Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dengan semakin berkembangnya dunia usaha dewasa ini, maka persaingan antar perusahaan khususnya antar perusahaan yang sejenis akan semakin ketat. Adapun perusahaan didirikan dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan sehingga dapat memberikan kemakmuran bagi pemilik atau para pemegang saham. Untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan dalam menghadapi persaingan yang ketat tersebut, maka diperlukan suatu pengelolaan finansial dan perkembangan perusahaan yang sehat. Hal itu akan mencerminkan efisiensi dalam kinerja perusahaan yang menjadi tuntutan utama untuk bisa bersaing dengan perusahaan lainnya, dan dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang menunjang terhadap pencapaian tujuan perusahaan di masa yang akan datang. Modal kerja sangat berpengaruh bagi suatu perusahaan karena diperlukan untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari seperti pembelian bahan baku, dan upah pegawai. Modal kerja/net working capital merupakan tolok ukur keuangan yang mewakili operasi likuiditas yang tersedia untuk bisnis. Saat ini manajemen modal kerja telah menjadi isu penting untuk semua perusahaan, secara keseluruhan hal itu dapat meminimalkan risiko perusahaan dan membantu dalam menyeimbangkan antara profitabilitas dan likuiditas (Modi, 2012). Modal kerja yang berlebihan menunjukkan adanya dana yang tidak produktif dan hal ini memberikan kerugian karena dana yang tersedia tidak dipergunakan secara efektif dalam kegiatan perusahaan. Sebaliknya, kekurangan modal kerja merupakan penyebab utama kegagalan perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya.

Penetapan besarnya modal kerja yang dibutuhkan perusahaan berbedabeda, salah satunya tergantung pada jenis perusahaan dan besar kecilnya perusahaan itu sendiri. Kebijakan perusahaan dalam mengelola jumlah modal kerja secara tepat akan menghasilkan keuntungan yang benar-benar diharapkan oleh perusahaan sedangkan akibat pengelolaan modal yang kurang tepat akan mengakibatkan kerugian. Brigham & Houston (2006) mengungkapkan dua pertanyaan dasar dalam kebijakan modal kerja yaitu berapa jumlah aktiva lancar yang layak dimiliki oleh perusahaan baik secara total maupun masing-masing akun secara spesifik dan bagaimana sebaiknya aktiva lancar tersebut didanai dalam perusahaan. Penentuan sumber dana tersebut bisa didapat dari faktor internal maupun eksternal. Dana dari pihak internal meliputi penjualan saham kepada masyarakat, laba ditahan yang tidak dibagi dan dapat dijadikan modal. Sedangkan dana dari pihak eksternal meliputi peminjaman dana kepada kreditor seperti bank. Perusahaan umumnya terjadi siklus Cash Conversion Cycle/CCC yang meliputi pembelian persediaan bahan baku, menjual barang secara kredit, dan menagih piutang (Marcus, 2007). Komponen CCC terdiri dari perioda konversi persediaan yang merupakan rata-rata untuk mengkonversi bahan baku menjadi bahan jadi dan kemudian menjual bahan itu (Days Inventory Outstanding/DIO). Komponen berikutnya adalah perioda penerimaan piutang (Days Sales Outstanding/DSO) yang merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi piutang menjadi kas. Komponen ketiga adalah perioda

penangguhan utang (Days Payable Outstanding/DPO) yang merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk melunasi utang bahan baku dan tenaga kerjanya.

Kebijakan kerja yang baik dibuat untuk meminimalkan waktu di antara pengeluaran kas untuk bahan baku dan penagihan kas dari penjualan (Syarief & Wilujeng, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Kamel (2008), Putra (2009), Caballero et al. (2010), Sufiyanto (2010) menyatakan bahwa cash conversion cycle dapat meningkatkan laba jika dipersingkat, karena semakin lama proses konversi pada kas mengakibatkan pembiayaan yang dibutuhkan juga semakin besar. Penelitian ini menggunakan ROA (Return On Asset) sebagai alat untuk mengukur profitabilitas perusahaan atau tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio ini merupakan rasio yang terpenting di antara rasio rentabilitas yang ada karena menggambarkan kemampuan perusahaan

