Anda di halaman 1dari 19

MOTIF DAN PENILAIAN TERHADAP RESTRUKTURISASI

PERUSAHAAN KHUSUSNYA MERGER DAN AKUISISI

Disusun Oleh :

Muhammad Haykel Walla

19/453624/EE/07431

Manajemen Keuangan Lanjutan

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020

i
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ekonomi global sedang mengalami transformasi yang luas. Transformasi
ini di dorong oleh pergeseran populasi, produktivitas, kekayaan, kekuasaan dan
memaksa perusahaan untuk membangun struktur rantai pasokan, serta mengubah
insentif investasi lintas batas. Dalam hal persaingan perusahaan yang kini semakin
ketat, perusahaan diharuskan untuk dapat membuat evaluasi dalam kinerjanya dan
untuk mampu bertahan dan bersaing perusahaan juga harus melakukan berbagai
macam strategi. Banyak orang berpendapat bahwa Ketika perusahaan
menggunakan strategi restrukturisasi, perusahaan tersebut sedang mengalami
penurunan nilai. Padahal kalau kita lihat dari segi restrukturisasi, perbaikan dalam
scope kecil maupun besar tujuannya yaitu memperbaiki kinerja. Maka dari itu,
dalam menunggu penurunan nilai perusahaan tidak harus dilakukannya proses
restrukturisasi (Hansen, 2015). Karena, ketika perusahaan melakukan
restrukturisasi pada saat perusahaan menurun, maka akan berakibat buruk untuk
melakukan perbaikan.
Restrukturisasi merupakan perubahan strategik yang bersifat mendasar
pada perusahaan untuk memperbaiki kinerjanya. Penataan ulang dalam
restrukturisasi merupakan hal yang baik dalam peningkatan value perusahaan.
Dengan adanya restrukturisasi di harapkan perusahaan mampu meningkatkan
tingkat kemampuan untuk memaksimalkan laba (Sumodiningrat dan Nugroho,
2005). Restrukturisasi dapat diartikan sebagai kegiatan perusahaan untuk merubah
struktur perusahaan dalam artian makin membesar atau makin ramping kinerja
perusahaan. 
Sebelum melakukan restrukturisasi, manajemen harus mampu membuat
evaluasi terhadap semua permasalahan yang dialami perusahaan serta melakukan
penilaian secara menyeluruh (due diligence). Hasil penilian ini nantinya sangat
berguna untuk melakukan langkah restrukturisasi sehingga perlu dilakukannya
skala kebutuhan utama perusahaan.

1
Perusahaan dalam pembagiannya meliputi restrukturisasi keuangan dan
restrukturisasi manejerial. restrukturisasi keuangan merupakan upaya perbaikan
kinerja perusahaan dalam rangka pengoptimalan tingkat nilai keuangan merger
dan akuisisi, pengambilalihan, spin-off, leverage buy-out, pembelian kembali
saham, modal reorganisasi, penjualan unit bisnis, perampingan aset dll. Dalam
menghadapi perubahan yang konsisten di lingkungan ekonomi, pertimbangan
harus perlu diberikan untuk posisi bisnis di pasar dan kemungkinan
perkembangan masa depan yang dibutuhkan oleh pemilik bisnis
Banyak perusahaan merestrukturisasi bisnis mereka yang terdiversifikasi
melalui aktivitas merger dan akuisisi (M&A). Mereka dengan cepat
"melangsingkan" dan mempersempit fokus mereka dengan menjual divisi, aset,
dan lini produk. Dari awal 1970-an perusahaan tidak hanya membuang akuisisi
"yang kurang terpakai", Tapi juga pindah ke spin off dan downsize sehat bisnis
untuk berkonsentrasi pada "inti kompetensi" Secara keseluruhan, perusahaan
mengurangi derajat mereka dengan diversifikasi. Misalnya, Porter (1987)
melaporkan setengah dari akuisisi tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap tindakan yang dilakukan oleh konglomerat selama 1960-an dan 1970-an
telah dibalik melalui divestasi. Begitu pula dengan Ravenscraft dan Scherer
(1987) memperkirakan sepertiga dari semua (termasuk terkait) akuisisi yang
dilakukan pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an kemudian divestasi. Ollinger's
(1994) studi tentang perusahaan minyak menyatakan bahwa pada tahun 1990
banyak perusahaan minyak (misalnya, Exxon, Amoco dan Mobil) menjual
sebagian besar bisnis mereka yang tidak terkait dengan melepaskan dari sebagian
besar bisnis yang tidak memiliki dampak signifikan terhadap keuntungan yang di
dapatkan seperti ritel, elektronik, dan motor listrik, oli perusahaan ditinggalkan
dengan unit yang berhubungan langsung dengan bisnis minyak asli mereka.
Merger-akuisisi (M&A) merupakan restrukturisasi yang besar dalam dunia
keuangan perusahaan. Terdapat beberapa tantangan finansial, hukum serta
operasional yang kompleks dikala jual beli bisnis dikarenakan persoalan yang
wajib dikelola pada dasar tekanan waktu yang lumayan lama. Jumlah kesempatan
investasi buat akuisisi yang tertekan senantiasa relatif besar walaupun secara

