perusahaan. Edisi ketiga.
Rochaety E,dkk. 2007. Metodologi Penelitian Bisnis: Dengan Aplikasi SPSS,
Edisi Pertama. Penerbit Mitra Wacana Media, Jakarta.
Rosita Alia, 2011. Pengaruh perputaran modal kerja, piutang, persediaan, ROE,
DER dan DAR terhadap profitabilitas pada perusahaan real estate dan

79

property yang terdaftar di BEI, Skripsi, Universitas Sumatera utara,


Medan.
S. Munawir, 2002. Akuntansi Keuangan Dan Manajemen. Edisi Revisi. Penerbit
BPFE. Yogyakarta.
Sawir, Agnes, 2005. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan
Perusahaan, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.
Sawir, Agnes, 2009. Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan keauangan
Perusahaan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sinaga, Marselina. 2008. Pengaruh Perputaran Modal Kerja dan Perputaran
Aktiva Operasi terhadap Tingkat Profitabilitas Pada Industri Otomotif dan
Komponenya yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Skripsi, Universitas
Sumatera utara, Medan.
Sinar Yoshepin, Christin. 2009. Pengaruh Perputaran Modal kerja terhadap
Tingkat Likuiditas pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Skripsi, Universitas Sumatera utara,
Medan.
Sitanggang, Ruleta Seprina. 2008. Pengaruh Perputaran Piutang terhadap
Profitabilitas pada PT. Gresik Cipta Sejahtera Cabang Medan, Skripsi,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Situmorang Syafrizal H., Doli, Iskandar Muda, Muslich, Syahyunan, 2009.
Analisis Data Penelitian (Menggunakan Program SPSS), Terbitan
Pertama, Usu Press, Sumatera Utara
Siwi, 2005. Analisis Pengaruh efisiensi modal kerja, likuiditas, dan solvabilitas
terhadap likuiditas pada perusahaan property dan real eastate yang go
public di BEJ, Skripsi, Universitas Sumatera utara, Medan.
Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Kedua, CV Alfabeta,
Bandung.
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung
Alfabeta.
Tunggal, Amin Widjaya, 2000. Dasar-Dasar Analisis Laporan Keuangan,
Cetakan Pertama, PT Rineka Cipta, Jakarta.
Tunggal, Widjaja, Amin. 1995. Dasar-dasar Analisis Laporan Keuangan.
Yogyakarta: Rhineka Cipta.

80

Umar, Husein, 2003. Metode Riset Akuntansi Terapan, edisi pertama Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Warren, Carl S, James M. Reeve, Philip E. Fess, 2005. Accounting, Pengantar
Akuntansi, edisi 21, alih bahasa oleh Aria Farahmita, Amanugrahani, dan
Taufik Hendrawan, PT Salemba Empat, Jakarta.
Weston, J. Fred and Brigham, Eugene F., 1993. Managemen Keuangan
(Managerial Finance), edisi 7 Jilid 1, Erlangga.
www.idx.com
www.repository.usu.ac.id
www.tempo.co

Lampiran i
Daftar Sampel Perusahaan-Perusahan Tekstil dan Garmen yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) periode 2009 - 2012.

No

Kode

Nama
1

ADMG

ARGO

Polychem
Indonesia Tbk
Argo Pantes Tbk

Sampel

Kriteria
2

81

ERTX

Eratex Djaya Tbk

ESTI

HDTX

INDR

MYTX

PBRX

Pan Brothers Tbk

POLY

Asia Pasific Fibers


Tbk

10

RDTX

Roda Vivatex Tbk

11

RICY

12

SSTM

13

UNTX

Ever Shine Tex


Tbk
Panasia Indo
Resources Tbk
Indo Rama
Synthetic Tbk
Apac Citra
Centertex Tbk

Ricky Putra
Globalindo Tbk
Sunson Textile
Manufacturer Tbk
Unitex Tbk

3
4
5
6

7
8

Lampiran ii
Tabulasi Hasil Rasio Return On Asset (ROA) periode 2009 2012
SAMPE
KODE
L
1
2
3
4

RDTX
MYTX
ARGO
ERTX

ROA(%)
2009
15.75
-1.27
-5.18
-25.95

2010
20.05
-12.39
-8.75
-42.05

2011
10.53
-6.52
-16.59
47.74

2012
10.33
-7.00
-7.67
1.43
82

5
6
7
8
9

PBRX
SSTM
RICY
INDR
HDTX

4.06
3.55
0.60
0.22
0.05

4.01
1.14
1.77
0.46
0.12

4.76
-2.86
1.90
-0.03
1.71

4.51
-1.75
2.02
-0.39
0.23

Lampiran iii
Tabulasi Hasil Rasio Likuiditas (CR) periode 2009 2012
SAMPE
KODE
L
1
2
3
4
5
6
7
8
9