mendapatkan laba melalui semua kekayaan dan sumber dana yang ada, seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya (Harahap, 2004, p. 304). Selain itu rasio ini juga mengukur tingkat efektivitas manajemen dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan. Rasio profitabilitas akan memberikan jawaban akhir tentang efektivitas manajemen perusahaan dan memberi gambaran tentang tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan(Sawir, 2005:18). Penggunaan ROA sebagai alat ukur profitabilitas dikarenakan penelitian ini membahas pengaruh cash conversion cycle terhadap profitabilitas, dan profitabilitas yang akan diukur juga harus berhubungan dengan modal kerja. ROA memiliki hubungan yang cukup dekat dibandingkan dengan rasio-rasio profitabilitas lainnya dan merupakan rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari keseluruhan investasi yang ditanamkan dalam bentuk aset. Aset di sini

termasuk modal kerja di dalamnya. Selain itu, ROA juga mengindikasikan seberapa baik perusahaan tersebut memanfaatkan aset. ROA yang tinggi, selain menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang tinggi dari keseluruhan investasi yang ditanamkan dalam bentuk aset juga bisa berarti terjaminnya kebutuhan dana bagi perusahaan dalam operasi di masa yang akan datang. Penulis tidak menggunakan ROE sebagai alat ukur tingkat profitabilitas pada penelitian ini dikarenakan dapat menyebabkan beberapa hal: (1) Extreme number yaitu terjadi apabila suatu perusahaan memiliki profit yang bernilai negatife (mengalami kerugian) dan equity yang bernilai negatif (mengalami defisiensi modal) akan menghasilkan ROE yang bernilai positif. Hal ini akan memberikan informasi yang tidak akurat. Walaupun ROE yang dihasilkan memang bernilai positif (menandakan keadaan perusahaan yang baik) tetapi hal tersebut tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya (keadaan perusahaan yang buruk dapat dilihat perusahaan mengalami kerugian dan equity yang bernilai negatif). Sedangkan apabila menggunakan ROA, nilai aset tidak akan pernah negatif. Apabila perusahaan mengalami kerugian (profit bernilai negatif) dan nilai aset positif maka ROA yang didapat akan bernilai negatif. Hal tersebut mencerminkan keadaan yang sebenarnya. (2) Ratio bias yang menunjukkan komposisi neraca pada posisi pasiva cenderung lebih banyak pada liabilities perusahaan daripada equity (kondisi 1) maka keadaan perusahaan tidak sebaik dengan komposisi neraca pada posisi pasiva yang seimbang ( balance) antara liabilities dan equity (kondisi 2). Tetapi apabila diukur dengan rasio ROE, maka ROE kondisi 1 menunjukkan nilai yang lebih baik dibandingkan ROE kondisi 2,

karena ekuitas kondisi 1 sebagai variabel pembagi nilainya lebih kecil dibandingkan ekuitas di kondisi 2. Hal ini menunjukkan ROE memberikan rasio yang bersifat bias. Sedangkan rasio ROA akan menunjukkan hasil yang sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. ROA kondisi 1 akan lebih kecil (semakin buruk) dibandingkan ROA kondisi 2. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Caballero et al. (2010), (2010), Ganesan (2007), Putra (2009), Sari (2006), Sufiyanto (2010), tidak selalu menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh antara modal kerja dengan profitabilitas. Ketidakkonsistenan hasil yang ada membuat penulis termotivasi untuk melakukan penelitian ini. Industri barang konsumsi merupakan suatu cabang perusahaan manufaktur yang mempunyai peran aktif dalam pasar modal. Pada awal tahun 2011 sektor barang konsumsi mengalami kenaikan 41,93%, dibandingkan sektor lainnya. Indonesia merupakan negeri yang kaya akan sumber daya alam sehingga banyak komoditi yang dapat diproduksi. Dikaitkan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia, industri ini cenderung bertahan karena merupakan industri untuk memenuhi keutuhan sehari-hari yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini juga didukung dengan sumber daya manusia yang jumlahnnya cukup besar dan menyebabkan di Indonesia banyak perusahaan yang berkembang di sektor industri barang konsumsi. Oleh sebab itu investasi pada industri barang konsumsi telah berkontribusi dalam pembangunan ekonomi Indonesia dan cukup menjanjikan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam penyusunan Analisis Pengaruh Cash Conversion Cycle Terhadap

Profitabilitas Pada Industri Barang Konsumsi Yang Listing di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2011. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Apakah terdapat pengaruh cash conversion cycle terhadap ROA secara simultan pada industri barang konsumsi yang listing di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah terdapat pengaruh cash conversion cycle terhadap ROA secara parsial pada industri barang konsumsi yang listing di Bursa Efek Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk menguji pengaruh cash conversion cycle terhadap ROA secara simultan pada industri barang konsumsi yang listing di Bursa Efek Indonesia. 2. Untuk menguji pengaruh cash conversion cycle terhadap ROA secara parsial pada industri barang konsumsi yang listing di Bursa Efek Indonesia. 1.4 Batasan Penelitian Agar penelitian ini terarah dan tidak terlalu luas, maka perlu adanya batasan masalah. Dalam penelitian ini penulis tidak meneliti rasio di luar cash conversion cycle atau faktor-faktor lain yang mempengaruhi kinerja perusahaan karena ketersediaan data yang terbatas, serta cash conversion cycle dianggap sangat dominan dalam siklus operasi perusahaan. Adapun variabel dependen yang digunakan adalah ROA dan variabel independen adalah Days Inventory