2
universal terjalin penyusutan transaksi kegiatan(Shirley Hsieh et al., 2018).
Transaksi M&A adalah menyatukan perusahaan yang terpisah untuk membentuk
perusahaan yang lebih besar.
Selain menciptakan perusahaan besar dari yang lebih kecil, kesepakatan
keuangan perusahaan juga melakukan membalikkan dan memecah perusahaan
melalui spin-off, equity curve out, serta tracking stock. Prinsip yang pertama kali
harus dilihat di balik membeli perusahaan adalah menciptakan nilai pemegang
saham di atas dan di atas bahwa dari jumlah dua perusahaan karena dua
perusahaan bersama-sama lebih banyak berharga dari dua perusahaan yang
terpisah. Alasan ini sangat menarik perusahaan ketika masa sulit (Shirley Hsieh et
al., 2018)
Kegiatan M&A yang intens memiliki dampak yang besar terhadap
kegagalan serta ketidakpuasan dengan kinerjanya. Analisis yang dilakukan oleh
Hay Group di 2007 menyatakan lebih dari 200 perusahaan yang melakukan
kegiatan M&A di Eropa sepanjang 3 tahun ditemukan kayakinan para pemimpin
bisnis senior terhadap tujuan perusahaan hanya 9% yang "benar-benar sukses".
Sayangnya, konsultan merger yang berintegrasi begitu kerap tidak dibawa hingga
permasalahan timbul di akhir sesi pasca- kombinasi setelah sekian lama habis
merger ataupun akuisisi (Buono, 2005). Dari latar belakang yang telah
disampaikan, penulis ingin menjelaskan bagaimana “Motif dan Penilaian
Terhadap Restrukturisasi Perusahaan Khususnya M&A”.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2. Literatur review dan pembahasan
A. Merger
Secara definisi Merger bisa didefiniskan bagaikan perbuatan hukum yang
dicoba oleh satu Perseroan ataupun lebih buat mencampurkan diri dengan
Perseroan lain yang sudah terdapat yang menyebabkan aktiva serta pasiva dari
Perseroan yang mencampurkan diri bergeser kepada Perseroan yang menerima
penggabungan serta berikutnya status tubuh hukum Perseroan yang
mencampurkan diri berakhir sebab hukum (Undang-Undang PT Pasal 1 butir 9).
Bagi Zaki Baridwan dalam (Malik et al., 2014) penafsiran merger ini ialah sesuatu
proses pengambilalihan saham yang dicoba suatu perusahaan terhadap perusahaan
lain yang mana perusahaan yang diambil alih itu tidak lagi jadi perusahaan yang
berdiri sendiri, tetapi telah jadi bagian dari perusahaan yang telah mengambil alih.
Bagi Abdul Moin dalam (Malik et al., 2014), penafsiran merger
merupakan suatu penggabungan antara 2 ataupun lebih yang sehabis itu terdapat
satu perusahaan yang senantiasa hidup bagaikan tubuh hukum. Sedangkan yang
yang lain itu menghentikan aktivitasnya ataupun peleburan. Perusahaan yang
leburkan tersebut mengalihkan aset ataupun liability kepada perusahaan yang
mengambil alih, sehingga perusahaan yang mengambil alih tersebut hendak
hadapi kenaikan aset.