RDTX
MYTX
ARGO
ERTX
PBRX
SSTM
RICY
INDR
HDTX

CR (%)
2009
192.61
41.03
62.08
41.30
100.61
123.42
178.88
111.81
71.64

2010
217.65
43.39
60.90
41.82
122.68
201.12
181.79
108.81
84.61

2011
42.96
46.46
103.62
99.28
189.80
182.75
178.07
110.48
98.55

2012
61.10
50.38
78.88
103.85
99.74
172.07
225.30
112.20
92.52

83

Lampiran iv
Tabulasi Hasil Rasio Perputaran Modal Kerja (WCT ) periode 2009 2012
SAMPE
KODE
L
1
2
3
4
5
6
7
8
9

RDTX
MYTX
ARGO
ERTX
PBRX
SSTM
RICY
INDR
HDTX

WCT(%)
2009
3.67
-2.59
-6.99
-3.67
442.67
4.83
2.72
202.62
-7.67

2010
2.26
-3.28
-5.24
-2.36
11.49
1.85
2.89
309.40
-14.29

2011
-2.55
-3.66
80.66
-278.89
3.09
1.90
3.01
293.66
-226.48

2012
-4.27
-3.63
-9.52
69.47
-917.96
3.09
2.24
24.09
-26.70

84

Lampiran V
Tabulasi Hasil Rasio Perputaran Persediaan ( ITO ) periode 2009 2012

SAMPE
KODE
L
1
2
3
4
5
6
7
8
9

RDTX
MYTX
ARGO
ERTX
PBRX
SSTM
RICY
INDR
HDTX

ITO (%)
2009

2010

2011

2012

7.39
8.62
5.68
5.08
4.33
1.64
2.02
5.74
4.94

6.49
12.02
5.94
5.53
3.71
1.71
2.33
7.22
3.73

8.06
12.19
5.98
3.52
4.77
1.25
2.26
7.78
5.68

11.07
8.05
4.50
12.05
5.04
1.42
2.29
1.20
4.55

Lampiran vi

85

Statistik Deskriptif

N
ROA
CR
WCT
ITO
Valid N (listwise)

36
36
36
36
36

Minimum Maximum Mean


Std. Deviation
-42,050
47,740
-,04056
13,511621
41,03
225,30 112,0600
56,54518
-917,96
442,67
-1,5039
200,28488
1,20
12,19
5,4383
3,10433

Lampiran vii

86

Hasil Uji Normalitas dengan Histogram.

Lampiran viii

87

Hasil Uji Normalitas dengan P-Plot

Lampiran ix

88

Hasil uji Normalitas dengan tabel One-Sample Kolmogoraf Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual
N
36
Normal Parametersa
Mean
,0000000
Std. Deviation
12,08870866
Most Extreme Differences Absolute
,179
Positive
,179
Negative
-,134
Kolmogorov-Smirnov Z
1,074
Asymp. Sig. (2-tailed)
,199
a. Test distribution is Normal.

Lampiran x
Hasil Uji Autokorelasi

89

Model Summaryb

Model
1

R
,447a

R Square

Adjusted R
Square

,200

,124

Std. Error of
the Estimate
12,642674

DurbinWatson
2,345

a. Predictors: (Constant), ITO, WTC, CR


b. Dependent Variable: ROA

Lampiran xi
Hasil Uji Heteroskedastisitas

90

Lampiran xii
Hasil Analisis Regresi Berganda

91

Coefficienta

Model
(Constant)

Unstandardized
Coefficients
Std.
B
Error
-17,998

8,800

CR
,117
WCT
-,014
ITO
,888
a. Dependent Variable:ROA

,046
,011
,835

Standardized
Coefficients
Beta

,490
-,213
,204

Sig.

-2,045

,049

2,559
-1,333
1,063

,015
,192
,296

Lampiran xiii
Koefisien Determinasi

92

Model Summaryb
Adjusted R
Std. Error of the
Model
R
R Square
Square
Estimate
Durbin-Watson
a
1
,447
,200
,124
12,642674
2,345
a. Predictors: (Constant), ITO, WTC, CR
b. Dependent Variable: ROA

Lampiran xiv
Hasil Uji t (t test)

93

Coefficientsa

Model
(Constant)
CR
WCT
ITO

Unstandardized Standardized
Coefficients
Coefficients
Std.
B
Error
Beta
T
-17,998 8,800
-2,045
,117
,046
,490 2,559
-,014
,011
-,213 -1,333
,888
,835
,204 1,063

Sig.
,049
,015
,192
,296

a. Dependent Variable ; ROA

Lampiran xv
Hasil uji F ( F test )

94

ANOVAb
Sum of
Model
Squares
Df
Mean Square
1
Regression
1274,945
3
424,982
Residual
5114,791
32
159,837
Total
6389,736
35
a. Predictors: (Constant), ITO, WCT, CR
b. Dependent Variable: ROA

F
2,659

Sig.
0,065a

95

Anda mungkin juga menyukai