Outstanding (DIO), Days Sales Outstanding (DSO), Days Payable Outstanding (DPO). 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Emiten Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu dasar pertimbangan di dalam pengambilan keputusan dalam bidang keuangan terutama dalam memaksimumkan laba perusahaan dengan memperhatikan faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini. 2. Bagi Investor Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai pertimbangan di dalam pengambilan keputusan investasi pada perusahaan barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia. 3. Bagi Akademisi Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi akademisi sebagai sumbangsih penulis dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang manajemen keuangan dan sebagai pembanding penelitian lainnya mengenai pengaruh cash conversion cycle terhadap profitabilitas.

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Modal Kerja Modal kerja dibutuhkan oleh suatu perusahaan untuk membiayai kegiatan operasionalnya baik dalam perusahaan yang bergerak dalam bidang industri maupun jasa. Cara modal kerja dikelola memiliki dampak signifikan pada profitabilitas perusahaan. Hasil ini menunjukkan bahwa ada tingkat tertentu kebutuhan modal kerja yang berpotensi memaksimalkan pengembalian (Deloof, 2003). Dari pengertian tersebut maka unsur-unsur dari modal kerja menurut Brigham & Houston (2006) adalah sebagai berikut. 1. Kas Kas adalah aktiva yang paling liquid yang dibutuhkan perusahaan untuk membayar tenaga kerja, bahan baku, melunasi utang, membeli aktiva tetap, membayar pajak, membayar deviden, dan kebutuhan lainnya. Namun kas tersebut tidak menghasilkan bunga sehingga tujuan manajemen kas adalah untuk meminimalkan jumlah kas pada titik di mana kas tersebut cukup untuk menjalankan aktivitas bisnis secara normal. 2. Sekuritas Menurut Bank Indonesia, sekuritas adalah surat berharga dalam bentuk fisik (warkat) yang mempunyai nilai uang yang dapat diperdagangkan di pasar uang atau pasar modal. Sekuritas biasa diperlukan perusahaan agar dapat

diperjualbelikan sebagai cadangan bagi akun kas jika kas yang dimiliki kurang dari yang diperlukan.

3. Persediaan Persediaan merupakan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Persediaan merupakan elemen dari aktiva lancar yang paling kurang likuid bila dibandingkan dengan aktiva lancar lainnya. Persediaan akan menimbulkan biaya, baik biaya tetap maupun biaya variabel. Biaya tersebut antara lain adalah biaya sewa gudang, biaya perawatan, biaya asuransi, biaya pengangkutan, dan lain sebagainya. Selain biaya, persediaan juga akan menimbulkan risiko yang cukup tinggi yaitu risiko hilang, risiko rusak, dan lain-lain. Untuk meminimalkan biaya dan resiko, banyak perusahaan berusaha meminimalkan jumlah persediaannya dengan menggunakan sistem Just-inTime (JIT) yang bertujuan untuk memperoleh barang yang diperlukan tepat waktu. Dengan sistem ini, perusahaan mencari atau memproduksi barang yang diperlukan hanya pada saat diperlukan saja, sehingga jumlah persediaan dapat diminimalisir. 4. Piutang Piutang merupakan hak untuk menerima sejumlah kas pada waktu yang akan datang karena kejadian yang telah terjadi di masa lalu. Piutang muncul karena adanya penjualan secara kredit, pemberian pinjaman, dan lain-lain. Perputaran piutang menjadi kas dipengaruhi oleh syarat pembayaran piutang tersebut, jika syarat pembayaran lunak maka jumlah piutang akan semakin besar tetapi perputaran piutang akan semakin rendah. Jika syarat pembayaran ketat akan berlaku sebaliknya. Syarat pembayaran piutang akan berpengaruh pada penjualan yang selanjutnya berimbas pada profitabilitas.