Tahun Perusahaan yang bergabung Perusahaan baru hasil


merger

1998 1. PT. Bank Bumi Daya PT Bank Mandiri, Tbk.


2. PT. Bank Dagang Negara

4
3. PT. Bank Ekspor Impor Indonesia
4. PT. Bank Pembangunan Indonesia

2002 1. PT Bank Bali, Tbk. PT Bank Permata, Tbk.


2. PT Bank Universal, Tbk.
3. PT Bank Prima Expres
4. PT Bank Artha Media
5. PT Bank Patriot

Gambar 2.1
Contoh merger di Indonesia pada tahun 1998 dan 2002
Salah satu bentuk dari merger adalah konsolidasi. Dimana konsolidasi
memiliki artian sendiri yakni dimana penggabungan dua perusahaan atau lebih
yang membuat entitas barru. Merger-konsolidasi adalah penggabungan dua atau
lebih perusahaan yang dimana semua perusahaan melakukan peleburan usaha dan
menerbitkan perusahaan yang scope-nya lebih besar .
Ada juga merger-aborsi. Dimana perusahaan yang bergabung melakukan
peleburan ke salah satu perusahaan yang bergabung sehingga salah satu
perusahaan menjadi perusahaan yang lebih besar.

Tahun Perusahaan yang bergabung Perusahaan baru hasil merger

2004  PT Lippo Karawaci, Tbk. PT Lippo Karawaci, Tbk.


 PT Kartika Abadi Sejahtera
 PT Sumber Waluyo
 PT Anggadipa Berkat Mulia
 PT Metropolitan Tatanughraha
PT Siloam Health Care, Tbk.
 PT Aryaduta Hotel, Tbk.
 PT Lippo Land Development,
Tbk.

5
2008  Bank CIMB Niaga, Tbk. PT Bank CIMB Niaga, Tbk.
 Bank Lippo, Tbk.

Gambar 2.1
Contoh merger-aborsi yang terjadi di Indonesia pada tahun 2004 dan 2008

B. Akuisisi
Akuisi merupakan salah satu jenis merger dimana salah satu perusahaan
melakukan pembelian (pengambilalihan) terhadap kepemilikan perusahaan
lain, dimana perusahaan yang di ambilalih (target firm) secara operasional
berdiri sendiri di bawah kendali manajemen perusahaan pengambilalih
(acquiring firm). Status perusahaan yang di ambil alih adalah sebagai
perusahaan anak (subsidiary) dan perusahaan pengambilalih disebut sebagai
(parent company). Seperti contoh Philip Morris Internasional yang
mengakuisisi PT HM Sampoerna

Gambar 2.1
Contoh Pengakuisian Philip Morris Internasional-PT HM Sampoerna

C. Restrukturisasi: Merger dan Akuisisi

6
Transaksi M&A adalah menyatukan perusahaan yang terpisah untuk
membentuk perusahaan yang lebih besar. Selain menciptakan perusahaan
besar dari yang lebih kecil, kesepakatan keuangan perusahaan juga melakukan
membalikkan dan memecah perusahaan melalui spin-off, Equity carve out,
atau tracking stock. Prinsip utama di balik membeli perusahaan adalah
menciptakan value pemegang saham yang berada di top dan pemegang saham
di level top memiliki pandangan jikalau dua perusahaan lebih berharga
daripada terpisah. Alasan ini sangat menarik perusahaan ketika masa sulit
(Shirley Hsieh et al., 2018). Perusahaan bergabung dengan memiliki harapan
mendapat pasar yang lebih besar berbagi atau untuk mencapai efisiensi yang
lebih besar. Umumnya, perusahaan target akan sering setuju untuk dibeli
ketika mereka tahu bahwa mereka tidak dapat bertahan sendirian karena hal-
hal di atas manfaat potensial (Marks et al., 2017).

