Anda di halaman 1dari 4

Petani Indonesia Tetap Miskin, Meskipun

Presidennya Doktor Ekonomi Pertanian


OPINI | 14 September 2011 | 10:30 Dibaca: 637

Komentar: 6

3 dari 3 Kompasianer menilai aktual

Tingginya jumlah penduduk miskin merupakan persoalan mendasar yang belum terselesaikan
hingga kini. Data terakhir menunjukkan, pada Maret 2011, jumlah penduduk miskin
Indonesia mencapai 30,02 juta jiwa (12,49 persen). Angka sebesar ini tentu masih sangat
tinggi, bahkan lebih tinggi dari jumlah penduduk Malaysia yang hanya mencapai 28 juta
jiwa. Itupun dengan catatan, mereka yang dikatakan miskin adalah yang berpengeluaran
kurang dari Rp 233.740/kapita/bulan atau sekitar Rp 7.800/kapita/hari.
Jika ditelaah lebih jauh, kemiskinan di Indonesia pada dasarnya merupakan fenomena
perdesaan, lebih khusus lagi pertanian. Sekitar 2/3 penduduk miskin Indonesia adalah mereka
yang tinggal di daerah perdesaan. Dan mudah untuk diduga, sebagain besar mereka bekerja di
sektor pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani. BPS mencatat, pada Maret 2011,
57,78 persen penduduk miskin Indonesia bekerja di sektor pertanian.
Itulah sebabnya hampir tidak adalagi generasi muda bangsa ini yang mau menjadai petani.
Dalam mindset mereka, menjadi petani identik dengan miskin. Kita tidak bisa menyalahkan
mereka, kerena kenyataan yang ada memang seperti itu. Menjadi petani adalah pilihan
terakhir generasi muda perdesaan ketika pekerjaan lain dengan pendapatan yang lebih baik
sudah tidak tersedia. Bahkan, tidak jarang di antara mereka memutuskan untuk mengadu
nasib di kota.
Belakangan ini, pemerintah sering dipusingkan dengan derasnya arus urbanisasi yang
melanda Jakarta dan kota-kota penyangganya BODETABEK (Bogor, Depok, Tangerang, dan
Bekasi) setiap paska libur Lebaran. Hal ini memang wajar terjadi jika perdesaan tidak lagi
menjadi tempat tinggal yang nyaman dan mampu menjamin kelangsungan hidup
penduduknya. Mereka sudah pasti akan menyerbu kota untuk mencari penghidupan yang
lebih baik. Dan sayangnya, mereka yang melakukan migrasi adalah penduduk miskin
perdesaan, mereka adalah sumber daya manusia yang tidak berkualitas, dengan kualifikasi
yang tidak diinginkan oleh pasar tenaga kerja di perkotaan. Keberadaan mereka hanya akan
menambah jumlah penduduk miskin dan berbagai masalah sosial di perkotaan.
Karena itu, operasi yustisia yang menjadi agenda rutin Pemprov DKI paska lebaran untuk
meredam derasnya arus pendatang dari desa adalah bentuk kesia-sian dan pemborosan
anggaran semata. Selama pangkal masalahnya, yakni kemiskinan perdesaan belum
terselesaikan, para pendatang dari desa akan terus menyerbu Jakarta dan BODETABEK.
Tetap miskin
Apa yang tersaji pada peraga di bawah secara jelas memperlihatkan bahwa posisi perdesaan
sebagai kantong kemiskinan tidak banyak berubah selama satu dekade terakhir. Desa tetap
menjadi rumah bagi sekitar 60 persen penduduk miskin negeri ini.

Ini merupakan buah dari pembangunan selama ini yang terlalu bias ke kota. Ambisi untuk
menjadi negara industri secara terburu-buru menyebabkan kita sempat kurang
memperhatikan pembangunan sektor pertanian yang merupakan corak utama daerah
perdesaan, tempat tinggal bagi sekitar 80 persen penduduk negeri ini. Industrialisasi telah
mengarahkan fokus kita ke kota dan abai terhadap pembangunan sektor perdesaan dan
pertanian.
Akhir-akhir ini, kita dikagetkan dengan fakta bahwa negara yang katanya agraris ini ternyata
adalah salah satu pengimpor pangan tropis terbesar di dunia. BPS mencatat, sepanjang
periode Januari-Juli 2011, Indonesia telah menggelontorkan tidak kurang dari 45 triliun untuk
mengimpor segala rupa produk panganmentah dan olahan mulai dari beras hingga
singkong. Begitupula dengan buah-buahan tropis impor yang kini membanjiri pasar kita,
mulai dari durian Bangkok hingga lengkeng dari Cina. Padahal, lahan kita luas lagi subur. Ini
semua merupakan hasil dari abainya kita terhadap pembangunan sektor pertanian dan
perdesaan selama ini.
Walaupun belakangan ini, telah timbul kesadaran akan pentingnya peran sektor pertanian
melalui program Revitalisasi Pertanian untuk meningkatkan kembali vitalitas dan kinerja
sektor pertanian perdesaan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan
mengurangi kemiskinan di daerah perdesaan, hasilnya belum memuaskan.
Revitalisasi Pertanian yang dicanangkan pada Juni 2005 oleh Presiden SBY di Waduk
Jatiluhur, Jawa Barat, merupakan salah satu bentuk operasionalisasi dari staretegi
pembangunan Kabinet Indonesia Bersatu jilid I yang dikenal dengan strategi tiga jalur (triple
track strategy) yang berazaskan pro-growth, pro-employment, dan pro-poor. Operasionalisasi
konsep strategi tiga jalur tersebut dirancang melalui: (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi
diatas 6,5 persen per tahun melalui percepatan investasi dan ekspor; (2) pembenahan sektor
riil untuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru,

dan (3) revitalisasi sektor pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada pengentasan
kemiskinan.

Khusus untuk pengentasan kemiskinan, kala itu, SBY dan kabinetnya memiliki target yang
cukup ambisius, yakni menurunkan angka kemiskinan hingga 8 persen pada tahun 2008.
Namun kenyataannya, jauh panggang dari api. Hingga saat ini, angka kemiskinan masih di
atas 10 persen. Sejak tahun 2005 hingga kini, angka kemiskinan secara umum memang terus
menurun secara konsisten, namun sanyangnya, penurunan ini sangat lambat dan tidak
sebanding dengan banyaknya dana yang telah digelontorkan oleh pemerintah untuk programrogram pengentasan kemiskinan yang telah naik berlipat-liapat sejak 2004 hingga kini.

Revitalisasi sektor pertanian dan peerdesaan telah terbukti tidak berkontribusi secara
maksimal terhadap pengentasan kemiskinan di daerah perdesaan. Penurunan persentase
penduduk miskin di perdesaan cenderung lambat, dan hingga kini masih tetap tinggi.
Sektor perdesaan merupakan kunci utama keberhasilan pengentasan kemiskinan di Indonesia,
karena 2/3 penduduk miskin kita ada di desa. Karenanya, pembangunan sektor perdesaan
melalui penguatan sektor pertanian dan pengembangan sektor non pertanian perdesaan
merupakan suatu keharusan demi berhasilnya upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia.
*****
Data-data dari BPS http://www.bps.go.id/
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/09/14/petani-indonesia-tetapmiskin-meskipun-presidennya-doktor-ekonomi-pertanian/

Anda mungkin juga menyukai