10

Riyanto (2001), mengatakan bahwa modal kerja digolongkan dalam beberapa jenis sebagai berikut. 1. Modal kerja permanen (permanent working capital) yaitu modal kerja yang ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya. Modal kerja ini terdiri dari hal berikut. a. Modal kerja primer (primary working capital) merupakan jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjaga kontinuitas usahanya. b. Modal kerja normal (normal working capital) adalah modal kerja yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan proses produksi yang normal. 2. Modal kerja variabel (variable working capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja ini terdiri dari hal berikut. a. Modal kerja musiman (seasonal working capital) adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi musim. b. Modal kerja siklis (cyclical working capital) adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi konjungtur. c. Modal kerja darurat (emergency working capital) adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya. 2.2 Siklus Modal Kerja/ Siklus Konversi Kas (Cash Conversion Cycle / CCC) Cash Conversion Cycle merupakan proses yang akan selalu berjalan selama perusahaan masih beroperasi dan modal kerja berputar terus-menerus dalam perusahaan karena dipakai untuk membiayai operasi sehari-harinya.

11

Analisis ini menggunakan pendekatan agar perusahaan meminimalkan modal kerja dengan syarat modal kerja itu harus cukup membiayai kegiatan operasi perusahaan. CCC dapat didefinisikan sebagai berikut. CCC = DIO + DSO - DPO (2.1) 1. DIO/Days Inventory Outstanding Merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi bahan baku menjadi barang jadi dan kemudian menjual barang tersebut. 2. DSO/Days Sales Outstanding Merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi piutang perusahaan menjadi kas, yaitu untuk menerima kas setelah penjualan. 3. DPO/Days Payable Outstanding Merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk membeli bahan baku dan tenaga kerja dan pembayarannya. Tujuan perusahaan seharusnya adalah mempersingkat CCC secepat mungkin tanpa mengganggu operasi. Hal ini akan meningkatkan laba, karena semakin lama siklus konversi kas, maka akan semakin besar biaya yang dibutuhkan. Siklus konversi dapat dipersingkat dengan cara: 1. Mempercepat penagihan kas dari penjualan; 2. Meningkatkan perputaran persediaan; 3. Mengurangi pembelanjaan dengan kas. Sepanjang tindakan-tindakan di atas dapat dilakukan tanpa memperbesar biaya atau menekan penjualan, maka sebaiknya dilakukan oleh perusahaan (Brigham & Houston (2006:136). .

12

2.3 Manajemen Kas Perusahaan memiliki kas dengan alasan transaksi, kompensasi bagi bank karena telah memberikan pinjaman dan jasanya untuk berjaga-jaga dan untuk spekulasi (Brigham & Houston, 2006). Selain karena alasan tersebut, perusahaan mensyaratkan terpeliharanya ketersediaan aktiva kas dengan alasan agar dapat memperoleh potongan harga, membantu perusahaan mempertahankan peringkat kreditnya dengan menjaga rasio lancar dan rasio cepat, dan dapat digunakan untuk memanfaatkan peluang-peluang bisnis yang menguntungkan seperti penawaran khusus dari pemasok atau kesempatan untuk mengakuisisi perusahaan lain, menjaga diri dari keadaan - keadaan darurat seperti pemogokan, kebakaran, kampanye pemasaran dari kompetitor, dsb. Manajemen kas yang efektif terdiri atas menyinkronkan arus kas, menggunakan ambang (float), mempercepat penerimaan, mendapatkan ketersediaan dana ke tempat yang membutuhkan dan mengendalikan pengeluaran. 2.4 Manajemen Persediaan Persediaan dapat diklasifikasikan sebagai simpanan material yang berupa bahan mentah, barang dalam proses dan barang jadi. Persediaan perlu dikelola karena dapat mempengaruhi fungsi operasi, pemasaran, dan fungsi keuangan. Kesalahan dalam penentuan tingkat persediaan dapat dengan cepat menyebabkan terjadinya kehilangan penjualan maupun biaya penyimpangan yang berlebihan. Manajemen persediaan memiliki arti penting yang sama dengan tingkat kesulitannya. Sistem pengendalian persediaan dapat berbentuk sangat sederhana