D. Metode restrukturisasi
a. Sell-Offs

Sell- off dapat diartikan sebagai kegiatan divestasi yang merupakan


penjualan langsung anak perusahaan. penjualan anak perusahaan tidak
sesuai dengan strategi inti perusahaan induk yang dipunyai oleh aksi
jual wajib. Perihal ini bisa jadi diakibatkan oleh pasar yang
menyepelehkan bisnis gabungan sebab minimnya sinergi antara induk
dan anak perusahaan. Tidak hanya menyingkirkan Anak perusahaan
yang tidak di inginkan, aksi jual pula bisa menciptakan cash yang bisa
diperuntukan untuk melunasi hutang (DePamphilis, 2019).
b. Equity Carve-Out

Equity carve-out merupakan transaksi di mana perusahaan induk


menawarkan sebagian saham biasa ke anak perusahaan kepada
masyarakat umum, buat membagikan suntikan dana kepada induk
perusahaan tanpa kehabisan kendali. (DePamphilis, 2019) Equity
carved-out merupakan jalur strategi perusahaan induk yang dapat

7
terjalin jikalau salah satu anak perusahaannya berkembang lebih cepat
serta membawa evaluasi bisnis yang lebih besar daripada bisnis lain
yang dipunyai oleh perusahaan induk. Equity carve-out menciptakan
sebab penjualan saham anak perusahaan ke publik namun
permasalahannya equity carve out membuka kunci nilai unit anak
perusahaan serta tingkatkan nilai pemegang saham perusahaan induk.
Equity carved out pula ialah metode pengurangan eksposur ke lini
bisnis yang lebih berisiko serta membuat tingkatkan nilai pemegang
saham. Hasilnya, suatu perusahaan baru yang terbuka baru terbuat
namun perusahaan induk senantiasa mempunyai saham pengendali di
anak perusahaan yang baru diperdagangkan.
c. Spin-offs
Spin off adalah cara untuk menyingkirkan divisi bisnis yang
berkinerja buruk atau non-inti yang dapat menurunkan keuntungan. Itu
terjadi ketika anak perusahaan menjadi independen kesatuan.
Perusahaan induk mendistribusikan saham anak perusahaan kepada
pemegang sahamnya melalui dividen saham. Tidak ada uang tunai
yang dihasilkan karena transaksinya adalah dividen distribusi.
(DePamphilis, 2019) Jadi, spin-off kemungkinan besar akan digunakan
ketika perusahaan perlu membiayai pertumbuhan dan kesepakatan.
d. Tracking Stock

Tracking stock adalah jenis saham khusus yang dikeluarkan oleh


perusahaan publik untuk dilacak nilai satu segmen perusahaan itu.
Stok memungkinkan segmen yang berbeda perusahaan dinilai berbeda
oleh investor. Perusahaan tetap memegang kendali anak perusahaan.
Kedua perusahaan dapat terus menikmati sinergi dan berbagi
pemasaran, fungsi pendukung administrasi dan sebagainya. Akhirnya,
perusahaan induk dapat menggunakan melacak saham yang
dimilikinya untuk melakukan akuisisi jika saham pelacakan naik
nilainya.
e. Joint Venture

8
Joint-Venture biasanya dibentuk untuk tujuan khusus dengan
durasi terbatas. Perusahaan yang terpisah selalu ada dan terbuka bagi
setiap mitra usaha. Ini adalah kontrak untuk bekerja sama untuk jangka
waktu yang diharapkan setiap peserta dari aktivitas tersebut tetapi juga
harus memberikan kontribusi.

E. Sinergi
Sinergi didefinisikan bagaikan motor penggerak yang membolehkan
kenaikan efisiensi biaya dari merger ataupun akuisisi baru. Terlepas dari jenis
ataupun struktur mereka, semuanya merger serta akuisisi mempunyai satu
tujuan bersama ialah menghasilkan sinergi. Sinergi mengambil wujud
kenaikan pemasukan serta penghematan bayaran. Singkatnya, sinergi adalah
konsep kalau nilai serta kinerja gabungan 2 perusahaan hendak lebih besar
dari jumlah dari tiap- tiap bagian (Wang, Pauleen & Chan 2013).
Penggabungan ataupun akuisisi hendak memperoleh keuntungan dari
pengurangan staf, skala ekonomi, akuisisi baru teknologi, serta jangkauan
pasar yang lebih baik dan visibilitas perusahaan.
Sinergi adalah nilai yang direalisasikan dari arus kas tambahan yang
dihasilkan dengan menggabungkan dua bisnis. Artinya, jika nilai pasar dari
dua perusahaan masing-masing adalah Rp 100 miliar dan Rp 75 miliar, dan
nilai pasar gabungan mereka adalah Rp 200 juta, maka nilai sinergi yang
tersirat adalah Rp 25 juta. Dua tipe dasar sinergi adalah operasi dan keuangan
(DePamphilis, 2019).
a. Operating Synergy
Sinergi operasi terdiri dari skala ekonomi, cakupan
ekonomi, dan hal teknis atas ketrampilan yang saling melangkapi
terkait dengan perolehan aset, hal itu yang dapat menjadi penentu
penting dari penciptaan kekayaan pemegang saham. Keuntungan
dalam efisiensi dapat berasal dari faktor-faktor ini dan dari praktik
operasi manajerial yang lebih baik.

9
Scale ekonomi sering mengacu pada pengurangan biaya
total rata-rata untuk perusahaan yang memproduksi satu produk
untuk skala pabrik tertentu karena penurunan biaya tetap rata-rata
seiring dengan peningkatan volume produksi. Skala ditentukan
oleh biaya tetap seperti depresiasi peralatan dan amortisasi
perangkat lunak yang dikapitalisasi, pengeluaran pemeliharaan
normal, dan kewajiban seperti biaya bunga, pembayaran sewa,
serikat pekerja jangka panjang, kontrak pelanggan dan vendor, dan
pajak (DePamphilis, 2019).
b. Financial synergy
Sinergi keuangan mengacu pada pengurangan biaya modal
pihak pengakuisisi akibat merger atau akuisisi. Hal ini dapat terjadi
jika perusahaan gabungan memiliki arus kas yang relatif tidak
berkorelasi, merealisasikan penghematan biaya dari penerbitan
sekuritas yang lebih rendah dan biaya transaksi, atau mengalami
pencocokan yang lebih baik antara peluang investasi dengan dana
yang dihasilkan secara internal. Pandangan konvensional
menyatakan bahwa perusahaan yang pindah ke lini produk berbeda
yang arus kasnya tidak berkorelasi mengurangi hanya risiko
spesifik untuk perusahaan seperti keusangan produk (yaitu, risiko
spesifik bisnis atau non-sistematik) dan bukan risiko yang terkait
dengan faktor-faktor yang memengaruhi semua perusahaan (yaitu,
risiko sistematis) seperti resesi, inflasi, atau kenaikan suku bunga.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa M&A yang
dihasilkan dalam perusahaan memiliki arus kas unit bisnis
individualnya tidak berkorelasi memang dapat menyebabkan
penurunan risiko sistematis. Perusahaan semacam itu mungkin
lebih mampu menahan kehilangan pelanggan, pemasok, karyawan,
atau dampak kesulitan keuangan daripada perusahaan produk
tunggal. Kadang-kadang disebut sebagai coin-surance, korelasi
tidak sempurna dari arus kas unit bisnis memungkinkan sumber

10
daya untuk ditransfer dari unit kaya-tunai ke unit-unit miskin-tunai
sesuai kebutuhan (DePamphilis, 2019).
F. Metode penilaian Merger & Akuisisi

M&A adalah salah satu jalan yang ditempuh ketika perusahaan tidak dapat
berkembang dan menata portofolio perusahaan. tekanan dari pihak luar seperti
investor, shareholder, karyawan, serta analis membuat manajemen mencari
jalan bagaimana cara agar perusahaannya tetap berkembang.
c. Discounted cash flow