13

sampai luar biasa kompleks, tergantung pada ukuran perusahaan dan sifat persediaannya ( Brigham & Houston, 2006). Terdapat beberapa metode analisis yang dapat digunakan dalam manajemen persediaan menurut Heizer & Render (2006), Davis & Chase (2004), Jacobs & Chase (2008) adalah sebagai berikut. 1. Analisis ABC Analisis ini merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan material itu per periode waktu (harga per unit dikalikan voluma penggunaan dari material tersebut dalam perioda tertentu). Analisis ABC ini mengikuti prinsip hukum Pareto, yaitu sekitar 80% dari nilai total inventori material diwakili oleh 20% material inventori. 2. Safety stock/ buffer stock/ persediaan pengaman Merupakan persediaan yang disimpan untuk mengantisipasi unsur ketidakpastian permintaan dari suatu pasokan yang tidak diharapkan. 3. MRP (Material Requirement Planning) Merupakan suatu sistem perencanaan produksi dan persediaan sistem kontrol yang digunakan untuk mengelola proses produksi. Suatu sistem MRP (Material Requirement Planning) dimaksudkan untuk memastikan bahan yang tersedia untuk produksi dan produk-produk yang tersedia untuk pengiriman ke pelanggan, mempertahankan tingkat persediaan serendah mungkin, rencana kegiatan produksi, jadwal pengiriman dan aktivitas pembelian. Model MRP (Material Requirement Planning) lebih tepat digunakan pada suatu perusahaan yang memproduksi suatu barang,

14

sehingga semua komponen yang diperlukan untuk kelancaran produksi dapat tersedia sesuai dengan yang dibutuhkan. 4. EOQ(Economic Order Quantity) Merupakan metode persediaan yang menentukan jumlah pemesan berdasarkan biaya pemesanan (ordering cost) dan penyimpanan yang minimal (holding cost) atau dengan kata lain, EOQ merupakan volume atas jumlah pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap pembelian. 2.5 Manajemen Piutang Pada umumnya perusahaan akan lebih menyukai penjualan secara tunai daripada secara kredit, namun tekanan persaingan telah memaksa kebanyakan perusahaan untuk menawarkan kredit. Maka yang terjadi adalah barang dikirimkan, persediaan berkurang, dan timbul piutang. Pada akhirnya, pelanggan akan melunasi akun tersebut. Pada saat itu perusahaan akan menerima kas dan saldo piutangnya akan menurun. Memiliki piutang akan menimbulkan baik itu biaya langsung maupun tidak langsung, tetapi perusahaan juga akan mengalami keuntungan yaitu peningkatan penjualan. Pentingnya sebuah pengelolaan piutang yang baik memberikan dampak pada laporan keuangan perusahaan dan kemudian dapat menunjukkan pada suatu kinerja perusahaan. Menurut Warren (2005), berkaitan dengan proses

pengendalian piutang, perusahaan berupaya membatasi nilai piutang tak tertagih dengan menerapkan beragam perangkat pengendalian. Pengendalian yang paling penting berhubungan dengan fungsi pengesahan kredit. Pengendalian ini melibatkan penyelidikan atas kredibilitas pelanggan. Adapun dua metode

15

akuntansi untuk mencatat piutang yang diperkirakan tidak akan tertagih, yaitu metode penyisihan dan metode penghapusan langsung. Melihat hal tersebut, maka peran manajer keuangan sangat berpengaruh dalam pengelolaan piutang yang berkaitan erat dengan keadaan keuangan perusahaan secara keseluruhan. 2.6 Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada perioda tertentu dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Higgins, 2007). Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2006), profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan. Laba biasanya dijadikan salah satu ukuran dari kinerja sebuah perusahaan. Ketika laba suatu perusahaan tinggi maka dapat dinilai bahwa kinerjanya baik, sebaliknya jika laba perusahaan rendah maka menunjukkan kinerja perusahaan tersebut kurang baik. Salah satu rasio profitabilitas adalah ROA yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Return On Asset = Laba Bersih Setelah Pajak Total Aktiva .(2.2)

Penilaian tingkat keuntungan investasi oleh investor didasarkan oleh kinerja keuangan perusahaan yang dapat dilihat dari tingkat perubahan laba yang diperoleh dari tahun ke tahun (Khajar, 2005). Para investor dalam menilai perusahaan tidak hanya melihat laba yang dihasilkan dalam satu perioda melainkan terus memantau perubahan laba dari tahun ke tahun.

16

2.7 Peneliti Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dan digunakan sebagai bahan acuan sekaligus pertimbangan untuk melakukan penelitian ini dirangkum dalam tabel berikut. Tabel 2.7 Peneliti Sari (2006)

Judul Penelitian Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas PT. Goodyear Sumatra Plantation Dolok Merangir Pada Tahun 2001-2004.

Variabel Variabel independen: payable turnover, receivables turnover, invertory turnover. Variabel dependen: Return On Investment (ROI).