Analisis discounted cash flow (DCF) menggunakan proyeksi


future free cash flow dan mendiskontokannya (paling sering
menggunakan weighted average cost of capital) untuk sampai pada
present value yang digunakan untuk mengevaluasi potensi untuk
perusahaan. Menurut statistik, lebih dari setengah perusahaan
pengambialih (acquirer) menggunakan DCF untuk memperkirakan
Teori discounted cash flow (DCF) (Hongjiu, 2008). Selain itu,
sebagian besar Literatur menunjukkan bahwa teori DCF adalah metode
yang paling baik sampai saat ini.
Nilai perusahaan diperkirakan oleh DCF dari sudut pandang uang
tunai dan risiko. Ketika risiko tetap konstan, lebih banyak perusahaan
target kas dapat menghasilkan di masa depan, itu nilai estimasi yang
lebih tinggi. Nilai internal perusahaan adalah berbanding lurus dengan
arus kas masa depan. Ada dua metode yang sering di gunakan:
 Metode Adjusted Present Value
Adjusted Present Value menjadi metode yang lebih diminati
oleh perusahaan pengambilalih yang bermaksud melakukan
akuisisi untuk menilai bisnis. Kebanyakan pembuat kesepakatan di
pasar saat ini akrab Pada saat penilaian bisnis meningkat secara
dramatis, metode APV menggunakan prinsip yang sama dengan
metode WACC tetapi menambahkan fleksibilitas dan akurasi
tambahan dalam menilai komponen utama yang mendasari akuisisi

11
(John Mathis, 2019). Untuk pembeli, APV terdiri dari transaksi
yang terpilah menjadi komponen utamanya dan menetapkan nilai
untuk setiap komponen berdasarkan net present value saat ini.
Langkah pertama adalah menilai risiko bisnis yang sedang
berjalan. Berdasarkan risiko pasar yang relatif dari sebuah bisnis,
tingkat diskonto yang sesuai dipilih untuk mendiskontokan
expected net future cash flow. Dalam kasus seperti itu, diasumsikan
bahwa perusahaan diakuisisi menggunakan 100% ekuitas .
Kedua, menghitung net present value dari penghematan pajak
yang diharapkan karena parsial pembiayaan, jika ada, instrumen
utang, dan beban bunga terkait. Terakhir, dan tahap yang paling
penting yaitu untuk menilai (manfaat dari sinergi, perubahan dalam
manajemen, produk terbaru, dsb) direncanakan untuk segera
diimplementasikan setelah akuisisi yang diproyeksikan untuk
meningkatkan net cash flow dari bisnis berdasarkan net present
value. Cara menghitung APV adalah:

Sumber: (Brigham & Ehrhardt, 2012)

12
Contoh: asumsikan perhitungan proyeksi untuk beberapa tahun
kedepan menemukan bahwa present value dari arus kas bebas
(FCF) Perusahaan ABC ditambah nilai terminal adalah Rp
100.000. Tarif pajak perusahaan adalah 30% dan tingkat bunga
7%. Beban utangnya Rp 50.000 memiliki perlindungan pajak
bunga Rp 15.000, atau (Rp 50.000 * 30% * 7%) / 7%. Jadi,
adjusted present value perusahaan ABC adalah Rp 115.000, atau
Rp 100.000 + Rp 15.000.

 Metode residual ekuitas, yang juga disebut metode Free


cash flow to equity
Free cash flow adalah arus kas yang tersedia untuk
didistribusikan kepada semua investor. Sebaliknya, free cash flow
to equity (FCFE) adalah arus kas yang tersedia untuk
didistribusikan kepada pemegang saham biasa. Karena FCFE
tersedia untuk didistribusikan hanya kepada pemegang saham,
maka FCFE harus didiskontokan dengan biaya ekuitas. Oleh
karena itu, pendekatan FCFE, juga disebut model residual ekuitas,
mendiskontokan FCFE yang diproyeksikan dengan biaya ekuitas
untuk menentukan nilai ekuitas dari operasi. (Brigham & Ehrhardt,
2012)

FCFE dapat digunakan untuk membayar dividen biasa,


membeli kembali saham, membeli aset keuangan, atau beberapa
kombinasi dari metode ini. Dengan kata lain, penggunaan FCFE
mencakup semua FCF kecuali untuk distribusi ke debtholder. Oleh
karena itu, salah satu cara untuk menghitung FCFE adalah
memulai dengan FCF dan menguranginya dengan distribusi bersih
setelah pajak kepada debtholders:

13
Alternatif yang lain dapat dihitung juga dengan cara:

Sumber: (Brigham & Ehrhardt, 2012)


Dalam menentukan apakah perusahaan memiliki arus kas
yang cukup untuk membayar dividen dan pembelian Kembali
terhadap saham, perusahaan dan analis biasanya menggunakan
pendekatan FCFE. Jika FCFE lebih kecil pembayaran dividen dan
biaya untuk membeli kembali saham, maka perusahaan berpotensi
mendanai perusahaan yang akan di ambil alih dengan hutang atau
modal yang ada atau menerbitkan efek baru modal yang ada
termasuk laba ditahan yang dibuat pada periode sebelumnya.
Sebaliknya, jika FCFE lebih besar dana untuk pembayaran
dividen, maka perusahaan meningkatkan kasnya untuk berinvestasi
terhadap tradable securities.

14
Sumber: (Brigham & Ehrhardt, 2012)
Perhitungan tiap tahunnya :
2014: 6,842 – 4,893 + 6,359 – 513 =7,795
2015: 11,920 – 4,589 + 353 – 1,652 = 6,032
2016: 16,443 – 6,737 + 621 – 354 = 9,973

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa dalam
melaksanakan restrukturisasi perusahaan harus membuat keputusan yang tepat
agar kinerja perusahaan dapat dimaksumalkan. Banyak perusahaan membuat
keputusan restrukturisasi pada saat perusahaan mengalami penurunan nilai tetapi
hal tersebut bisa memperburuk valuation perusahaan. restrukturisasi juga bisa
dilakukan apabila perusahaan tersebut mengalami kemajuan. Apabila perusahaan
mengalami kemajuan, maka perusahaan akan melakukan perluasan usaha.
Sedangkan bila perusahaan mengalami penurunan, maka perusahaan akan
memperlangsing usahanya.
Cara merger dan akuisisi bisa dilakukan Ketika perusahaan ingin membuat
perusahaan berkembang luas. Merger merupakan penggabungan dua perusahaan
atau lebih dan menggunakan salah satu nama perusahaan yang bergabung di
dalamnya. Sedangkan akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah

16
perusahaan dengan membeli sahan/asset perusahaan tersebut. Sebelum melakukan
transaksi M&A.
Perusahaan tidak boleh semena-mena melakukannya ada hal, serta Batasan
yang harus di ambil seperti memperhatikan unit bisnis yang mungkin bisa
menghasilkan income ke perusahaan pada masa mendatang. Perusahaan harus
menilai tentang bagaimana penilaian perusahaan berdasarkan DCF (discounted
cash flow) agar perusahaan pengambilalih tepat dalam mengambil keputusan.

Daftar Pustaka

Aji, A. I., Prananingtyas, P., & Prasetyo, M. H. PERLINDUNGAN HUKUM


PEMEGANG SAHAM PUBLIK PADA PROSES RESTRUKTURISASI
PERSEROAN TERBATAS. NOTARIUS, 13(1), 255-271.

Brigham, E. F., & Ehrhardt, M. C. (2012). Financial Management: Theory and


Practice (12th ed., Vol. 66). Thomson Higher Education.

DePamphilis, D. M. (2019). An Introduction to Mergers, Acquisitions, and Other


Restructuring Activities. In Mergers, Acquisitions, and Other Restructuring
Activities. https://doi.org/10.1016/b978-0-12-815075-7.00001-2

Hansen, D. R. M. M. M. . H. D. L. (2015). Cornerstones of Managerial


Accounting 6th edition. http://slims.umn.ac.id/index.php?
p=show_detail&id=17695

17
Hongjiu, L. (2008). Study on flaws and improvement of discounted cash flow
theory in mergers and acquisitions. Proceedings of the 4th IEEE
International Conference on Management of Innovation and Technology,
ICMIT, 1337–1341. https://doi.org/10.1109/ICMIT.2008.4654565

John Mathis, F. (2019). The journal of private equity. Journal of Private Equity,
23(1). https://doi.org/10.3905/jpe.2019.23.1.001

Malik, M. F., Anuar, M. A., Khan, S., & Khan, F. (2014). Mergers and
Acquisitions: A Conceptual Review. International Journal of Accounting
and Financial Reporting, 1(1), 520. https://doi.org/10.5296/ijafr.v4i2.6623

Shirley Hsieh, H. Y., Cao, J., & Kohlbeck, M. (2018). Ceo turnover and major
business restructurings. In Advances in Management Accounting (Vol. 30).
https://doi.org/10.1108/S1474-787120180000030004

18

Anda mungkin juga menyukai