Hasil Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa hanya variabel payables turnover yang berpengaruh signifikan terhadap ROI, secara simultan variabel payable turnover, receivables turnover, invertory turnover tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROI PT. Goodyear Sumatra Plantation Dolok Merangir. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa days working capital (DWC) memiliki korelasi negative dengan profitabilitas dan likuiditas, IA tidak secara signifikan memiliki korelasi dengan DWC, korelasi antara DSO dan IA dan korelasi antara IA dan

Ganesan (2007)

An Analysis of Working Capital Management Efficiency in Telecommunication Equipment Industry

Variabel independen: days sales outstanding, days inventory outstanding, days payable outstanding, days working capital, current ratio, cash commersion efficiency (CCE).

17

Variabel dependen: Income in Total Asset (IA) dan Income in Sales (IS).

korelasi antara DSO dan IS tidak signifikan ketika DIO dan DPO berkolerasi negatif secara signifikan terhadap IS dan IA. DSO tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap profitabilitas industri telekomunikasi dan perlengkapannya pada tahun 2001-2007. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara simultan, cash turnover, receivable turnover, inventory turnover berpengaruh terhadap profitabilitas PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, sedangkan secara parsial hanya cash turnover dan receivables turnover yangberpengaruh terhadap profitabilitas PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Hasil adalah secara signifikan terdapat pengaruh antara CCC terhadap profitabilitas di perusahaan ukuran kecil.

Putra (2009)

Pengaruh Perputaran Variabel independen: Modal Kerja Terhadap Profitabilitas (Studi Kasus: PT Indofood Sukses Makmur Tbk) Variabel dependen: Return On Asset (ROA). cash turnover, receivables turnover, dan inventory turnover.

Caballero et al. (2010)

Effects of Working Capital Management on SME Profitability

Variabel independen: cash conversion cycle (CCC). Variabel dependen: Return On Asset (ROA).

18

Sufiyanto (2010)

Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Pada Industri Cyclical dan Industri Defensife yang Terdaftar di BEI.

Variabel independen: days sales outstanding, days inventory outstanding, days payable outstanding. Variabel dependen: Return On Asset (ROA).

Hasilnya menyatakan bahwa baik secara parsial maupun simultan terhadap pengaruh yang signifikan antara manajemen modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan.

2.8 Kerangka Pikir Berdasarkan masalah yang ada, maka kerangka pikir yang dibuat adalah sebagai berikut: Gambar 2.8

Cash Conversion Cycle (CCC)

Manajemen Persediaan (X1) DIO

Manajemen Piutang (X2) DSO

Profitabilitas (y) ROA

Manajemen Utang (X3) DPO

2.9 Hipotesis

19

H1: Terdapat pengaruh signifikan dari DIO, DSO, DPO secara simultan terhadap profitabilitas industri barang konsumsi di BEI. H2: Terdapat pengaruh signifikan dari DIO terhadap profitabilitas industri barang konsumsi di BEI. H3: Terdapat pengaruh signifikan dari DSO terhadap profitabilitas industri barang konsumsi di BEI. H4: Terdapat pengaruh signifikan dari DPO terhadap profitabilitas industri barang konsumsi di BEI.

BAB III

20

METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Berdasarkan tingkat eksplorasinya, penelitian ini termasuk penelitian asosiatif yang bertujuan untuk membuktikan hubungan antara 2 variabel atau lebih (Emzir, 2010). Dengan penelitian asosiatif dapat dibangun suatu teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala/fenomena. 3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data yang diperoleh berupa laporan keuangan tahunan industri barang konsumsi yang listing di BEI. Sumber data didapat dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD). 3.3 Metode Pengumpulan Data Metoda pengumpulan data ini adalah metoda dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat atau mengumpulkan data-data yang tercantum Indonesian Capital Market Directory (ICMD) yang berupa laporan keuangan perusahaan yang tergabung dalam industri barang konsumsi di BEI tahun 20072011. 3.4 Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan adalah seluruh perusahaan industri barang konsumsi yang listing di BEI sejak tahun 2007 sampai 2011 yang berjumlah 31 perusahaan. Sedangkan untuk pemilihan sampel ditentukan secara purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan yaitu sebagai berikut. 1. Perusahaan industri barang konsumsi yang listing di BEI selama perioda 2007-2011.

21

2. Perusahaan industri barang konsumsi yang menyediakan laporan keuangan selama kurun waktu 2007-2011. Berdasarkan pada kriteria tersebut, maka diperoleh jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 28 perusahaan perusahaan industri barang konsumsi. Tabel 3.4 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Nama Perusahaan GGRM (GudangGaram Tbk) ULTJ (Ultra Jaya Milk Industry & Trading Company Tbk) MYOR (Mayora Indah Tbk) INDF (Indofood Sukses Makmur Tbk) SKLT (Sekar Laut Tbk) KLBF (Kalbe Farma Tbk) MRAT (Mustika Ratu Tbk) UNVR (Unilever Indonesia Tbk) INAF (Indofarma Tbk) STTP (Siantar Top Tbk) MLBI (Multi Bintang Indonesia Tbk) DLTA (Delta Djakarta Tbk) CEKA (Cahaya Kalbar Tbk) DAVO (Davomas Abadi Tbk) ROTI (Nippon Indosari Corpindo Tbk) PSDN (Prasidha Aneka Niaga Tbk) ADES (Akasha Wira International Tbk) HMSP (H. M. Sampoerna Tbk) RMBA (Bentoel Internasional Investama Tbk) DVLA (Darya-Varia Laboratoria Tbk) KAEF (Kimia Farma Tbk) PYFA (Pyridam Farma Tbk) SCPI (Schering Plough Indonesia Tbk) TSPC (Tempo Scan Pacific Tbk) TCID (Mandom Indonesia Tbk) KDSI (Kedawung Setia Industrial Tbk) LMPI (Langgeng Makmur Industri Tbk)

22

28

KICI (Kedaung Indah Can Tbk)

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel bebas (X)

Variabel bebas merupakan variabel yang diduga mempengaruhi variabel terikat, meliputi hal berikut. 1. DIO (X1) Merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi bahan baku menjadi barang jadi dan kemudian menjual barang tersebut. DIO = Persediaan HPP/365 (3.1)

2. DSO (X2) Merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi piutang perusahaan menjadi kas, yaitu untuk menerima kas setelah penjualan. 3.DSO DPO = (X3). Piutang Penjualan/365 3. DPO (X3) Merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk membeli bahan baku dan tenaga kerja dan pembayarannya. DPO = Utang HPP/365 Variabel terikat (Y) (3.3) .....(3.2)

23

Variabel terikat merupakan variabel yang diduga dipengaruhi oleh variabel bebas. Pada penelitian ini, variabel terikat adalah ROA yang merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. ROA = Laba Setelah Pajak Total Aktiva ....(2.2)

3.6 Teknik Analisis Data Analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (x) terhadap variabel terikat (y) adalah dengan model regresi linier berganda dengan formula: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e dimana: Y a b1 ......b3 X1 X2 X3 e = = = = = = = Return On Assets konstanta koefisien regresi dari X1 X3 DIO DSO DPO Residual error ...(3.5)

3.7 Pengujian Asumsi Klasik

24

3.7.1

Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah variabel terikat dan variabel bebas dalam model regresi keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Deteksi normalitas dapat dilakukan dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan dengan menggunakan normal probability plot adalah sebagai berikut (Ghozali, 2007). 1. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. 2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. 3.7.2 Uji Multikolinearitas

Dimaksudkan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi maka terdapat masalah

multikolinearitas pada model regresi tersebut.

Untuk mendeteksi ada

tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut. 1. Besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance Model regresi yang bebas multikolinearitas adalah: a) mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 dan tidak lebih dari 10;

25

b) mempuyai angka tolerance mendekati 1 dan tidak kurang dari 0,1. 2. Besaran korelasi antar variabel independen. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar variabel independen haruslah lemah di bawah 0,05. Jika korelasi kuat maka terjadi multikolinearitas (Santoso, 2010). 3.7.3 Uji Heteroskedastisitas untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

Ditujukan

ketidaksamaan variance dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastis dan jika berbeda disebut

heteroskedastisitas (Ghozali, 2007). Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada/ tidaknya heteroskedastisitas dapat diketahui dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED di mana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi - Y sesungguhnya). Dasar analisis dari uji heteroskedastisitas melalui grafik plot adalah sebagai berikut (Ghozali, 2007). 1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka diidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

26

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. 3.7.4 Uji Autokorelasi

Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1. Jika terjadi korelasi, maka ada terjadi masalah pada autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Cara mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson. Jika nilai Durbin Watson hitung mendekati atau di sekitar angka 2, maka pada model tersebut tidak terdapat autokorelasi. 3.8 Pengujian Hipotesis 3.8.1 Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R) dari hasil regresi berganda

menunjukkan seberapa besar variabel dependen bisa dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya (Santoso, 2010). Nilai R yang mendekati 1 berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Penelitian ini menggunakan regresi linear berganda, maka masingmasing variabel independen yaitu DIO, DSO, DPO secara parsial dan

27

secara simultan mempengaruhi variabel dependen yaitu profitabilitas yang dinyatakan dengan R untuk menyatakan koefisien determinasi atau seberapa besar pengaruh variabel DIO, DSO, DPO terhadap variabel profitabilitas. Sedangkan r untuk menyatakan koefisien determinasi parsial variabel independen terhadap variabel dependen. Angka dari R square didapat dari pengolahan data melalui program SPSS yang bisa dilihat pada tabel model summary kolom R square. 3.8.2 Uji Statistik F Uji F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersamasama terhadap variabel dependen/ terikat. Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai probabilitas yang didapatkan dari hasil pengolahan data melalui program SPSS Statistik Parametrik (Santoso, 2010) sebagai berikut: a) jika probabilitas 0,05 maka Ho ditolak; b) jika probabilitas 0,05 maka Ho diterima. Nilai probabilitas dari uji F dapat dilihat pada hasil pengolahan dari program SPSS pada tabel ANOVA kolom sig atau significance. 3.8.3 Uji Statistik t Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi-variasi dependen. Hipotesis statistik dalam uji t adalah:

28

Seperti halnya dengan uji hipotesis secara simultan, pengambilan keputusan uji hipotesis secara parsial juga didasarkan pada nilai probabilitas yang didapatkan dari hasil pengolahan data melalui program SPSS Statistik Parametrik sebagai berikut: a) jika probabilitas 0,05 maka Ho diterima; b) jika probabilitas 0,05 maka Ho ditolak. Pada uji t, nilai probabilitas dapat dilihat pada hasil pengolahan dari program SPSS pada tabel coefficients kolom sig atau significance. Untuk mengetahui variabel bebas apa yang paling berpengaruh secara parsial terhadap variabel terikat, dapat dilakukan dengan melihat nilai yang paling besar dalam kolom standardized coefficients (Santoso, 2010).

DAFTAR PUSTAKA
Brigham, F, E., & Houston, F, J. 2006. Dasar - Dasar Manajemen Keuangan. Buku 2, Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat. Caballero, S, et all. 2010. Working capital management in SMEs. Accounting and Finance 50 : 511527 Davis, M. M, Aquilano, N. J & Chase, R. B. 2004. Fundamentals of Operations Management, 4th ed. McGraw Hill. Deloof, M., Does Working Capital Management Affect Profitability of Belgian Firms?, Journal of Business Finance & Accounting (3 & 4: 2003) Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers. Ganesan, V. 2007. An Analysis of Working Capital Management Efficiency in Telecommunication Equipment Industry. River Academic Journal, 3(2) Ghozali, I. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Cetakan IV. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Harahap, S, S. 2004. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan Cetakan ke-empat. Jakarta: Rajawali Pers.

29

Heizer, J,. & Render, B. 2006. Operation Management, 8th ed. Prentice Hall International. Horne, J, C, V,. & John, M., W, J, R. 2009. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta : Salemba Empat. Jacobs, F. R& Chase, R. B. 2008. Operations and Supply Management: The Core. New York: McGraw Hill. Kamel, M. 2008. Pengaruh Kebijakan Modal Kerja terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Rokok yang Go-Public di Indonesia. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan. Khajar, I. 2005. Analisis Pengaruh Pengumuman Laba Terhadap Harga Saham (Study Kasus Pada Perusahaan Go Public di BEJ). Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol 6, No 1 Marcus, Brealey Myers. 2007. Fundamentals of Corporate Finance,5th ed. New York: McGraw-Hill. Modi, S. 2012. A Study on the Adequacy and Efficacy of Working Capital in Automobile Industry in India. The IUP Journal of Accounting Research & Audit Practices, Vol. XI, No. 2. Putra, L, J. 2009. Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas ( Studi Kasus :PT Indofood Sukses Makmur Tbk). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Riyanto, B. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Santoso, S. 2010. Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Higgins, R.2007. Analysis for Financial Management Eight Edition .New York: McGraw-Hill. Sari, F, F. 2006. Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas PT. Goodyear Sumatra Plantations Dolok Merangir. Skripsi. Universitas Sumatra Utara, Medan. Sawir, A. 2005. Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, Cetakan Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sufiyanto, A. 2010. Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Pada Industri Cyclical dan Industri Defensife Yang Terdaftar di Bursa efek Indonesia. Skripsi. Universitas Airlangga, Surabaya. Syarief, M, E,. & Wilujeng, I, P. 2009. Cash Conversion Cycle dan Hubungannya dengan Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Manajemen Modal Kerja. Jurnal Ekonomi Bisnis.

30

Warren, C. S. 2005. Pengantar Akuntansi, Edisi 21, Buku Satu. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai